Determination ✔️

By dreama-queen

97.4K 17.8K 5.6K

[TRIGGER WARNING : Buku ini mengandung konten kekerasan pada anak] Ketika pindah ke apartemen barunya karena... More

Prolog
01. Si Room Boy Dan Kehidupannya
02. Si Pengacara Dan Kesehariannya
03. Si Tetangga Dan Kebohongannya
04. Jwi
05. Cara Berkenalan Yang Benar
06. Rahasia Dan Kejutan
07. Sosok Ayah
08. Titik Terang
09. Markas Orang Aneh
10. 2 Jenis Ibu
11. Luka
12. A Place Called Home
13. Dingin
14. Bidak Baru I : Knight
15. Bidak Baru II : Queen
16. Matikan Ponsel Saat Kencan!
17. Arti Anak Itu Apa?
18. Asa
19. Perseteruan Lama
20. SHIN
21. Petugas Dinas Sosial?!
22. Anggota Keluarga Baru
23. Sesuatu Dari Winwin
24. Romansa Merah Muda
25. Akhir Bahagia?
26. J I N W O O
27. Think Big
28. Rahasia Terakhir
29. Darah Yang Berbeda
30. 2 Burung Dan 1 Batu
31. Urusan Keluarga
32. Titik Balik
33. Peristiwa 9 Menit
34. Sebagai Seorang Kakak
35. Yang Bebas & Yang Terperangkap
36. Ketetapan Hati
37. Pengakuan
38. 4 Tahapan Status
39. Titik Terendah, Sementara
40. Perang Kata-kata
42. Hurt Me Once, I'll Kill You Twice
43. Perihal Mengurus Anak
44. Now, We'll Be Okay
45. Terakhir Dan Pertama
46. Pembalikan Situasi
47. Bayangan Angka 3
48. Let's Winwin!
49. The Dark Side
50. Melawan Arus
51. Hadapi Atau Lari
52. Ini Soal Pilihan
53. Lucifer Juga Malaikat
Epilog

41. The Hunter & The Prey

1K 234 83
By dreama-queen

Park Jinwoo muncul dari pintu samping dengan jas hitam tanpa cela yang tanpa kata, memamerkan bahwa dia adalah pebisnis andal.

Manik matanya memindai ruang sidang dengan ketelitian kaku dan merendahkan, mencari, tidak berhenti, baru puas setelah menemukan Jisung yang seakan mengkerut di bawah tatapannya. Seorang anak tidak semestinya menatap ayahnya seperti itu, tapi seringnya Jinwoo membentak Jisung  sudah berdampak negatif melahirkan sorot ketakutan itu.

Jinwoo berjalan ke kursi saksi, mengernyit pada bahan kayu dan motifnya yang biasa saja dan memilih berdiri. Saat dia dengan suara berat yang masih mengejutkan Irene berkat kemiripannya dengan Jisung bersumpah untuk mengatakan kebenaran, Irene sama sekali tidak mempercayainya.

Han berdiri, siap memulai pemeriksaan. "Mohon sebutkan nama Anda."

"Park Jinwoo. Saya bekerja di Kyungyoon construction sebagai direktur."

"Apakah benar Anda ayah dari Park Jisung?"

Rasa-rasanya Jinwoo menghela napas ketika mengakui hal itu. "Ya. Benar."

"Bagaimana hubungan Anda dengannya?"

"Baik-baik saja. Seperti ayah dan anak lainnya. Hanya saja, setelah Saya dan ibunya bercerai, Jisung memilih tinggal dengan mantan istri Saya."

Irene menutup mulut dalam usahanya menahan tawa. Lucu sekali bagaimana baik ayah kandung Jisung dan ayah penggantinya sama-sama punya bakat akting yang hebat.

Han meliriknya tidak suka sebelum melanjutkan. "Park Jinwoo, apakah Anda mengenal seseorang bernama Nam Shin?"

"Ya. Dia bekerja di dekat apartemen Ahyeon dan dia dekat dengan Asa一ibu Jisung."

"Apakah Anda tahu Nam Shin tinggal bersama mantan istri Anda?"

"Ya."

"Dan apakah Anda keberatan?"

"Tidak. Saya telah mengenal Shin sejak Jisung masih kecil dan selama kurun waktu itu, tidak pernah sekalipun Saya dengar Shin berlaku tidak pantas. Shin orang baik. Dia juga mengisi peran yang saya tinggalkan dengan baik pula."

Bibir Han melengkung membentuk senyum. "Apa pendapat Anda mengenai tuduhan Shin yang melakukan tindak kekerasan pada Jisung?"

"Menurut Saya." Dia melemparkan tatapan kesalnya jauh melewati kursi Irene dan Taeyong. "Itu tuduhan yang tidak berdasar."

Irene tidak menoleh. Dia menolak menoleh meski ingin. Sebab secara tidak langsung Jinwoo menuding Jisung berbohong dan Irene tidak mau melihat ekspresi Jisung yang terluka.

"Mengapa Anda berpendapat begitu?"

"Karena seperti yang Saya bilang, Shin orang baik. Banyak yang akan memberi kesaksian positif tentangnya. Dan Anda pikir Saya ayah macam apa? Saya tidak akan diam saja jika anak Saya tinggal dengan seseorang yang hobi memukulinya."

"Jisung pasti akan memberitahu Anda bila dia kesulitan."

"Tepat sekali," ujar Jinwoo mantap. "Tapi selama ini Saya tidak mendengar keluhan apapun darinya."

Di sebelah Irene, Taeyong menutup mulut untuk alasan yang berbeda; bosan dengan dongeng Jinwoo yang sampai membuatnya mengantuk. Irene meninju pahanya lagi dan dia kembali duduk tegak. Meremehkan jalannya persidangan yang dipimpin Do Kyungsoo bukanlah sikap yang bijaksana.

Han membalik halaman berkas yang ia bawa dan secara bergantian membetulkan simpul dasinya. "Park Jinwoo, pada hari mantan istri Anda bunuh diri, apakah benar Anda menjadi orang terakhir yang mengunjunginya?"

Dahi Jinwoo berkerut tidak senang. "Benar. Tapi Saya tidak mau disalahkan atas peristiwa itu. Kehilangan Asa adalah kehilangan yang besar dan Saya turut bersedih."

"Bisakah Anda jelaskan alasan Anda mengunjunginya?"

"Yah, soal itu. Lucu juga." Jinwoo menunjuk Irene di wajahnya dan menggeleng. "Gadis yang di sana, dia menemui Saya di mall dan mengatakan rumor tidak benar itu. Katanya Jisung masuk rumah sakit dan omong kosong semacamnya. Tapi Saya tidak percaya, jadi saya menemui Asa untuk mengkonfirmasi kebenarannya."

"Apa yang dikatakan mantan istri Anda?"

"Tidak ada." Jinwoo mendesah dengan lagak dramatis. "Masalahnya dengan Asa adalah, mentalnya terganggu. Dia sulit menerima perceraian kami. Setiap kali Saya datang, dia lebih sering menangis atau mengamuk daripada bicara seperti orang waras."

"Jadi Asa tidak membenarkan rumor itu?"

"Tidak. Lagipula itu mustahil. Asa sangat menyayangi Jisung. Karena Jisung anak tunggal dan dia pihak yang menginginkan anak."

"Lantas apa yang Anda bicarakan dengannya?"

Jinwoo mengedikkan bahu. "Saya hanya bilang bahwa Asa harus menjaga Jisung dengan lebih baik. Saya meninggalkan uang untuk mereka, dan pasti saat itulah dompet Saya terjatuh. Lalu Saya pulang dan polisi menelpon tentang ... kejadian penuh duka itu."

"Apakah Anda langsung ke kantor polisi saat itu juga?"

"Tentu saja tidak." Jinwoo tertawa. "Saya orang sibuk. Saya tidak bisa begitu saja meninggalkan sebuah rapat dan mengharapkan investor mengerti. Saya harus menyelesaikan rapat itu lebih dulu."

Han mengangguk-angguk simpatik, tampak memahami mengapa ada ayah yang lebih mengutamakan bisnis dibanding anaknya. "Tentu, tentu. Ini masalah prioritas kan? Tapi setelah itu Anda ke kantor polisi?"

"Ya. Saya memberikan keterangan pada petugas bernama Lee Youngjin di sana, dan Saya ingin berbicara pada anak Saya, tapi pengacara itu ikut campur urusan kami."

"Ikut campur bagaimana? Bisakah Anda merincinya?"

Wajah Jinwoo tertekuk sebal. "Saya meminta Jisung menunggu Saya di luar, tapi dia lebih dulu mengajak Jisung pergi."

"Dengan atau tanpa izin?"

"Tanpa izin."

Dengan kelihaiannya yang terlatih, Han berdecak setelah sukses merangkai kesan bahwa Irene adalah penculik anak yang tidak takut beraksi di depan ayah anak itu. "Wah, wah, itu menarik. Kita semua tahu hak asuh Park Jisung seharusnya jatuh pada Anda setelah ibunya meninggal. Apakah sebelumnya pengacara itu berkata dia akan membawa Jisung kemana?"

"Tidak. Bahkan Saya tidak bertemu Jisung lagi sampai hari ini."

"Jisung tinggal dengannya?"

Jinwoo menggerutu. "Sepertinya iya."

Kata-kata itu dengan mulus memancing ketertarikan Kyungsoo seperti kail yang tertancap di kulit seekor ikan dan otomatis membuatnya menoleh pada gadis itu. "Apa itu benar, Pembela?"

Irene serta-merta berdiri. "Benar, Yang Mulia."

"Dan Anda tidak mengatakannya pada Saya karena?"

Irene menoleh sekilas pada Jisung yang pastilah ingin berbuat sesuatu sehingga lengannya dipegangi oleh Joy. "Karena Saya pikir ini bukan hal penting."

"Bukan?" Han mengulanginya dengan nada mengolok-olok. "Saksi utama dari kasus ini tinggal dengan pengacara pembela yang merupakan kakak terdakwa dan Anda pikir ini tidak penting?"

"Apa." Satu kata, lantas tatapan tajam Irene menghujam Han dengan cara yang akan membuatnya terkapar mati seandainya tatapan itu adalah pisau. "Maksud Anda? Apa Anda menuduh Saya akan menyetir Park Jisung untuk kepentingan pribadi Saya? Karena kalau iya, berarti Anda-lah yang membuat tuduhan tidak berdasar!"

"Saya tidak bermaksud一"

"Cukup." Kyungsoo mengetukkan palunya saat ada tanda-tanda perdebatan akan kian memanas di ruang sidang yang dingin itu. "Jaksa penuntut, Pembela, tenangkan diri kalian dan bersikaplah selayaknya orang yang berpendidikan. Ini bukan Colosseum!"

Keduanya seketika membungkuk meminta maaf. Kehilangan kendali atas emosinya membuat pipi Irene merona merah. Rasa malu yang asing, berpadu dengan amarah yang tidak stabil, mengakibatkan dia tidak berpikir panjang. Namun tidak setiap hari dia dituduh memanipulasi seorang anak oleh pria yang sangat ingin ia tinju wajahnya.

"Adakah hal lain yang ingin Anda sampaikan pada Saya, Pembela?"

Irene menggertakkan gigi. "Tidak ada, Yang Mulia."

Kyungsoo mengelus dagunya saat sedang berpikir. Pandangannya melayang pada Jisung, lalu ayahnya yang dari penampilan luar saja, menimbulkan kesan yang berbeda dibanding Jisung selain dari kesamaan fisik. "Bisakah kita lanjutkan sekarang? Jaksa, apa Anda sudah selesai?"

"Ya," ujar Han. "Sekian dari Saya."

"Pembela? Anda ingin menanyakan sesuatu pada saksi ini?"

"Ya." Oh, ada banyak yang harus kita bicarain, Park Jinwoo. "Saya punya beberapa pertanyaan."

"Silahkan."

Maka Irene beranjak dari kursinya dan berjalan menggantikan Han, berdiri sedekat mungkin dalam jarak yang diperbolehkan dari podium saksi. Kyungsoo sudah berkata ruangan ini bukanlah arena pertarungan Colosseum, tapi dia melipat lengan setelannya seakan ingin mengajak Jinwoo berkelahi.

"Park Jinwoo, Saya tidak akan menyita waktu orang sibuk seperti Anda terlalu lama, tapi tadi Anda bilang bahwa hubungan Anda dengan Jisung baik-baik saja? Apa Anda yakin dengan pernyataan itu dan tidak ingin meralatnya?"

Jinwoo merapatkan bibirnya sejenak. "Tidak."

"Bisakah Anda sebutkan berapa kali Anda mengunjungi Jisung setelah bercerai?"

Keraguan melanda. Jinwoo mengusap dahinya. "Begini一"

Irene tak memberinya kesempatan untuk memikirkan alasan. "Berapa kali?"

Jinwoo tidak bisa berbohong mengenai ini, melihat kehadiran Winwin yang berada di pihak Irene. Kalau dia nekat mencoba, keterangan Winwin akan membantahnya dan mencapnya sebagai pembohong. "Sebulan sekali. Tapi itu karena Saya sibuk."

Dengan akting yang tak kalah mumpuni, Irene melebarkan matanya, pura-pura kaget. "Jadi definisi hubungan baik-baik saja antara ayah dan anak menurut Anda adalah bertemu 1 kali dalam sebulan?"

Han seketika melompat berdiri. "Keberatan! Pembela memojokkan saksi!"

"Diterima." Kyungsoo menyetujuinya setelah terdiam sesaat. "Pembela, hindari sindiran seperti itu."

Jawaban Irene adalah anggukan dan senyum manis, tapi dia belum selesai dengan Jinwoo. Sekali-kali, Jisung harus menyaksikan sendiri ayahnya dibungkam. "Berikutnya, Park Jinwoo, Saya ingin tahu apakah pertemuan ayah dan anak itu terjadi secara rutin sampai ... katakanlah, bulan lalu, misalnya?

Bahu Jinwoo terkulai. "Tidak..."

"Jadi intensitas pertemuan Anda dengan Jisung semakin berkurang, apa itu benar?"

"Ya, tapi一"

"Kenapa?"

"Karena Saya sibuk." Jinwoo membela diri. "Anda tidak tahu seberapa padat pekerjaan di perusahaan konstruksi!"

"Apakah pekerjaan itu membuat Anda tidak bisa menemui anak Anda sendiri selama setengah tahun?"

"Tidak selama itu, Saya yakin hanya ... 4 bulan lebih sedikit. Tidak mungkin sebanyak yang Anda kira."

"Apa Anda mengiriminya uang? maafkan Saya kalau Saya salah." Irene meletakkan tangan di depan dadanya. "Tapi saya dengar biaya sekolah SOPA mahal sekali dan Jisung bersekolah di sana. Tingkat 2, tepatnya."

"Itu..." Jinwoo terbata-bata. "Saya tidak bisa melakukannya karena Saya Asa tidak punya rekening bank."

"Jadi biar Saya tegaskan lagi, selama kurang lebih 4 bulan, Anda tidak menemui Jisung dan tidak mengiriminya uang sedikitpun?"

"Ya, tapi一"

"Pertanyaan terakhir." Irene menyelanya melihat Kyungsoo bertopang dagu, tanda ia menikmati jalannya sesi tanya-jawab ini. "Apakah Anda pernah bertemu Lee Taeyong sebelumnya?"

Mati kutu, Jinwoo terjebak antara berbohong atau berkata jujur. Berkata bahwa Shin menyuruhnya tidak datang lagi akan mengakibatkan hakim memandangnya sebagai sosok ayah yang tidak kompeten, lepas tangan dari anaknya sendiri, sehingga saat berhadapan dengan pertanyaan ini, dia memilahnya dengan hati-hati.

"Park Jinwoo." Desak Irene. "Tolong jawab pertanyaan Saya."

Jinwoo menghembuskan napas kesal. "Ya, pernah. Di kantor Saya."

"Apakah Anda mengenal Lee Taeyong?"

"Tidak."

"Apa kalian berbincang-bincang?"

"Tidak juga."

"Apa yang dia lakukan di sana?"

"Saya tidak tahu. Saya sedang dalam perjalanan bisnis dengan rekan kerja Saya."

"Jadi bisakah kita simpulkan bahwa Lee Taeyong menemui Anda sehubungan dengan Jisung tapi Anda mengabaikannya?"

Rahang Jinwoo menegang. "Saya tidak mengabaikannya, harusnya dia membuat janji dulu kalau mau bicara dengan Saya."

"Itu benar sekali." Irene menyetujuinya. "Tapi inilah yang membuat saya bingung, Anda tidak bertemu Jisung berbulan-bulan, Anda tidak bicara dengan Taeyong yang adalah tetangga Jisung, jadi kenapa Anda berasumsi bahwa tuduhan penyiksaan yang dilakukan Nam Shin adalah tuduhan tidak berdasar?"

Jinwoo tidak menjawab一tidak bisa.

"Mungkinkah Anda punya teman di Ahyeon yang memberitahu Anda mengenai keadaan Jisung?"

Berbanding terbalik dengan saat bersama Han yang memanjakan egonya dengan bicara sangat sopan dan tidak mengungkit-ungkit perbuatannya yang tercela, Jinwoo saat bersama Irene tak lagi terlihat percaya diri. "Tidak..."

Irene mengakhiri gilirannya dengan anggun. "Sekian dari Saya, Yang Mulia."

Seperti yang sudah Irene duga; Park Jinwoo bukan masalah besar.

Ruang sidang itu layaknya hutan rimba, dan Jinwoo hanyalah semut dengan peran kecil yang tidak berarti. Dia bisa menggigit, terbukti dari pernyataannya yang Han gunakan untuk membuat Irene terkesan bisa saja mencuci otak Jisung, tapi seperti semua semut lain, dia bisa dengan mudah diinjak.

Irene memang merasa bersalah pada Jisung yang terpaksa mengetahui dusta Taeyong, tapi ia tidak boleh menunjukkan kelemahan atau belas kasihan.

Ini kompetisi; akan selalu ada yang jadi pemburu dan mangsa.

Saksi kedua yang Han panggil adalah petugas polisi yang namanya disebut Jinwoo; Lee Youngjin, pria yang sama dengan yang bersama Suho di TKP dan menginterogasi Jisung.

Enggan kecolongan lagi, Irene menyimak dengan seksama.

"Petugas Lee Youngjin." Han memulai usai basa-basi singkat mengenai pekerjaan dan jabatan pria itu. "Bisakah Anda sebutkan di mana keberadaan Anda pada tanggal 22 desember tahun 2019?"

"Tentu. Sebenarnya Saya berada di banyak tempat. Saya dengan rekan saya, Kim Suho, sedang berpatroli di sekitar Seodaemun-gu karena baru-baru ini terjadi pencurian kendaraan bermotor di sana, lalu kami mendapat panggilan yang membuat kami bergegas ke apartemen Ahyeon."

"Berapa lama sampai Anda tiba di sana?"

"Tidak sampai 10 menit, Saya rasa. Waktu yang singkat. Saya dan Suho pergi ke unit 92 dan di situlah kami menemukan orang yang membuat panggilan dengan Park Jisung dan Lee Taeyong."

"Hal apa yang pertama Anda lakukan?"

"Sesuai prosedur." Youngjin tersenyum kalem. "Saya meminta para tetangga untuk menyingkir dan sejauh itu, usaha Saya berhasil kecuali untuk 1 orang yang hampir menggagalkannya."

"Siapa itu?"

"Pengacara Lee Irene." Senyum Youngjin berubah menjadi seringai. "Dia berkeras untuk menemui adiknya, mengganggu pekerjaan kami."

Irene mengetuk-ngetukkan jari ke permukaan meja, dan sudah, tidak banyak reaksi yang dikeluarkannya selama Youngjin mengoceh mengenai sikapnya yang tidak kooperatif.

2 orang bajingan pendendam itu, rupanya mereka mau bermain dengan cara ini; menyerang dirinya yang tengah kalut. Membidikkan cakar padanya, menargetkan dia sebagai mangsa.

Baiklah. Irene mendongak ke langit-langit dan menarik napas panjang. Dia akan mengikuti alurnya,

Dan membuktikan bahwa mereka salah memilih lawan.

Yang nungguin giliran Jisung tunggu bentar yaaaa 😳

Continue Reading

You'll Also Like

100K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
3K 776 8
"𝑲𝒊𝒕𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂," -𝑫𝒂𝒓𝒊𝒂𝒌𝒖 "𝑩𝒖𝒂𝒏𝒂 𝒌𝒖 𝒊𝒕𝒖 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝑵𝒂𝒅... 𝑯𝒂𝒓𝒔𝒂 𝒌𝒖 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒌�...
845 102 33
[WP ANGST ] Sanggup baca, silahkan "Dalam hidup aku sudah menjalani hal-hal paling menakjubkan, dan ini kehidupan keduaku." -Renjana Highest Rank ach...
772K 78K 54
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...