Damn! I Love You Papa

By Nha_aryana

16K 1.2K 780

"I love u, Papah ..." Jika mencintaimu adalah suatu kesalahan, Maka itu adalah kesalahan terindah dalam hidup... More

_Cast_
Damn! papa 1
Damn! Papa 2
Damn! Papa 3
Damn! Papa 4
Damn! Papa 5
Damn! Papa 6
Damn! Papa 8

Damn! Papa 7

1.3K 124 81
By Nha_aryana

Pemuda delapan belas tahun itu, perlahan membuka matanya dan terbangun dari tidurnya. Ia meringis kesakitan pada bagian kepalanya, memegang pelipisnya dan mengedarkan pandangannya pada ruangan yang masih tertutup rapat oleh gorden sehingga masih menimbulkan kesan pagi.

Mean masih memegang pelipisnya, ia menyandarkan tubuhnya pada bagian atas tempat tidurnya. Pemuda tersebut melihat pada bagian tubuhnya yang sudah tidak mengenakan apapun, hanya di tutupi dengan selimut tebal miliknya. Pikirannya melayang memikirkan apa yang tengah terjadi pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya ia menyadari dan menarik rambutnya dengan kasar ketika mengingat kejadian tadi malam, saat dia melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan sebagai anak terhadap papahnya sendiri.

"Aargghh ... Apa yang sudah aku lakukan." sesal Mean.

"Pah .." lirihnya, sebelum akhirnya Mean memejamkan matanya dan terisak pelan dalam keheningan.

Di lain tempat.

Plan tengah menenggelamkan wajahnya pada meja kantor tempatnya bekerja. Pagi-pagi sekali Plan memilih untuk pergi dari rumahnya sebelum melihat anak angkatnya itu terbangun dan melihat dirinya. Plan menangis sama dengan hal'nya Mean. Tetapi bukan menangis karena telah menyesal atas apa yang di lakukan oleh Mean terhadap dirinya, akan tetapi Plan menyalahkan dirinya atas pertanggung jawaban dia yang belum bisa menjadikan Mean sebagai anak yang baik dan menghormati dirinya.

'Kau membuatku kecewa Mean.'

'Kenapa kau melakukan ini padaku.'

Plan tidak habis pikir atas apa yang sudah di lakukan oleh Mean kepadanya. Seseorang yang sangat Plan sayangi sedari kecil, di rawatnya sampai tumbuh dewasa seperti sekarang, akan tetapi Mean telah melakukan hal yang sangat membuat dirinya kecewa karena perbuatannya itu. Plan tidak tahu apa yang akan terjadi tentang hubungan nya nanti dengan Mean, pasalnya untuk kembali ke rumah saja membuat Plan membencinya.

Tokk .. Tokk .. Tokk ..

Plan terpaksa mengangkat kepalanya dan menoleh pada sumber suara. Ia kembali menenggelamkan wajahnya pada meja kantor nya setelah tahu siapa yang sudah menganggu dirinya pada saat ini.

"Kau kenapa, security bilang kau datang pagi-pagi sekali sebelum karyawan mu sendiri datang." tanya Perth.

Plan tidak menjawab, dia kembali asik menenggelamkan wajahnya.

'Haruskah ia menceritakan apa yang tengah terjadi pada dirinya kepada Perth?'

"Plan, kau sakit kah?"

Plan hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan semua tentang masalah yang sedang kau alami sekarang, tapi jika kau ingin bercerita. Aku siap untuk mendengarkannya." sahut Perth sambil menepuk bahu Plan.

***

Mean sedari tadi gelisah, hingga membuat pemuda delapan belas tahun itu berjalan mondar-mandir kesana kemari melangkahkan kakinya di sekitar kamarnya. Sesekali Mean mengusak kasar rambutnya dan berteriak ketika mengingat apa yang sudah ia lakukan terhadap papahnya.

'Kenapa kau melakukan itu Mean!'

Pemuda delapan belas tahun itu merogoh saku celananya dan mengambil benda pipih tersebut.
Dia membuka kontak nama pada layar ponselnya dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Namun niat'nya kembali ia urungkan saat memikirkan apa yang akan di ucapkan oleh seseorang di seberang sana. Mencaci maki dirinya atau mendiamkannya.

.

.

.

Lelaki itu masih betah di dalam ruangan yang sudah terlihat sangat sepi. semua para karyawannya sudah menghilang satu persatu saat dimana jam kantor selesai. Begitu juga dengan sahabatnya, Perth. Dia memilih untuk pergi meninggalkan Plan seorang diri. Plan masih mendudukkan dirinya di sofa ruangan kantor tempat miliknya bekerja. Sesekali dia merebahkan tubuhnya pada sofa tersebut.

'Haruskah ia pulang dan menemui Mean!'

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun tidak ada niatan dalam hatinya untuk pergi meninggalkan kantor. Pikiran nya melayang kembali pada kejadian dimana putra angkat nya melakukan hal yang sangat membuat dirinya, kini membenci dirinya sendiri.

Sesaat hatinya terasa sesak ketika mengingat putra angkat yang sangat di sayangi itu sendirian di rumah.

Siapa yang merawat anak itu. Pikirnya.

Plan memejamkan matanya, lalu menghela nafas beratnya, sebelum akhirnya Plan bangkit dan pergi melangkah meninggalkan ruangan kantor tersebut.

Sudah hampir 20 menit Plan masih berada di dalam mobilnya yang terparkir di halaman rumahnya sendiri. Ia akhirnya memutuskan untuk pulang dan berharap Mean sudah pergi tidur tanpa harus menunggu nya. Plan masih menyandarkan tubuhnya pada kursi kemudi, matanya menatap pada sekeliling bagian halaman rumahnya.

Perasaan ragu itu kembali menyelimuti hati lelaki dua puluh sembilan tahun. Semenjak memutuskan untuk pulang, di sepanjang perjalanannya Plan sesekali menepi dan memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa sakitnya atas perlakuan putra angkatnya itu.

Plan membuka pintu mobilnya dan melangkah menuju pintu depan rumahnya. Ia mengambil kunci rumah yang tersimpan di dalam tas kantornya. Saat pintu tersebut mulai terbuka, Plan menghela nafas sejenak sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memasuki rumahnya itu dengan perasaan gelisah.

Lelaki itu kembali menutup pintu rumahnya dan menguncinya, ia menatap pada sekeliling rumahnya yang sudah terlihat sangat sepi. Mungkin Mean sudah tidur, pikirnya.

Namun saat Plan akan melanjutkan langkahnya dan menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Sejenak, langkahnya terhenti ketika merasakan sesuatu yang kini tengah menggenggam tangannya. Plan menutup matanya sesaat sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berbalik dan berhadapan dengan putra angkatnya tersebut dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Pah .. kau pulang."

Plan terdiam, sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Mean. Mean dapat melihat dengan jelas garis wajah Plan yang biasanya lembut, kini berubah menjadi keras dan dingin. Mean tahu, bahwa Plan pasti sangat membencinya. Tapi walau bagaimana pun, Mean bertekad untuk meminta maaf pada Papahnya atas perbuatannya tadi malam.

"A_ku minta maaf atas kejadian ..."

Plakk!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mean sebelum Mean melanjutkan ucapannya. Plan menampar Mean tanpa rasa ragu sedikitpun, ia menatap tajam pada putra angkatnya itu. Sedangkan Mean, langsung melepaskan genggaman tangannya yang bertengger pada pergelangan tangan Plan, dan menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan tersebut.

"Aku tahu aku salah, jadi untuk itu tolong maafkan aku." Lirih Mean pelan sambil menahan rasa perih yang mulai mendera pipinya.

"Aku terima apapun yang papah layangkan padaku, aku sendiri memang pantas mendapatkannya. Tapi Mean mohon sama papah, tolong maafkan Mean dan Mean sendiri tidak bisa untuk.... untuk ... me .. melupakan perasaan ini terhadap mu pah."

Plakk!

Kembali Plan mendaratkan tangannya pada pipi putih milik Mean. Namun saat kedua tamparan tersebut mengenai pipi Mean yang sedikit membuat luka pada bagian sisi bibirnya, membuat hati Plan terasa sakit atas apa yang dia lakukan terhadap Mean. Putra angkatnya yang begitu sangat Plan sayangi, namun disisi lain, Plan benar-benar kecewa atas perasaan yang dia miliki terhadapnya.

Dan tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Plan pergi meninggalkan Mean yang masih berdiam diri memegang pipinya.

Plan menyandarkan tubuhnya pada bagian sisi ranjang miliknya, ia terduduk lemas sambil memeluk dan menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya. Beberapa detik kemudian badannya bergetar, plan menangis tentang apa yang ia lakukan terhadap Mean. Namun apa yang sudah Mean lakukan kepadanya, membuat Plan sendiri kecewa terhadap sikapnya.

***

Sepanjang malam tadi, Plan tidak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun. Plan benar-benar merasa menyesal karena telah menampar Mean, putra angkatnya yang telah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

Plan benar-benar sangat menyayangi Mean. Plan bahkan tidak terima jika ada seekor semut yang menggigit dan menyakitinya. Akan tetapi, tangan Plan dengan sendiri'nya lah yang telah menyakiti Mean bahkan hingga membuat sudut bibirnya berdarah. Plan benar-benar khawatir.

Plan melirik jam di sudut ruangannya, sudah hampir jam satu dini hari. Perlahan Plan bangkit, dan kemudian menyeret langkahnya keluar dari kamarnya menuju kamar Mean. Plan ingin sekali melihat keadaan putra angkatnya tersebut.

Plan berdiri di depan pintu kamar Mean. Perlahan tangan Plan terangkat ke atas,meraih handle pintu kamar Mean. Dengan sedikit ragu, akhirnya Plan membuka pintu tersebut secara perlahan.

Plan melihat suasana kamar Mean yang gelap. Meskipun begitu, Plan bisa melihat siluet tubuh Mean yang terlihat meringkuk di atas tempat tidurnya. Tubuhnya terlihat naik turun perlahan, menandakan bahwa Mean telah terlelap. Plan menghembuskan napasnya perlahan. Rasa lega kini sedikit menyelimuti hatinya karena ternyata Mean bisa tidur dengan lenyap. Setelah itu, Plan pun kembali menutup pintu kamar Mean perlahan, kemudian kembali untuk pergi ke kamarnya. Sesaat setelah kepergian Plan, Mean membuka matanya. Ternyata sedari tadi Mean pun tidak bisa memejamkan matanya sedetikpun. Bukan karena rasa perih yang masih terasa di sudut pipinya karena tamparan Plan tadi, tapi karena rasa sakit di hatinya.

Pagi harinya Plan bangun  dengan semangat. Setelah berpikir semalaman, akhirnya Plan memutuskan untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Mean. Plan ingin berusaha melupakan kejadian malam itu,dan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Mean.

Pukul 06.30 pagi, Plan telah selesai menyiapkan sarapan di meja makan. Setelah itu, Plan bergegas mandi dan bersiap pergi ke kantor.  Saat melintas di depan kamar Mean, Plan berhenti sejenak, kemudian menatap pintunya dengan sedikit lengkungan di bibirnya. Plan sama sekali tidak berniat membangunkan Mean pagi ini. Biarlah hari ini Mean tidur sepuasnya. Setelah itu Plan bergegas melanjutkan langkahnya menuju lantai bawah.

***

Plan bergegas turun dari mobilnya setelah memarkirkan kendaraannya dengan benar di halaman rumahnya tersebut, kemudian langkahnya dengan cepat memasuki rumahnya yang mewah. Plan benar-benar khawatir terjadi hal yang buruk pada Mean. Sedari tadi siang, pikiran Plan benar-benar tidak tenang karena Mean tidak juga mengangkat telepon darinya. Bahkan chat yang di kirim oleh Plan kepada Mean pun tidak ada satupun yang di baca. Sebelum naik ke lantai atas, Plan menoleh ke ruangan makan. Plan terkejut saat mendapati makanan yang dia siapkan tadi pagi masih terhidang utuh di atas meja. Plan semakin panik. Lantas ia memutuskan untuk bergegas naik ke lantai atas dengan tergesa. Plan membuka pintu kamar Mean tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

"Mean!" Teriak Plan sambil mencari Mean di setiap sudut kamar putra angkatnya itu. Tempat tidur Mean terlihat sudah rapi. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan sang empunya kamar.

Kekhawatiran Plan benar. Ada yang tidak beres dengan putra angkatnya. Saat Plan hendak kembali turun ke lantai bawah untuk mencari Mean, tiba-tiba mata Plan menangkap secarik kertas di atas meja samping tempat tidur Mean. Perlahan Plan pun meraih kertas itu dan kemudian membacanya di dalam hati.

Pah ..

Maafkan Mean ..
Mean tahu beribu kata maaf dari Mean pun tidak akan sanggup untuk menghapus kesalahan Mean.

Maaf karena Mean telah dengan lancang mencintai Papah.

Maaf karena Mean sama sekali tidak bisa melupakan perasaan Mean terhadap Papah.

Dan maaf karena Mean telah melakukan hal yang seharusnya tidak boleh di lakukan oleh seorang anak terhadap Papahnya sendiri.

Sekali lagi Mean minta maaf .

Karena itulah, Mean memutuskan untuk pergi dari rumah ini. Karena Mean tahu, saat ini Papah sangat membenci Mean.

Sekali lagi, tolong maafkan Mean ..

Plan meremas kertas itu di depan dadanya. Wajahnya berubah menjadi murung dan gelisah setelah membaca surat kepergian Mean. Kepalanya menengadah menahan air mata yang akan melesak keluar dari pelupuk matanya. Putra angkat yang di sayanginya kini pergi meninggalkan dirinya di saat Plan akan memperbaiki hubungan nya dengan Mean.

"Meannn ....!" lirih Plan.

Pemuda itu terus berjalan tanpa arah menulusuri jalanan kota yang masih begitu ramai, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Mean tidak tahu lagi harus kemana langkahnya untuk pergi, ini adalah keputusannya sendiri yang ia ambil untuk keluar dari rumahnya dan menjauh dari Plan. Awalnya pemuda itu memutuskan untuk ke rumah sahabatnya Yacht, namun niat tersebut Mean urungkan. Percuma ke rumah Yacht, yang ada Plan pasti akan mencarinya kesana dan menanyakan keberadaan dirinya pada sahabatnya itu.

Sesekali Mean merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipih, hanya untuk melihat panggilan-panggilan yang tertera di layar ponselnya itu. Begitu banyak panggilan dari Plan yang terus menghubungi dirinya dan pastinya mengkhawatirkan Mean sebab pergi dari rumahnya, dan juga panggilan dari Yacht sahabatnya. Sementara itu Mean hanya bisa menghela nafasnya untuk berusaha menahan apa yang sudah ia putuskan dalam hatinya untuk menjauh dari kehidupan Plan.

Namun saat Mean akan melanjutkan langkahnya, seketika langkah Mean terhenti begitu saja, ketika pandangannya menangkap sosok yang begitu Mean kenali.

'Dia ... Bukankah dia kekasih papah?" ucap pemuda itu dalam hati, ketika mendapati Wan kekasih dari papahnya tersebut, tengah menggandeng tangan laki-laki lain dengan bergelayut manja. Dan laki-laki itu bukanlah Plan, melainkan orang lain yang Mean lihat saat ini.










Bersambung ...






By : Nha_aryana with bucin_2wish  💕








Thx untuk voment'nya  🙏 💚💙


Continue Reading

You'll Also Like

9.6K 714 10
"dia anakku, saya ingin menepati janjiku untuk mengambilnya" "anda tidak berhak mengambilnya dari saya, karena dia sudah jadi milik saya" "Diddi upi...
1.5M 15.2K 7
⚠️ NO CHILD AREA πŸ”ž Kisah seorang Doctor yang tampan, saat sex datang dari pasien yang imut dan menggoda. Manga China Yoi -Judul Asli Bac Si, Phia...
2.4K 355 6
Demi biaya pengobatan ibunya, Pluem terpaksa menerima tawaran pekerjaan menjadi pengawal Chimmy. Mahasiswi cantik, agak judes tapi manja. Seandainya...