Kuanta (End)

By WinLo05

49.6K 9.6K 2.1K

Kuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya... More

Salam
Chapter 1 - Suku Un
Chapter 2 - Hyperspace
Chapter 3 - SHAREit
Chapter 4 - Dimensi f3
Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Chapter 7 - Over Power
Chapter 8 - Aljabar
Chapter 9 - Termodinamika
Chapter 10- Usaha dan Energi
Chapter 11- Labor OV
Chapter 12 - Gelombang elektromagnetik
Chapter 13 - Fisika Dasar
Chapter 14 - RADAR
Chapter 15 - Monster Stormi
Chapter 16- Sinar Gamma
Chapter 17 - Dilatasi Waktu
Chapter 18- Gaya Normal
Copyright Si Maniak Fisika
Chapter 19 - Gaya Implusif
Chapter 20- Bunyi
Chapter 21- Arus Listrik
Chapter 22 - Energi Kinetik
Chapter 23- Sinar Inframerah
Chapter 24 -Kekekalan Energi
Chapter 25 - Kinematika
Chapter 26- Vektor
Chapter 27- Jenis Energi
Chapter 28- Energi Kalor
Chapter 29- Atom
Chapter 30 - Gerak Lurus
Chapter 31 - Indranila
Chapter 32- Aplikasi AIR
Chapter 33- Zombie
Chapter 34- Libra
Chapter 35 - Vaksin
Chapter 36- Dewa Naga
Chapter 37- Kinematika
Chapter 38- AIR & SHAREit
Chapter 39- Cosmic
Chapter 40- End
Chapter 41 - Regenerasi Sel
Chapter 42- Laju Perambatan
Chapter 43- Gerak Melingkar
Chapter 44- Wifi
Chapter 45- Hukum I Kirchhoff?
Chapter 46 - Pertemuan
Chapter 47- Final
Atom

Chapter 5 - Paralel 2728

1.4K 334 81
By WinLo05

Sagi dan Fisika memilih saling diam untuk detik-detik berikutnya. Mereka saling membuang wajah ke tempat lain. Sagi mengawasi orang-orang yang tadi mengejar Fisika sampai mereka pergi menjauh.

Waktu yang diperlukan pun cukup lama. Yaitu sekitar setengah jam, sampai semua orang benar-benar pergi. Teriknya matahari dunia paralel 2728 membuat Fisika merasakan dehidrasi.

"Semuanya sudah pergi?" bisik Fisika dengan tangan mengibas wajah.

"Sudah. Ayo kita pergi," ajak Sagi seraya berjalan keluar dari tempat persembunyian mereka. Robot yang Fisika bawa, telah mati beberapa saat yang lalu saat ia mencoba melarikan diri dari kejaran para preman. Merasa tidak ingin meninggalkannya, Fisika pun membawa benda itu bersamanya.

"Benda apa itu?" tanya Izar saat mereka sudah keluar dari pembuangan sampah. Area tempat itu sunyi dan sepi. Tanah lapang tandus dengan beberapa sampah yang terbang tertiup angin.

"Robot, kurasa. Tapi udah mati, mungkin baterainya habis," jelas Fisika. Ia menunjukkan benda persegi empat tersebut pada Izar.

Izar menerimanya, melihatnya sebentar lalu mendadak melemparkannya jauh.

"Hei!" protes Fisika. "Kenapa kau membuangnya? Itu milikku!"

Tanpa bersuara, Izar menekan sesuatu di ganggang kacamata persegi hitamnya. Dan tampaklah, sebuah hologram yang menampilkan sebuah citra informasi berisi robot rusak yang tadi dibawa oleh Fisika.

"Robot itu bernama E LLA. Jenis robot asisten rumah tangga yang difungsikan sebagai mesin pembersih lantai," jelas Izar. "Dan benda karatan yang lo bawa itu bisa mengandung virus, bakteri, kuman atau parasit. Lo lupa? Ini dimensi paralel distopia."

Dengan memayunkan bibir dan mengembungkan pipi, Fisika hanya bisa menghela napas berat. Sagi meliriknya tanpa minat sambil terus melangkah ke depan.

Mereka bertiga terus melangkah. Sesekali, jika ada batu di aspal. Fisika akan menendang benda itu. Setelah cukup lama mereka berjalan kaki. Di kejauhan, mereka bisa melihat keberadaan gedung-gedung pencakar langit yang rupa dan suasananya tidak beda jauh dari ibukota. Akan tetapi, ada tembok berbaja tinggi yang menyelimuti wilayah tersebut.

"Kayak melihat tembok di Attack On Titan. Tetapi ini versi modern," seru Fisika. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan sibuk menjepret suasana di sana beberapa kali.

"Kenapa gue baru ingat sekarang sih? Ini kan dunia paralel," seru Fisika pada dirinya sendiri. "Seharusnya tadi gue foto-foto dong. Bego dech gue."

Sagi dan Izar saling memandang. Toh, mereka tidak melarang aktifitas Fisika. Tidak ada salahnya dia memotret dunia ini. Orang-orang di bumi f2 tidak akan terlalu mempercayai.

"Hey, kita bertiga foto yuk."

Fisika menarik paksa Izar dengan cara merangkul. Lalu ia mengedipkan sebelah mata untuk berpose. Sagi yang melihat posisinya jauh di belakang kamera, segera merubah posisi berdiri di depan Fisika dan Izar.

Kemudian, ia merampas ponsel dari tangan Fisika. Sagi sedikit mencari posisi terbaik untuk wajahnya sebentar. Sebelum akhirnya, ia menekan tombol kamera.

Hasil yang didapat adalah, wajah Fisika yang melirik kaget, wajah Izar yang kebingungan dan Sagi yang berekspresi datar.

"Sagi!" omel Fisika.

Pria itu pun segera mengembalikan ponselnya.

"Lain kali, kalau foto. Posisi gue harus di depan."

"Dih," sindir Fisika. Ia buru-buru melihat hasil jepretan Sagi dan kembali menyimpan ponselnya.

.
.
.

Sebelum mendekati area berdinding, tiga sekawan ini melewati sebuah kota yang bangunannya ditinggal begitu saja. Suasana tempat itu sepi dan senyap, beberapa motor tua yang berkarat dibiarkan begitu saja di kanan dan kiri jalan

"Zar," kata Fisika. "Gue haus banget. Di sini gak ada yang jualan? Kaki gue udah cape. Istirahat dulu boleh?"

Izar menggeleng.

"Belum saatnya kita istirahat."

"Tapi kita udah berjalan 2 jam loh," ngerutu Fisika."

Izar pun berhenti melangkah. Melalui kacamatanya, ia melakukan scanning informasi tentang kota yang mereka datangi, sedangkan Sagi sibuk memeriksa sebuah toko yang pintunya sedikit terbuka.

"Kalian berdua enak." Fisika kembali berucap. "Yang satu punya teknologi keren, yang lainnya punya mana sihir. Hanya gue di sini yang perannya kayak gak guna."

Fisika memilih berjongkok di dekat tiang listrik tua. Matanya menunduk pada kerikil kecil di aspal jalan.

Sesaat, Fisika memperhatikan batu-batu kecil tersebut seolah bergetar dan terangkat ke udara. Semakin ditatapnya, benda itu terus bergerak dengan pola yang beraturan.

"Bigbos!" Izar berseru nyaring saat Sagi sudah mendobrak masuk sebuah toko. Pria itu pun segera menoleh mencari Fisika.

"Fis!"

Tanpa sempat mengucapkan apapun. Izar menarik lengan Fisika secara kasar dan menyeretnya menyusul Sagi.

"Bigbos," seru Izar dengan denyut nadi berdebar. "Bigbos udah melakukan scanning?"

Sagi yang sedang sibuk meneliti dan memeriksa obeng dari etalase toko mengganguk kecil.

"2728 adalah dunia bekas musibah banjir besar akibat kurangnya populasi pohon yang menenggelamkan hampir seluruh wilayah selama berbulan-bulan. Kemudian setelah kejadian tersebut. Kota ini penuh dengan sampah yang tidak didaur-ulang, maka bumi 2728 menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik dan plastik, sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam."

Sagi lalu melemparkan sebuah obeng ke arah Izar dan Izar malah menyerahkannya pada Fisika.

"Bawa itu!" seru Sagi. "Sepertinya akan berguna. Tempat ini terbagi dua teritorial. Wilayah dalam gerbang dan wilayah luar gerbang."

"Tunggu sebentar," sela Fisika. "Kalian berdua menggunakan teknologi scanning wilayah dan pemetaan, bukan?" Fisika melirik Izar.

"Benar. Kacamata gue bekerja sebaik itu. Lo hebat juga bisa langsung tahu." Izar terkekeh.

"Ya, sekali lihat juga tahu. Ada fitur aneh yang gue lihat," sahut Fisika. "Tapi, kalian pasti gak berpikiran kita bakalan jalan kaki sampai ke area dinding itu bukan? Sumpah! Gue nyerah dech kalau di suruh jalan kaki terus. Betis gue bisa bengkak! Ah, itu dia!"

Lampu pijar di kepala Fisika mendadak menyala terang dan dia menyeringai kepada Sagi.

"Lo bisa menggunakan sihir gak? Apa gitu? Manggil hewan mistis. Naga mungkin? Atau pegasus? Unicorn juga gak masalah. Apapun yang bisa mempercepat perjalanan kita."

Sagi hanya terdiam dengan sorot datar. Matanya pun berpaling ke arah kabel-kabel dan peralatan onderdil dalam toko. Tempat itu acak-acakan dan berantakan. Pemiliknya mungkin sudah meninggalkan tempat tersebut dengan terburu-buru.

Para perampok sepertinya tidak tertarik merampok di sini atau barangkali tidak ada yang tahu keberadaan toko montir sederhana itu.

Dering notifikasi dari ponsel Izar mengalihkan atensi Fisika yang sedang menunggu jawaban Sagi.

"Lo juga punya wifi portable?" tebak Fisika.

"Iyalah, zaman sekarang mana ada yang gak pakai."

"Itu kan di dunia paralel lo. Di dunia gue belum ada hostspot kayak gitu," cibir Fisika sambil mencuri pandang menatap layar ponsel Izar.

"Bisa-bisanya kalian berdua tetap akses internet saat menjelajah dunia paralel." Fisika masih mengintip tampilan ponsel Izar. Lalu mata cokelatnya terbelalak.

"Lo dapat notifikasi komentar pembaca dari wattpad menembus dunia paralel?! Gila! Bagi gue wifi juga dong!" rengek Fisika sambil mengguncang lengan Izar.

"Dih! Lepas gak? Lo minta Bigbos sana. Salurannya dari dia, punya gue ada di rumah."

Fisika pun kembali menatap penuh harap ke Sagi.

"Gi!" panggil Fisika. "Bagi hostspot dong? Kali aja gue bisa searching apa gitu selama perjalanan. Ya kali, gue mau live instagram di sini."

Ada beberapa benda yang Sagi kumpulkan. Semuanya ditumpuk menjadi satu dalam keranjang biru.

"Berapa gaya yang bekerja pada benda bermassa 5 kg yang terletak di permukaan bintang Sirius?" tanya Sagi. "Kan udah gue kasih tahu kalau jawabannya adalah password wifi gue."

"Bah!" Fisika memutar bola mata malas. "Ribet amat lo berdua. Kalau gak mau kasih bilang aja. Jangan berbelit buat ngasih jawaban kayak soal anak SMA."

"Loh? Lo gak tahu?" sindir Sagi sambil melangkah menuju meja kasir dan meletakkan semua belanjaanya di atas sana.

"Semua anak SD di Malakai pun tahu jawabannya."

"Maaf ya, Mr. Sagi yang terhormat. Itu anak Malakai. Anak Karta kayak gue ini otaknya minimal standart aja udah senang banget. Gue tuh, gak sepintar Izar." Fisika menunjuk ke arah Izar dan arah mata ink Sagi mengikutinya.

"Izar bilang lo pintar."

Mendadak, rona merah muda berpendar pada pipi Fisika.

"Lo serius?" Dia bertanya malu pada Sagi. Kemudian menoleh menatap Izar.

"Lo memang pintar, Fis. Cuma cara otak lo bekerja memang beda. Ya, anggap aja. Energi kinetik dalam otak lo sedikit lebih lambat dari orang lain," jelas Izar sambil memasukkan ponsel ke dalam saku belakang celana.

"Em, thanks. Gue gak tahu, itu pujian bernada sindiran atau gimana," seru Fisika dengan memutar bola mata malas.

"Gue serius," kekeh Izar. "Di dunia ini gak ada orang bodoh. Hanya saja, orang yang belum tahu dan belum belajar. Oke, gue bakal nunjukin lo gak bodoh."

"Kalau lo anggap gue seperti itu. Kenapa setiap ada soal hitung-hitugan di papan tulis. Lo selalu buat gue maju untuk mengerjakannya?" tanya Fisika dengan berapi-api. Luka lama pun mulai terbuka kembali. "Padahal lo itu tahu, gue paling lemah dengan pelajaran yang ada angka-angkanya."

"Jadi, selama ini ... itu yang lo pikirkan soal gue?" tanya balik Izar.

"Iya! Kenapa?" balas Fisika. Izar menggeleng pelan. Wajahnya sedikit tertekuk. Lalu tangan kanannya mengarah ke arah Fisika.

"Gue minta maaf soal itu. Tapi, jujur. Gue buat lo selalu maju dan aktif di depan kelas agar lo cepat mengerti."

Fisika merasa tertohok. Justru selama maju ke depan kelas dan mengerjakan soal pada papan tulis. Itu jauh lebih terlihat seperti sedang dipermalukan di depan kelas.

"Lupakan! Gue gak mau bahas soal masa lalu," komentar Fisika. Dia berusaha mengalihkan tatapan ke arah lain. Dadanya bergemuruh dan matanya mulai terasa perih.

"Maafin gue, Fis."

Izar meminta maaf. Mencoba menarik perhatian Fisika. Dia tidak pernah tahu, kalau selama ini. Fisika beranggapan seperti itu tentang dirinya.

"2668N," seru Sagi memecahkan kesunyian. "Kode password wifi gue. Ditulis pakai huruf besar dan tanpa spasi."

Fisika pun menoleh menatap Sagi.

"Lo pasti merasa kasian sama gue. Udah bodoh dan mau ikut pekerjaan ini demi uang."

Mendengar itu, emosi Sagi malah tersulut.

"Terserah lo. Tapi kalau lo mau tahu bagaimana jawabannya. Gue bakal dengan senang hati menjelaskan. Selebihnya, sesi marah-marah ini dihentikan. Kita kembali fokus. Izar!" Sagi memanggil.

"Ya, Bigbos."

"Lo bawa benda-benda itu dan perbaiki mobil yang ada di sana. Terserah yang mana saja, asal bisa muat tiga orang. Sisanya, nanti gue yang mendesain."

Izar menurut, lalu bergegas mengambil keranjang biru dari atas kasir dan berjalan ke luar toko.

"Dan lo Fisika. Kemari!" titah Sagi.

Pria itu lalu mengambil buku berporfolio bergaris-garis dan sebuah pena usang yang isinya masih ada. Kemudian dia menuliskan kembali soal yang pernah ia berikan pada Fisika pada lembaran kertas buku kas yang masih kosong.

Bintang Sirius merupakan bintang paling terang yang terlihat di malam hari. Bila massa bitang Sirius adalah 5 x 10 pangkat 31 kg dan jari-jarinya 2,5 x 10 pangkat 9 cm.

Berapakah gaya yang bekerja pada sebuah benda bermassa 5 kg yang terletak di permukaan bintang ini?

"Nah, coba lo pahami soal ini baik-baik."

Fisika pun melirik ke arah Sagi.

"Gue berasa kembali jadi anak sekolah."

"Lo penulis sains fiksi, 'kan?" tanya Sagi. Fisika mengganguk.

"Sebagai penulis sains fiksi. Lo harus mampu menjelaskan mekanisme sains yang lo tulis di dalamnya. Jangan hanya sekedar menyebutkan sebuah portal dunia paralel terbuka. Huh! Gimana caranya portal bisa mendadak terbuka? Bagaimana energi kinetik ruang dan waktu bekerja? Apa ada terjadi benturan partikel dan gelombang di udara?"

"Lo seperti Pak Guru saja," sindir Fisika.

"Cepat jawab!" titah Sagi. "Lo gak mau dianggap bodoh sama Izar, kan? Gue bakal bantuin lo soal itu. Tapi, sekarang. Coba pecahkan soal ini. Di dimensi paralel berikutnya, bisa jadi. Kita bakal berada di luar angkasa dan konsep perhitungan seperti ini sangat diperlukan."

Fisika pun meminta pulpen di tangan Sagi. Dia lalu menuliskan penyelesaian soal di bawahnya.

"Sekarang, lo tulis di sana," kata Sagi. "Rumus gravitasi bumi."

Fisika pun menurut, apa yang diucapkan oleh Sagi.


"Oke. Dengerin gue," tukas Sagi sambil menjelaskan.

"Oke, Bigbos." Fisika pun jadi ikut-ikutan memanggil Sagi seperti Izar memanggil Sagi.

Tentu saja, Sagi yang mendengarnya. Sedikit tercengang.

"Panggil gue Sagi saja. Hanya Izar yang boleh panggil gue seperti itu."

"Kenapa?" tanya Fisika

"Oke, lanjut." Tetapi sagi mengabaikannya. "Gaya gravitasi adalah gaya yang menarik tubuh kita ke bumi. Nah, gaya gravitasi ini bersifat tarik menarik."

"Bentar," sela Fisika. "Gue mendadak ingat hukum Newton. Eh, hukum gravitasi di dunia lo sama gak dengan punya gue? Gak mungkin ada dua Newton yang sama. Soalnya, di dunia gue, hukum gravitasi ditemukan oleh Newton. Nah, selama studi Newton tentang gerak planet dan bulan. Newton menemukan sifat yang fundamental dari gaya tarik menarik gravitasi di antara dua benda."

Binar mata ink Sagi, terlihat cukup terpana dengan pengetahuan Fisika dan tanpa Fisika sadari, Sagi mengikuti ucapan Fisika terkait hukum Newton.

"Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik - menarik yang besarnya berbanding lurus dengan hasil kali massa-massanya dan berbading terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya."

Sekarang, Fisika malah balik terpana pada Sagi.

"Kok lo bisa tahu?" tanya Fisika penasaran.

"Anggap saja, ada 2 Newton."

"Tapi Izar bilang gak ada orang yang sama di Malakai dan Indonesia."

"Memang gak ada," balas Sagi santai.

"Tapi kenapa teorinya sama?"

"Bumi kita sama, Fisika. Tata surya kita sama, yang membedakan dunia kita dengan paralel dunia lain hanya gelombangnya saja. Sisanya, gak ada beda. Jadi wajar, kalau konsep seperti ini sama."

__/_/___/___
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

497K 36K 24
[ BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Adrea tidak percaya dengan yang namanya transmigrasi. Mungkin didalam novel itu wajar. Tapi bagai...
618 111 15
~•••~ Semua terjadi begitu cepat. Wabah yang terjadi di Yogyakarta semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Membuatnya harus di karantina. Tapi...
2.4M 189K 72
Hi guys. Ini cerita kedua saya^^ (Buat kalian yang gasuka Red flag,kalian bisa langsung tinggalin lapak ini ya☺️Kalo kalian gasuka,gaperlu komen-kome...
5.6K 865 40
⛔Satu Universe Dengan The Heroes Bhayangkara dan Senayan Express⛔ Aestival Edisi : Batak Myth Aes yang bermimpi menjadi penunggang naga nusantara. Be...