Who Are You?

By Hua_Xian

3.2K 374 50

Jeon Jungkook. Kita melewati banyak cerita bersama dalam pernikahan ini. Cerita yang kita lalui bersama. Ah... More

Chapter 00. Prolog
Chapter 01. Im Hwa Young
Chapter 02. Sick
Chapter 03. Her Past
Chapter 04. Her Past
Chapter 05. Bad Dream
Chapter 06. Happiness After Bad Dream
Chapter 07. Suddenly Married?
Chapter 08. New Day, New Person
Chapter 09. His Request with Bad News for Him
Chapter 10. Be like a Stranger
Chapter 11. Bad Meeting
Chapter 12. I'm Sorry, We're Broken
Chapter 13. Anger and Sorry
Chapter 14. Because It's You
Chapter 15. Compete
Chapter 16. Our Beautiful Moment?
Chapter 17. Distance
Chapter 18. Storm and Sick
Chapter 19. Us and Our Broken Heart
Chapter 20. Hospital pt. 1
Chapter 21. Hospital pt. 2
Chapter 22. Hospital pt. 3
Chapter 23. Decision
Chapter 24. Crying on Your Hug
Chapter 25. What are We?
Chapter 26. Reconciliation
Chapter 27. His Past
Chapter 28. Meet Him
Chapter 29. Knowing Each Us
Chapter 30. The Night
Chapter 31. Knowing Her Past
Chapter 32. Story Before You Come
Chapter 33. Let's Share One to Other
Chapter 34. Unexpected Meeting
Chapter 35. Get Caught
Chapter 36. Suspicion
Chapter 37. Japan
Chapter 38. Say Love You
Chapter 39. Congratulations, it's a...
Chapter 40. Let Me Take You Go
Chapter 41. The Warn and Truth
Chapter 42. The Truth is...
Chapter 43. The Warn That Come True
Chapter 44. Regret
Chapter 45. Hello Goodbye
Chapter 46. The Wedding Invitation
Chapter 47. The Day
Chapter 49. Our Happy Ending: Happy Birthday, Jungkook

Chapter 48. Second Child?

56 3 0
By Hua_Xian

Hujan sedang mengguyur deras di malam yang cukup larut, menyisakan Jungkook dan Hwa Young yang duduk bersebelahan diatas ranjang. Mereka sudah mengulang janji suci pernikahan di altar gereja satu minggu yang lalu, dan sesuai permintaan Hwa Young, Jungkook memboyong sang istri beserta Jihoo ke rumah mereka yang baru. Rumah yang sempat ia tunjukkan pada Hwa Young.

"Sungguh tidak perlu dibuat resepsi besar, Young?"

"Tidak perlu, Jung. Kau sudah menanyakannya sembilan kali hari ini, tidak tahu hari-hari kemarin." Hwa Young menghela napasnya pelan, "aku tidak membutuhkan orang-orang tahu, yang kubutuhkan adalah menghabiskan banyak waktu bersama keluarga kecil kita."

"Aku hanya tidak ingin membuatmu sedih karena tidak merayakannya dengan resepsi."

"Aku bukan orang yang gemar memamerkan sesuatu, Jung. Cukup dengan kemarin, bersama kehadiran orang-orang terdekat, sederhana, hangat dan berkesan, itu sudah cukup untukku. Ketimbang menghamburkan uang tidak berguna hanya untuk pamer sesuatu."

"Sekarang giliranku," ia menjedanya sejenak, membuat jantung Jungkook berdegup gugup menantikan kalimat selanjutnya, "aku penasaran bagaimana kau bisa menikah dengan Eonni."

Jungkook mengambil napas panjang, mulutnya terbuka lalu mengatup lagi, mengalihkan padangannya pada Hwa Young dan menunduk. Ada jeda yang cukup panjang sebelum ia menjawab, "kami... Young, sungguh maafkan aku, aku tak bermaksud."

"Katakan saja, aku tak apa."

"Selama ini dia kukenal sebagai dirimu. Kami... tidur bersama waktu itu," Jungkook menghembuskan napas berat. "Saat itu kami sering menghabiskan waktu di club, mencoba berbagai minuman. Sampai suatu malam kami mabuk dan begitulah. Dia mengaku itu pertamanya, dan aku berjanji untuk menikahinya. Seminggu setelahnya dia mual-mual, hasil test pack juga menunjukkan kalau dia hamil dan kami menikah beberapa minggu setelahnya."

"Tapi setelah tiga hari menikah, aku membawanya ke dokter dan ternyata dia tidak hamil. Satu hal yang harus kau tahu, Young, terlepas dari itu semua, dan kalau memang saat itu dia adalah dirimu, aku tak masalah menikahimu. Jujur, aku bahagia menikahimu, sejak awal bertemu denganmu, aku memang sudah mencintaimu."

Panjang lebar Jungkook menjelaskan namun Hwa Young hanya terdiam tak menimpali.

"Young... apa kau, tidak, kau pasti sakit. Tidak perlu bertanya, bodohnya aku. Sungguh, maafkan aku, Young, aku benar-benar minta maaf."

Hwa Young tersenyum, "aku tidak apa-apa, Jung. Semuanya sudah terjadi, tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi."

Ia menggeleng, "aku tahu itu pasti melukaimu. Aku benar-benar menyesal, Young. Kumohon maafkan aku." Jungkook merangsek mendekat, "aku tak akan berhenti meminta maaf sampai kau memaafkanku." Tanpa aba-aba ia mencuri kecupan beberapa kali yang menghantarkan pada ciuman yang dalam tanpa balasan dari sang istri.

"Jung..." tolak Hwa Young menjauh, "apa begini caramu meminta maaf?"

Raut lelaki itu menjadi lebih murung dan sendu, "maafkan aku. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, maaf... sungguh maafkan aku." Katanya setelah meraih sang istri dalam dekapan, membisikkan kata maaf berulang kali.

Hwa Young melerai lebih dahulu, lantas berucap dengan nada serius, "I'll forgive you, but...," ia sengaja menggantungkan ucapannya.

"But what?" Lanjut Jungkook penasaran. Ia dibuat terkejut bukan main kala Hwa Young tiba-tiba bangkit dan berpindah menjadi duduk diatas pangkuannya, "Young..." panggilnya ragu.

"I'll forgive you, if we have second child."

"A-apa?" Tanya Jungkook kebingungan.

"Anak kedua, Jung. Aku akan memaafkanmu kalau kita berhasil mempunyai anak kedua, dia akan melengkapi rencana keluarga kecil kita. Kau tidak lupa, kan?"

"Apa kau serius, Young?"

"Berikan aku alasan untuk apa aku bercanda?" Balas Hwa Young serius.

Jungkook menatap Hwa Young, mencari sebuah kebohongan yang barang kali ia temukan disana. Ia bersyukur dalam hati kala tak menemukan satu titik kebohongan disana.

Dalam diam yang terjadi diantara mereka, Jungkook berpikir cepat untuk mengambil keputusan, tak ingin membuat istrinya menunggu jawaban terlalu lama. Maka setelah menemukan jawaban terbaiknya, Jungkook segera memecah keheningan mereka dengan berkata, "okay, then we'll have a short trip to Japan for second honeymoon, for our second child, do you agree?"

"Agreed. Thank you, Jung." Hwa Young reflek mencium suaminya, menimbulkan rasa terkejut dari dari Jungkook yang lebih dulu melepas tautan.

"Apa kau pernah, emm... melakukan itu dengan Taheyung?"

Hwa Young menggeleng pasti, "tidak pernah sedikitpun terlintas niatan untuk hal itu, bahkan untuk sekadar ciuman."

"Jarak paling dekat yang pernah kau lakukan?"

"Hanya sebatas berpelukan."

Jungkook mebelalakan matanya, "berpelukan? Berpelukan dan kau bilang hanya? Young, tahukah dirimu? Aku nyaris menghajarnya membabi buta saat ikut dengannya untuk membelikanmu baju. Dia memilih yang kelewat terbuka."

"Tapi kau yang memilihkannya untukku, kan?"

"Dengan terpaksa," ucap Jungkook lesu. "Cara berpakaianmu berubah setelah lima tahun, apa Taehyung turut andil dalam perubahanmu?"

Hwa Young mengangguk, "Taehyung bilang, paling tidak aku harus mencoba gaya baru, itu akan membuat pikiran lebih segar dan bebas. Dia bilang, aku harus mengeksplorasi hal baru yang kusukai."

"Apa kau menyukainya?"

"Apa kau tidak menyukainya, Jung?" Hwa Yong berbalik tanya.

Jungkook menatap Hwa Young, "aku menyukai semua, apapun itu tentang dirimu. Aku hanya tidak ingin kau terpaksa menggunakannya. Kalau kau menyukainya, aku juga akan membiarkanmu tetap memakainya."

"Terimakasih, Jung."

"You're welcome, Dear," balas Jungkook mengulas senyum lantas merangkum istrinya dalam dekapan yang lebih erat, saling mempertemukan kening hingga berakhir dalam buaian ciuman yang manis malam ini.

Jungkook memutus lebih dulu, memberi jeda agar Hwa Young dapat mengais napas dengan rakus kendati ia pun juga sama berantakannya mengambil oksigen. Matanya tak lepas memandangi wajah sang istri dalam remang kamar mereka ditemani cahaya bulan yang redup tertutup mendung diiringi alunan hujan yang menyapa bumi.

"Young...," panggilnya yang berbuah gumaman dari Hwa Young yang masih sibuk menata napas, "aku rindu dan menginginkanmu malam ini."

"Apa? Jung–" Terlambat. Tidak ada kesempatan untuk Hwa Young mengelak, birainya sudah terbungkam, kembali dikuasai Jungkook. Satu hal yang terpikir dalam benaknya adalah tentang anak mereka, Jihoo, yang bisa bangun kapan saja, terlebih saat hujan seperti ini.

*****

Pagi yang baru lagi untuk Jungkook setelah bulan lalu ia berhasil mendapatkan Hwa Young kembali, tidak, tidak, maksudnya sama-sama memutuskan untuk kembali bersama, dan membangun kembali keluarga kecil mereka, ditambah dengan kehadiran Jihoo yang bertugas mengisi kebahagiaan keluarga mereka.

Ia masih mengantuk sebenarnya setelah semalam melewati hal menyenangkan bersama sang istri, bahkan senyumnya tak luntur semenjak membuka mata tadi. Kendati istrinya sudah terbangun lebih awal, tapi Jungkook masih bisa mencium harum sang istri yang tertinggal dan sekarang mengisi kembali kamarnya yang sempat kosong.

Sial, padahal baru saja ditinggal sebentar dan Jungkook sudah merindukan Hwa Young. Menyingkirkan rasa kantuknya dengan mudah, ia lantas bangkit dan meninggalkan kamar setelah memakai kaus putihnya yang teronggok tadi malam, menyusul sang istri yang rupanya sudah sibuk berkutat di dapur.

Sebuah pelukan dari belakang dan kecupan yang menyapa bahu dan leher sang istri, menciptakan momen yang akhirnya Jungkook dapat, berhasil membuat Hwa Young berjengit kaget. Sebuah kalimat, "aku rindu," juga sukses menghasilkan rona merah diwajah cantik itu.

Picisan sekali memang, tapi Jungkook menikmatinya, terasa hari-hari suramnya berganti manis. Ini benar-benar terwujud, keluarga kecilnya bersama Hwa Young sekarang menjadi kenyataan, hanya tinggal menunggu satu sosok mungil lain yang akan segera hadir mengisi rumah mereka selain Jihoo.

"Apa semalam sakit?" Tanya Jungkook memastikan keadaan sang istri, pun ia dibuat gemas bukan main dengan respon Hwa Young yang semakin tersipu akibat kalimatnya itu. "Hei, kenapa malu seperti ini, hm?"

"Apa... suami-istri di luar sana juga menceritakan hal-hal intim seperti ini? A-aku malu."

Jungkook menyelinap dibalik tangan sang istri dan mematikan kompor lalu membalik Hwa Young agar menghadap padanya, "aku jadi gemas, ingin cium, boleh tidak?"

Siapa nyana, Hwa Young lebih dulu melayangkan sapuan lembut yang menyapa birai Jungkook. Hanya singkat, beberapa sekon saja sebelum Jungkook yang menariknya kembali, mengambil alih kegiatan manis mereka pagi hari ini.

Sayangnya, suara tangis Jihoo menghentikan momen manis mereka, bukannya marah atau merasa terganggu, mereka justru saling melempar tawa ringan.

"Pasti karena tak menemukan salah satu diantara kita di kamarnya," tebak Hwa Young sambil terkekeh.

Jungkook menahan sang istri yang hendak menghampiri kamar Jihoo, "biar aku saja, kau bisa melanjutkan acara memasakmu." Sedikit berdehem dan nadanya menjadi berat, "aku sudah lapar, daripada dirimu yang kumakan seperti semalam, kan?"

Ia melancarkan langkah seribu, segera melarikan diri sebelum grinder merica yang Hwa Young angkat mengenai kepalanya.

*****

"Hei, jagoan Appa kenapa menangis, hm?" Tanya Jungkook setelah membawa Jihoo dalam gendongan. Menimangnya kesana-kemari sembari mengalihkan fokus sang anak dengan pemandangan dari jendela agar berhenti menangis.

"Tadi, tadi tidak ada Eomma, atau Appa disini," jawabnya tersendat di tengah sesenggukan.

"Ini Appa sudah disini, jangan menangis lagi, ya," Jungkook menghapus linangan air mata sang anak, ajaibnya, ucapannya tadi berhasil menghentikan tangis Jihoo. "Cha~ Ayo sikat gigi dulu lalu sarapan. Sudah ditunggu Eomma dibawah."

Ia membawa sang anak memasuki kamar mandi dalam kamarnya dan Hwa Young, sengaja memang tak membuat kamar mandi sendiri untuk Jihoo. Jungkook tak ingin anaknya menangis histeris karena mitos-mitos kamar mandi gelap yang berpenghuni dan gemar mencuri anak seumurannya.

"Jihoo-ya..." panggilnya sembari membantu sang anak membersihkan mulut dari sisa busa pasta gigi. "Kalau Jihoo punya adik, mau tidak?" tanyanya mengulum senyum. Dalam kepalanya terbayang Jihoo yang menjerit senang akan rencananya.

Alih-alih bayangan itu menjadi nyata, Jihoo justru kembali menangis setelah menggeleng kuat. Tangisannya menjadi histeris sebab Jungkook yang malah menghiburnya dengan rayuan-rayuan betapa menyenangkannya kalau memiliki seorang adik kecil.

"Jihoo... Jihoo, sudah, ya, jangan menangis," susah payah Jungkook menghapus derai air mata sang anak yang tidak mau berhenti.

"Jihoo tidak mau punya adik...," menjawab pertanyaan sang ayah tadi, masih dalam tangis yang meraung.

"Kenapa, hm? Coba beritahu Appa."

Bukannya menjawab, Jihoo justru berlari meninggalkan dirinya yang menyusul dalam langkah yang tertinggal jauh. Anaknya memanggil Hwa Young, pun menghampiri istrinya yang menampilkan raut kebingungan sebab tak biasanya Jihoo masih menangis setelah salah satu dari mereka menghampiri di kamar.

"Hei, hei... Kenapa menangis, Sayang?" Tanya Hwa Young setelah menggendong Jihoo lalu menghapus tangis sang anak.

"Appa...," jawab Jihoo singkat sembari menunjuk sang ayah yang sedang menyusulnya kemari.

"Appa kenapa, hm? Appa nakal, ya?"

"Aku menanyakan Jihoo tentang seorang adik dan dia menangis lalu berlari padamu," jelas Jungkook merasa seperti tersangka yang membuat sang anak menangis.

Mendengar kata adik, tangis Jihoo yang sebelumnya sudah sedikit mereda kini kembali menjadi, memeluk Hwa Young lebih erat bahkan menyembunyikan kepalanya enggan menatap sang ayah yang kebingungan sebab tak menemukan kesalahan.

"Jihoo tidak mau punya adik, Eomma...," tuturnya lagi dalam tangis yang mulai mereda.

Bukannya marah karena anaknya yang tiba-tiba saja menjadi rewel, ataupun tidak terima karena sang anak yang menolak adanya seseorang malaikat kecil yang sedang direncanakannya bersama Hwa Young, Jungkook justru mendekati dengan perlahan, nadanya begitu lembut saat bertanya, "boleh Appa tahu kenapa Jihoo tidak mau punya adik?"

Kepalanya yang semula bersembunyi di leher Hwa Young terangkat pelan, sedikit merotasikan tubuhnya pun dibantu sang ibu yang sedikit menyamping agar bisa menghadap Jungkook. Matanya masih berair, hidung bangirnya masih basah dan sesenggukannya juga masih terdengar. Membuat Hwa Young gemas dengan anaknya, ia terkekeh sembari membersihkan jejak-jejak tangisan yang masih tersisa tanpa merasa jijik.

"Cha~ Appa sedang bertanya, coba beritahu Kookie Appa kenapa Jihoo tidak mau, hm?" Bujuk Hwa Young pada sang anak.

"Karena Eomma kesakitan waktu melahirkan Jihoo, dan Jihoo juga hampir kehilangan Eomma. Jihoo takut, tidak mau Eomma sakit lagi karena ada adik baru, tidak mau Eomma pergi. Jadi Jihoo tidak mau punya adik."

Hwa Young melukis senyum lembut, "Dear, dengarkan Eomma, melahirkan itu memang sakit sampai bertaruh nyawa. Tapi Eomma senang kalau bisa melihat Jihoo hadir, bisa melihat adik kecil yang nanti juga hadir."

Ia mengusap sisi kanan wajah sang anak, "Sayang, jadi Eomma itu memang penuh pengorbanan, bukan hanya Eomma saja, tapi di luar sana juga pasti begitu. Melahirkan, kesakitan dan bahkan bertaruh nyawa demi seorang anak itu hal yang dilakukan harus dilakukan seorang Eomma."

"Sudah, ya, menangisnya. Memang Jihoo tidak lapar karena menangis terus? Coba lihat," Hwa Young beranjak mendekati meja makan, "ada makanan kesukaan Jihoo. Mau menangis lagi atau mau sarapan?"

"Sarapan," jawabnya bergumam kecil.

Akhirnya, mereka duduk bersama di ruang makan, menikmati sarapan dengan Jihoo yang masih bergelayut dalam gendongan Hwa Young, enggan dilepas barang sejenak. Jungkook memperhatikan itu, seketika rasa bersalah merundungnya dalam diam, rautnya berubah sendu cenderung murung. Rasa bersalah yang menyergap membuatnya menyesal, ia tak tahu seberat apa perjuangan Hwa Young saat melahirkan Jihoo, dan dengan gampangnya ia setuju untuk menghadirkan satu presensi mungil di tengah keluarga kecil mereka.

"Jung?" Panggil Hwa Young untuk ketiga kalinya.

"Huh?" Sahut Jungkook setelah sadar dari lamunannya.

"Mandilah lebih dulu, aku akan membersihkan ini semua. Ingat, kan, kalau Won Won Appa dan Eomma minta bertemu hari ini?"

Suaminya mengangguk kecil, "baiklah. Jihoo-ya, mau mandi bersama Appa?" Tanyanya sudah merentangkan pada sang anak. Namun Jihoo membalasnya dengan sebuah gelengan kecil, jangan lupakan raut mungilnya yang merengut sedih. Membuatnya semakin menyesal lantas melangkahkan kaki meninggalkan sang istri bersama anaknya dengan berat hati.

*****

Setelah memastikan Jungkook benar-benar sudah pergi membersihkan diri, Hwa Young baru beralih pada Jihoo. "Jihoo... Mau bantu Eomma, tidak?"

Sang anak mendongak menantapnya, pun sebuah senyum hadir sebelum ia berucap, "bantu Eomma untuk meyakinkan Appa kalau Jihoo memang mau punya adik."

Anaknya menggeleng keras, "Jihoo tidak mau melihat Eomma kesakitan lagi."

"Percaya pada Eomma, kalau Eomma itu kuat," Hwa Young menjedanya sesaat, "sekarang Eomma mau tanya, memangnya Jihoo sungguhan tidak mau punya adik?"

Anak lelaki itu sedikit ragu dengan jawaban yang akan diberikan, ia menimbang keputusannya selama beberapa detik dalam diam kemudian berkata, "Jihoo... Jihoo mau punya adik, tapi tidak mau Eomma pergi."

Hwa Young tersenyum gemas lalu mengecup puncak kepala sang anak dan kembali menatapnya, "Eomma kuat, Sayang. Coba Jihoo pikirkan lagi, Eomma, Appa, bahkan Jihoo juga mau seorang adik, kan?"

Jihoo mengangguk.

"Nah, berarti semua setuju." Ia mengusap pipi sang anak, "jangan karena takut, Jihoo jadi tidak mau melangkah. Coba Eomma tanya sekali lagi, Jihoo tidak kasihan melihat Appa tadi murung?"

"Masa karena takut, senangnya jadi tidak bisa penuh. Padahal kalau Jihoo melawan rasa takutnya sedikit lagi," Hwa Young memeragakan kata sedikit dengan ibu jari dan telunjuknya yang hampir bertemu, "senangnya bisa penuh sebesar ini," tangannya membuat lingkaran besar.

"Coba bayangkan, Jihoo bisa punya teman untuk bermain bersama, punya teman untuk menghabiskan satu cup besar es krim rasa cokelat, bisa punya teman yang menemani Jihoo waktu tidur, jadi tidak sendiri dan tidak takut, dan yang paling penting punya adik kecil yang bisa Jihoo lindungi. Jihoo bisa jadi kakak yang baik, jadi superhero untuk adik Jihoo nanti. Jihoo mau seperti itu, kan?"

Anak lelaki itu mengangguk, "Jihoo mau."

"Nah, kalau Jihoo mau, Jihoo harus melawan rasa takutnya, oke?"

Sekali lagi Jihoo mengangguk.

"Nanti setelah Appa selesai mandi, Jihoo minta maaf pada Appa, ya?"

"Memangnya Appa tadi tidak marah, ya?"

Kening Hwa Young berkerut sembari menahan senyum, "kenapa harus marah?"

"Karena Jihoo menolak punya adik tadi, jadi Appa marah."

Sungguh, Hwa Young ingin melepas tawanya kalau tidak melihat raut anaknya yang terlihat hendak menangis lagi.

"Eomma, Jihoo harus apa supaya Appa tidak marah lagi?"

Tepat sekali, suara langkah kaki menuruni tangga dari lantai dua terdengar makin jelas, dan presensi Jungkook kini menghampiri mereka. Hwa Young sempat mengulas senyum saat mendongak menatap suaminya yang justru berkerut bingung.

Ia berbisik pada Jihoo, "coba minta maaf pada Appa, lalu tanyakan apakah Appa marah tadi?"

"Appa... maafkan Jihoo, ya? Tadi Jihoo takut, tapi sekarang sudah tidak. Jihoo sebenarnya mau punya adik. Tolong buatkan satu untuk Jihoo, ya, Appa."

"Jihoo bilang seperti ini bukan karena terpaksa, kan?" Tanya Jungkook memastikan.

Anak itu menggeleng, "dulu Jihoo juga pernah minta pada Tae Appa, tapi Eomma langsung memarahi Jihoo."

"A-apa?" Jungkook tekejut bukan main mendengar tuturan polos sang anak. Sungguh, jika sampai Taehyung melakukannya, Jungkook akan menghabisi lelaki itu tanpa ampun.

Hwa Young tergelak tawa lantas terdiam begitu mendapati raut Jungkook yang menyeramkan. Ia berdehem sejenak lalu memberitahu sang anak, "Sayang, Eomma sudah pernah bilang, kan, kalau suami Eomma itu Kookie Appa? Bukan Tae Appa?" Jihoo mengangguk, "nah, kalau Jihoo mau punya adik, mintanya ke Kookie Appa."

"Kalau begitu, Appa ayo kita buat adik."

"Huh? Bagaimana?" Jungkook mendadak bodoh, otaknya tiba-tiba beku tidak bisa berpikir untuk menyahut Jihoo.

Lagi-lagi Hwa Young tergelak, perkataan ambigu Jihoo serta respon Jungkook yang mendadak bingung begitu menggelitiknya.

"Jihoo mau adik, Appa. Karena hamil itu lama, Jihoo mau Appa buat disini, sekarang juga."

"I-iya, tapi tidak begitu prosesnya, jagoan. Jihoo masih kecil, tidak boleh tahu," Jungkook menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia beralih menatap Hwa Young yang berbalas menatapnya sembari tersenyum dan mengangguk kecil.

"Appa punya rencana untuk liburan bersama minggu depan ke Jepang. Jihoo berdoa banya-banyak supaya setelah pulang dari sana, Eomma bisa langsung hamil, ya."

"Memang kalau hamil harus lewat liburan, ya?"

"Itu...," Jungkook dibuat bingung setengah mati menjawab pertanyaan sang anak, "bagaimana cara menjelaskannya, ya? Emm..."

"Jihoo...," panggil Hwa Young mengalihkan atensinya dari sang ayah, "yang Jihoo harus tahu, kalau mau punya adik, jalannya itu panjang. Jihoo bisa bantu Eomma dan Appa dengan berdoa, oke, Dear?"

Sang anak mengangguk dan Hwa Young kembali melanjutkan, "Jihoo lupa satu pertanyaan lagi, kan?" Ia mendekatkan lambium pada rungu anaknya, "Jihoo lupa tanya, Appa tadi marah atau tidak."

Anak itu menepuk tangan sekali, "Jihoo lupa. Appa... Appa tadi marah, ya, waktu Jihoo bilang tidak mau punya adik? Jihoo minta maaf, ya, Appa."

Satu alis Jungkook mengendik, ia mengulas senyum seraya berkata, "Appa tidak marah, tadi cuma sedih saja. Sekarang Appa sangat bahagia. Terimakasih, ya, Jihoo." Ia mengecup puncak kepala anaknya lalu beralih mengecup kening sang istri.

"Sekarang, ayo berangkat."

"Kau lupa kalau aku dan Jihoo belum mandi, Jung?"

Jungkook menepuk dahinya, "aku lupa. Kalau begitu kita mandi bersama saja."

"Jungkook!"

*****

Hiyahiyahiyaaa...

Ini dia keuwuan, keunyuan, kemanisan keluarga Jeon. 😝😝😝

Akhirnya mereka bisa bahagia yaa. Pada seneng, ga?

Oh ya, masih ada 1 chapter lagi yang tersisa dan setelah itu end.

Ditunggu kelanjutannya segera.

See you next chapter... 🤗🤗🤗

Regards,

-It'sMeHX-

Continue Reading

You'll Also Like

360K 13.1K 60
๐—œ๐—ก ๐—ช๐—›๐—œ๐—–๐—› noura denoire is the first female f1 driver in ๐——๐—˜๐—–๐—”๐——๐—˜๐—ฆ OR ๐—œ๐—ก ๐—ช๐—›๐—œ๐—–๐—› noura denoire and charle...
27.2K 624 4
COLLECTION OF MOTIVATIONAL STORIES
41.4K 1.1K 14
You have just move to Paris but littled did you know you would meet two people that would change your life for better or worst
13.3K 2.1K 23
Loser-ั Lover ะฑะพะปัะพะฝ ะผะธะฝะธะน ั‚าฏาฏั…...