"Aku berharap aku tak terlambat untuk mengatakan maaf. Aku minta maaf Yerisha. Maaf."
Kalimat maaf yang sudah ia pendam selama ini, akhirnya keluar juga dari bibirnya. Keadaan mereka dulu sangat buruk, hingga sulit untuk hanya sekedar bertemu, apalagi meminta maaf.
Kehadirannya secara tiba-tiba di hadapan Yerisha tentu membuatnya kaget. Setahun lebih tak ada kabar, lalu muncul tiba-tiba di hadapan Yerisha, sudah tentu membuat Yerisha kaget.
Setelah menggantung tanzaku di pohon bambu, mereka memutuskan berbicara empat mata di cafe yang tak jauh dari tempat festival. Sementara Januar memilih membiarkan dua orang itu menuntaskan permasalahan mereka. Dari tatapan keduanya, Januar tahu ada hal yang perlu dituntaskan oleh keduanya.
Tentang rasa yang masih tersisa. Begitu tebak Januar.
Setelah ice americano pesanan mereka datang, keduanya sama-sama diam, sibuk bergelut dengan hati masing-masing yang kian tak baik-baik saja saat bertemu.
Katanya waktu bisa menyembuhkan luka. Katanya.
Tapi, bagaimana kalau sebenarnya yang bisa menyembuhkan luka itu adalah diri sendiri?
"Apa kabar, Yerisha?" Ode mengawali pembicaraan.
Yerisha yang menatap gelas ice americanonya mendongak, mengulas seulas senyum. "Aku baik-baik saja. Kamu apa kabar, De?"
"Aku juga baik."
Ada keheningan setelahnya. Keduanya kehabisan bahan obrolan, padahal banyak hal yang masing-masing ingin disampaikan. Keduanya meminum ice americano masing-masing, sama-sama memikirkan bagaimana cara kembali membuka obrolan.
"Kamu kenapa bisa di Jepang?"
"Pembimbingku mengajakku ke sini, beliau ada urusan dengan profesor Watanabe dari Universitas Tokyo. Beliau memperkenalkanku dengan profesor Watanabe. Kebetulan profesor Watanabe adalah dokter bedah terkemuka di negara ini."
"Ah iya-kamu ingin menjadi dokter bedah. Kamu berencana mengambil pendidikan dokter spesialis di sini?"
"Itu-aku belum memikirkannya, Yer. Ada hal lain yang ingin kulakukan saat ini."
"Jadi pertemuan kita hanya kebetulan ya," gumam Yerisha meminum kembali ice americanonya. Apa yang ia harapkan? Ode jauh-jauh dari Indonesia ke Jepang hanya khusus untuk menemuinya? Tentu tidak mungkin. Saat mereka berada di satu negara yang sama saja, pemuda itu tak seniat itu menemuinya.
"Setengah kebetulan. Setengah tidak."
"Hah?"
"Kebetulan aku ke Jepang saat kamu juga ada di Jepang. Dan aku sengaja dari Tokyo ke Sendai, hanya untuk menemuimu. Hanya untuk minta maaf."
Yerisha menaruh kedua lengannya di atas meja, sedikit tertunduk saat Ode kembali mengatakan perihal minta maaf.
"Minta maaf untuk?" tanya Yerisha, ia harus tahu permintaan maaf Ode untuk yang mana. Permintaan maaf karena melukai hatinya? Atau karena tak ada kabar atau—
"Aku minta maaf Yerisha karena tak bisa menjadi kakak yang baik untukmu."
Yerisha menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Lagi-lagi tentang-menjadi-kakak-yang-baik. Kalau Ode ingin membahas itu lagi, Yerisha sudah lelah.
"Maaf karena membohongimu."
"Maaf karena telah menyakitimu."
"Maaf telah menjauh darimu, tak memberi kabar."
"Dan maaf karena pernah hadir dalam hidupmu."
"Ode, kamu ingin minta maaf atau memulai pertengkaran denganku?" tanya Yerisha sedikit kesal saat Ode meminta maaf karena pernah hadir dalam hidupnya.
"Enggak. Aku nggak bermaksud memulai pertengkaran denganmu. Aku sungguh ingin minta maaf." Ode menggenggam kedua tangannya di bawah meja, tangannya berkeringat cukup banyak, kegugupan itu kembali melanda.
"Yer, kamu masih ingat apa permohonanmu saat meniup lilin ulang tahunmu yang ke dua puluh?"
Mengapa tiba-tiba Ode membicarakan hal itu? Apa tujuannya?
Yerisha berpikir sebentar. Mencoba mengingat-ingat apa permohonannya dulu saat ulang tahunnya.
Ode menunggunya, menunggu jawabannya.
Yerisha bagai tersambar petir saat mengingat apa permohonannya dulu.
"Kamu sudah ingat, Yer?"
"Hmmm itu-"
"Kamu ingin aku menghilang dari kehidupanmu. Benarkan?"
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Yerisha tersentak kaget Ode mengetahui permohonan yang diucapkannya dalam hati itu.
Ode terkekeh. "Dulu kamu sangat membenciku Yerisha, jadi sangat mungkin kamu memohon seperti itu."
"Ya, dulu aku sangat membencimu. Semua hal yang kamu lakukan selalu terlihat salah di mataku."
Yerisha menyesal mengapa ia dulu begitu membenci Ode dulu. Benar orang, perbedaan benci dan cinta itu tipis. Rasa benci yang menumbuhkan perasaan cinta. Mungkin kalau dulu Yerisha tak membenci Ode, perasaan itu mungkin saja tak hadir di hatinya. Mungkin.
"Kenapa kamu tiba-tiba membahasnya? Kamu ingin aku minta maaf karena membencimu?"
Ode menggeleng.
Kemudian Yerisha bertanya-tanya, apa mungkin kepergiaan Ode waktu itu adalah efek dari permohonannya? Tuhan mengabulkan permohonannya untuk membuat Ode menghilang darinya.
"Enggak. Tentu bukan itu. Aku ingin tahu apa permohonanmu di ulang tahunmu tahun ini akan sama seperti dulu."
"Mengapa kamu begitu penasaran?"
"Karena itu berhubungan dengan permohonanku."
"Permohonan yang mana?"
"Permohonan yang kugantung di pohon bambu. Tuhan pasti bingung akan mengabulkan yang mana karena permohonan kita saling bertolak belakang."
Jantung Yerisha terpompa dengan cepat hanya karena mendengar suara berat Ode saat mengatakan permohonannya yang ia tulis di Tanzaku dan digantungkan ke pohon bambu.
"Kamu sebenarnya ke sini ingin meminta maaf atau membuat perasaanku goyah dan gagal move on?" Pertanyaan to the point Yerisha membuat Ode membeku sepersekian detik sebelum akhirnya mengulas sebuah senyuman penuh teka-teki.
"Memang kedatanganku ke sini sudah cukup membuatmu goyah dan gagal move on?"
Ya menurut kamu Herjuno Denandra!!!!!
Rasanya Yerisha ingin meneriakkan kata-kata itu sekencang-kencangnya di depan wajah Ode.
Ah Yerisha harus mengakui-semua tentang Ode begitu sulit untuknya.
Ayolah Yerisha sadarlah. Herjuno adalah milik Vee, bukan miliknya.
"Aku sungguh hanya ingin meminta maaf Yerisha. Perkara kamu goyah dan gagal move on itu di luar tanggung jawabku."
Herjuno Denandra!!!! Kenapa kamu begitu menyebalkan? Kamu tiba-tiba datang, membuatku goyah. Dan kamu bilang itu di luar tanggung jawabmu?! Keterlaluan kamu Herjuno?!
Di dalam hati Yerisha sudah marah-marah, wajah kesalnya sudah menunjukkan semuanya. Pertemuan mereka bukan pertemuan romantis atau mellow seperti di drama melainkan pertemuan menyebalkan.
Yerisha tak paham apa yang dipikirkan Ode sehingga terlihat begitu tenang seolah tak ada apa-apa. Yerisha curiga permintaan maaf Ode hanya sebuah bualan belaka.
"Akhirnya aku melihat Yerisha yang dulu lagi."
"Kamu bilang apa, De?"
"Aku melihat Yerisha empat tahun lalu. Wajah kesal yang selalu kamu tunjukkan padaku," ucap Ode ringan. Ya dia memang sengaja membuat Yerisha kesal, salah satu keahliannya memang. Setidaknya membuat Yerisha kesal sedikit mencairkan kekakuan di antara mereka.
"Kamu sengaja membuatku kesal ya?" tebak Yerisha.
"Ehmmm ya."
"Ck, menyebalkan."
Kekakuan di antara mereka benar-benar mencair setelahnya, membuat mereka bisa membicarakan banyak hal dengan lebih tenang. Bukankah lebih nyaman membicarakan sesuatu yang penting saat keduanya sama-sama berkepala dingin?
Ia kembali nyaman berada di dekat Ode. Kenyamanan yang salah. Ya salah karena Ode adalah milik orang lain.
Ketika Ode mengantarnya sampai depan penginapan, Yerisha rasanya tak rela, masih banyak hal yang ingin ia bicarakan, tentang kesalahpahaman di antara mereka. Ya belum tentu saat kembali ke Indonesia nanti mereka bisa berjumpa lagi.
Ah Yerisha jangan terlalu nyaman. Kamu ingin menjadi perebut milik orang?
Yerisha mewanti-wanti dirinya agar sadar diri.
"Hati-hati ya, De," ucap Yerisha berpamitan dengan Ode yang harus kembali ke Tokyo. Sementara dirinya juga harus bersiap melanjutkan perjalanan keliling dunianya.
"Kamu juga. Jaga kesehatan."
Yerisha mengangguk sebagai jawaban.
Ode melambaikan tangan, tersenyum lebar sebelum berbalik hendak masuk ke dalam taksi yang tadi mereka tumpangi, yang menunggu karena Ode harus mengejar jadwal pesawat ke Tokyo.
"De!!!!!!!" panggil Yerisha sebelum Ode membuka pintu taksi.
Ode berbalik, menatap bingung Yerisha yang memanggilnya.
"Aku memaafkanmu. Aku memaafkanmu kok."
"Terimakasih, Yerisha."
Perpisahan selalu tak menyenangkan bagi siapapun. Terlebih bagi Yerisha.
"Boleh kutanya sesuatu, De?"
"Boleh."
"Cincin—" Yerisha menunjuk jemari kanan Ode.
Ode mengikuti arah pandangan Yerisha.
"Di mana cincinmu, De? Kenapa tak memakainya?" tanya Yerisha sebenarnya sudah penasaran sejak tadi tak menemukan cincin pernikahan Ode dan Vee di jemari lelaki itu.
"Sejak kapan aku memakai cincin Yerisha? Memang harus?"
Pertanyaan balik Ode membuat Yerisha mendekat. "Kamu dan Vee-"
"Belum ada yang memakaikan cincin di jemariku Yerisha. Belum ada. Itu kalau kamu ingin tahu."
Yerisha jangan tersenyum. Jangan tersenyum, ancam Yerisha pada diri sendiri.
***
Yang nanya cowok dalam pesawat adalah Ode, sebenarnya jawabannya jelas ya...itu bukan Ode. Ya kalau itu Ode, saat itu juga mereka pasti udah ketemu di US, tapi mereka malah ketemu waktu Yerisha di Jepang.
Yang nikah sama Ode siapa? Coba dilihat tahunnya deh. 😁😁😁 Chapter ini tahun 2023 btw.
Masih ada chapter lagi nggak? Duh masak empat chapter special nggak cukup sihhhh gaes😆