3 WISHES

By taniacacaa

21.6K 2.1K 608

Tahu hal apa yang paling Angga benci di dunia ini? Melihat gadis gila bertubuh mungil yang selalu mengenakan... More

PROLOG
🌈| 1 - GADIS BERNASIB MALANG
🌈| 2 - SIAPA GADIS ITU?
🌈| 3 - GADIS GILA
🌈| 4 - PERLINDUNGAN SEORANG KAKAK
🌈| 5 - GADIS DENGAN BANDO MERAH
🌈| 6 - SAYAP PELINDUNG?
🌈| 7 - TEMAN PERTAMA
🌈| 8 - KALI PERTAMA UNTUK MENYESAL
🌈| 9 - GALANG DAN PENGORBANANNYA
🌈| 10 - SIAPA ITU RAFKA?
🌈| 11 - SHE'S DISGRACE
🌈| 12 - JUNA DAN MARSEL
🌈| 13 - TANTANGAN
🌈| 14 - KARENA TANTANGAN
🌈| 15 - BECAUSE SOMETHING
🌈| 16 - MEET RIANA
🌈| 17 - BEHIND HER SMILE
🌈| 18 - KEPUTUSAN ANGGA
🌈| 19 - HARI PERTAMA LATIHAN
🌈| 20 - ANGGA ITU BAIK!
🌈| 21 - SI GADIS PENUH MISTERI
🌈| 22 - SOMETHING TO REMEMBER
🌈| 23 - ANGGA'S STORY
🌈| 24 - WRONG DARK PAST

🌈| 25 - TANDING BASKET

364 35 36
By taniacacaa

25. tanding basket







Siang itu, Angga dan Moza sudah tiba di lapangan yang Rafka bilang. Lapangan yang ada di komplek Rexana. Kedatangan Angga langsung disambut meriah oleh beberapa orang di sana.

Angga mendorong bahu Rafka santai saat pemuda itu ingin mendekati Moza. Rafka jadi terkekeh sambil mundur beberapa langkah.



"Hai mbah dukun!" Sapa pemuda bertubuh pendek yang tengah duduk di kursi tribun sana. Jika kalian lupa, namanya Nunu.

Moza membalas lambaian tangan Nunu sambil tersenyum lebar. "Hai!" Ingin menghampiri Nunu namun tertahan karena Angga menarik gardigan belakangnya.

Angga menyeret Moza hingga gadis itu berhadapan dengan Nasya yang sudah siap di tengah lapangan. Gadis tomboy itu memantulkan bola berulang kali sebelum ia berniat menghentikannya dan melempar tatapan nyalang pada Moza.

Moza bergedik ngeri melihat itu. "Hih, awas mata kamu copot." Berceletuk setelah Angga melepaskan tarikkannya pada gardigan bagian belakang Moza.




Setelah Nasya memberi tahu peraturan cara bermainnya bahwa yang menang adalah yang bisa mencetak tiga point terlebih dahulu, kini keduanya sudah mengambil posisi masing-masing. Angga berada di seberang kursi tribun yang Rafka dan Gema duduki. Sedangkan Nunu menjadi wasit di sana.

Nunu mulai mengambil alih suasana. Pemuda yang tengah mengambil ancang-ancang untuk melempar bola itu berujar, "Siap ye. Yang menang yang nyetak tiga point pertama nih." Nunu mengulangi penjelasan Nasya tadi.


"Bacot. Buruan!" Nasya tak santai.

Mendengar itu, Nunu cengengesan. "Gue itung nih. Satu, satu setengah. Dua, dua setengah. Tiga, tiga seteng--"

"--Nunu anji--" Nasya hendak memprotes karena Nunu lama menghitung, namun teman laknatnya itu sudah terlebih dahulu melempar bolanya. Sampai berkahir bola itu diambil alih oleh Moza.


"Bangsat!" Umpat Nasya pada Nunu sebelum mengejar Moza yang sudah jauh mendribble bola basket. Sedangkan Nunu malah cengengesan di tempat.




Moza mulai menggiring bola setelah mendapat celah. Keadaan ini sangat bagus karena Nasya tertinggal di belakang dan tak bisa mengejarnya.

Moza merentangkan kakinya selebar bahu sambil memantulkan bola dengan pandangan tertuju pada ring. Setelah siap melakukan shooting, Moza menekuk lututnya sampai otot paha memiliki kekuatan untuk melakukan shooting bebas.

Moza memekik senang saat bola hasil shootnya masuk dengan sempurna ke dalam ring. Semua yang ada di sana berdominan mengesah kecewa, terutama Nasya dan terkecuali Angga juga Nunu. Angga memilih diam sedangkan Nunu ikut bersorak seperti Moza.



"YEAY!!!!" Gadis berbando itu melompat kegirangan.

"BAGUS MBAH DUKUN!" Seru Nunu dan langsung dihadiahi tendangan maut dari Rafka.

Nasya berdecak, melirik Nunu tajam karena merasa kesal. Ini semua salah Nunu. Nasya bingung, sebenarnya pemuda sinting itu ada dipihak siapa sih?

"Satu, kosong." Moza menjulurkan lidahnya. Menyerukan kemenangan yang ia dapat barusan. Angga di ujung sana mendengus melihat tingkah tengil gadis itu.


Detik selanjutnya, Nasya yang mengambil alih bola itu. Gadis tomboy itu berhasil mencetak dua point sekaligus. Membuat jarak di antara point yang Moza cetak tadi.

Kali ini, bola basket dalam alihan Moza. Melihat skor yang tertera, tak memungkiri Moza sudah ketar-ketir di tempat. Ia mati-matian menahan rasa sakit di sekujur kakinya. Ditambah melihat raut wajah kemenangan Rafka dan Nasya, Moza jadi semakin berkecil hati.

Namun bukan Moza namanya jika mudah menyerah. Setelah memantapkan niat bahwa ia bisa menang walau dengan kemungkinan kecil, gadis itu mulai mendribble bola basketnya berulang kali.

Seusai mengamati situasi, Moza menggiring bola basketnya menuju ring, namun di pertengahan, Nasya menjegatnya. Tatapan keduanya bertemu, Nasya sudah siap siaga dengan pergerakan kecil yang Moza lakukan.

Moza menelan salivanya susah payah, manik matanya melirik ke arah ring yang ada di arah kirinya. Moza mencoba untuk mengecek kewaspadaan Nasya, dia mengoper bola basketnya dari tangan kiri menuju tangan kanan. Dan benar saja, kewaspadaan Nasya sangat-sangat terjaga.

Cara satu-satunya Moza harus bisa merusak konsentrasi gadis itu dengan cara menggoceknya. Dia mencoba seperti seolah-olah ingin bergerak dan mendribble bola ke kanan. Nasya langsung berlari ke arah yang sama seperti dugaannya, bertepatan dengan itu, Moza bergegas mendribble ke arah yang berlawanan.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada karena seusai dia menggocek, Nasya langsung mengejarnya. Moza memilih untuk melakukan Slam dunk.

Gadis itu melirik ke arah ring sebelum menembak, sedikit menekuk lututnya untuk mengusahakan lompatan setinggi mungkin. Bertepatan dengan itu, Moza melempar bola basket ke arah ring. Untungnya dewi fortuna berada dipihaknya, bola hasil lemparannya itu berhasil masuk ke dalam ring.




"YEAYYYY!" Moza melompat sambil meninju-ninju angin. Namun gadis itu langsung terdiam saat merasakan napasnya sesak, juga nyeri di dada.

"WAWWW GILA! KEREN BANGET MBAH!" Seru Nunu saat melihat itu.

Nasya mengumpat keras saat tahu tadi dirinya ditipu. Mendengus kasar saat Nunu menyerukan skor mereka seimbang.


Nasya tersenyum miring saat kini dia yang menguasai bola. Mendribblenya berulang kali sambil melempar tatapan tajam ke arah Moza. Dia bersumpah, Moza tidak akan bisa menang.

Manik mata Moza tak bisa diam sejak Nasya mulai mendribble bola. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat saat Nasya mulai menggiring bola basket menuju ring. Moza ingin mengejarnya, namun sial, kakinya terasa sangat sakit sekali. Juga dadanya terasa nyeri.

Moza menggigit bibir bawahnya saat rasa sakit di kakinya semakin menjadi-jadi. Kejadian se-malam langsung berputar di otaknya. Moza cepat-cepat menggelengkan kepalanya agar bayang-bayang itu hilang.

Melihat ketertinggalannya, Moza berusaha keras untuk memaksakan kakinya berlari. Dia meringis kendati begitu, Moza malah mempercepat lariannya karena tak mau nantinya ia kalah dan Angga harus melakukan semua konsekuensi yang ada.

Berhasil menyeimbangkan diri dengan Nasya hingga berhadapan langsung dengannya, Moza ingin merebut bola dari tangan gadis berambut pendek itu namun Nasya tidak memberi celah sedikitpun.

Buntu pikirannya namun tiba-tiba suatu ide muncul di otak cemerlangnya itu. Moza menunjuk ke arah belakang Nasya kemudian berteriak,

"IH, ITU PAPA SIAPA?!"

Nasya langsung kelabakan, dia menoleh ke belakang karena menyangka itu adalah Papanya. Rafka dan Gema jadi bersorak untuk memberi tahu bahwa itu hanya tipuan.

Mendapat celah, Moza merebut bola itu dari tangan Nasya. Menggiringnya dan memasukkan bola basket dengan teknik one-hand shoot (tembakan satu tangan.)



"YUHUUUU, MOZA MENANG!!!" Seru gadis itu. Masih berusaha untuk meredam rasa sesak yang dirasa.

Nasya yang tak terimapun mengumpat, "BANGSAT!" Dia berjalan maju menuju Moza kemudian mendorong bahu gadis itu. "LO CURANG! GUE GAK TERIMA!" Bentaknya.

Angga langsung berdiri di antara keduanya, mendorong bahu Nasya agar menjauhi Moza. Dan mencoba untuk menutupi tubuh Moza menggunakan tubuh besarnya.

"Semua point lo itu gak aci!" Sentak Nasya. "Pertama, itu kesalahan teknis karena gue belum siap tapi lo udah ngerebut bolanya duluan."

"Musuh enggak akan nunggu kamu siap," balas Moza. "Lagi juga peraturannya gak disebutin harus nunggu lawan siapkan?"

"Bangsat lo!" Umpat Nasya. Dada gadis itu kembang-kempis, jika dibedah sudah diprediksi isinya api semua. "Kedua, lo nipu gue!"

"Tapi ngegocek gitu bukannya emang ada ya di dalam permainan basket?" Tanya Moza pada Nasya. Dia menongolkan kepalanya sedikit untuk menatap Angga. "Iya kan, Angga?"

"BACOT!" Sentak Nasya tak terima, walaupun apa yang barusan Moza bilang itu benar. "Ketiga, lo nipu gue juga! Itu gak aci! Bajingan!" Gema dan Nunu menahan bahu Nasya secara bersamaan.

"Itu namanya ajaib bin cerdas tahu!" Seru Moza. Dia mengetuk-ngetuk pelipisnya menggunakan telunjuk berulang kali. "Cermat bin pintar." Bangganya.

"ENGGAK YA ANJING!" Nasya berapi-api. Hendak mencakar Moza jika saja bahunya tidak ditahan oleh Gema dan Nunu.

Angga mendengus miris. Dia menatap Rafka yang tengah diam ditempat dengan kedua tangan mengepal. "Bawa balik temen lo," ujarnya. "Urusan ini selesai. Lo gak ada hak buat ngatur-ngatur gue lagi. Lo gak boleh ganggu gue dan nyokap gue lagi. Dan lo gak boleh nyentuh nih cewek," tegasnya kemudian beranjak pergi dari sana tanpa mau menunggu Moza.


Moza cekikikan meledek Nasya yang tengah dinaungi amarah. Dia menghampiri gadis itu, otomatis Nasya memberontak namun kedua temannya menahan dirinya lebih erat.

Moza mendekatkan wajahnya ke wajah Nasya, sedikit berjinjit karena tinggi tubuhnya tak seimbang. "Ajaib bin cerdas, das, das, dasss." Sengaja mengulang tiga huruf terakhir sebanyak tiga kali dari kalimat ke tiga.

Berbisik, "Cerdas, dass, dassss." Sengaja memanjangkan kalimat akhirnya hingga mendorong seperti desisan ular.

Tentu saja hal itu memicu emosi Nasya, amarahnya yang tertahan kini meledek-ledak. "BANGSAT! LEPAA GEM, LEPAS!" Memberontak tak karuan membuat Gema dan Nunu kewalahan.

Moza langsung lari sambil cekikikkan karena itu.


••••🌈••••



Moza tertatih-tatih mengejar langkah Angga. Tak menghiraukan seberapa rasa sakit yang ada pada kakinya itu. Moza menunduk sambil memegang dadanya karena merasa nyeri.

"Angga!" Panggilnya. Namun pemuda di depan sana tak kunjung menoleh apalagi menghentikan langkah.

"ANGGA!" Moza berhasil berdiri di depan Angga dengan kedua tangan merentang. "Angga kenapa sih jalannya buru-buru banget?"

"Angga udah enggak marahkan sama Moza?" Tanya Moza kemudian membenarkan bandonya. "Enggak dong, kan Moza udah menangin pertandingan tadi," lalu menjawab pertanyaannya sendiri.


Melihat raut wajah Angga, Moza menundukkan pandangannya secara perlahan. Tak lama kembali mendongak sambil bertanya, "Angga ... Masih marah ya sama Moza?" Tanyanya.


Tahu Angga hanya diam dan tak membalas, Moza kembali membuka suara. "Gini deh. Moza kasih Angga tiga keinginan, Angga mau apa nanti Moza kabulin."


"Ayo Angga, jawab!" Paksa Moza. "Moza janji akan kabulin semua keinginan Angga asal Angga enggak marah lagi sama Moza."

"Angg--"

"--Mau gue cuma satu. Lo pergi dari kehidupan gue." Akhirnya setelah sekian lama, Angga bisa mengutarakan keinginannya lagi. Dia sudah tidak ada masalah yang harus diwajibnya untuk berdekatan dengan Moza karena Angga tidak suka itu.

Angga sudah cukup lama menahannya. Jujur, dia tidak suka berdekatan dengan gadis manapun hingga akhirnya Moza datang dan mengharuskannya menjadi guru pelatih yang tiap hari bisa dekat.

Selama ini Angga menahan diri agar tidak bertindak kasar pada Moza karena tahu gadis itu akan bertanding dengan Nasya demi dirinya juga sang Bunda. Tapi sejak detik ini, Angga tidak akan bisa menahan dirinya lagi.
















"KAK ANGGA!"


Moza memundurkan langkah saat seorang gadis berlari dan langsung menubruk dada bidang Angga begitu saja. Memeluknya dengan amat kencang.

Moza kira Angga akan memarahi gadis itu karena sudah lancang memeluknya. Mengingat Moza yang hanya tak sengaja menyentuh tangan milik Angga langsung dimarahi bahkan dibentak.


Tapi dugaannya salah, karena Angga hanya diam saja menikmati pelukan gadis itu.



•w i s h e s•


finally, konflik datang juga xixixi.

nah, judul ini diambil dari scene ini. kalau kalian tadi inget dialog Moza: "Moza kasih Angga tiga keinginan."

and ya, that's the title of this story, "WISHES."

Continue Reading

You'll Also Like

2.8K 963 12
‼️BELUM REVISI‼️ "Bianca, kamu sempurna. Apa kamu tidak lelah akan kesempurnaan yang kamu miliki?" " Kak, aku tidak sempurna, bahkan aku jauh dari k...
358 115 8
Langkahmu sudah terlalu jauh dari bahagia. Hidup namun seperti mati. Bernapas tapi sering sesak. Alasan bahagia yang sederhana pun sudah terenggut. ...
6.4K 3.4K 68
[The story of the author's experiences] Cerita tentang 6 siswi yang merupakan anggota OSIS. Mereka dikenal memiliki sikap Bobrok atau Abnormal yang s...
1.1K 138 6
Ini adalah sekuel dari "Cerita Anggara2: Semesta di Bentala" "Seseorang tidak akan mengerti bagaimana sakitnya, sebelum mereka merasakannya sendiri!"...