Stereotype; Soobin

By arieuphoriav

25.9K 2.1K 262

[Local Fanfiction] Banyak yang mengatakan bahwa wanita itu tak memiliki kehangatan sama sekali. Dengan wajah... More

Stereotype; Soobin
Stereotype: Cast
01- The Way We Met
02- Choi Cutie Soobin
03- Where Are You?
04- Came Back to Me
05- Why?
06- Ice Cream
07- How?
(Part 02)
(Part 03)
08- Her and Him
Her and Him (pt.2)
(Special)- The Nights
Daisy's Diary
(Special) Cast!
09- Stereotype
Stereotype (pt.2)
Hypocrite (pt.2)
Hypocrite (pt.3)
Hypocrite (pt.4)
[Complicated] Vol.01
[Complicated] Vol.02
[Complicated] Vol.03
[Complicated] Vol. 04
11- Love Me
12- I Know I Love You
13- Liar
14- You
15- The Brother
16- Camouflage
17- Alive
18- Decision
19- Perfectionist
20- Heart
21- Heart in the Clouds
22- If You Play With Justice
23- Cold Face Warm Hearts
Life of Ours
Stereotype: Playlist
Thank You

10- Hypocrite

397 37 1
By arieuphoriav




—Stereotype—
Hypocrite


Sehabis Seokjin mengantar Daisy pulang, lelaki itu segera pergi, tak mau mampir lebih dulu. Katanya, tak sopan apabila bertamu di malam hari.

Daisy dan Seokjin menghabiskan waktu cukup lama di restoran itu. Walaupun hanya sekedar berbincang, bisa dibilang mereka lupa waktu.

Daisy larut dalam perasaan pancaroba. Ia senang, karena rasanya lega sekali dapat bercerita pada orang yang mengerti, sekaligus memberinya saran yang masuk akal. Ditambah, Seokjin lebih tua darinya, sehingga menurut Daisy, lelaki itu pastinya jauh lebih berpengalaman.

Tapi, wanita itu juga merasa cemas karena merasa sudah— mengkhianati Soobin(?)

Bagaimanapun, Soobin adalah pacarnya. Apakah wajar Daisy pergi dengan lelaki lain? Huft, Daisy bingung.



Baru saja Daisy membuka pintu utama rumahnya, Soobin dan Anne sudah menyambut kedatangan Daisy. "Daisy..." Sapa Soobin girang, bocah itu berlari ke arah Daisy, hendak memeluknya erat. Daisy tak berkutik sama sekali ketika bocah itu memeluknya penuh afeksi. Sejenak, Daisy rasanya ingin menangis. "Soobin, maaf." Batinnya merasa bersalah.

"Des, aku udah buatin kamu makan malam." Kata Soobin semangat. Matanya berbinar penuh kebahagiaan.

"Tau gak sih Des, bocah itu dari tadi belajar masak, demi buatin lo makan malem doang. Padahal gue udah bilang, lo pastinya udah makan di luar." Teriak Anne, dari kejauhan. Anne berada di dapur.

Daisy menatap Soobin, meminta penjelasan, "Memang iya bin?" Soobin mengangguk masih dengan semangat yang membara.

"Iya Des."

Tak lama kemudian, bocah itu menggiring Daisy dari ruang tamu, menuju dapur, lalu dengan bangga, ia menunjukkan hasil masakannya. "Ta da...." Ucap Soobin. Daisy membelalakan mata.

"Ya ampun, Soobinie..." Daisy sedikit terkejut, lantaran Soobin yang memasak makanan cukup banyak.


"Ayo Des... cobain..." Geez, jika begini, mana bisa Daisy tak memikirkan Soobin selama 24 jam penuh. Anak itu sangat lucu, ada saja caranya untuk membuat Daisy bahagia.

Daisy mencicipi masakan Soobin. Bocah itu lompat - lompat kecil, "Gimana Des?"

"Enak gak?" Binar di Onyx nya masih juga tak memudar.

Daisy mengusak surai Soobin penuh cinta, "Kamu belajar dari mana Bin? Ini enak banget. Ini tuh kayak koki yang udah pro, tau gak?" Ucap Daisy, yang memang sengaja ingin membuat Soobin bahagia.

"YUHUU YEAAYYYY!!!! YA AMPUN AKU SENENG BANGET KAMU SUKA MASAKAN AKU," teriaknya, memeluk Daisy lagi. Saking eratnya pelukan anak itu, Daisy sampai sulit bernafas.

Daisy membalas pelukan Soobin. "Iya sayang, makasih ya. Kamu sudah sempat sempatnya masakin aku makanan."



Disela - sela pelukan mereka, Anne hanya bisa memutar bola mata. "Huft, jadi nyamuk lagi deh gue..." Batinnya.


.

.

.

Sambil memakan cemilan, Daisy dan Soobin bersantai di sofa ruang tamu. "Daisy..." Soobin memanggilnya tiba - tiba. Daisy menoleh, "Kenapa Bin?"

Soobin mendekat kepadanya, lalu merebahkan dirinya dalam pangkuan Daisy. "Kamu masih marah ya soal kemarin?" Ohh, ternyata bocah itu sedang merayu Daisy.

Daisy tertawa pelan, "Enggak sayang. Memang, apa alasannya aku harus marah?!"

"Aku takut kamu marah Des, karena— aku kemarin gak mood. Padahal harusnya aku gak bersikap kayak gitu. Harusnya aku, gak kayak anak kecil didepan teman teman kamu." Soobin menyesal, dalam lubuk hati, ia takut Daisy meninggalkannya karena hal impulsif yang ia lakukan.

"Aku ngerti kok Soobin. Aku juga kemarin lagi gak mood. Semua bukan karena kita. Memang teman aku aja yang punya mulut tapi otaknya gak dipakai." Kata Daisy menjelaskan.

"Kamu jangan mikirin hal kayak gitu ya, sayang. Nanti yang ada, kamu... malah pusing sendiri loh." Ucap Daisy, sambil mengelus rambut Soobin, lembut.

"Iya Des."



"Oh iya, tadi kamu pergi sama siapa sih?" Tanya Soobin penasaran.

"Aku, pergi sama... Seokjin." Jawabnya.

"O-Ohhh..." Soobin seakan kehilangan semangat. Raut wajahnya tak lagi gembira. Hanya ada sebuah rasa kecewa yang tersirat disana. Secepat itu Daisy membuat perasaan Soobin berubah.

"Kamu gak papa kan sayang? Kamu marah?" Tanya Daisy lembut.

Soobin menggelengkan kepala. "Enggak kok, Des." Bocah itu memaksakan senyumnya, ketara sekali kalau itu senyum palsu. Ia hanya berusaha terlihat bahagia didepan Daisy; meski sebenarnya, Soobin pasti cemburu. Ia pasti sedih.

"Oh iya Bin, kamu malam ini mau gak nginep sama aku?" Tanya Daisy setelah memutar otak; bagaimana caranya agar Soobin kembali tersenyum.

Mata Soobin kembali berbinar. "Mau dong, aku dari kemarin sebenarnya kangen banget dipeluk sama kamu." Ucapnya manja.

"Bisa aja kamu ini..."





Soobin gembira sekali Daisy mengizinkannya menginap. Padahal, niat Daisy menyuruh Soobin berada di kediamannya bukan semata - mata karena rindu anak itu, dan ingin membuatnya ceria kembali. Tapi, juga karena;


Ingin menyelidiki keluarga Soobin.



Huft, maafkan Daisy ya Soobin. Mungkin, 50% ia rindu memelukmu dalam tidurnya, tapi ternyata 50% nya lagi, ia penasaran akan latar belakang dirimu yang sesungguhnya.


"Des, aku juga mau nanya, tapi kamu jangan marah ya," perkataan Soobin, membuat Daisy ambigu.

"Taehyung itu siapa?"



Oh iya, Daisy lupa. Saat itu Chaeryeong sempat membahas Taehyung didepan Soobin. Pantas saja bocah ini bertanya. Ia pasti kepikiran. "Dia itu— mantan aku. Udahlah, jangan bahas dia. Aku gak suka. Dan aku, benci sama dia." Jawab Daisy. Soobin pun menghentikan pembahasannya mengenai Taehyung. Dirinya tak mau membuat Daisy semakin kesal.




—Stereotype—



Pagi dini hari, Seokjin entah mengapa datang ke rumah Daisy. Membuat Daisy mendadak panik, ia takut Soobin semakin salah paham.

Harusnya Seokjin memberi tahu Daisy lebih dulu. Tapi ini? Langsung saja datang tanpa aba - aba Daisy. Seenaknya saja!

Ayolah Seokjin, bila tidak ada yang harus dibicarakan, mengapa harus datang ke rumah Daisy segala sih? Hanya karena Daisy mengiyakan ajakan mu sekali, bukan berarti seterusnya Daisy akan mengiyakan ajakan mu.





Seokjin niatnya hanyalah bermain di rumah Daisy. Katanya, ia sedang tidak sibuk. Jadilah ia berkunjung ke rumah Daisy. Sebenarnya sih tak mengapa, hanya saja— waktunya tidak tepat. Masih ada Soobin di rumah Daisy. Kenapa sih Seokjin tidak datang sore saja? Atau malam, mungkin?! Menurut Seokjin tidak sopan bila bertamu malam hari, tapi menurut Daisy, tak sopan apabila bertamu pagi hari!

"Maaf ya Des, saya datang mendadak." Kata Seokjin. Melihat wajah Daisy yang sepertinya tidak welcome akan kehadirannya, membuat lelaki itu merasa tidak enak. Seokjin menundukkan pandangannya. "Maaf, saya kesini pagi – pagi. Pasti kamu masih ngantuk." Ucapnya lagi.

Apa ini? Kok kesannya— malah Seokjin yang membuat Daisy merasa tak enak hati? Duh, melihat ekspresi Seokjin yang seperti itu, membuat Daisy jadi tak tega. Syukurnya, saat kecanggungan terjadi, Anne keluar kamar. Semalam wanita itu juga menginap di kediaman Daisy; memakai kamar tamu. Sempat kesal sebenarnya, karena yang lebih diutamakan Daisy adalah Soobin. Buktinya, Anne yang disuruh tidur di kamar tamu. Saat Anne cemberut, Daisy dan Soobin hanya tertawa terpingkal – pingkal.

"Loh? Pak Seokjin? Kok tumben datang kesini pagi – pagi?" Sambil menyeduh kopi hangatnya, Anne mendekat ke ruang tamu, dan duduk disana.

"Iya An, saya mau main aja kesini. Lagi gak ada kerjaan kok, lagi gak sibuk." Jawab Seokjin, tersenyum.

Daisy sungguh berterima kasih pada Anne, dengan mudahnya (lagi - lagi) wanita itu bisa mencairkan suasana. Kini, suasana rumah jadi ramai karena mereka bertiga bercanda tak ada henti. Mereka larut dalam candaan, hingga lupa dan tak sadar, kalau dari tadi Soobin memperhatikan mereka dari lantai atas. "Soo—Soobin?" Daisy terkejut. Begitupun Anne. Daisy pikir, bocah itu masih terlelap.

Jantung Daisy berdegup kencang. Ia tahu kalau Soobin pasti cemburu dengan Seokjin. Daisy menduga, pasti pikiran bocah itu sudah kemana – mana.

"E-Ehhh... Soobin.. sini..." Panggil Anne.

"Aduh Anne, gimana sih. Kok malah manggil Soobin kesini." Batin Daisy.

Wanita itu menatap Anne, memberinya sinyal supaya dia berhenti memanggil Soobin ke ruang tamu. Biarlah, lebih baik Soobin merajuk dan mengurung diri di kamar Daisy, daripada harus terbakar api cemburu disini. Sayangnya, Anne sedang tak peka. Wanita itu masih saja memanggil Soobin. Geez— apa dia sengaja?!


Soobin berjalan, mendekat ke ruang tamu. Semakin Soobin dekat dengan Seokjin, semakin pula jantung Daisy berpacu cepat; Seakan ingin melompat dari tempatnya. "Sini, Soobin." Anne memanggilnya. Wanita itu seakan senang sekali, akan situasi.

Daisy bingung dengan sikap Anne, sebenarnya ada apa sih? Mengapa Anne bersikap seperti itu? Aneh. Jangan – jangan Anne memiliki rencana tersendiri yang Daisy belum tahu. Seperti yang tadi dikatakan, apa Anne sengaja?

"Soobin... kamu gak lupa kan? Ini pak Seokjin, kamu udah pernah loh ketemu sama dia. Masih inget kan?" Demi apapun, nada bicara Anne pada Soobin menyebalkan sekali.

"An, apaan sih?!" Daisy sontak memberi Anne peringatan.


"Sini Soobin, duduk sini, sayang." Kata Daisy menyuruh Soobin duduk, lantaran dari tadi, bocah itu hanya berdiri; diam tak berkutik disamping Seokjin.

Ada sesuatu yang ganjal, menurut Daisy. Tatapan Soobin pada Seokjin, seperti orang yang sedang— ketakutan, tapi juga seperti, menyimpan dendam. "Ini teman aku Bin, Seokjin. Yang waktu itu jadi penyelenggara pesta makan. Kalian juga pernah ketemu di kedai Ice Cream."

Suasana mendadak tegang, karena Soobin yang mengepalkan tangan. Daisy spontan, menggenggam Soobin. Daisy takut Soobin kelepasan. Melihat Soobin yang seperti ini, membuat Daisy memutar otak. Wanita itu jadi mengingat perkataan dokter kala itu, bahwa Soobin; memiliki gangguan mental.

Seokjin sepertinya mengerti keadaan, kalau bocah disamping Daisy ini, sedang merasa cemburu. "Yaudah kalau gitu Des. Aku kayaknya datang di waktu yang salah. Aku permisi dulu ya," katanya pamit.

"Loh, pak Seokjin." Anne seakan mencegah Seokjin untuk pulang. Daisy pun sama. Ia merasa tak enak hati pada Seokjin. Karena, kelihatannya— mereka seakan mengusir lelaki itu.


"Gak papa, kita kan bisa ketemu di lain waktu." Ucap Seokjin, tersenyum.



Daisy, Anne dan Soobin, melihat punggung Seokjin yang makin lama makin menjauh. Seketika, Daisy naik pitam. "Soobin... kamu kenapa?" Tanya wanita itu, terdengar jelas nada kesal darinya.

Soobin masih diam, tidak mau menjawab. Daisy sedang malas meladeni sikap anak itu, yang sedikit saja ngambek, sedikit saja cemburu atau sedikit saja— yah... intinya begini lah kelakuan remaja yang tak stabil. Alhasil, Daisy meninggalkan Soobin bersama Anne di ruang tamu. Wanita itu balik menuju kamarnya.


.

.

.

Anne itu dikenal pintar mencairkan suasana. Tentu saja, ia adalah orang yang ramah dan pandai berbicara. Namun kini? Dirinya seperti kehabisan kata - kata saat bersama Soobin.

Sehabis Daisy meninggalkannya, Soobin hanya diam. Terduduk lemas di sofa ruang tamu. "Soobin, kamu sebenarnya kenapa sih?" Tanya Anne lembut. Dalam lubuk hati Anne, ia sedikit mengambil sikap siaga pada bocah itu. Soobin terus menarik nafas dalam - dalam dan membuangnya secara kasar, membuat Anne menyimpulkan bahwa Soobin sedang menahan amarah.

"Pak Seokjin itu teman kita, kamu gak usah cemburu Soobin. Daisy kan cuman sayang sama kamu doang." Anne seperti membaca isi kepala Soobin.

"Dan— lagi pula, Seokjin itu—"

"GAK USAH SEBUT NAMA DIA." Anne sontak terkejut. Ia tak menyangka, astaga!! Apakah Soobin baru saja membentak dirinya?!!

"KAMU APA - APAAN SIH SOOBIN?!" Kini wanita itu yang balik meninggikan suara, persetan bila ia harus bertengkar dengan remaja ini?! Anne merasa harga dirinya dipermainkan! Berani sekali bocah itu membentak dirinya; pikir Anne. Memang dia siapa?!!

"Keluar kamu sekarang!" Perintah Anne. Sementara Soobin masih duduk di tempat, menghiraukan Anne.

"KELUAR KAMU!" Usirnya sekali lagi.

"Gak mau, memang kamu siapa?! Daisy kan yang punya rumah ini." Bocah itu memberi tatapan sinis pada Anne.

"Kamu ini— dasar kurang ajar! SAYA INI SAHABATNYA! Dari kita masih kuliah! Kamu yang siapa?! Kamu cuman bocah bodoh yang Daisy tolong waktu itu!" Anne tersulut emosi, memang— kala tersulut emosi, pastilah logika tak berjalan. Sehingga, kata - kata menyakitkan yang tak berniat untuk diucap pun, terlontar begitu saja.

Mata Soobin berkaca - kaca, lantas, ia pergi dari rumah Daisy, bersama amarah yang menggebu.


. . .



Anne, masih dengan amarahnya yang tak terkontrol, membanting pintu kamar Daisy. "Des— lo dengar kan, barusan bocah itu bilang apa?!" Ucapnya dengan nada tinggi.

"JAWAB DES!!" Teriak Anne, membuat Daisy yang sekarang sedang menatap pemandangan luar jendela itu, membalikan badan; menatapnya tajam.

"Iya, gue denger kok." Jawabnya, sinis.

"Terus?" Kata Anne, sejujurnya ia tak habis pikir dengan reaksi Daisy. Ia pikir, Daisy akan membela dirinya dan memarahi bocah itu.


"Lo diam aja Des?!" Mata Anne memerah, mungkin ia— menahan isak tangis.

"Terus, gue harus apa Anne?" Daisy seperti sudah putus asa. Ia berjalan, mendekat ke nakas meja untuk mengambil nikotin.

"Belum pernah ada laki - laki yang ngebentak gue kayak gitu." Ucap Anne sungguh - sungguh. Nada bicaranya, perlahan mengecil. Ia kecewa.


"Putusin laki laki kayak gitu Des! Gak baik buat lo." Setelah mengatakan itu, Anne keluar dari kamar Daisy; membanting pintu seperti barusan.

Daisy hanya bisa memijat pelipisnya. Astaga, banyak sekali yang harus ia pikirkan. Tak lama ia pun juga tersulut emosi, dan—

Membanting semua barang yang ada diatas meja.



.

.

.

Sudah tiga hari berlalu, semenjak kejadian Soobin membentak Anne. Karena perbuatan Soobin, Anne jadi benci padanya. Anne tak mau lagi bertemu dengan bocah itu apalagi berurusan dengannya. Walaupun, Anne bermasalah dengan Soobin, wanita itu juga ikutan menjauhi Yeonjun.

Yeonjun yang tak mengerti apa - apa, hanya bisa pasrah akan keadaan. Bersyukurnya, Daisy tak seperti Anne. Daisy masih mau bertemu dengan Yeonjun, atau bahkan berbincang bersama di cafe favorit dalam waktu yang cukup lama.

Keadaan menjadi rumit bagi mereka semua. Di kantor, Anne terus membujuk Daisy untuk putus dengan Soobin. Sementara saat bertemu dengan Soobin, baik itu di rumahnya ataupun di kampus Soobin, bocah itu selalu saja mendiamkan Daisy karena Daisy yang dianggap lebih membela Anne dan tak mau mengerti posisinya. Jadilah, karena Soobin masih saja bertingkah layaknya anak kecil, Daisy pun sedikit menjaga jarak darinya. Tak lagi menjemput Soobin sepulangnya dari kampus. Tak lagi cepat membalas pesan atau panggilannya. Intinya, sikap Daisy sedikit berubah baik pada Soobin, maupun Anne. Bukan hanya itu, Daisy juga menjauhi Seokjin. Ia butuh waktu untuk beristirahat dari segalanya. Daisy harap, mereka semua mengerti.




Ini memang terdengar aneh, lantaran, diantara semua orang yang sedang Daisy jauhi, hanya satu yang tidak; Choi Yeonjun.

Ia tak menarik diri dari Yeonjun.

Daisy merasa, saat bersama Yeonjun, ia tak perlu lagi memaksakan otaknya untuk memecahkan suatu masalah. Berteman dengan Yeonjun itu asyik. Yeonjun orangnya terlalu santai. Memang sih terlalu santai itu tidak baik. Tapi dalam beberapa situasi, santai itu sangat dibutuhkan. Yeonjun bagaikan vitamin untuk Daisy. Selalu membawa kekuatan dan semangat baru baginya.




🦋—🐰



Yeonjun membuka pintu mobil; hari ini Daisy menjemputnya. "Maaf ya Des, agak lama. Biasa, ada tugas kelompok dari Dosen." Kata Yeonjun, lalu menaruh backpack-nya di jok belakang.

"Gak papa jun, lo mah mau selama apa juga gue tungguin."

"Gils belajar gombal dari mana lo? Hahaha..." Yeonjun tertawa, lantaran Daisy yang dianggapnya sedang mengeluarkan gombalan konyol.

"Yahh.... belom tau aja lo, gini gini dulu gue tuh playgirl, ngeremehin gombalan maut gue lo?! Awas aja kalo nanti baper... Gue ketawain habis - habisan deh lo...." Kata Daisy menggoda Yeonjun hingga pipi lelaki itu memerah. Lalu setelahnya, Daisy tertawa sampai mengeluarkan air mata.

"Ishh bocah... bercanda gue woy..."

"Iya iya.... yaudah kuy, hari ini mau kemana kita?!" Tanya Yeonjun.


"Gak usah ke cafe kali ya, bosen gua. Hmm... gimana kalau ke Bandung aja?! Tempat wisata mana kek."

"Yaudah... ayo aja sih gue, lagi pula, besok Sabtu ini." Jawab Yeonjun. Setelahnya, mereka berangkat menuju Bandung, ke salah satu tempat wisata disana. Mereka berharap, jalanan tak sebegitu macet, sehingga mereka bisa sampai sore hari.

.

.

Perjalanan memakan waktu cukup lama, membuat Daisy lelah. Untung saja Yeonjun ialah orang yang peka, sehingga ia bergantian menyetir dengan Daisy.


Setelah ada beberapa jam, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Suasana tempat wisata ini sangat indah, Daisy dan Yeonjun memiliki selera yang sama; mereka menyukai alam. Suka sekali menghirup udara segar yang tak dipungut biaya.

Yeonjun dan Daisy, duduk di salah satu ayunan kain. Setelah memesan dua kopi hangat, mereka saling bertukar pikiran. "Menurut lo Jun, gue harus gimana ya sama Soobin?!"

"Kalau itu, gue gak bisa kasih saran Des. Karena, kalau permasalahannya cuman usia aja, memangnya kenapa sih? Banyak kok orang - orang yang pasangannya beda belasan tahun, selow aja kali." Kata Yeonjun.

"Argh... lo mah gak paham Jun, gue tuh butuh yang serius. Dan Soobin mana mungkin mau ke hubungan yang gue maksud secepat itu, bisa aja dia masih bimbang. Ya kan?!" Kata Daisy, meyakinkan Yeonjun.

"Mungkin." Jawab Yeonjun, menggaruk pelipisnya yang tak gatal; lelaki itu jadinya... juga ikutan berpikir berat.





"Yaudah Des, kalo lo maunya cepet ke jenjang yang lebih serius, kenapa gak nikah aja sama gue. Kita nikah yuu," ucap Yeonjun setelah lama berpikir. Begitu enteng, mengucapnya. Lantas selanjutnya; habislah pipi bocah itu dicubit oleh Daisy.


—Stereotype—
Hypocrite

Jangan lupa vomment ya, kasih saran juga boleh. Makasih🥰




Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

119K 13K 24
Kumpulan cerita manis para Hybrid dengan gadis kesayangan mereka. Start-1 April 2022
60K 3.9K 51
Berbulan-bulan menjalani hubungan virtual sampai pada akhirnya bertemu dan mulai mengenal satu sama lain secara tatap muka. Terkejut, itu satu kata y...
23.5K 1.6K 26
Aku tahu, suatu saat Dia pasti akan menyesal. Oleh karena itu, Aku sengaja memberinya sedikit pelajaran penting. Ini kisahku dengan Pujaan hatiku ya...
12.4K 1K 16
Apa yang akan kalian lakuin kalau jadian sama cowok yang kalian suka? Trus pantau 24jam? Selalu ngingetin untuk makan, minum, sampe berak sekalipun h...