10- Hypocrite

397 37 1
                                    




—Stereotype—
Hypocrite


Sehabis Seokjin mengantar Daisy pulang, lelaki itu segera pergi, tak mau mampir lebih dulu. Katanya, tak sopan apabila bertamu di malam hari.

Daisy dan Seokjin menghabiskan waktu cukup lama di restoran itu. Walaupun hanya sekedar berbincang, bisa dibilang mereka lupa waktu.

Daisy larut dalam perasaan pancaroba. Ia senang, karena rasanya lega sekali dapat bercerita pada orang yang mengerti, sekaligus memberinya saran yang masuk akal. Ditambah, Seokjin lebih tua darinya, sehingga menurut Daisy, lelaki itu pastinya jauh lebih berpengalaman.

Tapi, wanita itu juga merasa cemas karena merasa sudah— mengkhianati Soobin(?)

Bagaimanapun, Soobin adalah pacarnya. Apakah wajar Daisy pergi dengan lelaki lain? Huft, Daisy bingung.



Baru saja Daisy membuka pintu utama rumahnya, Soobin dan Anne sudah menyambut kedatangan Daisy. "Daisy..." Sapa Soobin girang, bocah itu berlari ke arah Daisy, hendak memeluknya erat. Daisy tak berkutik sama sekali ketika bocah itu memeluknya penuh afeksi. Sejenak, Daisy rasanya ingin menangis. "Soobin, maaf." Batinnya merasa bersalah.

"Des, aku udah buatin kamu makan malam." Kata Soobin semangat. Matanya berbinar penuh kebahagiaan.

"Tau gak sih Des, bocah itu dari tadi belajar masak, demi buatin lo makan malem doang. Padahal gue udah bilang, lo pastinya udah makan di luar." Teriak Anne, dari kejauhan. Anne berada di dapur.

Daisy menatap Soobin, meminta penjelasan, "Memang iya bin?" Soobin mengangguk masih dengan semangat yang membara.

"Iya Des."

Tak lama kemudian, bocah itu menggiring Daisy dari ruang tamu, menuju dapur, lalu dengan bangga, ia menunjukkan hasil masakannya. "Ta da...." Ucap Soobin. Daisy membelalakan mata.

"Ya ampun, Soobinie..." Daisy sedikit terkejut, lantaran Soobin yang memasak makanan cukup banyak.


"Ayo Des... cobain..." Geez, jika begini, mana bisa Daisy tak memikirkan Soobin selama 24 jam penuh. Anak itu sangat lucu, ada saja caranya untuk membuat Daisy bahagia.

Daisy mencicipi masakan Soobin. Bocah itu lompat - lompat kecil, "Gimana Des?"

"Enak gak?" Binar di Onyx nya masih juga tak memudar.

Daisy mengusak surai Soobin penuh cinta, "Kamu belajar dari mana Bin? Ini enak banget. Ini tuh kayak koki yang udah pro, tau gak?" Ucap Daisy, yang memang sengaja ingin membuat Soobin bahagia.

"YUHUU YEAAYYYY!!!! YA AMPUN AKU SENENG BANGET KAMU SUKA MASAKAN AKU," teriaknya, memeluk Daisy lagi. Saking eratnya pelukan anak itu, Daisy sampai sulit bernafas.

Daisy membalas pelukan Soobin. "Iya sayang, makasih ya. Kamu sudah sempat sempatnya masakin aku makanan."



Disela - sela pelukan mereka, Anne hanya bisa memutar bola mata. "Huft, jadi nyamuk lagi deh gue..." Batinnya.


.

.

.

Sambil memakan cemilan, Daisy dan Soobin bersantai di sofa ruang tamu. "Daisy..." Soobin memanggilnya tiba - tiba. Daisy menoleh, "Kenapa Bin?"

Soobin mendekat kepadanya, lalu merebahkan dirinya dalam pangkuan Daisy. "Kamu masih marah ya soal kemarin?" Ohh, ternyata bocah itu sedang merayu Daisy.

Daisy tertawa pelan, "Enggak sayang. Memang, apa alasannya aku harus marah?!"

"Aku takut kamu marah Des, karena— aku kemarin gak mood. Padahal harusnya aku gak bersikap kayak gitu. Harusnya aku, gak kayak anak kecil didepan teman teman kamu." Soobin menyesal, dalam lubuk hati, ia takut Daisy meninggalkannya karena hal impulsif yang ia lakukan.

Stereotype; Soobin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang