KLANDESTIN | MINV

By friska134

83.3K 9.5K 2.4K

{segala hal, tokoh, karakter, alur hanyalah fiksi. Tidak boleh dikaitkan dengan kehidupan member asli.} Jimin... More

0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.10
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.21
0.22
0.23
Cinderella - End of Story

0.20

2.4K 267 73
By friska134

...

perbedaan body mereka

my resp

.

.


.

Jimin sedang menikmati tidurnya yang berharga ketika dia tiba-tiba saja terbangun akibat ditimpa bobot di dadanya. Membuka mata teramat malas dan dia melihat buntalan gemuk, ah squishy super lembut ini. Ada bayi kecil berkisar 4 tahun tengah tertelungkup di dada bidangnya. Anak ini tersenyum lebar saat melihat Jimin menatapnya.

"Papa!" sapanya super ceria.

"O-oh.. hei, jagoan kecilku.." Jimin mengusap rambut bocah itu dan kembali memejamkan mata. Dia baru saja semalaman suntuk menyelesaikan urusan bisnis proyek rumah di Helsinki dan dia butuh tidur lebih banyak.

Bocah kecil yang baru belajar bicara itu memukul-mukul dada bidang Jimin dengan tangan kecilnya, "Papa! Papa! Pa!"

"Hm.. apa, sayang?"

"Papa, ayuu maiiinnn~"

Jimin menggeleng ngantuk, "Papa ingin istirahat. Kamu main sendiri saja ya?"

Si bocah cemberut, bibirnya melengkung murung dan matanya menatap Jimin dengan pandang melas. "Tapi kan aku mau mainnya sama Papa.." rengeknya.

"Papa lagi capek, sayang."

"Ish! Pokoknya mau main sama Papa! Main! Main! Main!"

Pantang menyerah dan punya banyak akal seakan murni titisan perangai dari Jimin. Bocah itu melonjak-lonjak di atas tubuh Jimin dan membuat tubuh Jimin yang masih agak pegal kian remuk.

"Hei, hentikan. Ya.. Ayolah... C'mon! CK! Fucking Shit! KUBILANG BERHENTI." bentak Jimin akhirnya.

Si kecil menghentikan gerakan loncat-loncat di atas tubuh ayahnya. Dia kaget karena ayahnya baru saja membentaknya dengan suara keras, matanya mulai berkaca-kaca dan dia terisak pelan.

"Oh, astaga.. tidak.. maafkan Papa.." Jimin bergerak bangun dan mencoba memeluk bayi itu tapi si kecil terlanjur takut, dia beringsut mundur.

"Hikss..hikss HUAAAAA.. MAMAAAA…" Si kecil menjerit keras dan terus menangis ria seraya memanggil ibunya.

Tunggu.

Sekejap otak Park Jimin di mode super low. Bayi ini memanggilnya Papa? Dan ada Mama juga?

Toh, seingatnya dia itu bujang lapuk. Belum menikah dengan siapapun, jadi analisis bodoh apa ini? Bayi cengeng ini siapa?

"Hei.. hei.. anak sape kamu? Sshu! Sshu! Salah alamat kayaknya nih. Gih, cari orang tua aslimu! Nyasar ah! Kodok zuma lu!" ujar Jimin penuh selidik, keningnya mengkerut.

Bocah itu makin sedih, sudah dibentak hebat oleh ayahnya kini dia tidak diakui? Toh, dia hanya bocah umur 4 tahun.

"HUWAAAA.... MAMAAAA!!! PAPAA JAHATTTT!!"

Jimin menutup kuping dengan guling pipih, bising.

Dia bisa mendengar derap langkah seseorang yang berlari khawatir menuju kamarnya dan tak lama kemudian pintu kamar Jimin terbuka dengan gebrakan keras.

Tebak siapakah yang muncul?

Dijah Yellow?

Nenek biduan?

Mpok jamu keliling?

Janda komplek sebelah?

Atau,-- pocong?

Jawabannya satu, Kim Taehyung.
Muncul dari balik pintu dengan napas terengah dan kondisi masih memakai celemek.

"Aigoo, kenapa ini?" Taehyung bergegas menghampiri si kecil dan menggendongnya.

"Huhuuuu.. Mama.." Si kecil menangis semakin keras dan memeluk leher Taehyung erat-erat.

Taehyung menepuk-nepuk punggung bayi itu dan mencoba menenangkannya, kemudian dia menatap Jimin tajam. "Park Jimin.. kau apakan anakku?"

Oh. Tunggu lagi.

Kini, daya pikirnya betulan ngelag.

Ada apa gerangan dengan penampilan Taehyung yang super ayu ala ibu-ibu rumahan itu? Dan lagi, kenapa Taehyung tidak memanggilnya lagi dengan sebutan 'ahjussi?'

Jimin menggaruk tengkuknya gugup, "Eerr.. ternyata dia anakmu ya. Haha.. maaf aku tidak sengaja membentaknya.. ngeselin sih."

Taehyung mendelik ke arah Jimin, "Astaga Park Jimin! Sehari bisa tidak kamu jangan kasar!"

"A-aku tidak sengaja, Tae. Sungguh. Kau tau sendiri aku ini kelelahan setengah mati mengurus proyek di Helsinki. Mengertilah ya. Ah, omong-omong dimana suamimu, Tae?"

"Beginilah kamu. Selalu saja plinplan dan nggak paham sama statusmu." Taehyung mendesis pelan, "Kau memang tidak pernah serius padaku, Park Jimin. Bahkan sejak dulu. Semua. Sedari awal, kau mempermainkan aku di usia yang masih sangat muda. Saat aku melahirkan pun, kau malah berduaan dengan simpananmu Sekyu-ssi di hotel. Dan sekarang, kau pura-pura lupa bahwa kita sudah menikah? Cukuplah, Jim. Kita berpisah saja. Ayo bercerai."

Deg

Jimin tertohok. Selama ini Taehyung tidak pernah secara terang-terangan mengatakan bentuk kekecewaan pada Jimin. Sekecil apa itu, Taehyung paling pandai menyimpan masalah sendiri. Jadi momen dimana Taehyung mengatakan kalau dia kecewa pada Jimin itu benar-benar menusuk.

Jimin berangkat ingin meraih Taehyung, dan mendapat depakan keras, "Minggir! Kau tidak layak jadi pemimpin di rumah ini!"

Jimin teriris perih, segitu gagal dan cacatnya dia sebagai kepala keluarga?

Tau-tau bocah kecil yang mengaku anaknya tadi berjingkat ke arah Jimin, wajah imutnya berubah. Menjelma menyerupai setan seram dengan taring di selah bibir yang sobek dan mata bolong berdarah.

Menyeramkan!

"Papa.. paa..."

Jimin meringsak mundur ketakutan, 

LALU--

.

.

.

.

.

.

.

Saat tubuhnya jatuh berguling hingga membentur ujung meja baru Jimin sadar peristiwa janggal tadi hanya sekedar mimpi buruk!

Di sisi kanannya ada Taehyung yang cemas. Memangkunya dengan hangat. Taehyung bertelanjang dada dengan selimut yang membaluti tubuh montoknya.

"Ahjussi, minum air putih dulu. Keringatmu banyak sekali."

Benar.

Semalam mereka bercinta ekstra di dekat wastafel dapur dan baru tertidur subuh tadi.

Konyol. Hayalannya pun meningkat hingga ke tahap pernikahan?

Satu rahasia antar Park Jimin yang mengaku ayah dari Kim Taehyung, jadwal bercinta mereka rutin dilakukan ketika menyambut akhir pekan.

Meski di awal Taehyung sering menolak, kini dia mulai terbiasa dan bahkan pernah jadi pihak yang meminta duluan jika sedang ingin. Tentu saja , Jimin siap sedia kapanpun bergoyang.

"Aku mimpi buruk, Tae." kata Jimin memijit kening stres, "Aku bertemu bocah seram seperti tuyul dan dia mau menyerangku."

"Kabarnya kalau mimpi tuyul itu bakal tertimpa rejeki loh ahjussi."

"Rejeki ndasmu. Tuyul aja kerjaannya maling duit, jadi gimana bisa dia kasih aku uang. Udah ah, ngaco." Jimin berangkat, ingin mandi dan menjernihkan kepala.

"Ahjussi!" panggil Taehyung ragu-ragu, yang dibalas kendikan alis dari Jimin.

"Emm.. punggungmu mau kugosok?" anjurnya pelan.

Jimin menegang drastis, "Mendingan sih jangan. Kalau sampai nagaku ini berdiri, nanti kau nggak bisa jalan besok pagi. Mau?"

Taehyung senyum kecil, lagaknya sudah terbiasa dengan obrolan sembrono ini. "Iya... iya.. dasar ih."

Padahal pipi tembamnya sudah berangsur merah.

.




.




.

Mumpung ini hari Minggu. Hari libur sekolah Taehyung dan juga hari cuti bagi Jimin, keduanya menikmati pagi tenang dengan secangkir caramel macchiato dan roti panggang selai srikaya. Perpaduan yang enak.

Taehyung akan menggambar sketsa jika senggang, dia akan mengupayakan diri membantu kerjaan Jimin.

Sedang, Jimin terperangkap dalam lamunan kosong. Jika diingat-ingat, dulu  dia hidup sendiri. Tidak ada yang menunggunya, tidak ada yang menemani jika ia butuh bahu untuk bersandar, tidak ada sarapan ketika bangun, dan juga...

Hari pertama dimana Jimin menemukan si kecil itu karena tong sampah. Iya, bak sampah depan rumahnya.

Yang mengawali semua kejadian.

"Taehyung, letakkan pensilmu dan kemarilah." lambai Jimin, mengajak Taehyung ke arahnya.

Si kecil menurut dan menghampiri lelaki lebih tua 20 lebih tahun di atasnya, "Ya? Butuh apa ahjussi?"

Jimin menepuk-nepuk paha kerasnya, "Duduk di atas sini. Aku tengah ingin memangkumu."

Alis Taehyung bertaut, bertanya mengapa alasannya dan haruskah?

Jimin menyentak lembut tangan Taehyung dan memeluknya hangat, lalu mengdusel-dusel seperti anak bayi yang merengek pada ibunya.

"Nggak ngerti kenapa aku bisa sesayang ini sama kamu, Taehyung." kata Jimin sambil kadang iseng merampas kecup di pipi.

"Dulu kamu kurus sekali dan sekarang kamu jadi gemuk begini. Aku senang." senyum kalem Jimin yang tampan.

Memdengar kata-kata nista dari Jimin sontak membuat dadanya berdegup dan panas, "Ahjussi.. jangan begini ah.. Aku malu."

"Buat apa malu? Kita sering bercinta, tapi jarang sayang-sayangan begini. Kan lucu."

Puas saling berpeluk dan menyalurkan kehangatan, Taehyung mengusulkan untuk pergi jalan-jalan dengan naik bus. 

Tujuan mereka adalah Miniso yang tengah mengadakan gebyar pesta obral 50% besar-besaran.

Mereka duduk di pojok paling belakang bis. Saling berdesak-desakan dengan pengunjung lain.

"Aarghh, lebih baik naik mobil saja tau begini." erang Jimin kesal.

Taehyung mencubit gemas lengan Jimin, "Udah janji kan jangan ngomel hari ini? Kita harus refreshing aja."

Ogah-ogahan, Jimin merebahkan badan ke kursi bus yang sangat keras, tidak empuk, dan bau apek!

Benci! Jimin tidak suka aroma ini!

Makin kesal sewaktu tau hobi absurd Taehyung yang suka buka-tutup jendela bus. Angin luar menghempas muka Jimin kencang, duh kesal!

"Arghh!! Ahjussi!"

Loh, apa ini?

Baru hendak mencoba tidur, Jimin luar biasa kaget. Harusnya dia berteriak namun kenapa malah Taehyung yang menjerit ria?

Pemandangan bodoh apa ini?

Rambut Taehyung tersangkut pengait jendela yang ia mainkan buka-tutup dan kini dia mengaduh sendiri.
Astaga, ulah anak ini!

"Huwahhh!! Ahjussi! Rambutku! Sakit!"

Jimin langsung berdiri, mana busnya berdugem kencang dan bergoyang melewati jalan berlobang bisa mati Jimin.

Lekas Jimin menukik hebat, "PAK! MENEPI SEBENTAR! YAK! HENTIKAN BUS INI!"

Tidak dihiraukan, Jimin pun merangkul Taehyung yang telah separuh menangis. Maklumlah, dia masih bocah umur 17 tahun. Belum tau kerasnya dunia.

"Duh, Tae! Cobak tadi tuh diem aja deh! Jangan bandel sampe mainin kaca jendela lagi! Astaga gimana lepasinnya ini!" marah Jimin super pusing, dia menahan kepala Taehyung dan satu tangannya lagi mencoba membuka paksa jendela sekuat tenaga.

Jimin jatuh terjengkang. Pantatnya sakit bukan main. Upayanya tidak berhasil.

Sampai ada bantuan dari penumpang lain dengan baju serba hitam, dia bukan mengulurkan tangan, melainkan satu gunting tajam.

Jimin mengangkat wajah, dan melihat pria yang tertutup topi flat hitam dan masker hitam. Kulit tangannya pucat seperti mayat.

Dan juga sedikit,-- dingin.

Jimin pun mendekati Taehyung, "Tae! Aku nggak kepikiran cara lain ya selain ini. Jadi siap-siap."

"Hah? Memangnya apa?!" jerit Taehyung panik.

Jimin menjulurkan gunting, dan terpaksa harus membabat habis separuh rambut Taehyung.

"Jangan ahjussi!" elak Taehyung memohon, tapi sayang semua larangan itu terlambat oleh karena Jimin sudah frustasi dan memotongnya.

Ckles!

Selamat tinggal rambut.

Kini Taehyung menganga, melihat rambut sisi sebelah kanannya BOTAK dan TIDAK RATA.

ASTAGA.

Dalam diam, pengintai itu tersenyum remeh. Min Yoongi duduk tenang, menyaksikan aksi bodoh keduanya.

Bagaikan buaya dan predator, dia akan mengangakan mulut ketika waktunya tiba.

.





.






.

TBC

dalam suasana aku ultah hari ini, aku update cerita ini juga hehe

Semoga terhibur, borahae🐯🐥

Continue Reading

You'll Also Like

357K 32.5K 84
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
903K 62.5K 49
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...
1.1M 90.8K 93
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
22K 2.9K 4
"Ngomong-ngomong bukumu terbalik."