"Terimakasih, Tante. Saya jadi nggak enak malah merepotkan."
Mama Yerisha menyunggingkan senyum usai menaruh minuman dan makanan ringan di atas meja. "Jangan sungkan, Januar. Tante nggak merasa repot kok. Tante malah senang ada teman Yerisha yang mampir."
"Saya yang harusnya merasa senang karena diterima dengan baik di sini."
Mama Yerisha beralih memandang putrinya. "Yerisha, jangan lupa ajak Januar makan bersama ya nanti."
Januar nampak terkejut dan merasa tak enak hati. "Eh, nggak perlu tante—aku malah semakin merepotkan."
"Enggak, Januar. Tenang aja. Lagipula Tante lagi pengen masak banyak hari ini. Kamu nanti cicipin masakan Tante ya. Suka oseng-oseng mercon kan?"
"Suka Tante. Di US nggak ada oseng-oseng mercon."
"Wah kamu harus coba ya."
"Iya Tante. Terimakasih."
"Kalau begitu Tante ke dalam lagi ya. Selamat mengobrol," pamit mama Yerisha meninggalkan gazebo yang terletak di halaman belakang, membiarkan Yerisha dan Januar menikmati waktu berdua.
"Mama kamu baik banget ya. Dan aku kaget saat beliau buka pintu tadi, kukira kakakmu." Januar mengingat pertemuan dengan nama Yerisha, yang tak menyangka sedikitpun ternyata mama Yerisha semuda itu.
"Mamaku memang terlihat awet muda," jawab Yerisha sudah terbiasa mendapatkan pernyataan seperti Januar.
"Oh iya, mana naskahmu. Biar kubaca." Januar kembali ke topik pembicaraan. Kedatangannya ke rumah Yerisha untuk membantu mereview naskah cewek itu dan mengobrol banyak soal dunia sastra. Karena mereka di jurusan yang sama dan berkecimpung di dunia yang sama, membuat obrolan di antara mereka sangat nyambung.
Yerisha menyerahkan laptopnya, yang di dalamnya ada naskah yang sedang ia tulis. Sebenarnya ia merasa malu menunjukkan tulisannya yang masih banyak kekurangannya itu pada Januar.
Jantung Yerisha berdegup kencang, menunggu komentar dari Januar mengenai tulisannya. Kesempatan direview oleh penulis terkenal tidak semua orang bisa mendapatkannya. Yerisha adalah salah satu orang yang beruntung itu.
"Aku suka pemilihan diksimu," gumam Januar usai membaca halaman pertama.
Helaan napas lega Yerisha terdengar di telinga Januar. Lelaki itu tersenyum simpul, melanjutkan membaca tulisan Yerisha.
"Kamu jarang menulis romance ya Yerisha?"
"Ah iya, Kak. Terlihat sangat jelas ya."
Januar mengangguk. "Kamu bisa mencari referensi, membaca novel romance atau menonton film."
"Ah iya, kak. Aku juga sedang melakukan itu."
"Jangan lelah belajar dan belajar ya Yerisha."
"Pasti, kak."
"Ngomong-ngomong, boleh kutanya sesuatu."
"Iya, kak."
Januar meletakkan laptop di pangkuannya ke atas meja lalu menatap Yerisha.
"Apa keinginan terbesarmu?"
"Sebenarnya aku ingin karyaku dibaca banyak orang. Tapi ada hal lain yang kuinginkan."
"Apa itu?" Januar terlihat tertarik mendengar pernyataan Yerisha.
"Aku ingin berkeliling dunia lalu menuliskan kisah perjalanan dalam sebuah buku."
"Wah bagaimana kita bisa sehati, Yer?" Mata Januar berbinar. Tak menyangka selain dengan mudah nyambung saat mengobrol dengan Yerisha, rupanya mereka memiliki cita-cita yang sama.
"Kakak juga pengen keliling dunia dan menuliskan perjalanan kakak dalam sebuah buku?" Yerisha sama terkejutnya dengan Januar.
"Ya. Sudah lama aku merencanakannya. Semenjak SMA."
"Hah? Kok sama." Yerisha ingat betul saat ia menonton acara di televisi, ia ingin sekali suatu saat bisa mengunjungi tempat-tempat itu.
"Really? Wah kita sehati rupanya."
"Sepertinya begitu, kak."
Januar terkekeh, merasa semakin nyaman berada di dekat Yerisha. "Apa mungkin kita juga berjodoh ya, Yerisha?"
Kalimat yang diucapkan Januar membuat tubuh Yerisha kaku, di dalam hati dia sibuk berperang dengan perasaannya.
Okay, mungkin ucapan Januar hanya candaan. Pasti itu.
"Yerisha, bagaimana kalau kita keliling dunia berdua? As a couple?"
Wait? Apa? Sebagai pasangan? Mungkin maksud Januar sebagai teman perjalanan. Pasti itu.
"Maksud kak Januar..."
***
"Siapa dia?" tanya Saelin yang bertemu dengan Januar Wijaya ketika pemuda itu berpamitan di depan rumah dengan Yerisha dan mamanya.
"Kak Januar, kakak kelasku dulu."
"Ohhhhhh," gumam Saelin menyerahkan sekotak martabak kesukaan Yerisha yang diterima dengan senang hati oleh gadis itu.
"Kak Januar bantuin aku ngereview naskah terbaruku. Dan banyak mengoreksi kesalahan yang kubuat. Ah kak Januar juga memberi tips menulis yang menurutku tak ternilai dengan apapun." Yerisha terlihat sangat senang dan berbinar ceria tiap menceritakan soal Januar Wijaya.
"Hmmmmm hanya membantu? Nggak ada niat lain?"
"Saelin, apa maksudmu sih?"
"Enggak, cuma bagaimana ya—" Saelin tak menemukan kata yang tepat untuk menunjukkan isi hatinya. Kalau dia bilang tatapan Januar pada Yerisha bukan sekedar tatapan senior pada juniornya, lebih dari itu.
Setelah Luke terbitlah Januar. Hhhh, apa kak Ode dan Yerisha tak ditakdirkan bersama ya?
"Heh, Saelin kamu belum jawab pertanyaanku."
Saelin menggeleng dengan cepat. "Enggak. Lupakan saja omonganku barusan. Jadi kita mau nonton drama apa nih?" Saelin sengaja bertanya untuk mengalihkan pembicaraan. Kedatangannya ke tempat Yerisha adalah untuk menonton drama bersama, membantu Yerisha menulis cerita romance dengan apik.
"Hmmm apa ya? Descendants of the sun?" Yerisha menyecrol artikel rekomendasi drama Korea romantis yang disukai semua orang.
"Oke deh."
"Di sana ada kissing scene nya nggak ya."
"Drama Korea nggak mungkin nggak ada kissing scene-nya, Yer. Emang kenapa kamu nyari kissing scene?" Saelin memicing curiga.
"Supaya aku bisa menuliskan adegan kissing tokoh utamaku dengan apik."
"Wow, Yerisha." Saelin bertepuk tangan dengan heboh, keputusan Yerisha menambahkan unsur romance dalam tulisannya sudah cukup membuat kaget. Lalu sekarang ditambah kissing scene? Saelin tak menyangka saja. Ada apa dengan Yerisha? Kesambet apa dia?
***
Ode yang pulang ke rumah saat hari liburnya, mendapati mamanya sedang memasak di dapur. Pemandangan yang selama beberapa bulan tak ia lihat karena kesibukannya koas.
Di dapur ada mama dan bi Lastri yang saling membantu untuk memasakkan masakan kesukaan kakek-nenek. Sagara. Papa dan mama akan mengunjungi mereka sehingga sibuk mempersiapkan makanan kesukaan mereka.
Ode mendengar suara papa sedang mengobrol dengan suami bi Lastri yang juga bekerja dengan mereka sebagai penjaga sekaligus tukang kebun yang sesekali menjadi supir. Mereka sedang membicarakan soal macetnya aliran air di rumah beberapa hari lalu.
Ode menghampiri mama yang sedang sibuk memotong bawang bombay.
"Hai, sayang, kenapa bangun? Pasti kamu lelah kan," ucap mama meletakkan pisaunya lalu menuju dispenser untuk membuat minuman hangat untuk Ode.
Ode menarik kursi di ruang makan yang paling dekat dengan area dapur lalu duduk di sana.
"Yerisha mana, Ma?" tanya Ode tak melihat Yerisha di manapun.
"Yerisha sedang keluar dengan Januar." Mama meletakkan segelas teh hangat di hadapan Ode, membuat pemuda itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Asap yang mengepul dari dalam gelas membuat Ode menaruh kedua tangannya di atas meja. Dia menunggu tehnya sedikit lebih dingin sebelum diminum, mama yang melihat itu tersenyum geli. Ode terlihat seperti bocah di matanya
Januar. Januar Wijaya. Ode menggumamkan nama itu dalam hati. Sekali lagi nama Januar Wijaya disebut. Pertama oleh Luke, kedua dari Dery yang mendapatkan info dari Saelin lalu ketiga dari mamanya.
"Yerisha sering pergi dengan Januar ya, Ma."
"Iya, De. Selama Januar di Indonesia, mereka sering bersama. Mungkin banyak hal yang berubah di Jogja yang membuatnya butuh bantuan Yerisha."
Ya mungkin begitu.
"Oh iya, De. Nanti kamu ikut ke rumah kakek-nenek?"
Ode menggeleng." Sepertinya tidak, Ma. Aku rasanya ingin tidur, mataku terasa sangat mengantuk."
"Baiklah. Kamu tidur saja. Mama tahu rasanya pasti melelahkan," ucap mama begitu paham yang dirasakan Ode berhubung dulu beliau merasakannya.
"Aku ke kamar ya, Ma," pamit Ode membawa gelas berisi tehnya yang sedikit lebih dingin ke atas.
Januar Wijaya. Januar Wijaya. Who are you?????
***
Ode langsung terbangun ketika ia mendapatkan sebuah mimpi buruk. Ia berada di hutan yang gelap seorang diri. Saat berlari mencari jalan keluar, ia malah terjatuh. Saat itulah ia bangun.
Ode memegangi pundak kanannya yang terasa pegal.
"Aku haus," gumamnya bergerak menuruni ranjang, berniat mengambil minuman di dapur.
Rumah begitu sepi. Papa dan mamanya sedang pergi ke rumah kakek dan nenek. Sementara bisa Lastri dan suaminya pasti sedang beristirahat di kamar mereka setelah bekerja sedari pagi.
Ode mengambil air mineral dingin di kulkas dan meneguknya sampai habis laku membuang botok ke tempat sampah. Melihat sampah di dapur yang hampir penuh membuatnya gatal ingin membuangnya. Mungkin bisa Lastri sangat sibuk sehingga lupa mengosongkan tempat sampah, begitu pikir Ode.
Ode membungkus sampah di dapur dalam kantong kresek hitam lalu keluar hendak membuang sampahnya ke tempat sampah yang berada di dekat pagar rumah.
Saat itulah ia melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan gerbang rumahnya. Dari halaman, ia bisa melihat mobil itu dengan jelas. Ketika ia mendekat untuk melihat lebih jelas siapa yang berada di dalam mobil—naoasnya terasa tercekat saat melihat si lelaki yang duduk di kursi pengemudi, mencondongkan tubuhnya ke arah si wanita.
Mereka berciuman??????
Ode jelas terkejut melihat pemandangan yang sama sekali tak ingin dilihatnya. Rambut panjang si gadis yang duduk di kursi di sebelah pengemudi yang sangat familiar membuatnya mencengkeram erat kantong plastik di tangannya. Ia sampai lupa tujuannya untuk membuang sampah.
Yerisha apa-apaan ini????
-tbc-
Halo mas Ode baik-baik saja kan? Itu hati masih kuat kan?
Hatinya reader juga masih kuat kan? Hehehehe🤣