Who Are You?

By Hua_Xian

3.2K 374 50

Jeon Jungkook. Kita melewati banyak cerita bersama dalam pernikahan ini. Cerita yang kita lalui bersama. Ah... More

Chapter 00. Prolog
Chapter 01. Im Hwa Young
Chapter 02. Sick
Chapter 03. Her Past
Chapter 04. Her Past
Chapter 05. Bad Dream
Chapter 06. Happiness After Bad Dream
Chapter 07. Suddenly Married?
Chapter 08. New Day, New Person
Chapter 09. His Request with Bad News for Him
Chapter 10. Be like a Stranger
Chapter 11. Bad Meeting
Chapter 12. I'm Sorry, We're Broken
Chapter 13. Anger and Sorry
Chapter 14. Because It's You
Chapter 15. Compete
Chapter 16. Our Beautiful Moment?
Chapter 17. Distance
Chapter 18. Storm and Sick
Chapter 19. Us and Our Broken Heart
Chapter 20. Hospital pt. 1
Chapter 21. Hospital pt. 2
Chapter 22. Hospital pt. 3
Chapter 23. Decision
Chapter 24. Crying on Your Hug
Chapter 25. What are We?
Chapter 26. Reconciliation
Chapter 27. His Past
Chapter 28. Meet Him
Chapter 29. Knowing Each Us
Chapter 30. The Night
Chapter 31. Knowing Her Past
Chapter 32. Story Before You Come
Chapter 33. Let's Share One to Other
Chapter 34. Unexpected Meeting
Chapter 35. Get Caught
Chapter 36. Suspicion
Chapter 37. Japan
Chapter 38. Say Love You
Chapter 39. Congratulations, it's a...
Chapter 40. Let Me Take You Go
Chapter 41. The Warn and Truth
Chapter 42. The Truth is...
Chapter 43. The Warn That Come True
Chapter 44. Regret
Chapter 45. Hello Goodbye
Chapter 46. The Wedding Invitation
Chapter 47. The Day
Chapter 48. Second Child?

Chapter 49. Our Happy Ending: Happy Birthday, Jungkook

165 4 1
By Hua_Xian

HEG atau Hiperemesis Gravidarum

Adalah sebuah kondisi morning sickness yang ekstrem pada masa kehamilan, ditandai dengan mual dan muntah yang parah. HEG bisa menyebabkan ibu hamil mengalami dehidrasi, gangguan elektrolit dan keton dalam darah, serta penurunan berat badan yang signifikan.

Dokter Sena mengatakan bahwa Hwa Young sedang mengalaminya.

Kalau kalian bertanya, apakah Hwa Young sedang hamil? Jawabannya adalah iya. Usaha mereka berbuah manis dengan kabar Hwa Young yang positif hamil anak kedua, beberapa hari setelah kepulangan mereka dari Jepang.

Awalnya, Jungkook menurut saat Hwa Young mengatakan bahwa itu hanya masuk angin biasa dan wajar saja kalau sampai muntah-muntah. Tapi kejadian berulang mirip morning sickness yang sering dialami wanita itu bahkan setelah melewati bulan ke-enam, tidak lagi membuatnya yakin bahwa keadaan sang istri baik-baik saja.

Puncaknya adalah pagi ini, saat ia mengumpulkan kesadaran dengan susah payah setelah rungunya menangkap suara muntahan sang istri di kamar mandi. Jungkook dibuat kalang kabut, panik dan bingung setengah mati kala melihat wanita itu lemas dan nyaris ambruk kalau tak cepat ditangkapnya. Alih-alih mengikuti kata Hwa Young untuk membantunya kembali berbaring di ranjang, ia justru membawanya pergi ke rumah sakit.

Beruntung Jihoo sedang menginap di rumah kakek dan neneknya, orangtua Hwa Young, jadi Jungkook tak kelabakan membagi waktu untuk mengantar anaknya berangkat sekolah dan membawa sang istri ke rumah sakit.

Hwa Young disarankan untuk menginap di rumah sakit guna mendapatkan penanganan lebih lanjut, namun istrinya itu menolak keras dan tetap ingin pulang, beristirahat di rumah. Tak mampu menolak keinginan sang istri yang memohon begitu menyentuh hati, akhirnya Jungkook mengalah dan mengikuti permintaan Hwa Young. Mengenai penanganan lebih lanjut, Dokter Sena tak merasa keberatan jika harus direpotkan dengan melakukan perjalanan bolak-balik dari rumah Jungkook dan kembali ke rumah sakit untuk beberapa hari kedepan sampai keadaan Hwa Young lebih baik.

"Kita berhenti disini dulu, ya, aku akan membeli beberapa biskuit untukmu." Kata Jungkook saat mobilnya berhenti di tepi jalan, dekat dengan sebuah mini market.

"Jung," cegah Hwa Young sebelum suaminya keluar dari mobil, "yang rasa buah saja, ya." Pintanya pada Jungkook pun diangguki lelaki itu.

Jadi kesimpulan pemeriksaan tadi, Hwa Young membutuhkan biskuit untuk mengisi perutnya, selain minuman jahe untuk menghilangkan rasa mual. Dokter Sena juga menyarankan agar dirinya mengurangi gerak, menggunakan pakaian longgar kendati dirinya memang selalu menggunakan kaus Jungkook yang kebesaran ditubuhnya selama kehamilan ini, menghindari aroma-aroma, suara bising dan hal lainnya yang menjadi pemicu mual.

Tak menunggu terlalu lama, Jungkook sudah kembali dengan satu plastik yang cukup penuh, berisi amunisi untuk perut Hwa Young, beberapa minuman bersoda dan camilan yang Jungkook butuhkan dimalam hari saat menonton film.

"Nanti setelah sampai dirumah langsung istirahat di kamar saja, ya, urusan rumah biar aku yang melakukannya."

Ngomong-ngomong, sejak Hwa Young mual-mual berlebihan seperti ini, Jungkook memutuskan untuk bekerja dirumah agar bisa memantau dan menjaga sang istri kalau-kalau terjadi sesuatu. Pasalnya, istrinya itu terlihat pucat dan berat badannya jauh menurun drastis, terlebih juga yang menjadi fokusnya adalah Hwa Young yang lemas setiap kali sudah muntah.

Hwa Young menggeleng, "aku ingin membaca buku. Ada satu tumpuk buku yang belum aku baca."

"Young, Dokter Sena bilang kalau kau harus mengurangi aktivitas dan banyak istirahat."

"Janji, hanya membaca buku saja, tidak lebih. Aku bisa istirahat sambil menenangkan diri dengan membaca buku. Ya? Boleh, ya?"

Jungkook menghela napas panjang, "baiklah, tapi ngat jangan memaksakan diri. Langsung istirahat kalau sudah lelah atau tidak enak badan."

"Ne, Daddy-nya Jihoo," sahut Hwa Young senang.

"Young..."

"Ya?"

"Jangan panggil Daddy."

"Kenapa?"

"Aku jadi ingin memakanmu, kalau kau memanggilku begitu."

Tebak apa yang Jungkook dapatkan setelahnya? Bukan senyuman tersipu atau pekikkan Hwa Young yang malu seperti biasanya. Wanita itu justru memukul Jungkook tak kenal ampun bahkan sampai suaminya itu mengaduh dan memohon pun tidak berhenti. Kehamilannya yang kedua ini membuatnya jadi lebih galak dan berisik penuh ocehan, maklum, calon anak kedua mereka adalah perempuan.

*****

Hari berganti minggu dan perlahan berganti menjadi bulan, terhitung sudah satu bulan lebih terlewat dan kini hari kelahiran anak kedua mereka semakin dekat, tinggal menghitung hari. Susah payah Jungkook membujuk istrinya agar menginap dirumah sakit selama menunggu hari membahagiakan mereka. Namun, Hwa Young bersikeras menolaknya dengan alasan satu buku tebal yang tak mau dilewatkannya.

Padahal, Jungkook akan dengan senang hati membawakan buku-buku yang dibaca Hwa Young ke rumah sakit nantinya, kalau wanita itu mau kesana. Tapi tetap saja ditolak mentah, Hwa Young bilang kalau ia nyaman membacanya di rumah, bersama Jihoo yang sesekali duduk bergabung di area teritorinya di rumah. Masih ingat area itu, kan?

Hwa Young benar-benar menyukainya, hampir setiap hari ia habiskan disana, sekadar berjemur di pagi hari lalu dilanjutkan dengan membaca buku yang belum usai dibaca kemarin, sembari menikmati jahe dan biskuit untuk mengisi perutnya. Ditambah lagi, dengan pemandangan danau buatan dan pohon besar nan rindang yang menyapa mata, atau sekadar duduk sembari memperhatikan Jihoo yang riang gembira bermain bersama Jungkook disana.

Tak jarang pula ia ikut bergabung dengan duduk bersadar pada pohon itu, sesekali tergelak tawa saat Jungkook yang berpura-pura kalah atau Jihoo yang menangis saat jatuh. Atau sekadar membawa buku bacaanya kesana, berganti suasana saat cuacanya cukup hangat menyegarkan dengan angin berhembus yang menerbangkan beberapa helai rambutnya.

Jungkook menyukai itu, Hwa Young terlihat lebih cantik nan anggun di kehamilannya yang kedua, mungkin pengaruh anak perempuan yang sedang dikandungnya.

Ngomong-ngomong tentang anak kedua mereka, Jungkook sama sekali tidak diperbolehan untuk memilih nama. Hwa Young ingin memberi nama untuk anak perempuan mereka dan Jungkook hanya diperbolehkan andil dalam memberi marga didepan nama anaknya. Namun sampai sekarang, Hwa Young tak juga memberitahu siapa nama sang anak, takut kalau Jungkook memprotes tak setuju dengan nama yang sudah ia pilih. Rencananya, ia akan memberitahu Jungkook saat anaknya lahir nanti.

"Jung..."

Jungkook dapat mendengarnya dari dapur, ia sedang membersihkan peralatan makan mereka pagi ini. Ia membalasnya dengan seruan yang cukup keras, "ya? Sebentar lagi aku kesana, Young."

Ia beralih pada anak lelakinya, "Jihoo, coba bantu Appa untuk melihat Eomma." Pun sang anak meninggalkan tempat duduk dan langsung berlari dalam kecepatan tinggi menghampiri sang ibu.

"Jungkook..."

Tunggu, Jungkook menangkap rintihan istrinya setelah itu. Ia mengulang suara Hwa Young kembali dalam otak dan dengan cepat menangkap ada nada kesakitan yang ditahan saat memanggil namanya. Takut tiba-tiba menyergap, membuatnya meninggalkan pekerjaan demi menyusul keatas dengan langkah cepat.

Betapa terkejutnya Jungkook mendapati Hwa Young yang merintih memegangi perutnya. Ditambah dengan Jihoo yang menghampirinya lalu melapor apa yang dirasakan istrinya.

"Appa, Eomma tadi bilang perutnya sakit. Katanya adik Jihoo mau lahir."

Segera Jungkook menggendong Hwa Young dalam raut panik disertai titahnya pada sang anak, "Jihoo bantu Appa membawa tas yang sudah Appa siapkan di atas sofa di kamar. Setelah itu, susul Appa ke dalam mobil."

Jungkook memang sudah menyiapkan segala hal yang dibutuhkan Hwa Young nantinya, sewaktu hari kelahiran yang dinanti datang tiba-tiba seperti ini. Ia sudah bersiap dari jauh-jauh hari.

Jihoo segera berlari cepat membawakan tas yang dimaksud Jungkook, menyusul sang ayah yang sudah menunggunya di depan pintu rumah, hendak mengunci kediaman mereka setelah dirinya keluar. Keduanya langsung memasuki mobil dan bergegas menuju rumah sakit.

Dimakan panik, sebab ini kali pertama ia mendapingi sang istri yang akan melahirkan, membuatnya sedikit brutal mengendarai roda empatnya. Meminta sang anak untuk menghubungi Dokter Sena dan juga siapapun keluarga mereka untuk segera menyusul ke rumah sakit. Jungkook membutuhkan teman, dia bingung harus seperti apa nanti setibanya disana.

"Jung, tenanglah."

"Tidak bisa, kau sakit begitu mana bisa aku tenang. Kita harus cepat sampai di rumah sakit."

Susah payah Hwa Young meraih tangan Jungkook yang menegang memegang kemudi, tangannya dingin dan basah, "hei, percaya padaku, aku masih bisa menahannya, Jung. Pelankan mobilnya, aku takut kau malah menabrak sesuatu."

Hwa Young benar dan Jungkook mengikuti ucapan sang istri, ia memperlambat kecepatan mobilnya, kendati tetap terbilang cepat, hanya saja cara mengemudinya lebih berhati-hati.

Begitu sampai disana, Hwa Young segera disambut dengan satu kelompok perawat yang membawanya pada sebuah ruangan dan Dokter Sena langsung memeriksanya. Kata Dokter Sena tadi, Jungkook harus menunggu sampai waktunya tiba sebab Hwa Young masih pada bukaan ke-empat.

Ia berjalan mondar-mandir sementara Hwa Young di dalam ruangan. Lucunya, Jungkook meminta Jihoo untuk bersamanya dan sang anak justru duduk dengan kepala mendongak mengikuti pergerakkan sang ayah yang tak bisa tenang.

Dokter Kang menghampiri mereka setengah berlari, "bagaimana?"

"Masih menunggu, Hyung."

"Lalu kenapa tidak masuk?"

"Aku takut, Hyung. Lihat mukanya yang mengejan tadi saja sudah membuatku lemas," katanya kentara bingung yang bercampur aduk dengan takut.

"Hei, kau harus masuk, temani Hwa Young. Dia juga membutuhkan dukungan darimu."

"Aku tidak tega melihatnya kesakitan begitu,"

Dokter Kang terkekeh kecil, "kau belum pernah menemaninya saat melahirkan, kan? Percayalah kalau saat-saat itu, adalah hal yang paling mendebarkan dan kau bisa merasakan buncahan bahagia saat mendengar tangis anakmu untuk pertama kali."

"Masuklah. Kuatkan dirimu atau kau akan menyesal," lanjut Dokter Kang penuh arti.

Dibelakang Jungkook, ada empat orang yang datang menghampiri, Taehyung dan Nala yang baru saja menginjakkan kaki di Korea setelah perjalanan bisnis, buru-buru datang kemari setelah mendapat kabar dari Jihoo. Dibelakang mereka, terpaut beberapa langkah, ada Jimin bersama Hwa Yeon yang menyusul. Sementara orangtua Jungkook maupun Hwa Young masih dalam perjalanan kemari.

Taehyung menghampiri Jungkook dengan langkah lebar menggebu, ia melayangkan sebuah tinjuan kuat di wajah Jungkook setelah menarik kerah lelaki itu untuk menghadapnya.

Beruntung, Nala sigap dan menarik Jihoo tepat waktu sebelum tindak kekerasan disana terjadi, membalikkan tubuh mungil itu untuk menatapnya. Mengalihkan atensi Jihoo dari Jungkook dengan berbagai macam cara dan juga menutup telinganya agar tak mendengar ucapan kasar yang Taehyung lontarkan.

"Sudah kubilang jangan membuatnya hamil, brengsek!" Taehyung berucap dengan napas tersengal sebab terlalu emosi, wajahnya pun kentara sekali kalau marah. Ia tak tahu menahu soal kehamilan Hwa Young, dan tahu-tahu setibanya di Korea, Jihoo meneleponnya dan mengatakan bahwa Hwa Young hendak melahirkan.

Ia menghampiri Jungkook, hendak kembali melayangkan pukulannya lagi namun Dokter Kang segera menahan kepalan tangannya.

"Sudahlah, Tae. Hentikan. Jangan membuat suasana bahagia ini jadi rusak."

"Tapi Hyung–" Taehyung tak melanjutkan ucapannya sebab melihat gelengan kecil dari Dokter Kang.

"Jungkook, masuklah, temani Hwa Young. Biar Jihoo bersama kami," ucap Jimin menyudahi ketegangan.

Jungkook mengangguk dan menghapus bercak darah di sudut bibirnya lalu segera memasuki ruangan dimana istrinya terbaring menunggu waktu sembari menahan sakit yang semakin menjadi. Meninggalkan semua presensi disana setelah mengucapkan terimakasih.

"Hei, apa sakit sekali?" Tanyanya setelah menghampiri sang istri dan menggenggam tangannya.

Hwa Young tersenyum lemah seraya menahan sakit, genggaman tangan mereka kian menguat sebab rematan untuk melampiaskan rasa sakit yang mendera.

"Dimana Jihoo?"

"Ada diluar, bersama yang lain."

"Wajahmu kenapa?" Tanya Hwa Young menyentuh wajah Jungkook.

Jungkook merangkum tangan sang istri yang mengusap luka di sudut bibirnya lalu tersenyum dan menggeleng kecil, "tidak apa-apa, jangan dipikirkan. Taehyung hanya memberiku selamat lewat pukulan tadi."

"Jung, sebentar lagi waktunya. Aku meminta tolong bantuanmu untuk membuat Hwa Young tetap sadar selama proses persalinan nanti," tukas Dokter Sena memecah suasana keduanya.

*****

Rasanya mendebarkan, Jungkook tak bohong kalau ucapan Dokter Kang itu benar adanya. Ketika anaknya lahir dan tangisannya terdengar itu benar-benar sebuah kelegaan bercampur bahagia yang luar biasa membuncah. Senyum haru tak luntur dari wajahnya melihat perjuangan sang istri tadi, tak hentinya berucap terimakasih pada Hwa Young sampai wanita itu tertidur.

Proses persalinannya sudah selesai beberapa jam yang lalu dan keadaan Hwa Young masih terbilang lemah. Ia membutuhkan waktu untuk istirahat, maka dari itu matanya masih terpejam dalam tidur.

Sementara Jungkook memutuskan untuk menghampiri anak kedua mereka bersama Jihoo dalam gendongan, melihat rupa sosok perempuan mungil yang asik terpejam dibalik jendela kaca besar.

"Appa, adik Jihoo yang mana?" Tanya anaknya kebingungan sebab melihat banyaknya bayi di dalam ruangan itu.

"Disana," tunjuknya pada sebuah ranjang bayi yang posisinya sedikit ditengah, "Jihoo lihat yang bajunya berwarna merah muda?" Jungkook melihat anaknya mengangguk, "itu adik Jihoo."

Seorang suster yang sedang berada disana pun tak keberatan membawa anak kedua Jungkook mendekati jendela kaca besar yang menjadi pemisah. Tangan mereka tanpa sadar menyentuh jendela kaca bersamaan. Jungkook seolah mengusap wajah sang anak sementara Jihoo yang seolah ingin menggenggam tangan sang adik perempuan.

"Cantik, kan?"

Jihoo mengangguk antusias, "adik Jihoo paling cantik disini. Persis seperti Eomma."

"Eh, tidak bisa," ucap Jungkook melayangkan ketidaksetujuannya, "bibirnya mirip Appa, merah, kecil dan tipis."

"Tapi cantiknya mirip Eomma," ucap anak lelakinya tak mau kalah. "Tapi kenapa tidak ada yang mirip Jihoo, ya?"

Jungkook nyaris meledakkan tawa kalau tak ingat dimana ia sekarang. "Jihoo, kan, campuran dari Appa dan Eomma, adik Jihoo juga begitu."

"Oh! Ketemu! Appa coba lihat, kulit putihnya mirip Jihoo." Rupanya sang anak tidak mendengarkan ucapannya.

Ia mengangguk-angguk mengiyakan ucapan Jihoo lantas tersenyum pada perawat yang sedari tadi menggendong anaknya, memberi isyarat kalau dirinya ingin menyudahi.

"Dia cantik, mirip Hwa Young." Suara Taehyung dari samping kanan berhasil membuat Jungkook terkejut, kehadirannya saja tak dirasakan, tiba-tiba berada disini. Berkebalikan dengan Jihoo yang berseru senang sambil merentangkan tangan meminta digendong.

"Tae Appa...," serunya senang, "adik Jihoo cantik, kan?"

Taehyung menyambut tangan Jihoo, mengambil anak itu dari Jungkook dan berganti menggendongnya. Ia tersenyum lembut lalu mengangguk, "hm... Mirip seperti Eomma."

"Jihoo merindukan Tae Appa."

"Tae Appa juga merindukan Jihoo. Setelah ini kita bermain, ya?"

"Ne!"

Jungkook mengulas senyum tipis lalu melangkah hendak meninggalkan dua orang disana namun terhenti dengan kalimat Taehyung.

"Maaf, tidak seharusnya aku memukulmu tadi. Semoga dengan hadirnya anak kedua bisa semakin memenuhi kebahagiaan keluarga kecil kalian."

Diam-diam tanpa berbalik, Jungkook masih memepertahankan senyumnya, "terimakasih, Hyung. Aku titip Jihoo sebentar."

"Hwa Young sudah bangun kalau kau ingin mengobrol dengannya."

"Hm. Terimakasih sekali lagi."

*****

Hwa Young dan Jungkook sudah kembali tiga jam lalu setelah berjalan-jalan di taman dan menilik anak perempuan mereka pagi ini. Jungkook tak pernah absen satu hari pun dari rumah sakit selama satu minggu ini, sekalipun pergi itu hanya satu atau dua jam paling lama untuk mengambil barang di rumah mereka.

Selama satu minggu pula, Hwa Young menghabiskan waktunya untuk melukis satu ikat bunga peony kesukaanya. Butuh waktu yang lama untuk menyelesaikannya, dan ia rasa hari ini sepertinya akan selesai. Tinggal sedikit lagi, ada bagian yang yang belum tersentuh kuasnya.

"Berhentilah sebentar, Young. Tidak lelah, ya?"

"Sebentar lagi selesai. Aku mau menyelesaikannya sekarang, kepalang tanggung, tinggal sedikit lagi," ucapnya tanpa menatap Jungkook.

"Aku tinggal sebentar untuk mengambil baju yang baru, ya? Mau menitip apa?"

"Satu buket bunga Peony, boleh?"

"Itu sudah ada dalam lukisanmu yang cantik," kata Jungkook terkekeh diakhir. "Nanti akan kubelikan satu ikat yang paling cantik."

"Terimakasih, Jung."

"You're welcome, Dear." Jungkook mengecup kening Hwa Young lantas melangkah pergi meninggalkan kamar rawat itu.

Mungkin ada sekitar dua jam Jungkook meninggalkan Hwa Young, ia perlu membersihkan rumah mereka yang tak tersentuh satu minggu lamanya. Tak lupa permintaan Hwa Young, saat perjalanannya kembali, Jungkook menyempatkan diri untuk mampir sejenak pada toko bunga langganannya, membeli lima tangkai bunga Peony dengan variasi warna merah muda nan cantik yang kemudian dirangkai menjadi sebuah buket bunga manis minim daun.

Ia bersenandung kecil saat merajut langkah menyusuri lorong, senyumnya tak luntur sejak keluar dari mobil dan melihat buket bunga ditangannya. Kendati dirinya sering memberikan Hwa Young sebuket bunga kala pulang dari kantor atau sekadar menghadiri rapat penting, entah mengapa pilihan bunganya hari ini terasa yang terbaik dari yang pernah ia berikan.

"Jung...," panggil Dokter Kang saat tak sengaja berpapasan.

"Oh, Hyung. Habis berkeliling menjenguk pasien, ya?"

Dokter Kang mengangguk lalu bertanya, "apa kau punya waktu, Jung?"

"Ada apa, Hyung?" Tanya balik Jungkook setelah mengangguk ragu.

"Ada yang ingin kubicarakan."

"Tidak terburu, kan?"

Dokter Kang menggeleng, "hanya kurasa lebih cepat lebih baik."

"Baiklah, mungkin Hyung bisa tunggu aku dua puluh menit lagi? Atau saat jam makan siang saja sekalian, mumpung Hyung senggang waktu itu?" Tanya Jungkook memberikan penawaran.

"Aku ingin merapikan kamar Hwa Young dulu," ia tersenyum canggung, "kamarnya masih berantakan dengan mainan Jihoo. Mungkin setelah itu aku akan menemui Hyung. Bagaimana?"

Dokter Kang tersenyum seraya mengangguk, "terserahmu saja, aku ada di ruanganku kalau kau mencari."

Jungkook pun mengangguk lantas mengangkat buket dalam genggamannya, "bunga Peony-nya cantik, kan, Hyung?"

"Sangat cantik kalau untuk Hwa Young. Jelek kalau untuk selingkuhanmu."

"Hyung!" Sentak Jungkook tak terima. "Mana ada aku selingkuh. Hwa Young itu yang terbaik."

"Iya, iya, adikku yang berisik ini mana bisa selingkuh dari istrinya yang sangat cantik." Dokter Kang lalu mendorong kecil punggung Jungkook, "sudah sana, temui Hwa Young dan berikan bunga itu. Habiskan waktu kalian untuk berduaan mumpung Jihoo sedang sekolah."

Sepeninggal Dokter Kang yang lebih dulu memutus perbincangan mereka, Jungkook kembali melanjutkan perjalanannya, memberikan senyum dan tundukan kepala singkat pada beberapa perawat ataupun dokter yang tak sengaja berpapasan dengannya.

Ia sengaja berhenti sejenak di depan kamar rawat Hwa Young, menilik dan mencari tahu apa yang sedang dilakukan presensi terkasihnya itu dari balik jendela. Rupanya sang istri tak menaruh minat untuk menyadari dirinya yang jelas-jelas berdiri mengawasi, malahan asik berkutat pada cat-cat warna yang dipakainya untuk melukis.

Jungkook kentara gemas, terlihat dari senyum yang terulas di wajahnya. Ia bergeser menuju pintu dan menyembunyikan buket bunga di balik punggungnya sebelum membuka pintu dan menyapa istrinya.

"Hei...," satu kata sapa yang Jungkook ucapkan berhasil mengambil atensi Hwa Young. "Lihat apa yang kubawa untukmu?"

Hwa Young mengangkat lurus kedua tangannya, "berikan padaku." Ucapnya menagih bak anak kecil.

Ada ide jahil yang tiba-tiba terlintas untuk menggoda istrinya, "hmm... memangnya aku bawa sesuatu, ya?"

"Ditangan kanan."

Jungkook mengangkat tangan kanannya seraya mengulum senyum, "tidak ada."

"Tangan kiri."

Lagi, Jungkook mengangkat tangan kirinya setelah menarik tangan kanannya kembalik di balik punggung, "tidak ada juga, Young."

"Bunga Peony merah muda yang cantik. Itu... terlihat di balik punggungmu."

Jungkook terkekeh melihat istrinya yang tak menyerah. Ia tak ingin melanjutkan kejahilannya lebih panjang lagi dan berakhir terkena amukan Hwa Young, maka diberikannya buket itu.

"Lima bunga ini adalah yang terbaik yang aku pilih, hampir saja diambil orang tadi. Kau suka?"

"Hm... suka sekali." Ia melayangkan sebuah kecupan singkat di bibir Jungkook, "terimakasih."

"Aku mau melihat lukisanmu, apa sudah selesai?"

Hwa Young menggeleng, "belum, aku sedang menjemurnya disana," tunjuknya pada jendela yang menghadap taman. "Bisa tolong ambilkan, Jung? Mungkin sekarang sudah kering. Maaf merepotkan, badanku terasa lemas sekali setelah berjalan-jalan tadi."

"Kau tidak pernah sekalipun merepotkanku, Young." Lantas Jungkook mengambil sebuah buku yang tadi ditunjuk Hwa Young, ukurannya tak sebesar buku sketsa, hanya kecil mirip seperti diary, cukup nyaman dalam genggaman tangan.

"Wah... Tinggal satu bunga lagi. Warnanya sangat cantik, Young, mirip seperti yang kuberikan tadi. Bagaimana bisa?"

"Aku juga tidak tahu," jawabnya lalu terkekeh. "Aku menggambarnya untuk anak kita, dan memilih warna yang benar-benar lembut, manis dan hangat, tapi juga cantik untuk dilihat. Ini hanya sebagai sampul pembuka, dibaliknya, setiap pembatas bulan juga ada tapi dengan variasi yang berbeda."

"Ini buku agenda?" tanya Jungkook terkejut.

Hwa Young mengangguk seraya tersenyum, "kubuat sendiri sewaktu, emm... kalau tidak salah ingat, waktu aku hamil bulan ke-tujuh. Lalu sketsanya bulan ke-sembilan, dan memberi warnanya baru sekarang."

"Kau membuatnya diam-diam dan tidak mengajakku, Young?" Ucap suaminya merengut sedih sebab tak turut andil apapun disana.

Jungkook memang tidak tahu menahu soal ini. Ia kira, istrinya itu jenuh lalu menghabiskan waktunya dengan melukis bunga-bunga kesukaannya. Tanpa ia tahu, ternyata sang istri sedang menyelesaikan sebuah buku agenda untuk anak kedua mereka.

"Bagianmu nanti, menuliskan perkembangan yang setiap hari dilalui anak kita. Jadi, aku bisa membacanya."

Jungkook berpura-pura menghela napas pasrah, "baiklah, aku setuju." Pun tingkahnya ini berhasil membuat Hwa Young tertawa kecil.

Ia lantas membiarkan sang istri tenggelam dalam keasikannya memberi warna pada sketsa bunga, sementara dirinya bergerak kesana-kemari mengambil mainan Jihoo yang tergeletak berantakan di lantai dan juga sofa.

"Young..."

"Hm?"

"Setelah merapikan mainan Jihoo, kutinggal lagi tidak apa-apa, kan? Dokter Kang mengajakku minum kopi di kafetaria."

Hwa Young mengangguk, "kujamin saat kau kembali nanti, lukisannya sudah jadi, dan tugasmu sebagai Appa bisa dimulai."

*****

"Myelodysplastic syndrome atau MDS, istrimu menderitanya selama ini, Jung."

"Bisa jelaskan apa itu, Hyung?"

"Terlalu panjang penjelasannya, singkatnya, MDS sering disalah artikan sebagai leukemia karena hampir mirip. MDS adalah sejumlah gangguan yang terjadi akibat satu atau seluruh sel darah yang dihasilkan sumsum tulang tidak terbentuk dengan baik."

Bak tersambar petir disiang hari, kebahagiaan yang baru saja dicecapnya serasa dicabut tiba-tiba, memaksanya sadar bahwa mimpi indah itu tak selamanya berlangsung. Kebahagiaanya sudah berada di pucuk jalan, menanti kesedihan yang akan segera menjemput. Dadanya terasa sesak seperti ditekan, berat untuk mengambil napas. Mendengar kalimat Dokter Kang tadi seperti keputusan hukuman mati yang diberikan untuknya.

"Apa tidak bisa disembuhkan, Hyung?"

Dokter Kang menghela napasnya berat, "transfusi dan obat-obatan hanya membantu mengontrol gejalanya. Sementara transplantasi sumsum tulang belakang hanya dapat mengurangi kebutuhan transfusi dan memperlambat atau mencegah perkembangannya menjadi leukemia."

"Apa MDS Hwa Young sudah menjadi leukemia, Hyung?"

Dokter Kang menggeleng, "beruntungnya tidak. Tapi, kondisi Hwa Young sudah menurun sejak kehamilan Jihoo, dan semakin memburuk lagi saat hamil anak kedua kalian. Dia tidak pernah meminum obatnya. Obat-obatan itu bisa berdampak pada anak kalian dan dia tak ingin membahayakan anak kalian."

"Pendarahan setelah kehamilan itu wajar terjadi, tapi Hwa Young menderita MDS dan pendarahannya belum berkurang sampai sekarang." Ia terdiam sebentar lalu melanjutkan, "apa kau tidak menyadari kejanggalan, mengapa Hwa Young masih harus menerima transfusi darah dan trombosit sampai sekarang?"

Percayalah, Dokter Kang juga berat untuk mengatakan hal ini pada Jungkook, batinnya berperang hebat selama satu minggu ini. Sebuah rahasia yang Hwa Young minta untuk tak memberitahukan pada Jungkook, namun, tak selamanya ia mampu menahan lambium agar tak berucap. Cepat atau lambat, dengan atau tanpa melalui dirinya, Jungkook pasti akan mengetahuinya.

Tak ingin lagi kesalahan masa lalu seperti Yoongi yang kembali terulang pada Jungkook. Tak ingin penyesalan datang terlambat dan Jungkook terlanjur hancur. Maka dari itu ia mengatakannya, memberitahu Jungkook, membongkar semuanya. Selagi masih ada waktu yang tersisa, setidaknya mereka bisa menikmati waktu bersama, yang berjalan mundur menjemput Hwa Young.

Kepala Jungkook mendadak berat, serasa ditimpa beban begitu besar, hingga tak mampu menahan dan menjalar sampai di bahunya yang merosot turun mengikuti tubuhnya yang luruh pada sandaran kursi sembari tangannya memijat pelipis. Ia memejamkan mata, barang kali menemukan setitik ketenangan dari kemelut yang mendadak memenuhi pikirannya.

"Sejak kapan dia menderita ini, Hyung?"

Dokter Kang menggeleng lirih, "MDS jarang menunjukkan tanda-tanda awal, Jung. Aku mengetahuinya setelah dia datang ke rumah sakit waktu itu, yang jelas Hwa Young sudah lulus sekolah," ia menjeda sesaat, "keadaanya sempat membaik tapi tak lama dia kembali drop dan berlanjut sampai sekarang."

Sungguh, seingin apapun kepalanya ingin menunduk, sikap profesional sebagai dokter menuntutnya untuk menjalankan kewajiban dengan baik, tetap menegakkan kepalanya pun dalam ucapan yang bernada tegas.

"Kondisinya sekarang kritis, Jung."

Tubuh Jungkook membeku saat itu juga, napasnya tercekat, oksigen disekitarnya seolah dicuri kabar buruk yang baru saja Dokter Kang lontarkan.

"Dari awal aku sudah memberitahunya, mewanti-wantinya untuk menjaga kesehatan dan jangan menambah anak lagi, karena sewaktu melahirkan Jihoo, dia juga mengalami ini dan koma hampir satu tahun."

"Apa Taehyung mengetahuinya? Kenapa Hyung tidak memberitahuku dari awal?"

"Taehyung baru mengetahuinya setelah Jihoo lahir. Hwa Young memintaku dan Taehyung untuk tidak memberitahumu."

Jungkook tersenyum dalam kesedihan, "secara garis besar, Hyung memberitahuku sekarang agar aku bisa mempersiapkan diri sewaktu-waktu Hwa Young pergi?"

Ia tak tahu harus menampilkan raut seperti apa untuk merespon. Jungkook kalut, ia bingung, sedih dan pikirannya mulai gila. Semuanya terlalu mendadak ditengah kebahagiaan yang baru saja ia mulai. Kebahagiaanya ditarik dalam hitungan waktu mundur. Kabar buruk rupanya tak mengijinkan mereka untuk tersenyum lebih lama.

"Karena aku tidak ingin kau menyesal, selagi ada waktu dan kau sudah mengetahuinya. Tolong buat dia bahagia diakhir hidupnya, turuti keinginannya sebelum ada penyesalan."

*****

Ucapan Dokter Kang masih terngiang mengiringi langkahnya kembali memasuki ruang rawat sang istri. Ia berdiam sejenak kala langkahnya berhenti di balik pintu yang akan mempertemukannya dengan Hwa Young. Jungkook menarik napasnya panjang, menenangkan diri dan memasang rupa sebaik mungkin dengan senyuman yang bertengger di wajahnya. Mencoba berpura-pura seolah dirinya tak mengetahui apapun

Dibukanya pintu itu perlahan dan mengudarakan sapa tanpa melihat sang istri sebab sibuk menggulung lengan kemejanya.

"Young?" Panggilnya sekali lagi.

Tak lekas mendapat sahutan barulah ia tahu bahwa sang istri rupanya sudah jatuh terlelap di alam mimpi. Ia mengapus jarak, mendekati istrinya, rautnya berubah sendu kendati senyum masih menghiasi wajah, "sudah tidur, ya?"

Jungkook membelalak kaget saat tangannya tak sengaja menyentuh kulit Hwa Young sewaktu ingin membenarkan letak selimut. Betapa takutnya dia saat merasakan tubuh sang istri yang dingin pun wajahnya yang benar-benar pucat pasi, lebih pucat dari sebelum ia tinggal.

Percuma memanggil, Jungkook yakin bahwa istrinya bukan lagi tertidur, tapi tidak sadar dalam konteks yang sebenarnya. Mengoncang tubuh ringkih itupun tak lagi berguna, yang Hwa Young butuhkan sekarang adalah penanganan segera.

Seketika itu juga Jungkook menekan tombol darurat disana, memanggil bantuan untuk datang sesegera mungkin. Tak cukup sampai disana, ia juga berteriak memanggil perawat pun dokter yang tak sengaja melewati lorong itu.

Selagi menunggu bala bantuan datang, beberapa suster dan dokter yang Jungkook tarik panik tadi, sekarang sedang melakukan tindak pertolongan pertama semampu mereka.

Dari dalam ruangan, Jungkook bisa mendengar beberapa orang yang berlari mendekati kamar rawat Hwa Young. Pintu yang tadinya sedikit tertutup, kembali terbuka cukup kasar hingga suara debuman tak lagi terelakkan.

Dokter yang sebelumnya melakukan tidak pertolongan menghampiri Dokter Kang dan Dokter Sena yang baru saja datang bersama sekelompok perawat. Memberitahu secara rinci kondisi Hwa Young yang hanya Jungkook mengerti beberapa. Intinya, istrinya dalam keadaan tidak baik-baik saja dan harus segera di bawa ke ruang operasi.

Dan disinilah Jungkook berakhir, menunggu di luar ruangan dalam langkah kaki mondar-mandir tak tenang, sesekali kepalanya mendongak melihat lampu yang tak kunjung berubah dalam sekejap setelah sang istri dibawa masuk lima belas menit yang lalu.

Aneh bagi Jungkook saat Dokter Kang keluar dari ruangan itu sedangkan lampu di atas ruangan belumlah berganti. Ia menghampiri Jungkook dan kalimat yang ia lontarkan selanjutnya seakan memberikan Jungkook harapan.

"Hwa Young ingin kau menemani, Jung."

Berharap tinggi bahwa Hwa Young berhasil meraih kesadarannya kembali, Jungkook menjalankan segala prosedur sebelum memasuki ruang operasi begitu tak sabaran. Namun yang didapatinya setelah pintu terbuka, justru sang istri yang masih sama, tergolek lemah tak sadarkan diri. Seiring langkahnya mendekat, semakin pula senyumnya yang tadi terpasang saat menunggu pintu dibuka mulai luntur.

"Hyung, Noona, kenapa hanya diam? Hwa Young perlu ditangani segera." Tukas Jungkook kebingungan melihat tenaga medis pun Dokter Kang dan Dokter Sena yang masih terdiam.

"Ada yang ingin Hwa Young sampaikan padamu sebelum kau mengambil keputusan. Kami akan bertindak setelah kau melihatnya," jawab Dokter Kang menyalakan sebuah layar yang sengaja dipasang, sementara Dokter Sena hanya mampu terdiam menguatkan diri.

Lantas sebuah video mulai terputar, mengalihkan fokus Jungkook menuju pada sosok dan suara yang dikenalnya, ada Hwa Young disana sedang tersenyum. Jungkook yakin, video ini diambil tak lama sebelum ini terjadi, mungkin beberapa hari yang lalu, melihat latar Hwa Young yang merupakan dinding putih kamar rawatnya.

Halo, Tuan Suami...

Kalau kau melihat ini, berarti sudah saatnya kau melihatku disini. Dokter Kang atau Dokter Sena pasti sudah memberitahumu, kan? Sudah kuduga mereka tidak akan bisa menjaga rahasia.

Hwa Young terkekeh dalam video itu, benar-benar lepas tidak ada beban ataupun sakit yang ditahan pada rautnya. Hanya kulit dan bibir pucat yang ditutup dengan make-up tipis agar tampak lebih segar.

Myelodysplastic syndrome atau MDS... Aku sudah lama menderitanya.

Aku masih ingat, saat itu, tepat sekali aku bertemu dengan Hwa Yeon Eonni untuk pertama kali. Eonni bilang, ia membutuhkan donor jantung. Benar-benar pas sekali, kan?

Waktu itu, aku berniat mendonorkan jantung padanya, itu artinya, aku mengakhiri hidup lebih cepat. Aku tahu itu dan kondisiku juga sedang sakit, tak masalah bagiku untuk berakhir lebih cepat. Toh aku tidak memiliki hal untuk diperjuangkan. Dan aku membiarkan Eonni mengambil kepribadian dan kehidupanku, menjadi diriku yang lain. Tapi semua justru dimulai dari sana dan membawaku berakhir padamu.

Lagi, Hwa Young terkekeh dalam video itu.

Jangan menyalakan siapapun karena tidak memberitahumu sejak awal, Jung. Mereka tidak salah, aku yang meminta untuk tidak memberitahumu.

Aku takut membuatmu sedih dan kebahagiaan yang baru saja kita dapatkan ini justru bisa jadi tidak akan terwujud. Hanya ada kesedihan yang nantinya akan melingkupi kalau kau mengetahuinya lebih awal. Dan aku tidak mau itu terjadi.

Kau tahu, Jung?

Saat aku pergi darimu waktu itu, sebenarnya aku memang ingin mengakhiri semuanya. Melepaskanmu untuk mencapai kebahagiaan lain, tanpa perlu memikirkanku lagi. Tapi Jihoo membutuhkan ayahnya dan keluarganya yang lengkap. Dan aku juga ingin membuat sisa hidupku lebih berarti dengan mewujudkan mimpimu untuk mempunyai dua ekor kecil.

Hwa Young tertawa kecil, ia mengingat jelas sewaktu Jungkook mengutarakan hal itu. Pun tak jauh berbeda, Jungkook juga tertawa kecil meliihat sang istri di video itu. Tanpa sadar air matanya memupuk dan mulai menetes. Ia menghampiri Hwa Young yang masih terbujur diam tak bergeming, menggenggam tangannya yang lemah tak mampu menyambut dengan berbalas mengeratkan genggaman.

Aku tahu resikonya, tapi aku lebih ingin mewujudkan rencana keluarga kecil kita. Aku senang sewaktu Dokter Sena mengatakan aku hamil anak kedua kita. Aku merasa kebahagiaanku sudah lengkap dengan menjadi seorang ibu, dan memilikimu sebagai suami yang mencintaiku. Walaupun aku tidak yakin bisa menemanimu dan anak kita sampai dewasa nanti. Kuharap kalian bisa memaafkanku.

Tapi aku sungguh-sungguh bahagia, benar-benar berada di puncak kebahagiaan saat anak kedua kita berhasil lahir. Aku sempat khawatir kalau-kalau aku tak berhasil memperkenalkannya pada dunia.

Oh, dan tentang anak kedua kita, namanya Yeonju, Jeon Yeonju. Jangan protes namanya jelek, atau tidak cocok dan blablabla... Aku tidak mau menggantinya. Namanya harus Jeon Yeonju, tidak boleh yang lain. Awas saja sampai kau menggantinya, Jung. Yeonju itu nama yang cantik, jadi aku memilihnya.

Jungkook mengulas senyum mendengar ocehan istrinya, kendati presensi itu tak mampu lagi berucap secara nyata. Video itu berhasil membuat Jungkook merindukannya, rindu mendengar suara Hwa Young yang sebenarnya, rindu ocehannya. Jungkook merindukan sosok wanita yang dicintainya, yang kini terbaring lemah tak sadarkan diri tepat disampingnya. Ia mengecup punggung tangan Hwa Young lama, bersamaan dengan kedua matanya yang menutup, mengantarkan satu tetes air mata yang mengalir di masing-masing sisi kiri dan kanan wajahnya.

Aku ingin Jihoo bisa menjadi kakak yang baik untuk Yeonju. Tolong sampaikan ini pada Jihoo, Jung, karena aku takut tidak bisa mengatakannya. Katakan ini adalah permintaanku. Kalau sampai Jihoo jadi kakak yang buruk, katakan kalau aku akan menggelitikinya sampai sakit perut.

Jungkook terkekeh kecil disela ia menikmati alunan suara Hwa Young yang menyapa rungu dalam pejaman mata. Ia mencium punggung tangan wanita itu sesekali lalu meletakkannya diantara penghidu dan birai. Tak melunturkan senyum yang kini menghiasi wajahnya.

Jung...

Bantu aku menuliskan perkembangan Yeonju setiap hari. Aku takut juga tak bisa menuliskannya nanti, tapi aku janji akan membacanya setiap malam. Kita gantian tugas, ya? Aku sudah menuliskan milik Jihoo, sekarang giliranmu menuliskan milik Yeonju. Aku sungguh berjanji akan membacanya setiap malam, seperti dirimu yang membaca milik Jihoo.

Jungkook mengangguk kecil masih dengan matanya yang terpejam dan senyum yang tepasang. Satu tetes air mata berhasil luruh menuruni parasnya lagi.

Jung...

Bisa bantu aku, lagi?

Hwa Young sempat terkekeh disana. Jungkook menyadari nada bicara sang istri yang mengarah pada sebuah keseriusan. Ia membuka mata, melihat dan mendengar Hwa Young berucap kalimat selanjutnya.

Maaf, ya, aku banyak meminta bantuanmu. Tapi karena memang hanya dan harus dirimu saja yang boleh melakukan semua permintaanku. Tidak boleh protes, ya...

Jungkook mendengus senyum, lantas mengangguk. Ia menunggu kalimat selanjutnya terucap, ada jeda yang cukup lama sebelum Hwa Young kembali berucap dalam video itu.

Aku ingin kau yang membantuku melepaskan respiratornya.

Rasanya jantung Jungkook berhenti berdetak saat itu juga. Air mata serta merta langsung menumpuk banyak dan mengalir begitu derasnya.

Aku tahu, cepat atau lambat Dokter Kang atau Dokter Sena akan mengoceh dan memasang alat ini padaku. Tapi kalau aku boleh jujur, ini menggangguku, Jung. Rasanya benar-benar tidak nyaman, seperti ada yang menahanku untuk pergi. Dan itu sangat-sangat menyiksaku.

Hidup dengan menggunakan alat bantu seperti ini tidak akan membuatku bangun. Alat-alat ini hanya menyokongku untuk bernapas, sedangkan jiwaku harus tertahan, tidak bisa pergi.

Maka dari itu, aku ingin kau yang melepasnya. Kalau kau melepaskan ini, berarti kau bisa melepaskanku, Jung, dan aku bisa pergi dengan tenang.

Jangan ada tangis ataupun penyesalan. Apalagi rasa bersalah, aku tak akan menyalahkanmu telah melepaskan ini, Jung. Aku justru bahagia kalau kau bisa melepasku dengan senyuman tulus dan bahagia.

Bisakah kau membantuku mewujudkannya?

Sukes ucapan Hwa Young itu mengalirkan derai tangis Jungkook lebih deras. Dokter Sena pun sudah berbalik menghadap Dokter Kang karena tak sanggup melanjutkan. Hatinya ikut remuk melihat ini.

Kalau aku bisa melepasnya sendiri, sudah pasti akan kulepas dan langsung memelukmu. Sayangnya, aku bahkan tidak mampu untuk sekadar membuka mata atau menggapai tanganmu.

Percayalah, Jung, aku juga ingin bersamamu lebih lama. Tapi nyatanya tubuh ini tak mampu lagi tinggal bersamamu.

Jangan takut melewati hari selanjutnya, walaupun aku tidak disampingmu dalam wujud nyata. Kau masih bisa melihatku, aku berjanji tak akan mewujdukan diri dalam bentuk hantu. Sungguh itu pasti mengganggu kalian nanti.

Hwa Young masih mampu menyematkan kekehan dalam video itu. Sementara semua presensi di ruangan itu sudah berderai air mata.

Kau bisa melihatku melalui Jihoo dan Yeonju, aku meninggalkan bagian diriku pada anak-anak. Jangan takut, aku akan selalu bersama kalian.

Kita hanya berpisah tempat, Jung, tidak dengan hati yang masih tetap menjadi milikmu.

Sejujurnya...

Tidak ada kalimat yang pantas di ucapakan untuk perpisahan ini, karena perpisahan ini terlalu manis untukku. Tapi perpisahan semanis apapun, seindah apapun, tetaplah perpisahan. Ada cerita yang sejak detik itu harus berubah menjadi kenangan.

But, Jeon...

Oh! Hey! This is the first and last time I call you Jeon, maybe. But I like that.

It is not forever, it is not the end. It just means that we'll soon meet again. This is not goodbye. It's only the time when we have to close the door to the past to open the door to the future.

Don't worry about saying goodbye. Just think about the time we spent together. How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard, and I wont say goodbye to you.

This is not a goodbye, Jung, this is a thank you. Thank you for coming into my life and giving me joy, thank you for loving me and receiving my love in return. Thank you for the memories I will cherish forever.

Nothing lasts forever and forever is a lie. All we have is what's in between hello and goodbye. Saying goodbye doesn't mean anything. It's the time we spent together that matters, not how we left it.

Thank you for letting me go.

Aku lega sudah mengatakan semuanya. Jangan menangis ya, nanti aku ikut sedih.

Oh, apakah aku harus seperti Kim Shin yang bilang, "aku akan datang kepadamu sebagai hujan dan aku juga akan datang menghampirimu sebagai salju pertama?"

Hwa Young tertawa disana, tawanya begitu lepas tanpa ada beban sama sekali. Hwa Young sudah tahu ini akan terjadi, dan ia tak ingin melewatinya dalam tangis kesedihan.

Jangan menangis Jeon. Itu membuatku susah melepaskanmu. Hapus air matamu sendiri, ya, maaf aku tak bisa menghapusnya, meskipun ingin.

Tersenyumlah saat napas terakhirku berhembus, dan aku bisa pergi dengan tenang. Karena aku tak ingin melewati hari terakhirku dengan kesedihan. Bisakah kau mewujudkannya untukku, Jung?

Jungkook menghapus semua air matanya, menenangkan diri dalam satu tarikan napas panjang, lalu meletakkan tangannya di respirator yang membantu Hwa Young bernapas. Ia mengulas senyum bahagia yang terbaik lantas mendekatkan rungunya pada Hwa Young. Ia berbisik, "I love you, Young. Always and forever. I promise to never change it."

Setelah mengucapkan itu, Jungkook memantabkan hatinya lalu melepas respirator Hwa Young.

Bersamaan dengan hembusaan napas Hwa Young yang terakhir, bunyi nyaring dari elektrokardiogram terdengar, pun ucapan Hwa Young selanjutnya yang seakan membalas ucapan Jungkook.

Terimakasih, Jung. Aku juga selalu mencintaimu.

Selamat ulang tahun...

Kookie Sunbae.

*****

END

Woy, siapa yang naroh bawang disini?

Nangis kan uwee... 😭😭😭 *tendang bawang

Katanya mba Hwa Young harus pasang senyum di akhir, ga boleh nangis. Oke?

Deal yak, ga boleh ada yang nangis. Fix, kudu bahagia.

Yang nangis ngacung sini, siapa aja?

Soalnya uwe tetep brebes mili ga mau brenti ni nangisnya. 😭

Wkwkk... oke-oke sudahi yang nangis.

Inilah happy ending mereka. Berakhir dengan ..... yah begini. Susah mau bilangnya. 😝

Udah end loh ini. Beneran end. Ga ada see you next chapter lagi. Kalo ada see you next chapter nanti kalian makin mewek.

Jadi sebagai ganti see you next chapter, aku pingin bilang terimakasih buat kalian yang mau sempetin baca sampai di ending ini. Terimakasih buat komen dan vote kalian, buat waktu yang kalian sempetin buat baca ceritaku ini.

Terimakasih banget.

Aku juga mau minta maaf, kalo bikin kalian nangis. Karena yang buat pun alias uwee juga nangis di pojokan. 😭

Betewe, abis berapa tissue? 😂

Wkwkk...

Ya udah segini dulu dari aku. *mau lanjutin mewek

Semoga kita bisa ketemu di cerita yang lainnya.

Sampai jumpa dan terimakasih sekali lagi. *Deep bow to you all 🙇🙇🙇

Regards,

-It'sMeHX-

Continue Reading

You'll Also Like

5.1K 243 19
Just a bunch of summary of my complete stories or book #58 on taejinkook 08-29-21 ©2020 hartlian
41.4K 1.1K 14
You have just move to Paris but littled did you know you would meet two people that would change your life for better or worst
1.5K 121 18
just like the sky meets the sea,let's meet again at this horizon🌊 Highest rank #62 in rosemin
25.4K 338 30
I'll be doing scenarios (for example, if you were a valkyrie) and rarely Oneshots. This will be god of war + ragnarok. The characters that may be de...