Deburan ombak di pantai terdengar keras terutama jika mereka menghantam karang, bintang terlihat jelas karena langit sangat cerah hari ini. Namun berbeda dengan dua orang lelaki yang kini duduk di kursi yang ada di bawah pohon kelapa pinggir pantai. Gitar yang di petik sembarangan tanpa nada yang jelas dan suara sumbang milik satu temannya membuat binatang malam enggan bersuara.
Helaan nafas membuat gitar yang awalnya dipetik dengan asal-asalan menjadi terhenti. Si pemilik sumbang segera menoleh ke arah pemegang gitar, berusaha merebut gitar itu. Tentu saja hal itu tidak akan terjadi timbulah keributan diantara keduanya.
"Hei...gue cariin ternyata pada di sini." Kata seorang yang baru datang membuat dua orang itu berhenti ribut.
"kalian ngapain di sini?" tanya seorang lagi, bingung melihat Argi yang memegang gitar dan Harly yang berusaha merebutnya. Pemandangan yang aneh menurutnya.
"Oh, gue Cuma iseng." Jawabnya kembali ke posisi sok cool. "Clara udah di bawa pulang?" tanya Argi pada Danish yang tadi sempat menunggu Clara di klinik.
"Iya udah, sekarang dia lagi Istirahat sama Zahra." Jawabnya.
"Hmmm...kayaknya lagi ada yang patah hati nih?" kata Aktsan meledek kedua temannya, langsung mendapat tatapan tajam dari keduanya.
"Siapa?" tanya Danish penasaran.
"Siapa lagi kalau bukan dua curut ini." Katanya langsung Harly meraih tangan Aktsan dan berusaha membungkam mulutnya namun gagal. Argi ikut membantu hingga Aktsan terjerebam ke pasir. Danish hanya tertawa melihat tingkah kekanakan mereka bertiga.
"Lo kok ngetawain gue sih? Bantuin gue dong." Katanya sambil berusaha bangkit namun gagal karena Harly menahannya.
"Lagian cari perkara." Katanya sambil tertawa sampai memegang perutnya yang sakit menertawai ketiga temannya. "Aduh perut gue sakit nih, lo pada kaya bocah."
Mendengar itu Argi segera berdiri dan terdiam mengabaikan apa yang terjadi barusan seolah tak pernah ia lakukan. Harly mengikutinya.
"Berisik pada, mending nyanyi aja dah." Kata Argi memegang kembali gitarnya, semua kini duduk santai sambil menunggu Argi memainkan gitarnya.
Kemana kau selama ini?
Bidadari yang kunanti
Kenapa baru sekarang kita di pertemukan?
Sesal tak'an ada arti, karena semua tlah terjadi
Kini kau tlah menjalani, du du du du du
Sisa hidup dengannya
Mungkin salahku melewatkanmu
'Tak mencarimu sepenuh hati, maafkan aku
Kesalahanku melewatkanmu
Hingga kau kini dengan yang lain, maafkan aku
Harly merebut gitar dari tangan Argi setelah mereka semua selesai bernyanyi. Ia duduk dan mulai memainkan sebuah nada. Sementara yang lainnya hanya terdiam menunggu apa yang akan dia mainkan.
Dari sejak dulu aku mendambamu
Dari kejauhan aku memandangmu
Dari mana rasa ini ku tak tau
Yang pasti darimu kubelajar menunggu
Dalam karyaku selalu ada sosokmu
Dalam do'aku selalu ada namamu
Dalam hatiku selalu menginginkanmu
Walaupun dalam hatimu tak ada aku
Aku lelah sembunyi, lelah merindukanmu dalam sunyi
Tanganku jangan di jabat, baiknya di genggam saja
Tak Cuma jadi sahabat, jadi kekasihmu juga
Mereka terus bernyanyi bersama seolah waktu tak berjalan, mereka menikmati malam itu dengan gitar dan suara-suara yang agak sumbang. Tapi mereka tak perduli, bahkan mereka juga tak perduli jika lagunya sendu atau lagu dari ocehan mereka sendiri. Yang pasti malam itu membuat suasana hati Argi maupun Harly sedikit senang, meski soal cinta mereka tak berhasil tapi mereka selalu punya sahabat yang menemani.
***
Setelah lelah bernyanyi mereka kembali ke penginapan dan Argi melihat keakraban Zahra dan Dio beserta yang lainnya di depan TV ia sangat kesal. Seolah ingin kembali menghibur diri lagi menuju pantai, namun ia juga ingin beristirahat. Berjalan dengan langkah tak bersemangat menuju kamarnya. Berjalan perlahan dan hendak tidur namun ia melihat ada bungkusan obat di meja nya, obat untuk alergi. Ia tersenyum dan segera bangkit dari kamarnya menuju ruang TV tempat mereka berkumpul. Namun yang dicarinya tak ada, "Zahra mana?" tanyanya pada Rizka dan Rizka hanya menunjuk ke arah kamar Clara dengan tatapan bingung. Argi segera berlari menuju kamar tersebut.
"Kenapa si Argi, buru-buru gitu?" tanya Alina dan Rizka hanya mengedikkan bahu tak mengerti.
Argi membuka pintu dengan keras membuat kedua orang yang ada di dalam terkejut dan menoleh ke arah pintu.
"Ra,,, ini lo yang ngasih?" tanya Argi cukup keras sambil tersenyum.
"Oh, iya gue inget kalau lo nggak bawa obat alergi jadi gue minta sekalian pas di klinik." Kata Clara tersenyum.
"Oh." Jawab Argi seolah kecewa dengan jawaban Clara wajahnya yang bersemangat berubah lesu kembali. "Makasih." Katanya lagi lalu pergi begitu saja dengan lesu.
"Kenapa sih dia?" tanya Alina lagi saat melihat Argi kembali ke kamarnya dengan wajah lesu, Rizka hanya menggeleng.
***
Hari ini mereka sudah akan kembali ke rumah masing-masing kecuali Zahra dan Danish yang masih menjaga stand untuk festival hari terakhir. Kini mereka sedang beristirahat di rest area dan Argi hanya tertunduk lesu, Clara melihat itu segera menghampirinya sambil memberikan minuman yang tadi sempat dipesan.
"Ngapa lo lesu gitu kaya orang yang lagi patah hati." Ucap Clara sambil duduk di dekat Argi dan Argi meraih minumannya.
"Heuh, emang" katanya menghembuskan nafas berat.
"Hah, ama siapa? Zahra?" tanya Clara menebak sontak Argi langsung tersedak mendengar tebakan Clara. "Ngapa lo kaget gitu?" tanya Clara lagi.
"Kok lo tau sih" katanya masih terkejut.
"ya iyalah keliatan banget lo suka sama sodara gue, apalagi kalau ada yang bahas tentang Zahra lo langsung antusias banget." Argi masih tak percaya dengan ucapan Clara yang dengan santainya mengatakan itu semua, apakah terlalu ketara sampai Clara aja tahu.
"kenapa sih kok kaget gitu?" tanya Clara heran dengan ekspresi Argi yang aneh.
"Ya iyalah, lo langsung nebak pada intinya ya gue kaget lah apalagi kita pernah ada rasa satu sama lain." Kata Argi masih belum terbiasa dengan sikap Clara.
"Itu kan dulu, sekarang mah gue udah nggak punya rasa udah buat orang lain. Lo kali yang masih punya rasa sama gue." Kata Clara.
"Ge-eR banget sih lo, ya nggak lah. Gue juga udah sepenuhnya suka sama dia."
"Hahaha...iya iya, ekspresi lo aneh tau nggak. Kaya ke gep apaan aja." kata Clara dan Argi hanya memegangi pipinya. Clara menggeleng heran kenapa Argi seperti anak kecil sekali sekarang.
"Sejak kapan lo tahu gue suka sama Zahra?"
"Kapan ya? Hmm..." Clara berpikir sejenak "Waktu kita ketemu itu sih gue masih yakin kalau lo masih punya rasa sama gue tapi sikap lo kaya beda banget pas kita sering jalan, ngobrol dan acara kampus itu lo sering bantuin dia dan liatin dia tapi yang paling ketara tuh pas lo kerumah bawain martabak." Argi cukup terkejut ternyata Clara cukup peka bahkan lebih peka daripada dirinya.
"Wah,,,lo perhatiin gue banget ya. Gue aja nggak tahu kapan perasaan gue ke dia muncul." Kata Argi dan Clara hanya tersenyum. "Tapi lo nggak patah hati kan kalau gue suka sama dia?" tanya Argi penasaran dengan perasaan Clara. Raut wajah Clara seketika berubah, membuat Argi takut.
"Sebenarnya iya..." kata Clara menunduk dan Argi cukup kawatir dengan nada bicara Clara yang seperti itu. "Tapi itu dulu, sayangnya gue cepet dapet penggantinya..." katanya lalu menjulurkan lidah mengejek.
"Sial, hampir aja gue merasa bersalah." Katanya sebal "siapa dia? pasti kerenan juga gue." Katanya percaya diri.
"Jangan sombong kalau gue sebut dia lo pasti langsung diem aja."
"Siapa sih?"
"Yang lagi bareng sama gebetan lo sekarang siapa?"
"Hah, Danish? Sejak kapan lo?"
"Kaget kan lo, dia lebih keren dari lo, lebih dewasa dan baiikkkkk banget."
"Gue juga baik kali, gue juga keren soal dewasa gue juga nggak kalah dewasa." Kata Argi cemberut.
"Hahaha...ekspresi lo nggak ada dewasa dewasanya, lo protes gitu jangan-jangan lo cemburu lagi."
"Gue nggak cemburu tapi gue nggak suka dibanding-bandingin." Katanya kesal dan Clara tertawa melihatnya. Lalu Argi teringat sesuatu, ia hendak menelpon Zahra namun ia urungkan, "Ah shit."
"Hahaha...kenapa lo, kawatir Zahra bakal suka sama Danish?" tanya Clara, "Kalau lo kawatir ngapa lo ikut balik sama kita?"
"masalahnya gue lagi pake teknik tarik ulur, masa gitu doang gue langsung hubungin dia ntar gagal usaha gue." Katanya kesal.
"Hah, seorang Argi pake teknik tarik ulur siapa yang ngajarin sih?" Clara melirik ke arah Aktsan yang asyik dengan teman-temannya. "Aktsan?" tanyanya. Dan Argi hanya terdiam, sementara Clara berusaha menahan tawanya.
"Lo sendiri ngapa nggak nemenin Danish malah ikut balik juga?"
"Gue besok mau ikut tes dan gue percaya Danish tuh nggak macem-macem makanya gue bilang dia udah dewasa."
"Sepercaya itu? Emang lo udah jadian apa?" Argi Mulai penasaran dan Clara menggeleng. "Zahra juga nggak akan macem-macem lagian mana mungkin Zahra suka sama dia." katanya tersenyum percaya diri.
"Bisa aja, emang Zahra bilang kalau suka sama lo?" tanya Clara memancing. Dan Argi mulai lesu. "Nggak, bahkan perasaan dia yang dulu udah ilang katanya dia juga cuek sama gue sekarang nggak kaya dulu." Katanya lesu. Dan Clara jadi tahu keresahan yang dari tadi meliputi perasaan Argi.
"Sorry ya gue nggak bisa bantu karena gue belum pernah tahu gimana Zahra jatuh cinta, gue juga nggak yakin kalau itu karena lo." Katanya tersenyum menepuk bahu Argi.
"Sial, gue pikir lo mau bantuin" Katanya kesal.
"Gue mah Cuma jadi penonton aja, tapi kalau lo sampai bikin dia sedih atau sakit hati Zahra jangan harap lo bisa kabur" kata Clara memperingatkan lalu pergi begitu saja.
~"~
Pict by : pinterest
Terimakasih ya sudah mampir ke ceritaku, like kalau kalian suka ceritaku dan tunggu lanjutannya.