Who Are You?

By Hua_Xian

3.2K 374 50

Jeon Jungkook. Kita melewati banyak cerita bersama dalam pernikahan ini. Cerita yang kita lalui bersama. Ah... More

Chapter 00. Prolog
Chapter 01. Im Hwa Young
Chapter 02. Sick
Chapter 03. Her Past
Chapter 04. Her Past
Chapter 05. Bad Dream
Chapter 06. Happiness After Bad Dream
Chapter 07. Suddenly Married?
Chapter 08. New Day, New Person
Chapter 09. His Request with Bad News for Him
Chapter 10. Be like a Stranger
Chapter 11. Bad Meeting
Chapter 12. I'm Sorry, We're Broken
Chapter 13. Anger and Sorry
Chapter 14. Because It's You
Chapter 15. Compete
Chapter 16. Our Beautiful Moment?
Chapter 17. Distance
Chapter 18. Storm and Sick
Chapter 19. Us and Our Broken Heart
Chapter 20. Hospital pt. 1
Chapter 21. Hospital pt. 2
Chapter 22. Hospital pt. 3
Chapter 23. Decision
Chapter 24. Crying on Your Hug
Chapter 25. What are We?
Chapter 26. Reconciliation
Chapter 28. Meet Him
Chapter 29. Knowing Each Us
Chapter 30. The Night
Chapter 31. Knowing Her Past
Chapter 32. Story Before You Come
Chapter 33. Let's Share One to Other
Chapter 34. Unexpected Meeting
Chapter 35. Get Caught
Chapter 36. Suspicion
Chapter 37. Japan
Chapter 38. Say Love You
Chapter 39. Congratulations, it's a...
Chapter 40. Let Me Take You Go
Chapter 41. The Warn and Truth
Chapter 42. The Truth is...
Chapter 43. The Warn That Come True
Chapter 44. Regret
Chapter 45. Hello Goodbye
Chapter 46. The Wedding Invitation
Chapter 47. The Day
Chapter 48. Second Child?
Chapter 49. Our Happy Ending: Happy Birthday, Jungkook

Chapter 27. His Past

37 7 0
By Hua_Xian

Hwa Young terlampau bahagia saat ini, mendengar ucapan Jungkook membuatnya tersenyum di sela tangisnya yang masih tersisa. Ia terkekeh kala lelaki itu mengumbar senyum manis padanya. Tangannya menyentuh jemari Jungkook yang sedang menghapus anak sungai air matanya.

"Terimakasih," ucapnya begitu saja.

"Jangan menangis lagi mulai sekarang. Hm?"

Bukannya menjawab, gadis itu justru berbalik tanya setelah kekehan yang kembali menguar, "kenapa?"

Jungkook enggan menjawab, terdiam beberapa detik, birainya terbuka sebentar lalu mengatup kembali. Mengulum bibirnya sendiri hingga bermain lidah dalam gembungan pipi, kemudian mengerucutkan mulut. Pada detik kesepuluh ia baru membuka suaranya, "ingat sewaktu di rumah sakit? Saat hari pertama aku menolak untuk dirawat?"

Hwa Young mengangguk.

"Dokter Kang mengancam akan menghabisi nyawaku kalau sampai membuatmu menangis."

Gadis itu tergelak ringan, suaminya sungguh lucu, "hanya itu?"

"Bukan hanya itu, Young," birainya kembali mengeurucut, "Kau tidak tahu saja kalau Dokter Kang itu menyeramkan. Hyung tidak pernah main-main dengan ucapannya. Aku jadi takut. Makanya jangan menangis lagi, ya? Kalau aku jahat atau menyakitimu, kau bisa memukulku, menampar, atau apapun itu sepuasmu. Asal jangan menangis."

Istrinya semakin tergelak tawa. "Kau lucu, Jung. Dokter Kang tidak semenakutkan itu."

"Karena Hyung menyayangimu, jadi Hyung tidak menakutkan." sungut Jungkook.

"Memang Dokter Kang tidak menyayangimu?" goda istrinya.

"Bukan. Hyung itu augh... aku geli mengatakannya, Young. Intinya Hyung menyeramkan kalau denganku dan Taehyung."

Hwa Young merengkuh suaminya, melingkarkan tangannya hingga mencapai punggung lebar itu. Tubuhnya tenggelam saking besarnya tubuh Jungkook dibanding dirinya.

"Jung,"

"Hm?" sahutnya begitu tenang. Tangannya membalas rengkuhan istrinya, membelai lembut kepala hingga punggung gadis itu.

"Aku tidak mau kau meninggalkanku. Bolehkah aku memintamu untuk selalu tetap disampingku?"

Rengkuhan itu terurai akibat Jungkook yang menjauhkan tubuh istrinya, dipandangnya dalam iris gelap kecoklatan itu. "Kenapa aku meninggalkanmu kalau bahagiaku itu dirimu?" Tangannya menangkup wajah Hwa Young lantas berkata, "aku mencintaimu, kau itu bahagiaku, Young. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, meninggalkan kebahagiaanku." Bibirnya menyapa milik sang istri singkat, "aku akan menjadi orang terbodoh kalau sampai melakukannya."

Hwa Young tersenyum. "Aku percaya padamu." Obsidiannya ikut memandang netra sang suami yang lebih dulu menatapnya dalam kelembutan.

Keduanya tersenyum. Tidak tahu siapa yang memulai, senyuman itu membawa keduanya dalam jarak yang semakin terkikis hingga menjadi sebuah pagutan manis nan lembut. Pertemuan dua lambium yang membawa senyum bahagia keduanya di tengah hati yang membuncah. Tangan Hwa Young mengalung manis di leher Jungkook. Sementara tangan kanan Jungkook meraih tengkuk sang istri dan tangan kirinya merengkuh punggung kecil itu, membawanya hingga tanpa jarak diantara mereka. Kepala saling bergerak berlainan arah, sesekali menjeda demi meraup napas singkat.

Tidak lama, tidak juga sebentar, namun berhasil mengundang kekehan keduanya setelah mengakhiri momen itu.

Jungkook menyolek gemas pucuk hidung Hwa Young dengan telunjuknya. "Malamnya terlalu manis kalau dilewatkan, mau berbagi cerita denganku?"

"Ini sudah pagi, Tuan Jeon. Lebih tepatnya dinihari pukul dua." Jelas Hwa Young lalu mengambil langkah mundur. Gadis itu beranjak hampir menyentuh pintu kamar lalu berbalik, "Segelas susu atau coklat hangat?"

"Apapun yang kaubuat, aku pasti menyukainya."

*****

Balkon kamar. Disinilah mereka berakhir sekarang, duduk dalam satu single sofa dengan Jungkook bersandar pada punggung berbusa empuk itu dan Hwa Young yang berada di depannya. Tangannya memeluk perut sang istri bersama sebuah selimut tebal yang menghangatkan.

"Jung,"

"Hm."

"Tell me about you. I wanna know your past."

"Which one?"

Hwa Young terdiam sebentar, "tentang um... kau, Taehyung, dan Dokter Kang? Bagaimana kalian bisa saling mengenal?"

"Wow, istriku ini sudah seperti wartawan," Jungkook terkekeh.

Lelaki itu mengambil napas sebagai persiapan dongengnya pada sang istri.

"Sebenarnya kami sudah saling mengenal sejak kecil. Aku dan Taehyung dulu adalah teman dekat. Dokter Kang adalah teman dekat dari kakak laki-laki Taehyung. Rumah kami bahkan berada dalam satu kompleks, jadi kami sering bermain bersama." Ia tersenyum kala memori itu kembali terputar dikepalanya.

"Dulu aku bukanlah orang yang pandai bergaul, bisa dibilang aku itu kutu buku. Memakai kacamata tebal dan baju serba rapi dimasukkan, benar-benar culun. Aku bahkan sering mendapatkan ejekkan dari anak-anak seumuranku," ia terkekeh miris, "korban bully. Beruntungnya, Taehyung selalu menolongku saat mereka menyerangku. Setiap hari hampir kami habiskan hanya untuk bermain. Kakak lelaki Taehyung dan Dokter Kang juga sering mengajak kami jalan-jalan menggunakan sepeda, keliling kompleks perumahan, atau hanya sekedar menjajakan kami es krim."

Hwa Young memutus cerita Jungkook, "tunggu, aku tidak tahu kalau Taehyung mempunyai seorang kakak, dia tak pernah mengatakannya padaku."

Jungkook tersenyum hambar, "mungkin Taehyung tidak mau mengungkitnya lagi. Kakaknya pergi, jauh sebelum kau mengenal Taehyung. Lebih tepatnya kabur, dan semenjak itu Taehyung kehilangan sosok kakaknya. Semenjak itu pula ia merubah sikapnya padaku, dia bermain dengan anak-anak lain dan mengejekku. Kuyakin kau bisa menebak selanjutnya, kan?" ia menjedanya sejenak, "bermula dari mengejek lama-lama Taehyung menindasku tanpa ampun. Awalnya ada Dokter Kang yang melerai selang beberapa minggu Dokter Kang harus pergi karena ayahnya yang dipindahtugaskan."

Jungkook membenarkan letak duduknya, "Taehyung menjadi sosok nakal pada masa kecilnya, berharap kakaknya kembali karena kenakalannya. Kami, ani, Taehyung tidak ingin lagi berteman denganku, dia terus menindasku hingga rasa-rasanya saat itu, aku ingin terjun di sungai Han–"

"Hei, tidak boleh begitu, Jung." Sela Hwa Young di tengah suaminya bercerita.

Jungkook terkekeh menatap raut bersungut istrinya lantas melanjutkan cerita. "Dia benar-benar kejam saat itu, aku dipukuli oleh teman-temannya dan ia hanya menonton sambil tertawa tanpa beban. Padahal aku sudah meminta maaf tanpa tahu salahku pada mereka. Saat sore, pertanda waktu bagi kami untuk pulang, Taehyung berubah, bersikap layaknya kami berteman seperti biasanya. Ia mengantarkan aku sampai di rumah dan membual pada Appa dan Eomma kalau aku dipukuli anak-anak kompleks kemudian dia menolongku. Selalu seperti itu hingga membuat Appa tidak pernah lepas dari hal membanggakan Taehyung dan membandingkannya denganku. Apapun itu, segala hal, sampai sekarang."

Hwa Young menepuk-nepuk pelan hingga mengusap tangan suaminya yang setia bertengger memeluk perutnya. Gerak refleks sebagai media penyalur ketenangan lantaran mendapati ucapan sang suami yang sarat akan kepiluan.

"Aku pernah melawan Taehyung sekali, aku berakhir mendapatkan luka dan memar hampir memenuhi tubuh karena dikeroyok kawan-kawannya. Sebagai penutup hari itu, Taehyung berhasil membuat tulang hidungku patah dan mendapatkan sebuah kenang-kenangan darinya." Jungkook menjedanya sejenak. Ia sedikit menengok ke kanan, jarinya menunjuk sebuah cekungan memanjang di pipi kirinya, tidak panjang hanya sekitar tiga centi. "Taehyung berhasil menciptakan luka disini. Beruntung waktu itu ada Hyung yang menolongku."

Kening Hwa Young berkerut, "Hyung?" ulangnya lagi tak mengerti.

"Hm...," Jungkook mengangguk, "Yoongi Hyung, Daddy-nya Jiwoo." Lanjutnya dengan nada datar mengingat alasan klise Hyung-nya mengenai panggilan Daddy yang terkesan lebih keren daripada Appa. "Kenapa harus Daddy, sih? Terdengar kinky sekali," ucapnya bermonolog.

Jemari Hwa Young merangkak menyentuh bekas luka Jungkook, "apa ini sakit?"

Jungkook menangkap jemari istrinya, "tidak sakit lagi sekarang, hanya lukanya saja yang belum sembuh. Sama seperti bekasnya yang tidak menghilang sampai sekarang." Ia tersenyum sendu.

"Waktu itu Hyung sedang bermain ayunan sambil memperhatikanku yang saat itu dikeroyok di taman. Sialan sekali kalau mengingat waktu itu. Tapi tiba-tiba Hyung datang menolongku, terlihat seperti super hero dimataku saat itu. Aku geli jika mengingatnya lagi. Super hero?" Jungkook terkekeh ringan.

"Hyung membalas perlakuan mereka, Taehyung juga sempat mendapat pukulan. Tidak parah, sih, perkelahian anak kecil, kan, hanya sebatas luka ringan. Itu kali pertama aku pulang diantar Hyung, bukan Taehyung. Tapi aku tidak menyangka, bahkan setelah kejadian itu Taehyung tidak jera, dia masih menindasku dan Hyung yang akhirnya datang kembali menolongku."

"Hmm... Kalau seperti itu memang jadi super hero, sih. Tapi bedanya tidak menggunakan pakaian aneh-aneh. Seperti Anpaman? Atau Ironman? Thor? Captain America? Hulk?" Goda Hwa Young menimpali ucapan suaminya. Ia tertawa saat Jungkook memberikan respon datar atas ucapannya, "oke, oke, lanjutkan ceritamu."

"Sejak saat itu aku sering mengunjungi Hyung yang bermain di taman sendirian. Rautnya selalu murung, kukira itu memang bawaan wajahnya. Tapi ternyata tidak, saat itu Hyung baru saja kehilangan orangtuanya akibat kecelakaan. Tidak ada kerabat Hyung yang mau merawat, jadi Hyung diberikan di panti asuhan dekat rumahku."

Suasana disekitar mereka berubah menjadi sendu.

"Aku turut berduka." Ucap Hwa Young tiba-tiba.

Jungkook tersenyum. "Tidak apa, Sayang. Hyung sudah jauh lebih baik sekarang."

Lelaki itu meminum segelas coklat hangatnya sekadar membasahi kerongkongan yang kering lalu melanjutkan cerita. "Beberapa minggu kemudian, aku membawa Hyung pada Appa dan Eomma. Aku merengek pada mereka agar Hyung bisa tinggal bersamaku, dan aku ingin Hyung menjadi kakakku. Awalnya mereka tidak setuju lalu aku melakukan aksi mengurung diri di kamar. Saat itu aku sama sekali tidak makan maupun minum sampai akhirnya sakit. Seharusnya aku dirawat di rumah sakit saat itu, tapi aku menolak kalau Hyung tidak jadi kakakku."

"Mereka akhirnya setuju dan mengadopsi Hyung menjadi anak mereka. Sempat terjadi ketidak-cocokan diantara mereka, terutama Appa. Tapi lama-kelamaan Appa bisa menerima keberadaan Hyung dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Appa membebaskan Hyung untuk tetap memakai marga Min atau menggantinya dengan Jeon, dan Hyung memilih tetap mempertahankan marganya. Tidak mau melupakan orangtuanya, kata Hyung begitu."

Hwa Young mengangguk beberapa kali tanda mengerti, kemudian ia berbalik menatap suaminya, "pantas kalian tidak memiliki kesamaan garis wajah. Biasanya kalau bersaudara itu mempunyai ciri khas yang sama. Lalu tentang Jiwoo?"

Jungkook tersenyum bahagia, "Hyung berhasil menikahi seorang wanita yang cantik, Seulhee Noona benar-benar cantik saat acara pernikahan. Keluarga kecil Hyung bersama Noona juga sangat harmonis, tapi sayang hanya bertahan sebentar."

Raut wajah lelaki itu berubah sendu, "Noona meninggal karena kehabisan darah saat melahirkan Jiwoo. Hyung menyalahkan dirinya sendiri karena terlambat, waktu itu Noona sendirian dirumah dan Hyung masih bekerja. Malam itu Hyung tidak menjawab panggilan Noona karena rapat penting. Setibanya Hyung di rumah, Noona sudah pucat dan tergeletak tidak sadar dengan air ketuban yang sudah pecah dan darah yang mengalir banyak. Saat perjalanan menuju rumah sakit, denyut jantung Noona juga sudah melemah, sempat menghilang tapi kembali lagi. Dokter Kang sudah memberitahu bahwa kemungkinan keduanya selamat itu kecil."

Hwa Young meremat tangan Jungkook. Gadis itu turut merasakan betapa tegang, sedih, dan kalutnya suasana saat itu.

Jungkook tersenyum sendu, tangannya berbalas memeluk istrinya lebih erat, dagunya diletakkan pada bahu sang gadis. "Kami bernapas lega saat Dokter Kang mengatakan bahwa Noona dan Jiwoo bisa selamat. Tapi keadaan Noona kritis dan mengalami koma. Siapa sangka Noona menghembuskan napas terakhir tepat sebulan setelah melahirkan, padahal beberapa hari sebelumnya Noona sudah menunjukkan peningkatan yang baik." Jungkook membuang napasnya berat, "kami sempat mengkhawatirkan Hyung, takut kalau menyalahkan Jiwoo atas kepergian Noona. Tapi ternyata Hyung tidak begitu, hanya saja setelah kepergian Noona, Hyung jadi pendiam dan lebih dingin pada orang-orang disekitarnya. Termasuk kami dan..." berat hati lelaki itu melanjutkan kalimatnya, "anaknya, Min Jiwoo."

*****

Hening menyapa dalam menit-menit selanjutnya setelah ucapan Jungkook. Sebuah cerita yang cukup menyayat hati siapa saja yang mendengarnya. Hwa Young tak mampu berkata apapun, cerita suaminya mampu membuatnya terbungkam. Enggan menyampaikan respon apapun, pasalnya orang akan lebih sensitif ketika menceritakan hal-hal pribadi. Hwa Young tak cukup yakin untuk berucap, pikirannya juga kosong dari kalimat-kalimat bijak.

"Oh, mengenai yang di rumah sakit kemarin, jangan terlalu dipikirkan. Hyung memang begitu, tapi kujamin Hyung tidak akan macam-macam padamu. Dia hanya, yah, membutuhkan pelampiasan." Ucap Jungkook memecah hening.

"Hm...," Hwa Young mengangguk pelan, "tak apa, aku mengerti sekarang." Ia menengok kebelakang, sedikit memutar torsonya menghadap sang suami, "mau tahu sesuatu? Aku sempat berpikir keras saat tidak menemukan marga Jeon di depan nama Jiwoo, ternyata ini alasannya. Aku bahkan berpikir kau pencuri anak." Ucapnya lantas terkikik lucu.

"Young~" Rengek Jungkook tak terima, "itu jahat sekali." Mulutnya mengerucut lucu. "Aku yang tampan seperti ini kau sangka pencuri anak? Tolong bedakan suamimu ini dengan mereka. Jelas-jelas wajahku seperti malaikat begini."

Gadis itu yang mulanya tertawa menjadi raut datar mendengar kalimat terakhir suaminya. "Percaya diri sekali, sih, Tuan Jeon." Ucapnya sambil mencubit pipi kanan sang suami. "Maaf, ya. Aku kan hanya berprasangka sebagai seorang guru, tapi, kan, langsung urung setelah Jiwoo memanggilmu Appa."

Jungkook terkekeh, "ngomong-ngomong, mendengar Jiwoo memanggilku Appa. Aku juga menginginkan ada dua ekorku setinggi ini," tangannya seperti sedang mengira-ngira tinggi Jiwoo, suaranya terdengar antusias, "memanggilku Appa dan dirimu Eomma, persis seperti Jiwoo."

Hwa Young menepuk pelan lengan suaminya. "Hei, itu bukan ekor, Jung."

"Lantas apa? Aku menginginkan dua duplikat kita dalam versi kecil yang berasal dari sini." Ucap Jungkook mengusap perut istrinya.

"Bukankah itu masih terlalu dini untuk kita bicarakan, Jung? Maaf, bukan–"

"Tak apa, aku mengerti. Kita bicarakan ini setelah kau siap, hm?"

"Satu tahun?" Tanya Hwa Young, "setelah pernikahan ini berumur satu tahun, mari kita membicarakannya. Aku hanya ingin kita saling mengenal dulu untuk sementara ini. Bisakah?"

"Bilang saja kalau ingin berduaan denganku. Aku benar, kan?" Balas Jungkook menaik-turunkan alisnya beberapa kali, yang langsung dihadiahi wajah datar sang istri. "Itu bukan masalah yang besar, Young. Jangan terlalu dipikirkan." Jungkook melayangkan sebuah kecupan di pelipis Hwa Young cukup lama.

"Tapi, Young, apa kau tidak pernah melihatku? Disekolah misalnya? Saat rapat bersama yayasan begitu?"

Hwa Young menengok kebelakang, menatap suaminya dengan dahi berkerut. "Tidak. Aku terlalu sibuk mempelajari materi rapat."

"Ck, menyebalkan." Gerutu Jungkook. "Padahal aku selalu memperhatikanmu, loh. Aku selalu melihatmu saat rapat. Aku menunggu, lalu bertanya-tanya," ia mendongak menatap langit, "kira-kira, kapan kau akan melihatku saat itu? Berapa lama durasinya? Satu menit, ani, terlalu lama, aku bisa serangan jantung. Tiga detik saja, aku pasti bahagia. Apalagi kalau sambil tersenyum, wuah, bisa langsung kucium saat itu juga."

Sayang seribu sayang, gombalan Jungkook tak mendapat perhatian dari istrinya. Malahan, dahi gadis itu semakin berkeurt. "Huh? Tunggu, aku tidak mengerti."

"Aku salah satu pemegang yayasan, ada Taehyung juga, sih. Kau tidak menyadarinya?"

Raut Hwa Young benar-benar terkejut. "Astaga! Benarkah?"

Jungkook membuang muka dengan sombong. "Makanya ada suami tampan itu diperhatikan. Jangan diacuhkan."

Hwa young lantas menyikut pelan perut sang suami.

"Aku baru tau fakta ini. Pantas saja kau bisa bicara senekat itu pada Kim Ssaem waktu di kebun binatang. Jangan begitu lagi, aku tidak mau diistimewakan hanya karena posisimu atau yang lainnya."

"Ne, ne, ne, Nona Istri." Jawab Jungkook.

"Oh, kita belum sempat pergi ke kebun binatang dan tempat wisata lainnya. Kita harus pergi akhir pekan ini."

"Ini sudah akhir pekan, Tuan Jeon." Jawab gadis itu datar. "Selesaikan ceritamu, baru membahas yang lainnya."

"Aku sudah menceritakan semuanya. Apa ada hal lainnya yang membuatmu penasaran?"

"Hubunganmu dengan Appa dan Eomma. Sepertinya kalian sedang ada masalah."

Rahang lelaki itu langsung mengeras, terlihat ada emosi disana. Auranya juga berubah menyeramkan.

"Perusahaan. Appa memintaku meneruskan perusahaannya. Padahal jelas-jelas Hyung lebih pantas karena Hyung anak pertama dan aku juga sudah memiliki perusahaanku sendiri. Appa bilang, Hyung bukan anak kandung mereka, jadi Appa mau aku yang melanjutkan perusahaan. Apa menurutmu itu pantas didengar apalagi diucapkan, Young? Hyung sudah menjadi bagian dari keluarga kami, sudah seharusnya juga mereka menganggap Hyung sebagai anak mereka, seperti anak kandung. Tapi Appa malah berkata begitu, dan ada Hyung juga saat itu. Menurutmu, apa Hyung tidak sakit mendengarnya?! Lagipula apa bedanya perusahaan dipegang Hyung atau aku?!"

Hwa Young menepuk-nepuk lengan atas suaminya memberi ketenangan. "Pernahkah kalian bicara baik-baik?"

"Apa yang bisa dibicarakan baik-baik kalau Appa saja masih bersikeras pada keinginannya?!"

Hwa Young memilih berbalik menatap suaminya, "Jung, posisimu ada ditengah-tengah mereka. Cobalah untuk bicara pada Appa dengan baik-baik, selesaikan dengan baik-baik, dengan kepala dingin. Bicarakan juga pada kakakmu, ingin meneruskan perusahaan Appa atau tidak, lalu diskusikan penyelesaiannya."

Jungkook mendesahkan napasnya berat, "Keputusannya tetap sama, Appa tidak akan merubahnya. Hyung juga tidak ingin kembali ke perusahaan Appa. Dulu Hyung memang bekerja disana, menggantikan Appa, saat itulah kejadian sewaktu Noona hamil Jiwoo dan Hyung sedang sibuk-sibuknya. Setelah Noona meninggal, Hyung memiliki ketakutan untuk kembali kesana, memori itu otomatis terulang sampai rasa-rasanya untuk menjajaki langkah disana seperti melangkah di atas goresan luka sendiri. Jauh di dalam hati, Hyung masih menyimpan rasa bersalah dan penyesalan teramat besar sampai sekarang."

"Kulihat dia memiliki pekerjaan lain."

Jungkook mengangguk, "Hyung mempunyai minat besar dalam musik, tidak ingin terjun ke dalam perusaahaan lagi. Jadi Hyung bekerja sebagai komposer musik sekarang. Tapi Hyung menciptakan sebuah lubang."

"Lubang?" ulang gadis itu tak mengerti.

"Hm... Hyung menenggelamkan diri pada pekerjaan akibat rasa bersalahnya. Tanpa sadar Hyung juga menciptakan lubang berupa jarak pada Jiwoo. Ingat yang pernah kukatakan saat menjemput Jiwoo, kan?" Ucap Jungkook yang diangguki istrinya sebagai respon. "Akibatnya, Jiwoo seperti asing dengan Hyung, tapi juga bahagia sekalinya Hyung membawa Jiwoo pulang. Selama ini Jiwoo selalu bersamaku, dirumah ini. Hyung sesekali membawa Jiwoo, hanya beberapa hari, paling lama satu minggu. Itupun sebulan, ani, paling cepat sebulan sekali, tapi pernah sampai tiga bulan."

"Boleh kutahu mengapa kau mendirikan perusahaanmu sendiri?"

Jungkook mendengus senyum, seuntai senyum bahagia. "Apa Nona Istri-ku ini begitu penasaran, hm?" Tanyanya menggoda gadis itu.

"Anggap saja begitu. Then tell me your answer." Jawab Hwa Young seadanya.

Lelaki itu kembali menguntai senyum, begitu lembut, pandangannya jauh kedepan seakan menengok kembali sebuah memori yang selalu menjadi tujuan utamanya. "Sebagai pembuktian, dan aku merubah diriku seperti ini karena hal itu juga. Kau tahu, kan, kalau suamimu ini benar-benar kutu buku? Aku berubah setelah mendirikan perusahaan sendiri."

Ragu-ragu, Hwa Young menyampaikan pemikirannya. "Apa ini tentang seseorang? Cinta pertamamu?"

"Hm." Jawabnya jujur dengan senyuman dan nada yang kelewat santai.

Gadis itu tersenyum tipis, sayangnya senyum yang menyimpan kesedihan. "Dia perempuan yang beruntung. Berhasil mengubahmu menjadi seperti sekarang, pasti perasaanmu padanya teramat besar jadi memotivasimu untuk berubah."

Jungkook terkekeh, "jangan cemburu begitu."

"Song Nala?"

"Hm?" Lelaki itu berkerut kening.

"Song Nala... Apa dia orang beruntung itu?" Netranya yang semula menatap lantai kini menatap obsidian suaminya yang juga ikut memandangnya.

Jungkook menatap istrinya teduh dan tersenyum, lantas bertanya, "kenapa berpikir sampai sana?"

Tanpa ada rasa malu atau tak nyaman, Hwa Young mengutarakan pendapatnya. "Matamu berbinar saat menatapnya. Aku merasakan sesuatu dari tatapanmu. Seperti sebuah perasaan kagum, uhm..., mungkin lebih kepada sebuah perasaan yang belum terungkap? Atau terpendam dan tak sempat terucap?"

"Well, dia sudah menikah sekarang." Jawabnya tersenyum tipis. "Apa aku harus menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya yang harmonis?" Jungkook mengusap-usap dagunya dengan jari telunjuk. "Dia cukup bahagia sekarang," lanjutnya terkekeh.

"Kenapa tidak memperjuangkannya?"

"Tentang cinta pertama?" Lelaki itu tersenyum lembut. "Aku sudah memperjuangkannya. Pernah dengar kalimat ini? Berjuanglah untuk orang yang kau cintai, tapi dengan sewajarnya. Tidak harus berjuang untuk mendapatkannya, cukup berjuang untuk membahagiakannya. Dan aku berjanji untuk membahagiakannya meski tidak bersama."

"Apa kau menyesal bersamaku? Kalau kau mau, kau bisa–

Jungkook buru-buru menyergah ucapan istrinya. "Kenapa bertanya seperti itu? Nyatanya sekarang, kau menjadi istriku dan aku mencintaimu. Apa itu tidak cukup?"

"Aku tidak ingin membebanimu. Perasaanmu jelaslah pa–"

Lelaki itu merasa mood-nya sedikit hancur karena pembahasan ini. "Haruskah kita berdebat lagi? Tidakkah kau lelah berdebat? Jujur, aku terksisa beberapa bulan ini mengurai jarak denganmu."

Gadis itu terdiam menunduk. "Maaf. Maaf juga karena aku merusak suasananya menjadi buruk."

Jungkook mengangkat dagu istrinya agar ia bisa kembali memandang mata indah sang istri. "Young, aku mencintaimu hari ini sebagai hal yang nyata, jangan meragukannya karena ini adalah fakta. Sementara dimasa depan yang tak pasti, aku mencintaimu sebagai rencana yang akan selalu kuwujudkan."

Ia tersenyum lebar hingga beberapa kerutan muncul pada area matanya. Mendapati sang istri yang salah tingkah dengan ucapannya merupakan hal manis baginya. Mood-nya berubah menjadi lebih baik sekarang, kini gilirannya yang mencari tahu sang istri.

"Apa kau tau sifat Taehyung?"

"R-random sekali. Ada apa?"

"Karena kau membahas masalah hati, aku juga ingin tau tentang dirimu."

Gadis itu tertarik, lantas ia coba memancing pandangan suaminya. "Coba katakan dari sudut pandangmu."

"Apa kau tau sifatnya? Kenakalannya itu membuat orangtua Taehyung pusing bukan main, sering berkelahi, bolos pelajaran. Siapa sangka sifat itu berlanjut merubahnya menjadi lelaki brengsek setelah dewasa. Ia hampir setiap malam minum di kelab malam, tak jarang juga bermain wanita."

"Aku tahu. Justru kami bertemu di kelab malam." Hwa Young sengaja memberi jeda diantara ucapannya. "Jung, Taehyung seperti itu karena ia kehilangan sosok kakak, jangan membencinya. Yang ia butuhkan adalah kasih sayang dari orang-orang disekitarnya."

"Aku mengerti dan sudah memaafkannya jauh sebelum ini. Aku selalu mengerti keadaannya. Aku berterimakasih juga untukmu, karena adanya dirimu, ia berubah jauh lebih baik sekarang. Aku mendengarnya dari Dokter Kang."

Berselang dua detik, Jungkook mendesis sambil menarik napas cepat. Menghasilkan rasa ngilu pada gigi akibat angin malam yang terlalu dingin menyapa celah mulut yang terbuka. "Tapi aku lebih penasaran dengan awal mula dirimu bersama Taehyung. Maksudku, kenapa harus di kelab malam? Aku tidak berpikiran buruk tentangmu, aku percaya padamu. Tapi hanya, kenapa tempat itu? Aku tidak akan memaksa, jika hatimu memang tidak ingin membahasnya."

Hwa Young menatap lembut suaminya kemudian tersenyum, mengerti akan rasa penasaran yang menggerogoti akibat kejutan dari pernyataannya tadi. Meski tak diperlihatkan secara nyata, tapi Hwa Young bisa menangkap makna ucapan suaminya dengan baik. Ia terkekeh dan berucap, "tak apa, aku akan menceritakannya. Percayalah, kami tidak pernah melakukan hal buruk."

*****

Lagi pada cerita masa lalu

Cerita masa lalu kalian sama mantan apa? Wkwkk

Yang jomblo kalo sama gebetan gimana?

Kalo yang setipe kayak aku, yang cuek, bodo amat, ga peka  juga boleh diceritain disini.

Wkwkk... Aku mode kepo tingkat dewa 😂

Kalo cerita kalian sama bias? Apa kabar? *Aku kabooorrr 🏃🏃🏃

See you next chapter... 🤗🤗

Regards,

-It'sMeHX-

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 121 18
just like the sky meets the sea,let's meet again at this horizon🌊 Highest rank #62 in rosemin
547K 8.5K 85
A text story set place in the golden trio era! You are the it girl of Slytherin, the glue holding your deranged friend group together, the girl no...
5.1K 243 19
Just a bunch of summary of my complete stories or book #58 on taejinkook 08-29-21 ©2020 hartlian
5.6K 112 25
I always loved midnight walks. who wouldn't? being able to walk through the city that was once chaotic and full of people while its silent and peacef...