Who Are You?

By Hua_Xian

3.2K 374 50

Jeon Jungkook. Kita melewati banyak cerita bersama dalam pernikahan ini. Cerita yang kita lalui bersama. Ah... More

Chapter 00. Prolog
Chapter 01. Im Hwa Young
Chapter 02. Sick
Chapter 03. Her Past
Chapter 04. Her Past
Chapter 05. Bad Dream
Chapter 06. Happiness After Bad Dream
Chapter 07. Suddenly Married?
Chapter 08. New Day, New Person
Chapter 09. His Request with Bad News for Him
Chapter 10. Be like a Stranger
Chapter 11. Bad Meeting
Chapter 12. I'm Sorry, We're Broken
Chapter 13. Anger and Sorry
Chapter 14. Because It's You
Chapter 15. Compete
Chapter 16. Our Beautiful Moment?
Chapter 18. Storm and Sick
Chapter 19. Us and Our Broken Heart
Chapter 20. Hospital pt. 1
Chapter 21. Hospital pt. 2
Chapter 22. Hospital pt. 3
Chapter 23. Decision
Chapter 24. Crying on Your Hug
Chapter 25. What are We?
Chapter 26. Reconciliation
Chapter 27. His Past
Chapter 28. Meet Him
Chapter 29. Knowing Each Us
Chapter 30. The Night
Chapter 31. Knowing Her Past
Chapter 32. Story Before You Come
Chapter 33. Let's Share One to Other
Chapter 34. Unexpected Meeting
Chapter 35. Get Caught
Chapter 36. Suspicion
Chapter 37. Japan
Chapter 38. Say Love You
Chapter 39. Congratulations, it's a...
Chapter 40. Let Me Take You Go
Chapter 41. The Warn and Truth
Chapter 42. The Truth is...
Chapter 43. The Warn That Come True
Chapter 44. Regret
Chapter 45. Hello Goodbye
Chapter 46. The Wedding Invitation
Chapter 47. The Day
Chapter 48. Second Child?
Chapter 49. Our Happy Ending: Happy Birthday, Jungkook

Chapter 17. Distance

41 9 0
By Hua_Xian

Suara bel pintu masuk berbunyi berkali-kali dengan tidak sabaran, menunggu pintu disana terbuka. Presensi itu melalui hari yang panjang jadi ia membutuhkan tempat istirahat sekarang, namun rupanya si pemilik belum mau membuka pintu. Lantas ia menggedor pintu itu beberapa kali sampai terdengar suara si pemilik yang berteriak mengatakan, "tunggu sebentar," dari dalam sana.

"Mau bir atau soju?" Tawar si tamu begitu pintu itu terbuka, ia menyenderkan tubunya pada bingkai pintu sembari mengangkat satu plastik belanjaan, "aku baru saja membeli banyak. Oh, beberapa sudah kuhabiskan tadi, sih."

"Astaga, Hyung... Ini–" Ucapnya tersendat lantaran jiwanya yang belum terkumpul, satu matanya bahkan masih terkatup, "ini sudah pukul–" ia melongok jam dinding, "astaga sudah jam satu! Hyung gila, ya, bertamu jam segini?!" Sentaknya langsung sadar seratus persen.

"Minggir! Aku mau masuk." Ucap si tamu itu mendorong paksa si pemilik yang berdiri di depan pintu.

"Hyung, kan, punya rumah. Kenapa kemari, sih?" Ujarnya kentara terganggu lantaran si tamu tidak tahu waktu bertandang ke apartment-nya.

"Kau mengusir atasanmu, Do Hwan-ah?" Terungkaplah si tamu itu adalah Jeon Jungkook. Siapa lagi memangnya atasan Do Hwan kalau bukan Jungkook?

"Tidak, bukan begitu. Maksudku, ini sudah malam, Hyung. Kasian Noona menunggu Hyung pulang." Elaknya.

"Aku datang mengajakmu minum. Mau atau tidak?" Tanya Jungkook geram.

"Hyung bertengkar dengan Noona, ya?" Tanya Do Hwan curiga, matanya memincing menatap sang atasan.

"Mau atau tidak?! Cuma itu, kenapa sampai merembet ke sana, sih?! Ck!"

Do Hwan mengambil napasnya, kalau sudah begini, ia tak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti apa kata atasannya. Ia mengangguk terpaksa dan ikut bergabung dengan atasannya yang sudah lebih dulu duduk bahkan sebelum dipersilakan.

"Hyung mabuk, ya? Tumben sekali kemari, biasanya tidak pernah." Tanya Do Hwan sekadar basa-basi memulai percakapan mereka.

Jungkook menggeleng, "toleransi alkoholku tinggi. Aku hanya ingin mengunjungi karyawanku. Memangnya tidak boleh?" Tangannya membuka kaleng minum yang baru lalu menyerahkannya pada Do Hwan.

"Sampai semalam ini?!" Tanya Do Hwan sembari mengahabiskan isi kaleng bir, "Hyung tau tata krama bertamu, kan?" Sindirnya halus kepada sang atasan.

"Sialan. Yak! Berani sekali dengan atasanmu."

"Well, sekarang bukan jam kerja, jadi Hyung bukan atasanku." Do Hwan sengaja menjedanya, "serius, aku curiga Hyung ada masalah. Mengaku saja, aku benar, kan?"

Jungkook menggeleng pelan.

"If you're not in a problem, then why you look messed up like this?" Satu alisnya terangkat meragukan respon Jungkook.

"Sudah malam, wajar kalau penampilanku kacau begini." Jawab Jungkook mengelak seadanya.

"It's already dawn." Ralat Do Hwan sengaja menyindir dengan suara datarnya.

Bukannya tersindir atas ucapan sekretarisnya itu, Jungkook justru terlihat sedang merenung memikirkan sesuatu, "Do Hwan-ah..."

"Ne, Hyung?" Sahut Do Hwan menangkap keseriusan nada Jungkook.

"Mulai besok tolong ambilkan pakaian kerjaku di rumah dan bawa ke kantor."

"Oke, berarti tebakanku benar, Hyung ada masalah. Katakan padaku, apa itu?" Sayangnya, sifat keingintahuan Do Hwan mulai bangkit setelah menangkap kejanggalan dari ucapan sang atasan.

Jungkook menggeleng, "Tidak ada. Aku tidak punya masalah apa-apa, Do Hwan."

Do Hwan menghela jengah melihat kelakuan Jungkook bak snack berhadiah. Snack ringan camilannya sewaktu kecil, dimana anak kecil tiba-tiba memiliki kekuatan super berupa kepekaan tingkat tinggi pada rungunya saat mendengar suara kocokan bungkus snack itu, sementara tangan yang begitu ajaib berubah menjadi timbangan memilah mana yang lebih berat demi mendapatkan hadiah. Apakah Do Hwan harus seperti itu dulu, baru Jungkook mengatakan yang sebenarnya? Baiklah, ia akan mencobanya.

Ia sengaja berdehem sebelum mengutarakan analisis amatirnya, "Hyung tidak bertengkar dengan Noona, juga tidak punya masalah. Lantas mengapa Hyung kemari menggunakan pakaian rumahan dengan keadaan kacau begini lalu mengajakku minum. Oh! Ditambah dengan perintah membawakan baju kerja Hyung ke kantor. Hyung terlihat aneh sejauh pengamatanku."

Jungkook menghela napasnya enggan, "oke, baiklah, aku mengaku."

Do Hwan meraih kemenangan, caranya berhasil, "apa?"

"Aku bertengkar dengan Hwa Young." Jujur Jungkook dengan berat hati.

Do Hwan mengambil napasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan, "lagi?!" tanyanya yang diangguki Jungkook dengan terpaksa.

"Baru saja berbaikan dan sekarang bertengkar lagi. Hyung tidak lelah, ya? Apa, sih, masalahnya?"

Jungkook seperti boneka kepala goyang yang dipasang pada dashboard mobil sekarang, sangat mirip, hanya bisa menggangguk dan menggeleng tanpa mengeluarkan suaranya.

"Pasti karena orang itu, ya? Siapa namanya... Kim Taehyung?" Do Hwan sengaja menyebutkan nama itu untuk melihat reaksi sang atasan.

Benar saja, Jungkook langsung memincing tak suka begitu mendengar nama itu.

"Ah, jadi benar dugaanku." Do Hwan mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali, "Hyung, dengar–"

"Sudahlah, aku mengantuk. Simpan saja semuanya di kulkasmu." Potong Jungkook sambil mendorong plastik belajaannya tadi lantas berjalan mendekati salah satu pintu kamar di apartement itu.

"Hyung jangan kesana." Ucap Do Hwan panik.

Terlambat. Ketika pintu itu dibuka, tak lama kemudian terdengar suara teriakan wanita.

"Aish..." Do Hwan bisa menebak apa yang selanjutnya terjadi.

"NAM DO HWAN!" Teriak Jungkook.

"Ne, Hyung, on my way." Jawabnya lesu.

*****

Mentari mulai menjalankan tugasnya, pagi kembali menyapa semua orang, termasuk Jungkook yang dengan kemalasan tingkat tinggi harus mengakhiri tidurnya. Semalam Jungkook memilih tidur di kantornya setelah kejadian semalam di apartement Do Hwan. Lelaki itu mengaduh beberapa kali merasakan badannya yang pegal karena tidur di sofa ruangannya. Ia susah payah duduk lalu meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.

Jungkook mendengar pintu ruangannya di ketuk tiga kali dan masuklah seseorang menghampirinya. Ia sudah tahu, siapa lagi kalau bukan sekretarisnya yang datang sepagi ini untuk membawakan apa yang ia perintahkan semalam.

"Ini satu set pakaian kerja Hyung." Do Hwan menyampirkannya pada sandaran sofa di samping Jungkook, "ini peralatan mandi yang sudah kubelikan, sesuai permintaan Hyung."

"Terimakasih, Do Hwan. Kau boleh keluar."

"Aku belum selesai. Ini ada titipan dari Noona, sarapan untuk Hyung." Do Hwan meletakan sebuah kotak makan penuh menu makanan yang menggoyang lidah.

Namun jungkook justru mengabaikannya, ia berlalu menuju kamar mandi di sana sambil berkata, "buang saja. Aku lebih membutuhkan kopi."

"Hyung, sayang makanannya kalau dibuang."

"Kalau begitu kau makan saja. Belikan aku kopi segera." Kata Jungkook sebelum dirinya tenggelam di kamar mandi.

Do Hwan menghela napasnya. 'Serepot ini ya kalau menikah?'

Ia mendudukan diri pada sofa yang dipakai atasannya tadi, mengambil sumpit lalu memakan makanan yang ada di kotak makan itu, kebetulan ia belum sarapan pagi ini. Betapa enaknya rasa yang menyapa lidahnya begitu satu suap masuk ke dalam mulutnya.

Sekiranya sepuluh menit, pintu kamar mandi terbuka menampilkan Jungkook yang sudah berganti dengan pakaian yang lebih rapi. Ia menatap presensi Do Hwan yang masih nyaman berdiam diri disana, pandangannya turun menuju sarapan yang sedang dimakan sekretarisnya itu. Oh, itu sarapan buatan Hwa Young untuknya, seketika ia mendengus dan tersenyum sendu saat ingatan semalam kembali terputar.

'Kenapa masih peduli padaku, Young?'

Do Hwan melihat presensi Jungkook dengan mulut penuh sibuk menyunyah makanan, atasannya itu sedang melamun rupanya. Tatapan matanya terlihat kosong namun sarat akan luka. Ia mengikuti arah pandang Jungkook yang tertuju pada apa yang sedang dimakannya, 'ah, aku mengerti.'

"Hyung mau? Pasti lapar, kan?" Tawar Do Hwan

Jungkook mengerjapkan matanya sekali, menyadari bahwa ia melamun tadi, "tidak. Mana kopiku?"

"Belum kubeli. Nanti setelah selesai makan."

Jungkook mengangguk lalu menempati singgahsananya, mulai membuka dokumen serta komputernya, matanya fokus meneliti setiap baris yang tertulis disana. "Cepat selesaikan sarapanmu dan kembali bekerja."

Ruangan ini menjadi sunyi, sunyi sekali, seperti tidak ada kehidupan disana. Biasanya memang sunyi, tapi Do Hwan merasakan perbedaan seperti hawa dingin dan tidak ada semangat. Ia melihat Jungkook yang terlihat begitu fokus dengan pekerjaannya, sesekali tangan Jungkook bergerak memberi tanda tangan, terkadang juga melingkari beberapa bagian pada lembaran tebal bersusun tinggi itu untuk diperbaiki kembali.

"Saat keluar nanti, sekalian berikan ini pada masing-masing divisi yang mengerjakan, sudah kusetujui." Tangan Jungkook menepuk sejumlah dokumen yang sudah dibubuhi tandatangannya lalu mengangkat lagi kelompok dokumen lain, "lalu ini, banyak yang perlu direvisi. Katakan pada mereka untuk bekerja lebih serius lagi, jangan membuat kesalahan sebanyak ini jika tidak ingin keluar dari sini."

"Hyung, Noona ta–"

"Sekarang waktu untuk bekerja Do Hwan. Jangan mencampurkannya dengan masalah pribadi," potong Jungkook begitu mengerti apa yang akan keluar dari mulut Do Hwan. Tanpa memandang sang sekretaris, matanya masih fokus tenggelam pada dokumen-dokumen lain di layar komputer, "Sudah selesai sarapannya, kan? Lain kali makan diruanganmu sendiri. Kau punya ruangan sendiri kenapa makan disini."

"Hyung juga punya rumah kenapa–" Ucapnya terhenti saat mendapati pandangan Jungkook kepadanya, tidak menyeramkan tapi cukup untuk membuatnya bungkam, "tidak jadi."

"Kau boleh keluar. Kau dibayar untuk bekerja bukan menganggur begini."

"Ne, Sajangnim."

Tidak ada yang berbeda dari Jungkook menurut Do Hwan, sikapnya sebagai pemilik perusahaan, profesionalitasnya dalam bekerja, bahkan saat menangani client pun tidak ada perbedaan, termasuk kata pedas yang selalu diucapkan Jungkook khusus untuknya, semua tidak ada perbedaan sama sekali. Pekerjaanya nyaris sempurna, benar-benar hebat seperti biasanya, hanya saja, ia merasakan kekosongan dalam setiap hal yang dilakukan Jungkook.

Menit berganti jam, pagi juga sudah berganti malam, hampir menginjak tengah malam. Siapa sangka intensitas Do Hwan yang keluar-masuk ruangan Jungkook hari ini lebih banyak dari biasanya, hingga kini ia memlih bergabung di ruangan atasannya itu saat jam kerja telah berakhir. Ia tak masalah harus bolak-balik ke ruangan Jungkook. Sungguh. Ia hanya mengkhawatirkan kondisi atasannya.

Jungkook hanya mengkonsumsi kopi dan beberapa roti yang sempat ia berikan sepanjang hari ini, atasannya itu menolak apapun itu yang berasal dari Hwa Young dan berakhir diperut Do Hwan. Jungkook juga tak pernah meninggalkan dari kursinya, paling hanya saat ke kamar mandi dan menemui client, selebihnya tidak. Matanya bahkan tak merasa perih sama sekali memandang layar beradiasi itu selama hampir enambelas jam.

"Hyung tidak mau makan? Serius?" Tawar Do Hwan.

"Tidak, aku masih kenyang." Jungkook masih tidak mengalihkan tatapannya pada layar komputer.

"Kalau tidak mau makan buatan Noona, aku pesankan yang lain saja. Yang penting Hyung makan."

Jungkook sibuk mengetik disana, matanya sesekali beralih pada keyboard untuk memastikan letak huruf, "Tidak, Do Hwan-ah. Perutku benar-benar masih kenyang. Terimakasih tawarannya."

"Memang seserius itu ya, masalahnya dengan Noona, sampai Hyung begini?"

Jungkook menghentikan acara mengetiknya, "Do Hwan..." panggilnya, "bulan ini jadwalku padat, kan? Aku hanya ingin membuatnya lebih ringkas saja."

"Benar hanya itu?"

Jungkook mengangguk, "aku ingin melakukan yang aku suka, seperti dulu."

"Dasar workaholic." Cibir Do Hwan, "Ingat tubuh Hyung tidak semuda dulu."

Jungkook melipat kedua tangannya di meja kerja, sejenak ia mengistirahatkan tubuh dengan menimpali ucapan Do Hwan, "Secara tidak langsung kau mengataiku tua. Benar?"

Tanpa sadar Do Hwan menganggukan kepalanya, "memang sudah tua, hampir tiga puluh tahun."

"Aku masih duapuluh tujuh tahun," ralat Jungkook. Tangan kananya terjulur, mengetukkan jari-jarinya pada meja kerja, menghasilkan suara ketukan konstan berkali-kali, "terus terang saja, kau ingin aku memotong gajimu berapa?" Lanjutnya dengan kedua alis terangkat.

Do Hwan mendadak panik setelah menyadari kebodohannya, "e-eh, kenapa sampai gajiku yang dipotong? Hyung bercanda, kan? Jangan kejam-kejam begitu padaku. Nanti kalau cinta bagaimana?"

"Menjijikan. Sana pulang, sudah hampir jam duabelas malam. Kekasihmu pasti sudah menunggu di kamar." Ucap Jungkook terkikik geli mengingat kejadian kemarin malam.

"Hyung! Dia bukan kekasihku, kan sudah kujelaskan kemarin."

"Arra. Pulanglah dan tidur." Usir Jungkook halus, "Oh, besok pagi tolong bawakan satu set pakaian kerjaku lagi dan satu set pakaian rumah. Rasanya tidak enak pakai ini seharian."

Do Hwan mengangguk sambil membereskan barang-barangnya, "Hyung memang tidak pulang?"

"Sepertinya tidak malam ini atau besok," Jungkook mengendikan bahu, "entahlah."

"Baiklah. Jangan lupa istirahat. Aku pulang, Hyung." Pamit Do Hwan meninggalkan ruangan Jungkook.

*****

"Selamat pagi, Noona." Sapa Do Hwan dengan senyum sumringah begitu pintu yang ia ketuk tadi terbuka.

Hwa Young yang kala itu sedang mempersiapkan diri hendak bekerja harus menghentikan kegiatannya sejenak untuk membuka pintu, "Oh, Do Hwan-ah, selamat pagi. Masuklah."

"Aku ingin mengambil pakaian kerja untuk Hyung. Apa boleh?"

"Tentu, biar kusiapkan. Tunggu sebentar, ya."

"Noona," sergah Do Hwan sebelum Hwa Young pergi lebih jauh, "Hyung juga minta satu set pakaian rumah lagi. Bahannya yang lebih tipis, katanya yang kemarin-kemarin gerah."

Hwa Young tersenyum mengangguk, "baiklah. Kau boleh makan yang ada di dapur, kemarin aku membuat roti kering. Kalau kau mau, ambilah." Ia melanjutkan langkah kakinya menuju kamar mereka, meningalkan Do Hwan yang duduk sendiri di sofa ruang tengah.

Lelaki muda itu memandang kepergian Hwa Young dengan tatapan penuh arti. Baik Jungkook maupun Hwa Young, keduanya sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Mereka memperlakukan dirinya seperti adik sendiri, tak jarang baik Jungkook maupun Hwa Young mengajaknya pergi saat akhir pekan, itu dulu, sebelum kekacauan rumah tangga Jungkook terjadi seperti sekarang. Melihat kedua orang kesayangannya ini merenggang, entah kenapa turut menghadirkan kesedihan untuknya. Rasa-rasanya ia ingin menjadi pahlawan kesiangan yang memecahkan masalah mereka, namun apadaya, dirinya bukan orang yang pantas untuk ikut campur dalam masalah rumah tangga mereka. Bukannya apa, menurutnya, lebih baik masalah itu diselesaikan oleh pihak yang terlibat, Jungkook dan Hwa Young, agar keduanya sama-sama belajar dalam pernikahan yang berumur masih sangat muda ini.

Ngomong-ngomong, ini sudah hari ke-lima Jungkook tidak pulang ke rumahnya. Ia menitahkan Do Hwan untuk mengambil pakaiannya setiap hari. Dimata Do Hwan, sudah kentara jelas bahwa atasannya itu menciptakan jarak dengan Hwa Young. Lagi, dan sialnya, semakin hari semakin jauh.

Bagaimana Do Hwan tahu? Mudah baginya yang sering bersikap layaknya detektif emm... amatir.

Awalnya, Jungkook bersikap biasa saja dengan hal-hal yang berhubungan dengan Hwa Young sejauh Do Hwan menyinggungnya, terkadang menimpali dengan dehem atau gumaman. Lambat laun, dari sikap itu berubah menjadi abai, kendati sesekali Do Hwan dapat melihat Jungkook bereaksi cepat kala ia menyebut nama Hwa Young, namun sang atasan segera berubah raut datar dalam waktu singkat. Paling parahnya adalah, sekarang Jungkook tak bereaksi apapun saat ia menyinggung Hwa Young, atasannya itu memilih menenggelamkan diri pada setumpuk tinggi pekerjaannya.

Sedangkan Hwa Young, gadis itu cenderung seperti berjalan di tempat. Ia tak mengambil langkah mundur pun tidak juga berniat melangkah maju. Hwa Young hanya memantau suaminya lewat Do Hwan, melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana yang selalu ia tanyakan.

Gemas sekali bagi Do Hwan yang terlibat langsung dalam lingkup ini.

"Apa Jungkook sibuk?" Tanya Hwa Young begitu menemukan presensi Do Hwan di dapur.

"Ne," jawabnya menjeda, sebab roti kering dalam mulutnya harus dikunyah sebelum ditelan, "sebulan ini jadwal Hyung sangat padat, jadi Hyung harus lembur."

"Apa dia makan dengan baik sejauh ini?"

Skakmat, Do Hwan harus berpikir keras untuk hal ini, "N-ne. Ne, Hyung makan dengan baik. Makanan buatan Noona selalu habis."

Hwa Young tersenyum, "aku tahu kau berbohong, Do Hwan."

"A-apa? T-tidak. Noona, aku tidak berbohong. Hyung benar makan masakan Noona kok." Do Hwan panik, ia terkejut, untung saja roti kering yang dimakan tak sampai menyodok kerongkongannya.

"Gelagatmu terlihat jelas, Do Hwan-ah." Jelas Hwa Young kelewat santai.

"I-itu..." Lelaki itu menunduk, kedua tangannya memeluk toples besar berisi roti kering buatan Hwa Young, "Noona, maaf."

"Tidak apa-apa. Kalau Jungkook tidak ingin masakanku, tolong pastikan dia makan teratur." Ucap Hwa Young lembut.

"Noona tidak marah?"

Hwa Young terkekeh, "tidak," jedanya lalu usil mengambil satu roti kering dalam genggaman Do Hwan dan memakannya, "kenapa aku harus marah padamu? Aku harusnya berterimakasih padamu karena sudah membantuku merawat Jungkook. Terimakasih, ya."

"Noona sangat baik. Hyung beruntung punya Noona."

"Sudah sana berangkat. Sudah mendekati jam masuk kantor." Usir Hwa Young saat melihat jam dinding.

"Noona, rotinya boleh kubawa tidak?"

"Hm..." Hwa Young mengangguk, "Habiskan semuanya."

Do Hwan bersorak senang dan hal itu berhasil membuat Hwa Young tertawa ringan. Lelaki itu mengingatkannya dengan Jungkook, sama-sama seperti anak kecil kalau begini.

"Noona tidak ingin kuantar?"

"Tidak, tidak, kau bisa terlambat. Berangkatlah duluan."

****

Nyatanya secepat apapun Do Hwan melajukan mobilnya, tetap saja terlambat masuk kerja. Dirinya tadi sengaja menepi di gang sempit, mengikuti Hwa Young hingga sampai di sekolah dengan selamat, sekadar ingin memastikan saja. Gadis itu terlihat murung selama perjalanannya, mungkin karena kebohongannya yang akhirnya terungkap. Rasa bersalah dari tadi menggerogotinya, tak seharusnya ia begitu. Ia menyesal, inginnya adalah tidak membuat orang-orang yang ia sayangi itu semakin renggang, namun yang ia lakukan malah sebaliknya. Rasa sesal memang selalu datang terlambat, dan sialnya lagi sesal itu menemaninya sepanjang hari ini.

"Hyung tidak ingin pulang?" ucap Do Hwan setelah meletakkan dua set pakaian Jungkook pada sofa.

Lagi-lagi Jungkook terlihat sibuk dengan pekerjaanya, lelaki itu menjawab dengan tanpa menatap sekretarisnya sama sekali, "ini jam kerja Do Hwan. Jangan membahas hal diluar pekerjaan. Dan kau terlambat tiga puluh menit."

Do Hwan membungkuk, "maaf, aku bangun kesiangan tadi." Ia menegakkan tubuhnya kembali, "Hyung ingin sarapan apa pagi ini?"

"Kopi saja seperti biasanya." Ucapnya masih terfokus pada layar.

Do Hwan menghembuskan napasnya jengkel, "Hyung dari kemarin hanya minum kopi tanpa memasukan apapun ke perut. Memangnya tidak perih?!"

"Aku tidak lapar, jadi untuk apa aku makan?" Jawab Jungkook seadanya.

"Hyung itu pintar tapi bodoh juga ternyata. Manusia itu butuh makan setiap hari. Pernah dengar 'makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang' tidak, Hyung?" bodohnya Do Hwan, atasannya sedang dalam mode batu, jadi mau ia ceramahi seperti apapun akan tetap saja percuma, "Ah, terserahlah... Pokonya Hyung harus makan pagi ini."

"Jangan nasi. Roti saja dengan kopi."

"Hyung–" niatnya ingin mengajukan protes namun sebuah ide tiba-tiba mengalir dikepalanya, "tidak jadi. Akan kuambilkan sebentar."

Tiga puluh menit kemudian Do Hwan kembali dengan kopi milik Jungkook beserta sebuah piring kecil penuh berisi roti buatan Hwa Young yang tak tertata. Ia membawanya ke hadapan Jungkook, menghalangi atasannya itu untuk melakukan pekerjaannya.

"Ini, minum dan makan dulu, Hyung." Ucap Do Hwan saat Jungkook ingin mengajukan protesnya. "Setelah itu boleh melanjutkan pekerjaan Hyung."

Jungkook menyerah, ia mengambil kopi pemberian Do Hwan dan menatap sepiring penuh roti kering dengan kening mengkerut. "Banyak sekali, aku tidak minta sebanyak ini."

"Coba saja dulu, Hyung. Itu enak, aku saja ketagihan makan itu."

Do Hwan tersenyum kecil melihat atasannya itu akhirnya mau memakan makanan buatan Hwa Young, seharusnya cara ini terpikirkan sejak kemarin, tapi rasa-rasanya tidak mungkin, Jungkook sudah hapal betul bagaimana rasa masakan Hwa Young.

"Bagaimana? Enak, kan?" Senyum puas tergambar jelas di wajah Do Hwan setelah Jungkook tak memberikan rasa curiga.

Jungkook mengangguk kemudian memiringkan kepalanya sekilas, "Ini... buatan siapa?"

'Mati kau! Dasar bodoh! Mau jawab apa sekarang?!' Batin Do Hwan.

"Itu...," sebuah ide melintas di kepalanya, "ada sebuah cafe baru di sekitar sini, kemarin aku iseng mencobanya dan ternyata cocok. Jadi hari ini kubelikan saja disana. Memang kenapa, Hyung?"

"Tidak. Aku cuma penasaran saja," Jawabnya masih mengunyah, tangannya tak berhenti mengambil roti-roti itu, "Kenapa kau masih disini?! Kembali ke ruanganmu."

"Aku mau bekerja disini saja. Menemani Hyung." Ucapnya membuka laptop yang sudah ia letakkan di meja sofa. "Hyung itu harus ditemani saat-saat seperti ini. Hyung kan kurang belaian, jadi kutemani biar tidak kesepian."

"Sekretaris kurang ajar!" maki Jungkook.

"Hyung..., aku ingin bertanya serius. Hyung memang tidak mau pulang, ya? Sudah hampir seminggu Hyung disini."

"Baru lima hari, bukan berarti seminggu, Do Hwan."

"Besok sudah enam hari, sama saja mendekati seminggu." Katanya sebal, "Hyung memang tidak pegal tidur di sofa terus? Memang tidak rindu kasur empuk di rumah Hyung?"

Bukannya menjawab Jungkook malah mengabaikan pertanyaan Do Hwan dengan menghabiskan menu sarapannya, "waktu sarapanku sudah selesai. Jangan membahas masalah privasi sekarang."

Do Hwan menghela napasnya jengah, atasannya ini selalu mempunyai cara tepat untuk menghindari pertanyaan seputar rumah dan Hwa Young. "Setidaknya Hyung harus pulang akhir pekan nanti. Kantor libur jadi jangan beralasan untuk bekerja."

*****

Bukannya menurut ucapan sekretarisnya, Jungkook malah tetap menghabiskan waktunya di kantor meski sudah menginjak akhir pekan. Lelaki itu meminta Do Hwan untuk kembali membawakannya satu set pakaian rumah pagi ini. Bagusnya, Do Hwan sedang dalam mode penurut, lelaki itu mengikuti keinginan Jungkook, membawakan satu set pakaian untuk atasannya kendati sempat mengumpat bahkan memaki.

"Kenapa masih disini? Pulanglah, kantor libur." Titah Jungkook saat mendapati Do Hwan malah duduk di sofa dan mengerjakan sesuatu dengan laptop yang ia bawa.

"Hyung juga kenapa masih disini? Sudah kubilang untuk pulang, malah masih disini. Jadi, aku juga mau disini, menemani Hyung yang kesepian ini." Ucap Do Hwan seenaknya.

Mendebat sang sekretaris pun rasanya percuma, toh memang benar yang dikatakan Do Hwan, ia masih berdiam diri di kantornya. Lagi pula ada untungnya Do Hwan disini, pekerjaannya sedikit terbantu. Tak jarang pula mereka saling berdiskusi hal ini dan itu dan pastinya tentang pekerjaan, walaupun sekarang bukan jam kerja kantor. Do Hwan juga sempat mengatakan bahwa dirinya bosan, jadi ia datang kemari dan menemani atasannya itu hingga sekarang, sore ah, tidak, langit sudah gelap, ini sudah menuju malam.

"Hyung tidak mau makan?" tanya Do Hwan disela ia mengetik.

"Kafetaria libur Do Hwan."

"Dasar labil! Kemarin buka tidak mau makan, sekarang tutup mau makan." Gerutu Do Hwan dengan suara yang kecil.

"Apa?" Tanya Jungkook ingin memperjelas kalimat Do Hwan lantaran ia tak mendengarnya.

"Tidak." Jawabnya sebal, "delivery saja, ya?"

"Tidak mau. Tidak sehat."

Kening Do Hwan berkerut, "memang sejak kapan Hyung hidup sehat?"

"Sejak..." Jungkook menggantungkan ucapannya, ingatannya tentang sang istri lagi-lagi membayanginya, "sejak umurku sudah bertambah tua," elaknya.

"Cih! Sudah sadar kalau tua."

"Apa katamu?! Yak da–"

Suara panggilan yang berasal dari ponsel Do Hwan di samping laptopnya mengalihkan atensi si pemilik, ditambah lagi dengan nama kontak yang muncul disana membuat lelaki itu bergerak cepat.

"Hyung, Hyung, sebentar...," sela Do Hwan, "memakinya nanti saja, ditunda dulu. Aku harus mengangkat telepon," ucapnya lalu sebelum berjalan menjauh menuju ujung ruangan.

Dari kursi kebesarannya, Jungkook dapat melihat gelagat panik Do Hwan, tangannya bertengger di pinggang bak teko teh sedang yang satu memegang telepon. Sekretarisnya itu berjalan dari ujung kanan ruangan sampai ujung kiri, Jungkook hitung ini sudah ke-lima kalinya Do Hwan berjalan mondar-mandir seperti itu. Jungkook terkekeh, ini hiburan untuknya, jarang-jarang ia melihat Do Hwan panik sampai kebingungan seperti ini, hampir tidak pernah, apalagi ini masalah perempuan. Iya, tak salah lagi, Jungkook tadi sempat mendengar Do Hwan memanggil nama perempuan, yang mana lagi kalau bukan yang di apartement-nya waktu itu.

Do Hwan menghampiri Jungkook setelah panggilan itu selesai, "Hyung, maaf, aku harus pulang. Dia–"

"Hm. Tak apa, pulanglah. Dia sedang membutuhkanmu." Ucap Jungkook mengerti tanpa harus mendengar penjelasan Do Hwan. Raut cemas lelaki itu sudah cukup menggambarkan baginya.

Lelaki itu segera membereskan barang-barangnya secepat mungkin, terkesan buru-buru. Jungkook tak yakin hal apa yang sedang terjadi, tapi ia yakin ini darurat.

Jungkook masih memperhatikan sekretarisnya itu geli, hei, dimana sekretarisnya yang terkenal dengan pembawaannya yang tenang dan santai itu.

Atensi kedua orang disana teralih saat mendengar pintu ruangan Jungkook diketuk tiga kali. Mereka, Jungkook dan Do Hwan saling beradu pandang.

'Bukan hantu, kan? Kantor ini tidak horror, kan?' Begitu batin mereka.

"Selamat..." Sebuah suara dari sosok yang membuka pintu, si pelaku utama yang mengetuk pintu. Sayang, presensinya masih terhalang pintu, tapi setidaknya berhasil membuat Jungkook dan Do Hwan menghembuskan napas lega.

'Syukurlah manusia.' Batin Do Hwan.

Sosok itu, seorang pria yang sedang melihat jam mewah pada pergelangan tangannya, "Malam, Tuan Jeon. Oh, atau bisa kusebut kawan lama?"

"Tuan Kim, maaf sebelumnya. Bagaimana Anda bisa masuk kesini?" Do Hwan lebih dulu mengambil alih sebelum Jungkook berucap. Ia masih ingat jelas betapa emosinya Jungkook saat berhadapan dengan pria ini, Kim Taehyung. Lucunya, Do Hwan lupa bahwa dirinya harus segera pulang.

"Well, keamanan disini sangat kurang," ucapnya sambil berjalan melihat-lihat keadaan ruangan Jungkook, "jadi mudah saja aku masuk kemari. Sama seperti atasanmu–"

"Tuan Kim, An–"

"Do Hwan, pulanglah." Jungkook menengahi perdebatan yang dimulai Taehyung.

Jungkook terlihat tenang, tidak ada emosi yang mempengaruhinya, benar-benar seperti tidak ada masalah. Itu membuat kening Do Hwan berkerut heran, "Hyung, tapi–"

"Tak apa, pulanglah. Dia tidak menggigit." Jawab Jungkook melucu dengan senyum geli terpasang apik di wajahnya.

Sialan memang, disaat seperti ini bukannya serius, atasannya itu masih bisa-bisanya melucu. "Baiklah. Hyung hubungi aku kalau terjadi sesuatu."

"Atasanmu bukan anak kecil lagi, Sekretaris Nam." Ucap Taehyung meremehkan.

"Do Hwan, cukup," Jungkook segera menengahi saat melihat Do Hwan terpancing emosi, "pulanglah."

Ucapan Jungkook berhasil membuat Do Hwan menurut dengan berat hati, matanya memincing tak suka pada Taehyung. Sementara yang di pandang, Kim Taehyung, satu sudut bibirnya terangkat, tersenyum remeh.

"Lihat? Atasanmu bahkan lebih membelaku."

*****

"Apa yang membuatmu kemari, Kim Taehyung?" tanya Jungkook setelah memastikan sekretarisnya itu benar-benar sudah meninggalkan kantor.

Taehyung sendiri sudah duduk tanpa ada yang mempersilakannya. Ia duduk berhadapan dengan Jungkook hanya meja kerja yang menjadi perantara mereka.

"Tidak ingin memanggilku Hyung seperti dulu lagi, ya? Padahal waktu kecil kau selalu memanggilku begitu."

"Aku tidak lagi seperti dulu."

"Apa karena kau mempunyai Hyung baru itu?" Sebelah alis Taehyung terangkat, seakan menguji kesabaran seseorang dihadapannya.

Jungkook menghela napasnya lelah lantaran kedatangan Taehyung yang justru mengganggunya, "Katakan saja apa yang membuatmu kemari. Tentu ini bukan masalah kerjasama, mengingat sekarang akhir pekan dan tidak ada agenda untuk bertemu."

"Well, yah, bagaimana aku mengatakannya? Haruskah aku mengatakannya? Di depan suami dari kekasihku sendiri? Hmm..." tuturnya panjang sambil mengusap dagu layaknya berpikir lantas mengangguk kecil beberapa kali, "oke, baiklah. Sebenarnya aku ingin meminta izin padamu, bagaimana, ya, menjelaskannya?" Taehyung terlihat seperti berpikir keras, jari telunjuknya beberapa kali mengetuk kening dan sesekali mengusap dagunya.

Ia menyandarkan punggung pada kursi yang dia duduki, tangannya terlipat didepan dada, "Kudengar kalian bertengkar, ani, Hwa Young yang menceritakannya padaku. Ralat, lebih tepatnya meminta tolong padaku untuk membujukmu pulang." Ucapnya seakan bersimpati dengan keadaan rumah tangga Jungkook.

Pandangan Taehyung yang semula tertuju pada papan kaca bertulisakan nama Jeon Jungkook beralih menatap si pemilik nama dengan tatapan sengit, "Kau tahu? Perkataan terakhirmu saat dipesta waktu itu berhasil membuatku kalang kabut. Untung saja itu hanya akal-akalanmu, oh tunggu, kau pasti ingin bertanya bagaimana aku tahu, kan?"

Sayangnya, Jungkook sama sekali tidak menunjukkan dirinya terpengaruh, wajahnya masih menunjukkan ekspresi biasa saja, cenderung datar tak meminati topik pembicaraan.

"Tentu aku menanyakan langsung pada istrimu. Jadi, bisa kusimpulkan kalau Hwa Young itu..." ia sengaja menggantungkan ucapannya, tubuhnya bergerak maju mendekat ke arah Jungkook, "belum kau sentuh sama sekali," ucapnya sambil menyeringai.

Lantas Taehyung menegakkan punggungnya, "Aku berterimakasih untuk itu," katanya tersenyum.

Ia kembali mendekatkan diri kearah Jungkook, tangannya terlipat rapi diatas meja, "kuberitahu sebuah rahasia... Bibir kekasihku itu sangat manis, sangat candu. Aku jadi tergoda melakukan lebih," ia sengaja menjedanya sejenak, "selama ini aku selalu menahannya. Tapi setelah tahu bagaimana rasanya, aku jadi..." Taehyung mengangkat kedua alisnya seakan menyampaikan maksud ucapannya dari sana, "kau jelas tahu tanpa aku menjelaskannya."

Jungkook tetap bungkam, tak berniat sekadar menimpali ucapan Taehyung. Tentu, hal itu membuat Taehyung jengah, "kau tidak ingin mengucapkan barang satu kata begitu, Tuan Jeon? Makian? Umpatan? Atau pukulanmu itu?"

"Untuk apa? Kau sudah menang." Jawab Jungkook apa adanya.

Taehyung mengangguk beberapa kali, "Aku kan memang sudah menang dari dulu. Lalu kenapa tidak cerai?"

"Sedang kupikirkan. Jadi kau bebas mendekatinya sekarang." Ucapnya tersenyum tanpa beban kendati hatinya mendadak perih.

"Semudah itu?" Mata Taehyung membola, "woah, tidak kusangka akan semudah ini."

"Sekadar informasi untukmu, Jeon. Nanti malam akan terjadi badai, jadi kalau mau pulang, sebaiknya sekarang–"

"Aku tidak pulang." Potong Jungkook tak peduli.

"Kebetulan sekali... Hwa Young itu takut badai. Jadi menyelinap, oh bukan, aku sering bertamu ke rumahmu, sih, setiap hari malah. Jadi kurasa suasananya mendukung sekali, kebetulan juga kau tidak pulang, kan. Sepertinya tengah malam cocok untuk menemani Hwa Young, sekalian...," Taehyung sengaja menjeda ucapannya, "mengganti ketakutannya dengan sesuatu yang indah, kau pasti tahu kan?" Kedua alisnya terangkat, "Sebuah malam indah ditengah badai. Apalagi itu pengalaman pertamanya, pasti menyenangkan."

Jungkook mengangguk-angguk agar lelaki Kim ini segera enyah dari sini, ia sudah muak dengan kedatangan Taehyung, "Silakan nikmati malam indahmu, Tuan Kim. Sudah semakin larut, sebaiknya persiapkan dirimu sebelum badai datang, tidak lucu kalau kau datang dalam keadaan basah."

"Justru itu bisa menjadi alasan terbaik untuk menginap ditambah lagi kalau basah seperti itu, kan, jadi terlihat seksi. Kau baik sekali menambahkan ide untuk membuatnya lebih lancar. Baiklah, aku sudah mendapatkan izin dari suami gadisku. Terimakasih. Aku pergi."

*****

Holla hollaa...

Sudah menemukan kejanggalan sampai di chapter ini? Hayo, nemu gak?

Sebel yaa sama Taehyung?

Atau sebelnya malah sama Jungkook?

Atau sama Hwa Young?

Atau sama Do Hwan? Kasian Do Hwan, jangan di sebelin yaa...

Atau malah sebelnya sama aku? Ga boleh sebel sama aku 😝

Katanya, jangan sebel-sebel sama orang, jangan jahat-jahat sama orang, nanti malah jadi cinta kan repot. *ups 😂

Itu katanya Do Hwan yaa, bukan kataku 😄

Jangan salahkan aku, jangan hujat aku... Oh, tyduck 😣 *halah lebay 😑

Tebak-tebakan dong, chapter depan bakal gimana? Gampang lah ya, aku yakin pasti bisa ketebak ini.

Yang bisa nebak, dikasi peluk cium dari Yeontan. Wkwkk. *aku kabooorrr🏃🏃🏃

Regards,

-It'sMeHx-

Continue Reading

You'll Also Like

10.9K 149 30
This is just chapters full of random poems that I got bored and wrote 🦄 Pls enjoy😜
2.1K 305 109
a bundle of love poems, I suspect there are gonna be a lot of bitter love poems but I'll try to include happy ones and now all your love is wasted, b...
892K 41.2K 61
Taehyung is appointed as a personal slave of Jungkook the true blood alpha prince of blue moon kingdom. Taehyung is an omega and the former prince...
1M 55.1K 35
It's the 2nd season of " My Heaven's Flower " The most thrilling love triangle story in which Mohammad Abdullah ( Jeon Junghoon's ) daughter Mishel...