Our Escape Way (BL 18+) [COMP...

By crayonsnowball

154K 13.4K 656

Galuh seorang mahasiswa dan Haani animator di sebuah studio game. Sudah enam bulan mereka pacaran, tapi justr... More

β™ͺ ♬ 1 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 2 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 3 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 4 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 5 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 6 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 7 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 8 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 9 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 10 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 11 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 12 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 13 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 14 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 15 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 16 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 17 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 18 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 19 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 20 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 21 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 22 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 23 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 24 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 25 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 26 ♬ β™ͺ
β™ͺ ♬ 27 ♬ β™ͺ
Bonus I - 060420
Bonus II - 090420
Bonus III - 150420
Party Planner - 100520
Our Healer - 260421

Pillow Talk - 300420

3.2K 281 21
By crayonsnowball

"Dear.. emang Haani kemana sih? Tiba-tiba dia bilang mau kerja dari rumah. Terus tiba-tiba gak ada kabar, kata Pak Surya, dia cuti. Tapi masa lama banget? Haani masih animator di studio kan, Dear? Haani belum resign kan?"

"Haani cuti sementara, Sayang. Katanya ada masalah kesehatan gitu, jadi dia harus ngambil cuti agak lama."

"Tapi kok sampe gak ada kabar gitu?"

"Ya aku gak tau." Evan mencubit hidung Alfi dengan gemas, kekasihnya ini mulai banyak tanya dan hal itu selalu sukses buat Evan gemas.

"Aku kangen tauu."

"Mas Surya tuh cuma bilang ke aku kayak gitu. Haani cuti, ada masalah kesehatan. Waktu aku tanya soal statusnya, masih animator di studio. Mas Surya juga kayaknya gak mau ngelepas Haani. Tapi tim animasi gak ada masalah kan? Kan ada animator pembantu sama anak intern."

"Yaa.. soal itu sih, gak ada masalah. Cuma aku penasran aja. Dia kayak ngilang gitu, Dear. Chat aku jarang banget dibalesnya, aku tanya Galuh juga sama. Nyebelin."

Senyum Evan masih mengembang, Alfi yang tiduran di sampingnya, menjadikan lengan Evan sebagai bantal, masih merajuk soal Haani. Evan paham kalau Alfi memang sangat care dengan teman-temannya, terutama Haani. Hanya karena mereka sama-sama gay dan mereka bottom.

Evan jadi ingat cerita Alfi dulu, soal Haani, waktu Haani belajar dari Alfi soal seks. Ini agak gila menurut Evan. Ia pikir, kekasihnya seperti menjerumuskan orang lain ke jalan yang tidak seharusnya. Tapi begitu Evan melihat sendiri dengan mata kepalanya, kedekatan Haani dan Galuh, akhirnya semua pikiran Evan hilang juga. Niat kekasihnya hanya membantu, itu saja.

Sabtu malam begini, Alfi memilih menginap di apartemen Evan. Alasan awalnya bukan karena rindu atau apa, tapi karena rekan sesama animatornya juga memilih pulang ke rumah dibanding stay di apartemen. Alfi ogah sendiri di sana, berhubung ada Evan, ya menginap saja. Toh, malah lebih menyenangkan.

"Dear, Dear.."

"Iya?"

"Pak Surya tau kamu gay gak?"

"Ngg..." Evan mendelik, "Nggak kayaknya. Kenapa?"

"Gak papa, nanya aja. Apa Pak Surya gak bingung ya? Maksudnya, kan kamu bukan seumuran aku gitu Dear, pasti orang-orang mikirnya, harusnya kamu udah nikah atau minimal punya pacar, tapi ini nggak."

"Mas Surya tau aku punya pacar, Sayang. Tapi, dia gak tau pacar aku siapa. Lagian yaa, kayaknya, cuma kamu aja yang mau sama cowok dingin kayak aku?"

Alfi cekikikan, geli, Evan mengelitiki perutnya. Merasa makin terancam, Alfi akhirnya memeluk Evan kuat, agar berhenti, tapi Evan juga malah balik memeluk Alfi makin kuat, makin tidak bisa membuat Alfi berhenti tertawa.

"Nanti aku ngompoool."

"Kalo ngompol tidur di sofa sana."

"Ih, kejam."

Evan terkekeh lembut, mengeratkan pelukannya pada Alfi.

"Kamu, Dear, menurut aku, karena orang-orang gak tau sisi kamu yang begini aja makanya keliatan dingin. Umm.. sama ekspresi kamu sih. Tapi kalo sama aku, kamu gak dingin kok. Malah aku disayang banget, aku dimanjain, dicium-cium, dipeluk-peluk, angeeet banget."

"Ya aku begitu cuma sama kamu aja. Gak mungkin kan ke orang lain?"

"Jangaaan, sisi yang begini cuma punya aku. Gak boleh dikasih liat ke yang lain. Oke?"

"Tapi kenapa kalo kamu manja begini, gak cuma ke aku aja, ke yang lain juga."

"Ummm..."

"Pernah mikir aku bakal cemburu gak?"

"Noo, Dear~ jangan cemburuuu." Alfi malah makin-makin erat memeluki Evan, "Aku kan, manja ke mereka juga gak semanja ke kamu Dear, terus, kan kamu tau aku kayak apa, kamu juga tau mereka udah pada punya pasangan dan mereka bukan gay. Kan? Kan? Jangan cemburu Dear~ aku sayangnya cuma sama kamu kok."

Napasnya dihela, lalu mengembang senyum lembut, mengelusi kening Alfi di pelukannya, "Iya deh." katanya, seraya mengecup kening dan bibir Alfi. "Tidur, udah malem."

"Tidur? Gak pake baju begini?"

"Loh? Biasanya juga begitu."

"Nanti kalo aku kedinginan? Kalo aku masuk angin? Kalo aku sakit gimana Dear??"

"Ya kita tinggal ke dokter, Sayang."

"Ih!" Alfi malah membuat wajah cemberut, pipinga agak mengembung, malah jadi lucu.

"Salah aku apa coba? Bener kan? Kalo sakit ya berobat."

"Harusnya kamu bilang, kamu peluk aku biar gak dingiiin. Aaah~ kamu gak romantis kayak duluuu~"

Evan malah tertawa-tawa, Alfi di sebelahnya makin cemberut sembari menyubiti pinggang Evan. Bukannya mereda, Evan malah makin jadi tertawanya. Rasanya, entah kenapa Alfi jadi lebih manja dan menggemaskan malam ini.

"Gak lucuuu."

"Aku bercanda, Sayaang. Aku cuma ngisengin kamu aja. Abis, kamu kayak baru pertama kali tidur sama aku. Tiap tidur juga aku peluk kan?"

"Tetep gak romantis!"

"Iya deh, aku emang ga seromantis dulu. Aku minta maaf, oke?"

"Peluk."

"Ini aku peluk, Sayang."

"Gak cium dulu?"

Evan menurut, mencium kening, pipi, dan bibir Alfi. Lalu tersenyum lagi, membawa Alfi makin tenggelam dalam pelukan hangatnya.

Alfi sendiri senang diperlakukan seperti itu, senyumnya masih mengembang meski matanya sudah terpejam. Di pelukan Evan selalu terasa hangat. Terlebih, waktu Evan mengelusi kepalanya mengantar Alfi untuk terlelap. Benar-benar dikasihi, Alfi beruntung memiliki Evan sebagai kekasihnya.

• • •

Jam sembilan, waktu Alfi baru bangun tidur, hidungnya lekas disapa aroma roti panggang. Matanya mengerjap, lampu di kamarnya sudah mati semua, hanya ada cahaya dari jendela yang gordennya hanya terbuka setengah.

"Dear...?"

Tidak ada jawaban. Alfi yakin kalau Evan sudah di luar. Ia bangkit, lalu meregangkan tubuhnya yang terasa agak pegal. Masih mengantuk, padahal sudah bangun siang. Matanya negerjap-ngerjap lagi, menjernihkan pandangan yang masih agak kabur.

Di ujung kasur, ada satu set pakaian baru. Evan siapkan sengaja untuk Alfi. Masih dengan kantuk dan menguap panjang, Alfi berdiri dan mengenakan pakaian yang disiapkan Evan. Hanya celana boxer pendek dan kaos gombrong milik Evan. Mengingat, Alfi memang lebih sering mengenakan pakaian Evan dibanding pakaiannya saat menginap.

Kakinya melenggang keluar, sesekali masih menguap sambil membaca chat-chat yang masuk ke handphonenya. Alfi lihat Evan sibuk di depan laptop di meja makan. Sekali lagi Alfi menguap sembari menghampiri Evan.

"Aku ngantuk banget Dear."

Evan menoleh, baru sadar kalau Alfi sudah bangun. Senyumnya mengembang, kacamatanya agak dibenarkan, tangannya refleks menuntun Alfi duduk di pangkuan.

"Dear, aku diundang ke ulangtahun adiknya Galang nanti siang."

"Ya dateng lah, yang lain juga pasti dateng kan?"

"Iya, tapi aku belum beli kado. Aku liat di grup katanya Mas Aga bakal sama Mbak Cantika beli kadonya, aku ajak Mas Dany belum dibales."

"Adiknya.... cewek?"

"Iya, masih SMP. Tapi nempel banget deh sama Galang. Lucu, Dear. Udah gitu emang Galang keliatan ngayomin banget."

Evan menyingkirkan poni Alfi, lalu mengelus-elus pipinya. "Ya kamu beli sendiri aja, sebelum kesana. Bisa kan?"

"Um.. aku sekalian nunggu balesan Mas Dany dulu. Soalnya katanya mau berangkat bareng, kata Mas Aga, pake mobil studio."

"Hmm.. yaudah."

"Aku masih ngantuk Dear.." Alfi malah menggelendot, merebahkan kepalanya di pundak Evan. "Kamu pagi-pagi udah sibuk?"

"Mas Surya kirim e-mail, MOU dari klien, katanya ada yang janggal jadi aku periksa."

"Oooh." tidak dilanjutkan lagi, Alfi malah keenakan duduk di pangkuan Evan sambil memeluk, dan mengendusi ceruk leher Evan yang beraroma sabun. Ia benar-benar masih mengantuk, surara ketikan laptop Evan pun malah buat Alfi makin mengantuk.

Sampai sekiranya jam 10, Alfi baru seutuhnya terbangun. Itu pun karena Evan sudah selesai dengan laptopnya dan membangunkan Alfi yang ketiduran di pangkuannya.

Alfi memakan roti panggangnya yang sudah dingin, sementara Evan mulai beres-beres rumah, berawal dari kamar. Selesai makan, Alfi lansung melenggang ke kamar mandi, lalu bersiap untuk kembali ke apartemennya sendiri sebelum pergu ke acara ulangtahun adiknya Galang.

Sebelum pergi, seperti biasa, mencium Evan dulu, bibirnya, pipinya, peluk, seakan mereka akan terpisah lama, yang padahal, malam nanti bertemu lagi juga bisa.

Mereka hanya menjadikan hal itu sebagai kebiasaan. Saling menyayangi, untuk memulai hari yang lebih semangat lagi.

• • •

Di sepanjang jalan pulang menuju apartemen mereka terus bercanda. Semua karena ada Cantika, kekasih Aga. Mereka berdua sudah seperti penghibur untik Alfi dan Dany. Galang tidak ikut pulang karena masih mau merayakan ulangathun adiknya.

Di depan apartemen, Alfi cuma turun berdua Dany, Aga masih harus mengantar Cantika pulang. Mereka melenggang berdua menyusuri lobby sampai ke lift. Obrolannya masih tidak habis, selalu ada hal yang jadi bahan obrolan mereka.

"Haani sama sekali gak ngasih kabar, Mas?"

"Nggak. Waktu itu sih bilangnya dia berobatnya di luar negri, Fi. Dan butuh waktu lama. Gue curiga sih, apa kanker ya?"

"Ih! Jangan ah!"

"Ya abis. Bisa aja kan? Tiba-tiba kan dulu dia bilang cuti tuh seminggu, katanya mau berobat ke luar negri, gak lama dari itu, Pak Surya ngomong kalo Haani bakal kerja dari rumah. Iya kan? Lama-lama ngilang, terus Pak Surya bilang lagi Haani cuti, ada masalah kesehatan, terus dia bilang dia ke luar negri berobatnya. Apa lagi coba kalo bukan kanker? Selama itu lho, Fi."

"Iya sih." Alfi menunduk. "Aku kangen sebenernya, aku ngechat dia terus tapi gak pernah dibales. Waktu itu aku tanya Galuh, dia bilang gak tau. Mas Aga juga gak tau, padahal kan Mas Aga deket banget sama kakanya Galuh itu kan? Masa sih gak tau?"

"Yaa.. masalahnya ya Fi, gimana kalo Galuh sama Haani udah putus? Kan? Ya jelas Galuh jawabnya gak tau lah. Atau emang Galuh beneran gak tau. Kamu tau sendiri Haani orangnya kayak gimana. Tertutup, ke Galuh aja kadang dia gak terbuka. Kan?"

"Duuuh, aku jadi mikir macem-maceem."

"Udahlah Fi, mending nih yaa kita doain aja semoga Haani cepet sembuh terus balik lagi ke studio. Semoga sakitnya bukan sakit yang parah."

"Iya. Amin. Mas kalo ada kabar dari Haani langsung kasih tau aku ya?"

"Biasanya juga gue langsung kasih tau kalian kan? Tenang aja lagi. Kan Haani udah kayak adek kita."

"Iya."

Dany menepuk-nepuk bahu Alfi, "Gue masuk dulu, jangan telalu dipikirin, nanti malah kepikiran eh elo sakit. Kan repot."

"Iya Maas~" cengir Alfi seketika. Mengiringi Dany yang masuk ke apartemennya dan lekas menghilang.

Napasnya dihela, senyumnya hilang, matanya mendelik ke pintu paling pojok. Apartemen Haani. Sesaat Alfi memandangi kamar itu, sekelebat bayangan Haani di ingatan muncul kembali. Alfi benar merindukan Haani. Buat Alfi, Haani lebih dari sekadar sosok adik dan sahabat. Entah, tapi memang begitu rasanya. Dan menghilangnya Haani tanpa kabar yang jelas, buat Alfi kepikiran.

Napasnya dihela lagi. Alfi harus berhenti berpikir yang bukan-bukan. Ia harus ingat kata Dany, sebaiknya doakan Haani agar cepat kembali ke studio, sehat, tidak kurang sedikit pun.

Rasanya setengah nyawa Alfi hilang karena terus memikirkan Haani. Ia mendadak lemas, membuka pintu kamar apartemennya saja tidak bersemangat. Di pikiran Alfi, begitu masuk, ia akan langsung menelpon Evan, mengadu, merajuk sampai puas.

Tapi apa nyatanya?

Begitu masuk Alfi malah terbengong-bengong. Semerbak harum menyapa indra penciumnya. Mulutnya mengaga tidak percaya, bahkan rasanya Alfi lupa bagaimana cara mengedipkan mata. Di seluruh ruang apartemennya, terhampar penuh kelopak bunga berwarna merah. Mawar.

Alfi tidak mimpi. Sungguh. Ia sudah bangun meski tadi pagi memang kesiangan. Tapi sekarang Alfi sama sekali tidak bermimpi, ia baru pulang dari acara ulangtahun adiknya Galang, ia mengobrol dengan Dany dan begitu masuk apartemennya, di dalam berhamburan kelopak bunga mawar.

Senyum lebar mengembang di bibir Alfi, tangannya gemetaran memgambil handphone di saku jaket. Ia mencari-cari satu nama yang ia yakini sebagai pelaku yang membuat kamarnya jadi seperti ini.

"Halo?"

"Jahaaaat~" Alfi berteriak, kencang, lalu disusul tangisan.

"Halo? Fi? Kenapa? Kok nangis?"

"Iya kamu jahat! Jahat banget! Jahaat!" dan makin-makin Alfi menangis sesenggukan. "Aku nangis karena kamu kan? Kamar aku diapain ini? Jahat.. aku sampe nangis."

Di sebrang, Evan terkekeh lucu, "Yaa abis, semalem ada yang bilang aku gak romantis."

"Aku bercanda Deeeear!"

"Ooh bercanda, terus sekaramg gak suka?"

"Sukaa, makanya aku nangis. Gimana sih? Aku sampe gemeteran ini. Kamu jahat. Lemes aku liatnya."

"Syukur deh kalo suka."

Alfi masih sesenggukan, di sebrang juga masih terdengar kekehan Evan. "Dear.."

"Iya?"

"Ini gimana beresinnya? Kalo nanti ada yang kesini gimana? Aku harus bilang apa? Ini dimana-mana bunga semua. Eh?" Alfi terjeda sesaat, "Di kamar mandi jugaaa. Kamu apain kamar akuuu?? Hwaaaa~!" yang malah buat Alfi semakin jadi menangisnya.

"Hahahaha~" dan sama, gelak tawa Evan juga semakin jadi. "Ya kamu aja lah yang main ke kamar yang lain. Jangan pada main di kamar kamu dulu." tawanya berubah kekehan, sengguk tangis Alfi juga masih terdengar. "Nanti malem aku kesana ya? Aku harus ketemu klien dulu sekarang. Oke?"

"Oke."

"Udah doong, jangan nangis, aku sejahat itu apa?"

"Nggak.. kamu gak jahat. Aku yang gak bisa berhenti."

"Iya, iya. Ya udah. Aku udah mau sampe nih, nanti lagi ya?"

"Umm.. I love you, Dear."

"I love you more, sampe nanti malem."

"Kay~"

Teleponnya terputus, tapi sesenggukan Alfi masih sama sekali belum bisa berhenti. Kakinya melangkah lemas dari kamar mandi ke kasur. Agak sayang untuk ditiduri, tapi mau gimana lagi? Di lantai saja sejak tadi sudah Alfi injak meski sudah hati-hati.

Aroma bunga mawar belum lelah bertamu ke indra penciuman Alfi. Wanginya khas. Terlebih waktu Alfi merebahkan dirinya di kasur, tubuhnya seperti tenggelam di kolam bunga mawar. Ia tidak menyangka Evan akan seniat- Bukan! Evan akan segila itu. Ide dari mana untuk memenuhi kamar Alfi jadi penuh dengan bunga seperti ini? Seperti perempuan, tapi sayangnya ini Alfi dan ia sangat suka.

Malamnya, Evan benar-benar menepati janjinya untuk datang. Itu pun sangat larut, karena takut ketahuan yang lainnya. Alfi sedang mengerjakan projek game individu waktu Evan datang, pekerjaannya langsung dihentikan dan menyambut Evan dengan senang. Baru membuka pintu, Evan langsung dipelukinya erat-erat.

Evan mengecup kening Alfi, lalu bibirnya, mendorong Alfi masuk dan membiarkan pintu kamarnya tertutup sendiri.

"Gimana? Ada yang curiga?"

"Nggak, tadi pada di kamar Mas Aga soalnya." Alfi mengumbar senyum agak manja, ia terus menggelendot di gendongan Evan. "Dear.."

"Hm?"

"Thank you."

Evan hanya menjawab dengan kecupan di bibir Alfi, yang segera mebuat Alfi menangkup pipi Evan, untuk melanjutkan ciumannya.

Evan menggendong Alfi lebih masuk di kamarnya, memawa Alfi ke ranjangnya dan direbahkan di sana. Tidak bohong, Evan sendiri bisa mencium aroma bunga mawar meski sudah berlalu berjam-jam. Sejak siang tadi, waktu Alfi masih di acara ulangtahun adiknya Galang. Evan sengaja datang bersama dua orang lain yang bertugas menyiapkan bunga-bunga di kamar Alfi.

Tujuannya memang membuat Alfi terkejut, dan Evan sangat puas akan itu, karena Alfi, selain tekejut, ia juga menyukainya.

Satu persatu pakaian mereka terlepas, terhambur di lantai bersama kelopak-kelopak bunga mawar. Alfi memandangi Evan yang sudah bertelanjang dada, tangannya meraba dada bidang Evan, merambat ke pipinya. Masih tidak menyangka kalau prianya bisa membuat kejutan berupa bunga.

"Dear.. aku gak tau lagi gimana harus ngomongnya, tapi aku beneran sayang banget sama kamu."

"Gak perlu kamu bilang juga aku tau, Sayang."

"Tapi aku sayang kamu."

"Iya."

"Aku serius sayang sama kamu Dear."

"Iya Saya-"

"Cuma sayang sama kamu aja, Dear!"

Napas Evan dihela, tersenyum, mengelus menyingkirkan rambut kekasihnya.

"Aku sayang kamu Dear.."

"Alfi." katanya, suaranya mendadak lebih dalam dan selalu bisa merasuk ke jiwa terdalam Alfi. Buat wajah Alfi memerah seketika meski sudah lama bersama.

Meihat itu, Evan hanya terkekeh pelan, lalu memeluk Alfi dengan sayang. Mengecupi pucuk kepala Alfi hingga pipi dan kembali saling bertatapan. Memandangi pipi Alfi yang merona.

"Dear...?" buat Alfi bertanya, karena Evan hanya diam memandangi Alfi.

"Engg... aku baru inget kita di apartemen kamu. Mau lanjut? Tapi berarti kamu harus tahan suara kamu."

Alfi cuma mengangguk. Iya. Gimana nggak? Dan, mana mungkin gagal? Sudah ada yang meronta minta dibebaskan di bawah sana akibat kasih sayang Evan.

Jadi malam itu, mereka habiskan untuk bersama, meski harus menahan suara. Kelopak-kelopak bunga yang ada di kasur Alfi, seakan menyertai keduanya, ikut bermain, menyiringi pelepasan kasih mereka.

Bagi Alfi, Evan itu sempurna. Tidak ada kurangnya. Bahkan Afli rasa sekalipun Evan tidak pernah menyakitinya. Alfi sangat disayang, dimanjakan, tapi tidak pernah dianggap anak-anak. Alfi kekasih Evan, memang sudah sepatutnya Evan menyayangi Alfi. Dan begitu yang Alfi dapatkan, pun sebaliknya.





hola mentemen!!
ini bukan Season II apalagi kejutan. bukan. xixixi (´ε` )

biy iseng, udah lama buatnya, iseng publish aja~ barang kali bisa jadi temen baca selama #dirumahaja cieilah ♥

semoga suka yaak! selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

terima kasih atas semua dukungannya. biy sayang mentemen, muuah!
(づ ̄ ³ ̄)づ♥♥

tanggal tulis: 17 April 2020
tanggal publish: 30 April 2020

daan, buat yang tertarik sama cerita Alfi-Evan ini, biy buat cerita khusus mereka berdua. prequel dari Our Escape Way, yaituu Our Secret Way

bagi mentemen yang berminat, silakan mampir dan baca (´ε` )♡

Continue Reading

You'll Also Like

479K 48K 18
(GAY STORY!!!). (on going!) Re-upload just for fun!! Semua yang ada di cerita ini fake! *Berlatar SMA Mandala dan murid pindahan dari SMA Gelangga. E...
9.3K 1K 72
State : Complete Genre : BL, Bromance, Comedy, Fan Fiction, Super Power, Supranatural. Character : Ateez's member, BTS's member, Minhyuk BTOB, Stray...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.6M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
559K 27.1K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...