TAURUS

By OneDream_id

26.1K 2.7K 689

OneDream_id : TAURUS A Story by : @nadiaindhmn ••••• Pepatah 'benci jadi cinta' ternyata benar adanya. Terbu... More

PROLOG
Chapter 01
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
SPECIAL CHAPTER
Chapter 11
QnA
Chapter 12

Chapter 02

1.9K 283 75
By OneDream_id

Banner nyusul pt. 2
Happy Reading~

(Kalau ada typo harus kasih tahu, ya)

•••••••

Pagi-pagi sekali Altea sudah sibuk menggerutu selama bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dasi hilang, kaus kaki hilang, buku matematika yang hampir lupa dimasukkan ke tas. Benar-benar seperti anak sekolah dasar.

Reila yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. Hal seperti itu sudah biasanya dilihatnya, bahkan lebih parah dari hari ini. Reila bersyukur karena Agra masih libur sekolah dan berada di rumah adiknya sekarang.

“Bun, ayo, berangkat!" Reila menoleh pada Altea yang sedang memakai sepatunya.

"Sarapan dulu!"

Altea menggeleng. "Kalau sarapan dulu nanti telat."

"Sandwich-nya kan bisa dimakan di mobil."

“Lagi nggak nafsu makan, Bun. Nanti aja di sekolah, ya."

Tatapan Reila menajam. Perasaan Altea mulai tidak enak. "Sarapan atau uang jajan kamu Bunda potong?"

Altea menghela napas. Tuhkan bener, pasti ancaman uang jajan lagi.  Batin Altea.

"Oke-oke, aku sarapan."

Reila tersenyum. "Nah, begitu dong. Ambil sandwich-nya, Bunda tunggu di mobil.”

Altea mengangguk dan bergegas mengambil sandwich di meja makan kemudian berlari keluar menyusul bundanya.

Sementara di rumah baru Tezza, pemuda ini mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Altea begitu melihat mobil yang dimasuki Altea sudah pergi. Ia termenung sejenak sebelum akhirnya kembali masuk rumah. Ia akan menunggu sampai Altea pulang.

♉♉♉

Dengkusan dan helaan napas kesal dari Altea selalu saja terdengar sejak Tezza menapakkan lagi kakinya di rumah Altea. Pulang sekolah tadi Altea dikejutkan oleh Tezza yang sudah duduk di sofa yang berada di teras rumah dengan tujuan menunggu dirinya pulang.

Saat ditanya bagaimana bisa dia duduk di teras padahal gerbang masih terkunci, saya memanjat, katanya. Altea benar-benar tidak habis pikir.

Tezza menagih janji Altea untuk menemaninya menukar emas dengan uang. Meskipun Altea tidak janji, namun Pak Damar selaku ketua RT sudah memintanya untuk menemani Tezza. Mau tak mau Altea menyanggupinya. Mereka pergi ke bank, lalu setelahnya pergi ke rumah Pak Damar untuk membayar dan menerima sertifikat rumah.

Dan sekarang, mereka tengah berada di ruang tamu rumah Altea dengan buku-buku yang berserakan di meja dan di lantai. Sejak pulang dari rumah Pak Damar, Tezza terus saja mengganggu Altea dan mengatakan bahwa dia akan berhenti jika Altea membantunya belajar Bahasa Indonesia. Dengan terpaksa, garis bawahi, terpaksa Altea pun mengajarkan Tezza.

"Kamu-sekolah-dimana?"

Altea mengacungkan kedua jempolnya setiap kali Tezza berhasil mengeja dengan benar. Ternyata, membantu Tezza mempelajari Bahasa Indonesia tidak seburuk yang Altea bayangkan. Pemuda itu sangat pintar, ia mudah mengingat dan dengan cepat memahami penjelasan Altea. Tezza belajar dengan sangat baik.

"Kamu sekolah dimana?" ulang Tezza.

Altea terkekeh, "Udah benar kok."

"Aku bertanya," ucap Tezza masih sedikit terbata.

"Hah? Nanya sama gue?" Altea menunjuk dirinya. Tezza mengangguk.

"Gue sekolah di Andromeda High School," jawab Altea.

"Andromeda High School?" Altea mengangguk. "Oh."

"Aku... ingin... sekolah... di sana juga."

Altea tertawa, kagum dengan kepintaran Tezza. "Wah, lo cepat tangkap juga ternyata. Langsung bisa bikin kalimat sendiri. Daebak!"

"Antar aku," pinta Tezza tiba-tiba.

Altea mengerutkan keningnya, "Antar kemana?"

"Daftar."

"Daftar apaan?"

"Sekolah ke Andromeda," jawab Tezza.

Altea tercengang. "Nggak usah ngadi-ngadi, deh, lo."

"Ngadi-ngadi?"

"Nggak usah macam-macam dulu. Lo bahkan baru bisa bahasa Indonesia bagian dasarnya, nggak mungkin sanggup menguasai banyak pelajaran dalam waktu singkat."

"Aku akan mencoba, akan belajar," balas Tezza. Dia terlihat sangat bersungguh-sungguh. "Beritahu aku bagaimana sistem sekolahmu, semuanya. Lalu ajari aku dasar dari beberapa pelajaran yang kamu maksud. Sisanya akan saya pelajari sendiri."

"Tapi—"

"Saya mohon."

"Bener, nih?" tanya Altea tak percaya. Tezza mengangguk mantap.

"O-oke. Tapi, kalau nggak bisa nggak usah dipaksain, ya. Nanti kalau sakit lo malah nyalahin gue lagi."

"Tidak akan," ujar Tezza yakin.

Altea menghela napas pasrah. "Yaudah, deh. Mulai dari kapan?"

"Sekarang."

"Dasar keras kepala. Kalau lo nggak berhasil, gue bakal jadi orang yang pertama kali ngetawain lo. Awas aja!" geram Altea dalam hati.

♉♉♉

Altea menghela napas panjang. Ia baru saja menjelaskan sistem apa saja yang ada di Andromeda High School secara panjang lebar. "Jadi lo tertarik masuk jurusan apa?" tanyanya.

"IPS," jawab Tezza.

"Beda sama gue, gue masuk IPA.  Berarti sekarang kita belajar matematika yang dasar dulu. Gue nggak terlalu bisa ngejelasin, sih. Tapi semoga lo paham."

Tezza mengangguk, siap menerima materi.

"Yang pertama, coba lo jumlahin angka-angka ini," titah Altea. Tezza menurut, ia mengambil buku yang Altea serahkan.

Tezza mengernyit, "Zergatik hamar gehi hamar? Hau ere ahal badut," serunya tiba-tiba, membuat Altea sedikit terkejut.

(Kok sepuluh tambah sepuluh? Kalau ini saya juga bisa)

Altea spontan tertawa, “Hahaha, maaf-maaf. Habis cara ngomong lo lucu.

Tezza menatap Altea datar.

"Lo bilang dong dari tadi. Gue kan nggak tahu. Maaf deh, kita belajar yang lain aja."

Altea membuka buku paket matematika lainnya dan mencari materi dasar yang tepat untuk seseorang yang jenius seperti Tezza.

"Kalau ini? Lo bisa juga?" Altea memperlihatkan buku paket yang lain kepada Tezza.

"Aku kurang tahu." Jawaban Tezza membuat Altea tersenyum lega, dia tidak harus mencari materi lain yang akan memperlambat waktu.

"Kita belajar dari sini kalau gitu. Mana buku tulis yang gue kasih?" pinta Altea sambil mengulurkan tangannya. Tezza memberikan buku tulis yang ada dipangkuannya pada Altea.

Mereka pun mulai belajar dengan serius. Altea yang ingin kegiatan belajar ini cepat selesai, dan Tezza yang memang bersungguh-sungguh ingin belajar agar bisa sekolah. Ya, karena apa yang dipelajarinya di sini dan di negeri asalnya sangatlah berbeda.

Tak terasa beberapa jam berlalu, kini jam menunjukkan pukul lima sore. Altea meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal akibat terlalu lama membungkuk. Kemudian ia dibantu Tezza merapikan semua buku dan alat tulis yang berserakan.

Altea menatap Tezza yang sedang sibuk menyusun buku agar terlihat rapi. Karena terlalu fokus belajar, ia pun sampai lupa membuatkan Tezza minum. Mau bagaimana pun Tezza adalah tamunya.

"Lo jangan pulang dulu. Tunggu di sini, gue mau ke dapur." Melihat Tezza mengangguk Altea pun segera beranjak menuju dapur untuk membuatkan Tezza minum. Dia juga pasti lelah karena belajar berjam-jam, apalagi dia yang harus memahami dan menghapal materinya.

Tapi sebelum ke dapur Altea melepas alat penerjemah dan menyerahkannya pada Tezza. Telinganya terasa geli memakai benda itu terus-menerus.

"Kakak, Bunda pulang!"

Tezza menoleh ke arah Reila yang sedang melepas sepatunya. Bunda Altea sudah pulang dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi Tezza cukup senang karena setidaknya ia bisa mempraktikan bahasa Indonesia yang sudah ia pelajari tadi jika nanti Reila bicara dengannya. Namun untuk berjaga-jaga Tezza tetap memakai alat penerjemah.

"Eh, ada tamu. Temannya Altea, ya?" Reila yang melihat Tezza pun menyempatkan untuk menyapanya. Tezza mengangguk.

"Pasti lagi kerja kelompok?" Tezza menggeleng. "Oh, lagi main aja, ya."

Buru-buru Tezza bicara sebelum Reila melanjutkan bicaranya. "Kami belajar."

Reila ber-oh ria. "Sedang belajar ternyata. Altea-nya kemana? Kok nggak di sini nemanin kamu?" Reila menyapukan pandangannya ke seisi rumah.

"Sedang di dapur," jawab Tezza pelan. Ia harus berhati-hati saat menjawab, karena bisa saja perkataannya menyinggung Bunda Altea ini.

Reila terkekeh. "Kamu pendiam juga, ya. Nggak banyak bicara seperti kebanyakan teman Altea yang lain." Tezza tersenyum menanggapi.

"Nama kamu siapa? Tante baru pertama kali lihat."

“Tezza, ini minumannya. Tadi suara mobil siapa?" Altea datang dari arah dapur.

"Tezza?"

Altea menoleh ke sumber suara. "Lho, Bunda? Kapan pulang?" tanya Altea yang sejak tadi tidak menyadari keberadaan bundanya.

Barusan, kamu aja yang nggak sadar. "Fokus sama cowoknya doang, sih." Reila tersenyum jahil.

Altea memelas menatap Reila. "Bunda, nggak usah mulai, oke? Di sini ada Tezza, malu tahu."

Reila terkekeh sebentar, kemudian bertanya. "Tezza itu yang baru pindah ke rumah di sebelah Bu Rosa?" Altea mengangguk.

Reila tersenyum menatap Tezza. "Kalau begitu, Tezza salam kenal, ya. Jangan sungkan sama keluarga Tante. Kalau mau main ke sini, datang aja. Altea senang kok kalau kamu main ke sini."

"Bunda."

"Terima kasih, Tan... te."

"Bunda masuk dulu, ya, Al. Tezza, mari.  Tezza mengangguk. Reila pun pergi meninggalkan mereka berdua.

Altea menghampiri Tezza dan duduk di sebelahnya. Ia menaruh segelas jus jeruk di hadapan Tezza juga meminta Tezza untuk meminumnya.

"Apa ini?"

"Jus jeruk. Belum pernah coba?" Tezza mengangguk. Jangankan mencoba, dia bahkan tidak pernah melihat minuman seperti ini di negerinya.

"Minum aja, enak kok. Tenang, itu nggak gue kasih racun."

Tezza pun meminum jus jeruk itu secara perlahan. Ekspresinya yang menahan rasa asam membuat Altea terbahak. Ia tidak menyangka bahwa Tezza yang cool namun menyebalkan bisa berekspresi selucu itu.

"Kenapa?" Altea pura-pura tidak tahu.

"Asam", sahut Tezza. Melihat Altea yang diam saja Tezza segera memberikan alat penerjemah itu lagi pada Altea dan langsung dipakainya.

"Ya iya lah, namanya juga jus jeruk, pasti asam." Tiba-tiba Altea menyibakkan rambutnya ke kanan. "Kalau manis, itu gue," ujar Altea dengan percaya dirinya.

"Kamu tidak manis," balas Tezza, menusuk.

“Enak aja lo, gini-gin—"

"Tapi cantik," potong Tezza.

Altea tercengang. Wajahnya sedikit memerah. Selama ini belum ada orang yang terang-terangan memujinya cantik kecuali keluarganya. "A-apa? Lo bilang gue cantik?"

Tezza mengangguk.

"Gue nggak salah dengar, nih?"

Tezza menggeleng.

"Kamu itu cantik, bukan manis," ujar Tezza sekali lagi.

"Tumben banget lo muji gue. Makasih, deh."

"Aku tidak memujimu," terang Tezza.

"Lah, terus?" tanya Altea bingung.

"Aku bicara fakta. Kamu perempuan, cantik. Aku laki-laki, berarti tampan. Yang manis itu gula." Raut wajah Altea seketika datar, wajahnya tidak merona lagi. Tatapannya menajam seperti ingin
menerkam Tezza.

“Kok lo ngeselin?" seru Altea.

"Faktanya begitu," ucap Tezza santai.

"I-iya, sih. Tapi kan—" Altea mendengkus kesal. "Ah, terserah!" seru Altea lagi. Sepertinya lirik lagu 'Ku ajak kau melayang tinggi dan ku hempaskan ke bumi' sangat cocok dengan Altea saat ini.

"Lo kapan pulang? Udah mau malam."

"Sebentar lagi. Besok antar aku.”

"Antar kemana lagi?"

"Beli pakaian, barang-barang untuk sekolah dan barang-barang untuk di rumah."

Altea menggeleng. "Nggak mau, ah. Capek, besok gue sekolah."

"Kalau kamu mau antar, aku akan traktir."

Altea berpikir sebentar. "Es krim coklat sama burger king?" finalnya.

"Boleh, apa saja yang kamu mau."

"Apa aja yang gue mau. Hm, kalau album?"  tanya Altea melunjak.

"Boleh."

"Lightstick?"

Tezza mengangguk. Apapun boleh.

"Deal. Gue antar lo."

♉♉♉

Tea mata duitan banget ya gusti T_T
Kek yang baca:v
Canda, canda

Salam,

Jodoh Soobin /plak 2x

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 51.9K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
350K 4.1K 19
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
5.5M 365K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 222K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...