Escape
Booam!!
Erza seketika menoleh kesegala arah saat mendengar suara ledakan disertai guncangan itu. Matanya melebar saat menatap orang berhamburan keluar masuk sambil berteriak ketakutan.
"Kirimkan pesan lagi secara beruntun kepada Alfha I dan Alfha II, terjadi penyerangan di mall pusat kota" ucapnya buru buru lalu mematikan telfonnya, mungkin hal itu tampak tidak sopan tapi tidak ada waktu lagi.
Gadis itu merogoh sabuk yang dipakainya, merasakan ada yang aneh ia menepuknya lalu mengangkat kemejanya keatas. Tidak ada pistol kembar yang selalu bertengger di kanan kiri pinggangnya, seketika wajahnya pucat pasih.
Dari arah kanan atau pukul 2 tampak Vano menghampirinya sambil berlari, wajahnya tampak kacau. "Ayo Erza kita pergi dari sini!" ajaknya sambil menarik gadis itu untuk berlari, meninggalkan semua paper bag itu tetap disana.
"Kemana Reon?" tanya Erza panik karena hanya Vano yang menghampirinya.
"Aku tidak tau, dia tiba tiba saja menghilang!" ucap Vano dengan wajah kebingungan dan panik, ia bahkan menoleh kekanan dan kiri mencari jalan diantara kerumunan orang yang sedang berlari.
Setelah Vano mengajak Erza menepi disamping lift yang sedang menuju ke atas, Erza melepas tangan sahabatnya itu dengan tatapan tak mengerti. "Apa kau meninggalkannya Vano?"
"Tidak, dia sungguh sungguh menghilang!" bela Vano kepada dirinya sendiri, berusaha menyakinkan Erza yang terlihat menuduhnya.
Erza mengatur nafas sambil memijat pelipisnya bingung, apa yang akan dilakukannya sekarang. Dia tidak membawa senjata apapun, dan Mayor meminta bantuannya untuk misi mendadak ini. Apalagi kejadian tepat berada pada kawasannya.
Gadis itu menoleh kebelakang, mencari barang apapun yang dapat ia gunakan sebagai senjata. Mungkin karena ia juga sedang panik, gadis itu tidak dapat berpikir jernih dan tak bisa mendapatkan apapun.
Buak!!
Erza terdiam membeku, semua terjadi sangat cepat hingga ia hanya terpaku terus berdiri disana. Matanya melirik kebawah, lebih tepatnya disamping kakinya berdiri. Vano tergeletak disana dengan darah membanjiri kepalanya.
"Selamat siang, kapten Alfha III" suara bernada rendah yang sangat Erza kenal itu terdengar begitu jelas tepat dibelakangnya.
Ia tetap terdiam, setitik rasa takut mulai merayapinya. Erza tidak pernah terpojok seperti ini, pasukannya selalu siaga melindunginya dari segala arah membuatnya dengan leluasa dapat menembak dengan tepat. Apa ini saatnya ia menggunakan sistema yang diajarkan Amon kepadanya.
Namun, ia rasa tidak mungkin. Karena selama latihan bersama Amon, dia tidak pernah bisa menyerang atau mengenainya sama sekali. Semua serangannya gagal, dan antara Amon yang sangat lihai dalam menghindar.
"Kenapa kau diam?" sentak Marino sambil membalik tubuh gadis itu agar menghadapnya, dialah buronan Negara kelas S peringkat 1 yang tidak bisa ditangkap. Selalu berpindah pindah tempat dan membuat banyak kerusakan juga kerusuhan.
Sebenarnya tidak ada alasan untuk dirinya memiliki dendam dengan gadis kecil seperti Erza. Semua terjadi semenjak beberapa tahun yang lalu, semenjak ia mendengar pasukan Alfha III datang memburunya ia memang tidak memiliki niat untuk menyerang, dan saat memang berniat pindah ketempat lain. Gadis dihadapannya ini datang secara tiba tiba lalu menyerangnya, membuat bekas luka dibeberapa bagian tubuhnya hingga ia harus di operasi setelahnya.
Sambil bersembunyi Marino mengincar Erza, karena tembakannya pernah mengenai ginjal dan hal itu menghambat semuanya.
Hanya terdiam menatap pria itu sambil mendongak, tubuhnya besar dan tinggi. Itulah yang membuat Erza tidak yakin sistemanya akan mempan.
Grrrakp
Serigala berbulu kelabu itu datang, lari dengan cepat menuju kearah Erza. Menggigit kerah kemeja gadis itu lalu menghempaskannya jauh ke belakang.
Buuk!
Erza terbatuk saat punggungnya membentur dinding dengan keras, namun ia tak merasakan apapun seperti biasanya. Ia tak merasakan apa yang semestinya ia rasakan.
"Bagaimana serigala ini bisa datang kemari!" rancau Marino terkejut sambil menyiapkan belatinya.
'Apa?' batin Erza sambil mencoba berjalan mendekat, namun Reon menggeram kearahnya.
Jleb...
Lagi lagi Erza terdiam, Marino menusukkan belati itu ke tubuh Reon. Menghiraukan Erza, Marino dan serigala itu saling menyerang satu sama lain. Dengan berat hati ia lari dari sana, semua rasa panik dan gelisah melekat hebat di otaknya sekarang.
'Aku harus cari bantuan!' pikirnya sambil berlari kencang.
"Kenapa hanya diam, kejar sebelum gadis itu lari sangat jauh!" bentak Marino kepada dua anak buahnya yang sedang membantunya melawan Reon.
.
.
.
Erza terus berlari, melewati beberapa orang yang tampak tiarap dilantai dan bersembunyi ketakutan. Ia tak punya waktu untuk melakukan itu, dirinya harus benar benar lari sekarang. Ia tidak akan menyerah semudah itu meski orang yang mengejarnya akan semakin bertambah banyak.
Swing
Tak!
Belati itu terlempar melewatinya lalu menancap di kayu sebuah stan makanan, tidak belati itu sempat mengenainya. Lengan atas kirinya sobek hingga mengeluarkan darah, bahkan luka itu cukup dalam hingga membuat darah menetes disepanjang jalan dirinya berlari.
Erza tidak peduli dan tetap mempercepat larinya.
"Kau tak akan bisa kabur kapten, mereka sudah menutup semua pintu keluar" ucap Marino dengan keras sambil memainkan belatinya. Suaranya menggema, menambah ketakutan setiap orang yang masih berada didalam gedung ini.
Sekali lagi Erza benar benar tidak peduli, meskipun Marino menggertaknya seperti itu.
Sebenarnya pertarungan ini akan sangat menguntungkan Erza karena jarak serang mereka berbeda, Erza bisa melawannya dari kejauhan sambil menciptakan peluang kabur yang bagus. Namun ia tak memiliki senjata apapun sekarang.
Melihat pintu keluar benar benar ditutup rapat oleh kawanan Marino membuat Erza dengan cepat memutar arah larinya, kerena mereka semua tampak siap menodongkan senjata jika dirinya benar benar nekat mendekati pintu. Hingga tanpa sadar ia berlari menuju parkiran bawah tanah.
Untungnya, sempat gadis itu menyahut pecahan kaca besar dilantai sebelum bersembunyi di balik mobil, meski Erza sendiri tak yakin dapat menggunakannya. Setelah itu dia melepaskan kemejanya, mengikat lengannya yang terus mengeluarkan darah lalu berpindah tempat untuk menghilangkan jejak.
Sejenak ia membuka tangannya yang sedang menggenggam sebilah pecahan kaca, menatap telapak tangannya yang ikut robek mengeluarkan darah akibat pecahan kaca yang dibawanya, Erza tidak memperdulikannya dan tetap memegang pecahan kaca itu erat erat. Hanya itu senjata senjata satu satunya yang ia miliki.
Tak tak tak tak
Matanya reflek melirik kesamping saat mendengar suara langkah kaki yang tampaknya sedang memasuki kawasan dimana dirinya berada, dengan berani ia mencoba untuk mengintip. Mereka berada tepat disebrang sisi kanannya, dan gadis itu dapat melihat dengan jelas senjata apa yang mereka bawa.
Salah satunya membawa Pindad SS2 VI juga belati yang sempat mengenai lengannya tadi, sedangkan yang satunya lagi membawa Shotgun dan dipinggangnya terselip Handgun. Sambil mendegarkan setiap langkahnya, Erza menyusun sebuah rencana kecil. Karena jika sampai ia mendapatkan setidaknya Handgun atau Shotgun, ia bisa melawan dengan baik dan dengan cepat bisa menyelamatkan Vano juga Flufynya yang tidak tau keadaannya seperti apa sekarang.
'Berpencarlah!' batin Erza, ia sudah memikirkan beberapa opsi jika mereka tetap bersama, entah serangannya gagal dan dirinya tertangkap, atau ia akan mendapatkan luka baru dengan tingkat keselamatan yang sama sekali tak ia perhitungkan.
.
.
.
Tbc
Setelah kubaca lagi ternyata gorenya gk berasa, masih oke buat kalian yang gk suka gore:)
Oh iya, buat yang besok menjalani puasa semangat ya:)