Kamu dan Bandung

By kutuaer_

35K 2.9K 83

Ini tentang dia yang datang bersama Bandung, kotanya. Bandung, aku suka kamu. Seperti kata Pidi Baiq," Dan Ba... More

1 : Anak baru
2 : Whatsapp
3 : Akhirnya
4 : Dia
5 : Malu
6 : Puisi
7 : Psikologi
8: Tes
9 : Sekilas Nakula
10 : Kenyataan
11 : Trouble
12 : Ruang BP
13 : Ngobrol
14 : Sate Padang
15 : Alasan
16 : Ceroboh
17 : Hilang
18 : Takut
19 : Dia everywhere
20 : Ketemu
21 : Permen Karet
22 : Kelas
23 : Sakit
24 : Pulang
25 : Sakit II
26 : Tak hadir
27 : Ijin
28 : Klinik
29 : Masih
30 : Rumah
31 : Bandung
32 : Jauh
33 : Kenyataan Pahit
34 : "Rain, let's play with me"
35 : Hujan
36 : Malam biasa
37 : Pangeran Anonim
38 : Selalu salah
39 : "My birthday is my bad day?"
40 : Menunggu
41 : Dot bayi
42 : Telepon
43 : Rokok!
44 : Surat
45 : Ujian Akhir Semester
46 : Pengakuan
47 : Malam tahun baru
48 : "Emakkkkkkk!"
49 : Hari pertama setelah liburan
50 : Kecewa?
51 : "Jangan berhenti"
52 : Liburan

53 : Sembuh

747 42 13
By kutuaer_

Aku dan teman-temanku yang lain bangun jam 6 pagi. Semuanya memang dibangunkan untuk mengikuti ibadah di villa sebelah. Kemarin aku bilang kalau kami menyewa dua villa 'kan?

Selesai ibadah kami melanjutkan aktivitas kami lainnya. Yang bertugas untuk memasak sarapan juga sudah memulai melaksanakan tugas. Dan hari ini aku kedapatan tugas untuk membereskan dapur dan memastikan semua siswa untuk membersihkan kamarnya. Aku tak sendiri, ada beberapa temanku juga.

Setelah semua makanan telah selesai kami makan bersama. Semuanya berkumpul sambil sesekali bercanda ria. Tapi lain dengan aku dan Moza. Kami memutuskan untuk ke teras dan makan disitu saja. Menurut kami lebih baik memanfaatkan waktu dengan melihat sekeliling villa ini. Udaranya juga sangat sejuk, membuat siapa saja akan nyaman.

***

"Jen, saya minta tolong beliin balsem di warung seberang jalan dong," pinta bu Irana. Mau tidak mau aku harus mengangguk.

Aku pergi ke warung yang katanya ada di seberang jalan. Tapi apa? Harus berjalan kira-kira dua puluh meter lebih baru lah menyeberang untuk mendapatkan warung. Tapi tak apa, setidaknya aku bisa menikmati sejuknya tempat ini. Aku juga melihat beberapa mobil pengangkut sayuran yang baru saja turun dari atas. Sayurannya pasti segar-segar, aku ingin bawa pulang, ah lupakan.

Aku masuk ke warung, melihat banyak sekali makanan ringan disini. Tapi, aku lupa membawa uangku. Hmm, uang guruku sebenarnya masih cukup, tapi, aku malas naik ke kamarku lagi hanya untuk mengganti uang guruku. Sebenarnya guruku itu adalah saudaraku sendiri. Ya pokoknya ada ikatan antara aku dengannya. Tapi, aku tetap canggung.

Aku berjalan masuk ke kawasan villa dan langsung menuju villa guruku itu. Aku langsung menyerahkan balsem serta uang kembalian.

"Kamu ada uang jajan? Nih ambil buat jajan," kata beliau. Aku segera menggelengkan kepala.

"Ada kok bu, gausah," kataku sambil menolak.

"Beneran?" tanyanya.

"Iya bu, beneran. Yaudah, saya keluar dulu ya, bu," kataku buru-buru sambil melangkah.

"Nak, keadaan di sebelah gimana? Udah beres-beres barang belum?" Kali ini bu Mani yang bertanya.

"Lagi beres-beres kok itu bu, saya udah selesai," kataku.

"Oh ya sudah, sebentar lagi kita akan berangkat ke pemandian, pastiin ga ada barang yang tertinggal," katanya lagi.

"Baik, bu," kataku seraya keluar pintu.

Aku berjalan menuju taman yang berada di depan villa. Disitu ada Moza, Sammy, dan satu mantan abang kelasku dulu, alias alumni sekolahku, namanya Sandi. Mereka tengah duduk di ayunan, aku segera menghampiri mereka, lalu aku ikut duduk bersama mereka.

"Eh ada Jenbin," kata bang Sandi dengan meledek.

"Apaan sih bang?" kataku. Aku tak marah atau kesal padanya. Dia memang orangnya seperti itu, dia orang yang baik.

"Alfa gimana?" tanyanya dengan nada menggoda. Alfa yang dia maksud bukan Alfa yang selama ini aku ceritakan. Dia adalah Alfa yang pernah membuatku takut untuk membuka hati pada siapa pun. Dia lah orang yang membuatku takut dengan cinta. Terdengar lebay, tapi memang seperti itu. Aku malas menceritakannya, karna ini memang bukan kisahku dengannya.

"Tau ga? Dulu tuh mereka deket banget," kata bang Sandi pada Moza dan Sammy, pastinya dengan ucapan yang heboh. Mereka hanya tertawa.

"Dulu tuh gue inget banget, Alfa pulang cepet dan ninggalin gue, ternyata mau anterin Jenbin pulang," kata bang Sandi lagi.

"Tapi ya gitu deh, malah ketauan merekanya. Karna masalah itu juga kan bikin mereka jadi jauh. Tapi semenjak itu Alfa jadi lebih baik, dia udah belajar dari masalah dia sama Jenbin," katanya lagi.

"Ih, bang, udah atuh. Ngapain dibahas lagi, udah berlalu mah," kataku. Bang Sandi justru tertawa dan diikuti yang lain.

Sebenarnya aku sedang memikirkan perkataan bang Sandi. Ternyata masalah hari itu tak selamanya buruk. Buktinya itu sedikit berdampak baik bagi Alfa yang dulu. Entahlah aku merasa aku jadi lebih bisa menerima kenyataan itu sekarang. Sekarang aku merasa sudah saatnya aku melupakan masa lalu itu.

***

Aku baru saja sampai di rumahku setelah tadi kelelahan sehabis perjalanan. Jadi tadi itu ada masalah sebelum kami semua pulang. Bus kami yang pertama mengalami kerusakan, ini membuat kami harus terlantar sebentar disana sambil menunggu bus pengganti.

Seperti itu lah jika kami menyewa bus tanpa persiapan, kami tak mendapatkan bus yang muat dengan jumlah kursi yang pas. Bus pengganti kami menjadi lebih kecil dan para lelakinya harus berdiri. Ini membuat kami menjadi kesulitan bergerak. Walaupun aku kebagian tempat duduk, tetap saja ada orang disebelahku yang duduk di pegangan kursiku. Belum lagi gitar yang harus kupangku karna memang sudah tak ada tempat untuk meletakkan gitar.

Setelah sampai di pelataran sekolah, aku juga tidak langsung pulang ke rumah,melainkan beristirahat di kost'an Yasa. Aku, Moza dan Tari memutuskan beristirahat disitu, kebetulan kost Yasa juga sangat dekat dengan sekolah.

Sesampainya di rumahku, aku langsung memasukkan pakaian kotor ke tempat pakaian kotor. Aku juga langsung mandi. Aku masih merasa kenyang, jadi aku tak makan malam ini. Selesai mandi aku langsung tidur dan tak lupa mengabari Alfa.

***

10 Maret 2020

Pelajaran baru saja selesai. Guruku juga baru keluar. Seperti biasa aku dan teman-temanku tak langsung pulang ke rumah. Alfa lagi-lagi menyembulkan kepalanya dan langsung berjalan ke arahku. Aku sedang berdiri, entah kenapa aku refleks menjauh dan langsung dia tarik. Alfa mengacak rambutku, membuatku benar-benar kesal.

"Ish.. Alfa!"

"Bodo," katanya acuh dan masih mengangguku.

Aku berjalan menjauhinya dan berputar arah ketika dia menghalangi jalanku. Aku hendak berlari namun akhirnya tasku ditariknya dari belakang, membuatku jadi sedikit tercekat dan akhirnya aku sulit mengatur keseimbangan. Aku terduduk begitu saja di lantai. Dengan segera aku bangkit dan tiba-tiba wajah Alfa berubah. Dia memegangi lenganku dengan erat dan kuat. Sebenarnya aku sedikit merasa kesakitan.

"Aw.. sakit, Al," kataku. Aku berusaha untuk melepaskan tangannya. Tapi dia justru menarik sebuah bangku dan mendudukkan aku di bangku. Tatapannya juga membuatku takut.

"Sini! Aku mau ngomong," katanya membuatku terdiam. Aku menunggunya memulai pembicaraan tanpa menatap matanya, aku benar-benar takut mata itu.

"Aku mau ngegadaiin hp," katanya membuatku menoleh.

"Kenapa?"

"Kacamata aku rusak. Keluarga aku disini ga peduliin soal itu," katanya.

"Al, aku lagi ga megang duit lebih. Uang jajan aku bulan depan belum dikasih," kataku.

"Gapapa, aku cuma mau bilang kalo aku mau gadaiin hp aja. Berarti nanti kalo aku ga bales chat kamu, kamu tau alesannya," katanya.

***

Aku baru saja sampai rumah. Benar saja, tak ada pesan dari Alfa. Itu artinya dia sudah menggadaikan ponselnya? Aku pikir tak sekarang.

Hingga pukul 17.00 WIB pun Alfa tak mengirim pesan. Entahlah aku jadi khawatir sekarang. Aku memikirkan betapa sedihnya dia sekarang.

Drrtt drtt

Sarah : jen lu dimane?

Jejen : di rumah, ngapa?

Oh iya, Sarah ini adalah temanku sejak SMP. Rumahnya juga hanya beberapa meter dari rumahku. Dia teman yang selalu menemaniku pergi.

Sarah : temenin gua ke minimarket dong, mau bayar sesuatu, gue abis belanja online

Jejen : oh yauda, sini jemput gue, di depan rumah gue ada preman2 lgi ngumpul, ga brani gue

Sarah : sip gua otw

Tak lama ada suara anjing peliharaanku yang menggonggong. Ini artinya ada tamu di luar, ternyata Sarah sudah sampai. Aku bergegas keluar. Kami berjalan kaki, karna memang mini market tak terlalu jauh, kami juga ingin jalan-jalan sore saja.

Kami menikmati perjalanan kami dengan bercerita. Banyak hal yang bisa kami bahas jika berdua. Bahkan harga bawang putih yang naik bisa menjadi bahan obrolan kami.

Ini sudah pukul 19.00 WIB. Tadi kami memang berjalan-jalan sebentar. Tiba-tiba saja aku teringat dengan Alfa. Entah apa yang aku pikirin sampai akhirny aku mengajak Sarah untuk ke rumah Alfa.

"Sar, ke rumah Alfa yuk," ajakku.

"Ngapain?" tanyanya.

"Gapapa, ayolah," kataku dan akhirnya dia mengangguk.

Kami sudah berada di simpang jalan rumah Alfa. Sebenarnya aku tak tau persis dimana rumahnya, jadi aku hanya sibuk menerka-nerka.

"Eh apa ini yak rumahnya?" tanyaku.

"Ya mana gue tau," kata Sarah.

"Atau yang ini?" kataku sambil menunjuk rumah warna putih.

"Dari pada lo nebak-nebak sendiri mending nanya orang aja," kata Sarah.

"Ah, iya, bener lo. Tapi gue malu nanya," kataku.

"Dih, bego! Yaudah biar gue tanya," katanya. Sarah melihat sekeliling dan akhirnya dia berjalan menuju ibu-ibu muda yang baru keluar dari salah satu rumah. "Bu, mau numpang nanya. Rumahnya Alfa yang mana ya, bu?"

"Oh, Alfa. Itu tuh," tunjuk ibu itu pada sebuah rumah di ujung. Rumah warna jingga muda, atau merah muda? Ah, aku tak bisa melihat jelas. Sekarang sudah kira-kira pukul 20.00 WIB.

"Makasih ya, bu," kata Sarah.

"Makasih, bu," kataku juga.

"Iya, sama-sama," kata Ibu itu.

Kami segera berjalan menuju rumah yang ibu tadi tunjuk. Sekarang aku tengah berdiri di depan rumah Alfa. Aku hanya diam dan menatap rumah ini.

"Panggil dong, ajak ngobrol," kata Sarah.

"Ah, engga deh. Gue cuma mau liat rumahnya doang. Semoga dia aman di dalam sana," kataku.

"Ye.. lu kira apaan dah," kata Sarah.

Cukup lama kami hanya berdiri di depan rumah Alfa. Tapi aku memang benar-benar tak ada nyali untuk memanggilnya.

"Eh, kayanya udah mau ujan," kata Sarah. Aku melihat langit, dan benar, satu tetes hujan mulai turun.

"Ayo, pulang sekarang," kataku dan kami pun langsung pergi.

Tapi kami memang sudah tak terburu lagi. Hujan deras langsung membasahi jalanan malam ini. Bau hujan malam ini seperti sangat tenang. Kami sekarang sedang berteduh di sebuah warung tak jauh dari rumah Alfa.

___________________________________________

Hi guys❤ Thanks buat supportnya sampe part ini.

Cerita ini sebentar lagi tamat. Mungkin targetku cerita ini selesai di part 60. Sebenernya rencana awal aku pengen tamatin ceritanya di part 30 tapi aku kebablasan ngelanjut cerita hehe. So, jangan bosen ya.

Semangat kalian semua❤ semoga hari kita semua terberkati:)

Jangan lupa vote!
Pencet bintang disini
👇

Continue Reading

You'll Also Like

878K 65.7K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
1.9K 179 15
"aku dan kamu memang beda keyakinan, tapi apakah mungkin kita bisa bersama?" ~liaachoco SEBELUM MEMBACA ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW TERLEBIH DAHULU❗❗ WAR...
1.3K 141 34
Biru Langit Bisa main banyak alat musik, anak futsal, dan anak klub musik. Sifatnya ramah, supel, sopan, asik. Tentu, tidak ada manusia yang sempurn...
Bandung By Nidaru

Teen Fiction

30.4K 1K 45
Aku benci perubahan, perubahan yang mereka lakukan. Perubahan yang membuat seolah-olah kami tak pernah saling mengenal sebelumnya - Kemala Rizkya Uta...