DiaGay?

By _im95_

2K 32 0

5 Januari 2020 ~ mulai Highest Rank ~ #7 in CeritaReligi (28/06/20) Rank ~ #1 in WanitaSoleha (04/07/20) R... More

Prolog
Part 1 (Dimulai)
part 2 (Tipu daya)
part 3 (Fakta terkuak)
part 4 (Disentuh)
part 5 (Hamil)
part 6 (Masa kelam)
Part 7 (Diculik)
part 8 (Murka Seorang Ayah)
part 9 (Perebutan)
Part 11 (Murka Papah)
Part 12

Part 10 (Disiksa lagi)

84 2 0
By _im95_

Cerita ini ga seseviral lain karena legobetong, silahkan dibaca!

Buat yang belom baca, harap baca sebelum ketinggalan kereta! Wkwk😆🤣

#DEGEGEY
#Dg? (DiaGay?) Part 10

Genre: Religi and romance

Oleh: _im95_

Hening.

Malam ini terasa indah bagi Hafsah, dia terus tersenyum dalam hati. Kupu-kupu seperti menggelitik di perutnya. Dia menatap langit kamar sambil mengingat ucapan Fathur makan malam yang baru terjadi.

Dalam posisi tidur di atas ranjang, padahal sudah pukul sebelas malam Hafsah masih belum ingin tidur yang biasanya jam sembilan sering dilanda kantuk.

"Kamu senang, Nak? Bunda juga, Sayang." Hafsah menampilkan deretan giginya, dia tersenyum diiringi mengelus perutnya yang masih rata.

Ya, malam ini jauh lebih baik baginya.

Malam terbaik dari sekian pertemuan kisah hidup Hafsah di setiap episode. Semoga berlanjut selamanya.

*Flasback on*

"Hafsah."

"Iya Mas."

"Kalau aku bicara tatap mataku."

Hafsah mendongak, tangan gemetar sambil memilin baju gamisnya sendiri. Gugup. Mata mereka pun bertemu satu sama lain. Dilihatnya bola mata Fathur oleh Hafsah ternyata begitu beda. Tiada mata tajam yang suka marah atau menghakimi.

Fathur tersenyum. Darah Hafsah berdesir terasa kaku. Dia suka senyum suami yang dicintainya. Jantung terus memompa cepat.

'Masya Allah, senyuman manis itu.' Ujar batin Hafsah tenggelam dalam lautan cinta, sedetik kemudian Fathur membuyarkannya.

"Hafsah, kenapa kamu malah melamun?"

"Eh,"

"Ada apa denganmu selalu melamun?"

"Eh, itu, Mas." Jawab Hafsah tanpa sengaja ngelantur. Entah, jadi sulit menyampaikannya dengan benar.

"Itu gimana? Eh, kenapa?" Balas Fathur mengernyit heran. Apa maksud Hafsah?

"Eh,"

"Aduh maksudku begini, Mas." Lanjut Hafsah berusah menjelaskan.

Namun Fathur mendengar dan melihat Hafsah dilanda gugup. Dia pun berkata

"Haha ... Kamu ini jawabannya. Eh mulu, ya? Emang tidak ada jawaban lain?"

Hafsah menunduk, menutupi rasa malu, pipinya memanas berwarna merah tomat. Ah, manis sekali!

"Woah, ekspresimu berubah gitu! Haha ...." Ledek Fathur pertama kalinya baru tertawa tulus dalam pernikahannya. Hati Hafsah menghangat. Dia tidak akan pernah lupakan.

"Ah, Mas Fathur jangan begitu, sih. Aku kan benaran jadi malu!" Protes Hafsah sambil menutup wajah dengan tangan. Fathur yang melihat reaksi Hafsah makin bertambah lucu, akhirnya dia tawa terpingkal-pingkal.

Dua menit Fathur menikmati melepas dahaga hanya karena menyaksikan lelucon dibuat ekspresi Hafsah. Fathur kembali mengontrol seperti semula.

Dari puluhan tahun tidak pernah merasakan tawa, Fathur sadar sesuatu. Setelah tertawa yang baru terjadi beban di pundak sebelumnya sebab luka menancap kuat seakan musnah. Ringan kata terakhir dari menghilangkan penat yang pernah dilewati.

Fathur bersyukur. Mengakui terima kasih kepada Hafsah dalam hati bukan bicara. Faktanya, Fathur masih memiliki gengsi tinggi.

Dia pun merapihkan tuxedo berwarna abu-abu lalu pura-pura berdeham untuk menghapus kecanggungan mereka berdua. Seraya mengatakan

"Ehem, sudah kita sekarang fokus pada obrolan serius."

Hening.

Hafsah kini pada posisi semula walau berusaha paksa harus fokus daripada terulang bahan Bullyan oleh sang suami.

"Berapa bulan anak kita dikandunganmu?"

"Memasuki enam minggu, Mas."

"Oke. Besok kita ke rumah Papah, beliau ingin kita menginap sebulan di rumahnya. Pagi kita berangkat maka bersiaplah. Ingat jangan sampai kelelahan. Anakku wajib sehat. Paham?"

"Iya, Mas." Disertai anggukan.

"Bagus, kalau gitu sekarang tidur dan dilarang larut malam. Habis ini aku ke kantor dulu, mengambil berkas untuk ke kantor cabang. Ingat, jangan lupa pesanku barusan."

"Baik, Mas."

"Dan sekarang aku pergi dulu, jangan kemana-mana sampai aku pulang." Oceh Fathur mirip emak-emak memperingati seorang ibu hamil. Dia beranjak dari tempat duduk, meraih kunci mobil lalu berjalan ke arah pintu. Dan menguncinya dari luar.

*Flash back off*

Hafsah beranjak dari kasur setelah puas dari bayangan bahagia tidak terhingga yang terjadi saat makan malam tadi.

Dia menuju ke kamar mandi untuk bersihkan diri, ganti baju piyama, gosok gigi dan berwudhu. Aktifitas sebuah rutin yang setiap hari dilakukan sebelum tidur.

*Esokan hari*

Pukul dua siang Hafsah sedang menunggu seseorang di atas sofa ruang tamu. Dia lapar. Sudah berkali-kali menahan lapar dengan minum air putih.

Miris bukan?

Dia tidak tahu ternyata Fathur menipu dirinya. Pantas Fathur bersikap baik semalam, ternyata itu taktik awal Fathur ingin menghukum Hafsah. Buktinya, bahan makanan di kulkas habis, sisa makanan tadi malam sedikit sudah tandas untuk sarapan pagi. Bahkan, Hafsah tidak memiliki ponsel untuk mengabari siapapun orang agar dibuka pintu apartemennya.

Maklum ibu hamil rasa minat asupan makan bertambah akan tetapi yang dilakukan Fathur kejam. Dengan kondisi Hafsah kelaparan dan terkunci seorang diri. Setan sendiri meskipun kejam dia tetap tidak ganggu orang yang tidak memulainya.

"Ya Allah ... Kemana pergi mas Fathur? Aku lapar ...." Rengek Hafsah buliran air matanya tidak berhenti sejak habis sholat Dzuhur.

Setengah jam berlarut dalam kesedihan, saking lelahnya Hafsah tertidur pulas. Dan Qodarullah saat itu juga pintu ada yang mengetuk.

Tok, tok, tok

"Assalaamualaikum ... Kak Hafsah ...."

Tok, tok, tok.

Hening. Tiada sahutan dari dalam apartemen Fathur.

Segera saja adik Fathur bernama Malika ke ruang resepsionis untuk bertanya.

"Mba, nomor ruang 280 apakah tidak ada orang, kah?"

"Tunggu sebentar ya, Nyonya. Biar saya cek dulu."
Dilihatnya wanita bagian resepsionis itu ke buku catatan dan cctv.

"Ada orangnya, Nyonya. Semalam Tuan Fathur pergi tapi Nyonya Hafsah tidak ikut bersamanya."

'Astaga! Jangan-jangan kakak iparku disiksa lagi. Mas Fathur benar-benar tidak sadar juga dari hukuman Papah. Lihat saja nanti akan kutuntut kau Mas Fathur sampai tamat riwayatmu.' omel Dik Malika berperang dalam batin sendiri.

Kepeduliannya terhadap Hafsah sangat murni tanpa iming-iming atau pasang topeng karena dia sendiri senang kakak iparnya terbaik dari banyak wanita di dunia ini. Dia akan tetap membela sang kakak ipar dan benci kekejaman kakak kandung sendiri. Ya, dia wanita makanya ikut sensitif bila urusan wanita tersakiti.

"Aku minta kunci cadangannya, Mba. Cepetan!" Pinta Adik Malika tidak sabar.

"Ini, Nyona."

Tanpa banyak basa-basi dan tidak berterima kasih sedikitpun adik Malika langsung berjalan menuju lift dan menekan tombol lantai sepuluh.

Sesampainya di depan pintu dia mengambil kunci lalu membuka pintu secara lebar.

Klek.

Sret.

"Ya Allah ... Kak Hafsah kau baik-baik saja?" Tanyanya khawatir melihat Hafsah terkulai berada di sofa. Hafsah tidak terbangun karena sibuk di dunia mimpi.

Adik Malika secepat mungkin menelpon supir pribadinya agar membantu bawa kakak ipar ke rumah Papah Mahesa.

Tidak lama menunggu, datang seorang supir dan asisten wanita adik Malika turut menolong membopong Hafsah ke mobil. Dilanjutkan menyalakn mesin mobil ke tempat tujuan.

*Di rumah Papah Mahesa*

"Auw. Astaghfirullah ... Kepalaku pusing sekali." Tiba-tiba mual muncul, Hafsah turun dari ranjang, berlari pelan ke kamar mandi.

"Uwek, uwek, uwek."

Hafsah melenturkan otot-otot tubuh beringsut duduk. Dan mengatur nafas agar normal.

"Aduh, mualnya tidak tepat saat aku baru bangun tidur."

Tidak lama kemudian, Hafsah berdiri lalu keluar kembali ke ranjang. Menyadari sesuatu ada yang asing.

"Masya Allah! Ini kamar siapa? Bukankah tadi aku tidur di sofa?! Terus siapa yang mindahin aku? Apa Mas Fathur sudah pulang?" Seluruh ragam buntut bertanya diri sendiri, begitu heran.

"Atau jangan-jangan Masren culik aku lagi?! Ya Allah, aku harus kabur!" Timbulnya panik Hafsah, berlari ke arah pintu. Terkunci.

Tapi Hafsah merasa terlihat tidak familiar kamar yang ditempatinya.

Hafsah memaksa ingat kejadian sebelumnya di apartemen, tidak terjadi apa-apa. Terakhirnya dia menatap jam tertempel di dinding dekat lukisan laut. Jam menunjukkan jarum panjang lima.

"Aku belum sholat ashar! Astaghfirullah ....!" Menepuk kening, kemudian hendak mengambil air wudhu ke ruang khusus wudhu.

Usai dari sholat, mandi dan mengganti pakaian. Kini Hafsah tengah merapihkan kasur. Lalu terdengar pintu terbuka. Hafsah menoleh ke belakang nampak wujud seorang adik Malika. Hafsah membuang napas lega terus melanjutkan aktifitasnya. Adik Malika melihat dari kejauhan langsung hamburkan ke pelukan punggung Hafsah. .

"Kak Hafsah sedang ngapain?"

"Beresin, Sayang."

"Aduh, jangan banyak bergerak, Kak. Hentikan! Nanti Papah marah kalau tahu kau bekerja."

"Malika ... Aku tidak bekerja, cuma rapihin kasur agak berantakan pas setelah aku tidurin."

"Hmm, tapi, kan sama saja melakukan pekerjaan. Bagaimana keadaanmu, Kakak?"

"Baik-baik saja."

"Syukurlah. Aku sangat kaget melihatmu tidur di sofa dengan wajah pucat lalu aku langsung minta bawakan ka Hafsah ke rumah Papah. Lantas saja, feeling aku gitu! Soalnya kita menunggu kehadiran kakak, eh, malah tidak datang juga. Terus perasaanku kayak nyuruh ke apartemen Mas Fathur. Dan alhamdulillah aku tidak terlambat lama. Setelah di rumah kupanggil dokter sehingga beliau ngasih cairan vitamin agar kakak tidak lapar lagi dan kembali kuat."

"Hehe. Maaf aku merepotkanmu, jujur aku kelaparan di sana. Saking asyik nangis malah ketiduran."

"Duh, kakak iparku ini merasa aku repot? Hei, aku adikmu juga selain Mina. Apa kakak Hafsah tidak mau mengakui aku adik kandung?" Cercah adik Malika mengerucutkan bibir, pasang wajah cemberut.

"Hahaha ... Kau ini bikin kakak gemas! Kak Hafsah bukan bermaksud gitu, kamu mikirnya terlalu buruk. Baik prasangka, Dik." Sambil mencubit pipi adik Malika.

"Auw! Sakit ih, Kak Hafsah. Kau jahat!" Dengan mata berkaca-kaca. Ya, pura-pura mau nangis si Malika.

"Haha ... Cup, cup. Sini peluk lagi."

Saat mereka saling memeluk, terdengar berisik di luar kamar. Hafsah pun mengajak adik Malika keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang tamu. Tampak dua orang berbadan kekar, pakaian hitam sedang memukul sang suami yang tepat di depannya seorang laki-laki paruh baya.

Matanya melebar dan mulut menganga.

"Mas Fathur?"

*Bersambung*

Terima kasih buat pembaca setia😍 maaf author suka lama update dan sering pendek ketikannya. Soalnya belom nyampe otak🤣 dan masih banyak rahasia intinya😁 dan terima kasih para admin sudah approve cerita saya.

Buat silent reader jangan pelit jejak dan punya ilmu bagi ke aye dong😍 bantu berkembang di dunia Literasi.

Semoga makin suka😘

Continue Reading

You'll Also Like

661K 1.3K 15
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...
290K 20.6K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
2.2M 104K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞