KLANDESTIN | MINV

By friska134

83.3K 9.5K 2.4K

{segala hal, tokoh, karakter, alur hanyalah fiksi. Tidak boleh dikaitkan dengan kehidupan member asli.} Jimin... More

0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.20
0.21
0.22
0.23
Cinderella - End of Story

0.10

2.9K 365 96
By friska134

ini nih... lagi ayo...  cantikan mana sama Sekyu ?


...

...

"Aku tidak sangka kau menghubungiku lebih cepat dari dugaan."

Namjoon menyambut Taehyung depan mobil yang terparkir rapi di seberang ruas trotoar.

Si kecil tak bawa apapun karena seingatnya ia dibuang ke Seoul tanpa perbekalan.  Blouse garis-garis pemberian Jimin yang melekat di badan.

"Apa Seokjin hyung tak apa ditinggal sendiri?"

"Tenang saja, tidak usah pikirkan dia. Sudah sarapan belum?"

Gelengan lesu tak bertenaga dari Taehyung.

Namjoon menjentik senang, dengan cepat si surai hessian memberi paket bento dan segulung bibimbap. "Untung aku sempat beli sebelum menjemputmu. Makanlah."

Cukup bangga karena perannya sebagai kakak berhasil. Dia senang dirinya dapat diandalkan untuk Taehyung.

"Aku tidak pernah makan nasi saat sarapan, hyung." lirih Taehyung menunduk, memegang gemetar kotak bekal.

"Brownis dan susu putih.. biasanya tiap pagi aku makan itu." celos Taehyung sekali lagi. Bukan maksud Taehyung cerewet dan menyuruh Namjoon mengganti belian. Hanya saja. Lagi. Teringat si ahjussi.

Cukuplah. Taehyung sudah berjanji pada dirinya sendiri tak mau egois. Tidak akan memikirkan ahjussinya lebih dari 5 menit meski tau sakit.

Sadar bawah mata adiknya sembab memerah, Namjoon menduga Taehyung nangis sepanjang hari. Kentara, sangat bengkak.

"Nanti hyung akan belikan." Senyum Namjoon kalem, lalu maju mencodongkan badan.

Aneh. Taehyung tak merespon meski jarak keduanya dekat. Bahkan Namjoon bisa saja dengan kurang ajarnya mencium bibir si adik. Pandang Taehyung kosong, lesu dan putus asa.

"Tae, apa yang kau pikirkan?" desah Namjoon berat, memakaikan seatbelt untuk adiknya.

"Kau ada masalah? Apa mungkin ini ada kaitannya dengan ahjussimu?"

"Oh?" Tersentak kaget saat menyinggung masalah ahjussi, Taehyung menggeleng. "Maaf, aku melamun terus hyung."

"Ceritalah. Hyung akan bantu, tapi jika dia sudah kurang ajar padamu maka hyung akan menghabisinya." genggam Namjoon erat, meyakinkan Taehyung lewat mata.

Taehyung memulai cerita, meluapkan unek-unek tanpa air mata. Namun, percintaan panas itu dirahasiakan Taehyung. Bisa mati Park Jimin di tangan Namjoon jika tau adiknya sudah tak perawan.

"Jadi dia akan menikah?" ujar Namjoon serius, fokus nyetir.

Selama berkendara, tak ada satu patah yang kelewatan. Namjoon menyimak. Dia sosok kakak laki-laki impian para adik.

"Sepertinya. Aku tak mungkin membebani ahjussi lagi. Dia harus bahagia."

Senyum penuh paksaan bahkan Namjoon sadar ucapan itu tak sejalan. Adiknya tidak bahagia.

Namun daripada mendengar usulan hati, Namjoon memilih mengajukan saran realistis.

Diusak pangkal kepala adiknya lembut, "Keputusanmu bagus, Taehyung. Lagian tidak baik juga kau tinggal serumah dengan orang yang mau menikah. Keluarganya bisa saja datang lalu mencacimu perusak."

Apa memang begini jalan nasibnya?

.


.



.

"Ji Sekyu."

Jimin mematung hingga merasa ini semua mimpi saat dihadapkan dengan si cantik pujaan hatinya. Masih sama. Hatinya berdegub cepat, tak menentu.

"Aku pulang, Jim." Lengkung manis terukir di wajah dengan mata berkaca-kaca.

Tak terelakkan Jimin lekas berlari, menerjang Sekyu dalam pelukan hangat. Menyatukan detak jantung keduanya.

"Haha, sengaja memang. Kejutan untukmu Pak Tua." ledek Sekyu terpingkal geli, mengusap punggung besar Jimin.

Nafas terengah dan terbata-bata, "Kupikir tidak ada lagi waktu begini. Aku kira aku tidak bisa melihat wajahmu lagi, Kyu. Demi Tuhan, sepuluh tahun Kyu."

Jimin membenamkan wajah di ceruk leher si cantik, mengecupnya sebagai pelepas rindu yang kepalang. Sepuluh tahun.

"Nyatanya aku disini kan? Aku sudah kembali. Dan aku tau pasti kau tidak bisa menikah dengan siapapun selain aku."

Sungguh nada bicara yang berbalut keangkuhan.

Bukan tanpa alasan.

Karena Ji Sekyu paham. Sejauh mana dia pergi dan mencampakkan lelaki ini, Park Jimin itu setia dan lengket bak benalu di pohon jati. Tidak akan goyah dan lepas.

Dan Sekyu ingin mengklaim kembali hak yang harus jadi miliknya.

.




.





.

Mobil Hyundai warna hitam itu menepi pada kios perabot mobil dekat perbatasan masuk Daegu. Tanah kelahirannya.

Cuma tinggal Taehyung di mobil, sedangkan si lelaki pergi sebentar berbelanja ke dalam. Aki mobilnya kurang. Maklum, ini mobil rental. Rental disini artinya mobil ini punya Seokjin.

Namjoon akui disini dia pria miskin, dan Seokjin si primadona itulah yang punya kuasa. Membelikan apartemen bahkan pekerjaan untuk Namjoon.

BUGH!

Pintu mobil terbuka mendadak percis di sebelah Taehyung duduk.

"Brengsek sialan! Disini kau hah!"

Si kecil melotot tak berkedip ketika sadar siapa pemilik suara sengau dan umpatan kasar yang biasa ia dengar. Kumis tebal dan perawak bengis itu.

"Appa?"

Ketakutannya semakin menjadi saat dirinya diseret paksa keluar dari mobil. Pria bangka itu mencengkram kuat tangan anaknya.

"Bocah kurang ajar! Sudah bosan hidup kau hah? Sengaja tak pulang rumah bahkan berniat melaporkanku ke polisi?!"

Menarik paksa surai legam itu dan melayangkan pukulan hebat di pipi nya yang masih membekas luka lama.

"Aku tahu kau mengadu dengan Namjoon kan?  Kudengar juga kau menjual tubuhmu pada pria tua di Seoul huh? Menjijikan!"

Pukulan demi pukulan ia terima tanpa jeda.
Taehyung sudah menangis meraung meminta maaf dan mengatakan tidak, sungguh ucapan ayahnya fitnah.

Melempar putra bungsunya kasar ke aspal ngengat yang membuat pelipisnya menghantam ujung plat jalan.

Darah mengucur segar membuat tangisnya
semakin pecah, ayahnya tak peduli malah
melemparinya putung rokok berharap
pakaiannya terbakar bersama anak sialnya.

Terasa panas saat api di puntung itu mengenai lengan kanan.

"Hiks.. semuanya tidak benar.. hiks..  appa.."

Ditendang sekali lagi tubuh anaknya yang meringkuk hingga terpental jauh,

"Halah bangsat! Selama ini aku sudah muak lihat mukamu ini, jadi lebih baik kau susul ibumu saja. Ke Neraka sekalian!"

Umpatan kurang ajar itu sudah biasa ia telan.

"Nne appa.. aku akan pergi dari Daegu.. dari sini.. selamanya.. " Tangis lebat bercucuran, menghujani pipi.

Benar kan? Tujuan awal yang semula akan menginap selama 3 hari mungkin dibatalkan. Sehari saja cukup. Ambil berkas ijazah sekolah lalu pergi sejauhnya.

"Ck! Berisik!" Dikeluarkan kertas selembar dan pena dari selah jaket, si tua bangka itu menyodor paksa ke tangan dingin anaknya.

"Tulis pesan disini pada Namjoon cepat. Bilang kau tak jadi ikut dengannya. Suruh dia pulang."

Ada tanda tanya besar di atas kepala. Taehyung mendongak bergetar, memigap pena. Berulang kali bertanya sebab, ayahnya kukuh tak mau menjawab.

Memaksa putranya menulis surat bohongan yang entah bakal digunakan untuk apa. Jelas, Taehyung merasa terancam jika sampai Namjoon pergi dan meninggalkannya.

"Anak setan kau! Disuruh tulis begini saja lelet, hei aku ini ayahmu! Dengar tidak!! Turuti apa kata ayahmu, keparat!" bentaknya, menghajar wajah anaknya tak terhitung.

Secarik pesan tulisan acak-acakan itu ditinggalkan di setir kemudi. Kini, Taehyung diseret ayahnya memutar arah entah menuju mana.

Geram ingin sekali saja ia memberontak dan berteriak minta tolong namun apa daya ia tak punya keberanian melawan.

"Appa bilang ingin aku pergi jauh lalu kenapa appa masih membawaku .."

"Diam! Ini caranya aku membuatmu pergi dari sini, termasuk pergi jauh."

Kembali ia menangis, keputusannya kembali pulang memang hal tetburuk.

Merenungi kebodohannya melupakan
sekitarnta. Bahkan tak sadar hari berangsur gelap.

Segala kemungkinan buruk ia ciptakan.
Pemikiran positifnya telah mati toh
hidupnya sendiri penuh ketidakpastian.
Termasuk hari esok, apakah ia masih
bertahan atau telah jadi mayat ditangan
ayahnya.

Namjoon hyung.

Aku pulang duluan ke rumah, kudengar ayah masuk rumah sakit.

Ah, tidak usah khawatir dan menyusulku. Kau tau sendiri kan ayahku tidak suka dijenguk? Aku akan merawatnya disini selama beberapa minggu atau bulan?

Jadi, pulanglah ke Seoul dan jangan jemput.

Adalah kutip isi sepucuk surat yang ditinggalkan.

Namjoon mengerenyit bingung, kenapa terlalu tiba-tiba tanpa pamitan?

Dan juga, dengan apa Taehyung tau berita ayahnya sakit tanpa bantuan ponsel ?

Anak itu tidak punya ponsel.

Sayang, darah merah di aspal bekas penyiksaan itu tersamar rapi oleh gelapnya malam.
.


.



.

Jimin melamun seraya mengaduk saus pasta yang ia pesan. Belum ada niatan darinya untuk melahap hidangan ala Prancis itu.

"Jim? Ga baik ngelamun loh."

"Ah? Ahaha, ya.. ya. Aku akan makan sekarang."

Banyak sekali hal yang mengitari kepalanya. Tak dipungkiri, Jimin berdebar senang bersama Sekyu. Ada rasa menggelitik dan tak percaya. Bahkan menatap wajah Sekyu lebih dari 3 detik pipinya langsung merah.

Tapi perasaan tak diundang ini, dia gelisah.

Memikirkan sejeret kejadian di pantai senja itu. Dimana manik Taehyung membuktikan ingin segera lepas darinya.

"Selamat ulang tahun, ahjussi. Aku bersyukur bertemu denganmu. Bahagia selalu."

"Kenapa kau begini, Taehyung? Aku bahkan belum mengatakan apapun. Kau tidak nyaman tinggal denganku?"

Manik Jimin merah berair, sangat tersiksa. "Mungkin iya. Aku sedikit tidak nyaman dan takut."

"Karena kita pernah berhubungan badan? Iya?"

Jimin tidak behak menyalahkan, toh dia layak dipukul 10.000 kali karena meniduri bocah bawah umur. Tapi bukankah Jimin berani bertindak lebih karena berlandas suka?

"Di dekatmu aku jadi takut.. aku risih.. saat kita bersentuhan juga aku teringat ahjussi."

"Maafkan aku, Taehyung. Aku tau hari itu sepenuhnya salahku. Aku tak bisa berpikir jernih."

Taehyung melepaskan Jimin perlahan, mengakhiri momen mereka dengan tegas.
Mengorbankan dirinya sekali lagi. Biarlah dirinya dibenci kali ini.

"Wajar. Kan ahjussi tidak pernah punya pasangan. Makanya liat tubuhku sedikit saja langsung terangsang. Kelewat lapar ya?"

Deg

Jimin berdesir, anak ini melecehkan statusnya ?

"Ahjussi semakin lama seperti ayahku. Jadi aku tidak mau lagi hidup bersama pria tua yang tak menarik, aku ingin--

Satu tepukan pelan di tangan.

"Jim. Kau melamun lagi loh." Sekyu memanggil dengan nada mendayu dan si empunya tertegun.

"Maaf. Hari ini aku agak sedikit pusing, Kyu." Tersenyum tampan, Jimin mencoba mengalihkan topik. "Kenapa daging tidak kau makan?"

"Ah, ini?" Sekyu menunjuk piring, "Lemaknya tinggi dan gak bagus buat badan, aku sedang diet."

"Aku heran sama orang yang bisa makan banyak sekali suap, ngeri banget gak sih?"

Jimin menarik napas panjang, sebagai penyuka makan refleks lelaki itu tersindir dan menaruh peralatan makan dan mengelap bibirnya dengan sapu tangan.

"Loh, kok gak habis makananmu Jim?"

Membentengi wajah dengan eye smile memikat yang menusuk, "Aku sudah kenyang."

.



.





.

Pemuda itu melepas topi, lesehan di pinggir jalan sembari menghitung uang. Ada upah lebih yang ia terima. Mangkuk jjajamyeon terakhir baru saja diantarkan ke Daegu.

Jungkook si supir delivery mengamati senja sepi di pesisir jalan sendirian.

Tak sengaja matanya menangkap siluet satu pria tua menemani anak muda di seberang. Selayak menunggu seseorang.

Kendaraan panjang serba hitam menepi seperti yang diduga Jungkook. Dan si pria tua berlari pendek menuju mobil itu lalu mengobrol.

Ketika dilihat lebih lamat, samar agak kenal entah dimana?

"Eoh?" pincing Jungkook, "Ah! Serempet mobil !"

Saat anemianya kambuh, berujung nabrak. Dan untung pemilik mobil itu baik hati dan juga,-- cantik?

Jeon Jungkook musti mengenalkan diri secara benar, barangkali meminta nomor telepon pemuda itu? Sial, Jungkook tertarik dengan anak itu.

Berkaca di spion, membenahi poni dengan sedikit ludah biar klimis. Jungkook sudah siap menyebrang.

Dan bodoh, pemandangan horror apa yang ia jumpai?

Lima orang berpakaian serba hitam membekap mulut anak itu dengan bius, lalu menyuntikkan perutnya entah cairan apa.

Anak itu menjerit kesakitan tapi dibungkam oleh pentongan di belakang kepala.

Jungkook kalang kabut, gelisah tidak karuan saat anak itu sudah dibopong masuk mobil serba hitam itu.

"Ahjussi!" teriak Jungkook keras dari kejauhan, sayang mobil itu sudah melaju pesat. "Hentikan mobilmu ahjussi!"

Nekat dengan bermodal kaki, Jungkook mengejar ketertinggalan hingga sejauh 3 blok. Motor ia tinggalkan di jalan, berlari sekuat tenaga hingga napas nyaris terputus.

Di belokan ke empat Jungkook benar-benar berhenti.

Peluh bercucuran dan alhasil dia muntah belambur dengan perut keram dan kaki kebas.

"BONIX. Hijau Tua. BN 2768 GTA."

Plat nomor mobil yang sempat Jungkook lihat.

Dan Jungkook paham di luar kepala itu termasuk BN ilegal yang biasanya dipakai para kriminal untuk perdagangan manusia.

.





.





.

TBC

otoke nasib Taeby ? 😔😭

btw. aku mau nyelipin receh disini tp keknya ga bisa gais..bukan apa.. ini genre aga hard--mellow jd susa gitu buat nyelipin

GEMESS liat merekaa



Continue Reading

You'll Also Like

260K 12.3K 40
[fake instagram] warning ! • homo • harsh words • judulnya bts tapi isinya banyakan taekook (sorry for that) • top: taehyung jimin, namjoon • bot: ju...
760K 40.7K 46
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
1.6M 59.1K 39
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
213K 12.8K 46
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...