Magic Dairy

By Andintaliandra

1.1K 21 3

#Obat 1 #Bayi 1 #Hamil 3 #Jepang 2 # Manusia 2 Mengisahkan seorang perempuan yang bernama Andinta yang tingga... More

Dairy 1 : Aku dan Adikku
Dairy 3 : Pemahaman Diri
Dairy 4 : 5 Elf Populer dan Kisah Cinta Tragis
Dairy 5 : Ayano dan Andinta
Dairy 6 : Mengulangi Masa Lalu dan Nafsu ( 18 )
Dairy 7 : Kelahiran di Musim Salju dan Perasaan Takut
Dairy 8 : Perasaan Cinta dan Kekuatan Elf
Dairy 9 : ( 18 ) Pembuahan Uji coba dan Koneksi

Diary 2; Kesunyian dan Teman Lama

127 4 1
By Andintaliandra



Setelah selesai membersihkan perlengkapan makan itu, Andinta bergegas kembali ke arah tangga untuk pergi ke kamarnya.

Anrinta menyapa kepada Andinta, dimana dia telah rapih dengan seragam sekolahnya yang berwarna biru tua dengan dasi khusus perempuan.

" Kakak, aku pergi dahulu. "

Andinta menengok ke arah Anrinta yang sudah ada di depan pintu dan memakai sepatu sekolah dengan posisi terbungkuk.

" Itterashai~ Anrin. "

( Clarkk.. )

Suara pintu rumah di buka oleh Anrinta dan ia tutup kembali.

Andinta sedikit melebarkan bibirnya, karena senang melihat adiknya yang telah pulih dari trauma karantina saat virus 5 tahun itu menyebar.

" Aku juga harus bekerja keras demi kehidupan kecil kita. "

Andinta dengan semangat berjalan ke atas, menaiki anak tangga dengan riang dan wajah berseri.

Pukul 7 tepat.

Kembali di depan Wastafel kamar mandi.

Andinta sudah cantik dengan Jump Suit berbahan jens berwarna khasnya dengan rok selutut, pakaian atasnya ia pakai kaos putih polos dan tata rambut yang masih sama, di kuncir Pony Tail.

Bermake up, menggunakan pelembab bibir dan menaruh peralatan Make Up nya tersebut di sebuah tas pundak berwarna coklat dengan tali rantai sampai sepinggang.

Dengan sambil bercermin, Andinta tersenyum di depan cermin itu sambil memotivasi dirinya.

" Yosshh.. Semuannya sudah siap. "

Andinta lalu turun dari tangga dan berjalan lurus menuju pintu keluar, memakai sepatu, membuka pintu dan mengunci pintu itu.

Menaiki sepedah berwarna merahnya yang sudah lama menemaninya semenjak masuk SMP.

Berangkat lah Andinta dengan mengayuh sepedah itu di suasana hari musim gugur yang cerah dan mulai tampak warna-warni dedaunan di sepanjang jalan dan juga bukit di samping rumahnya.

Mengayuh sepedah dengan tenang, di jalan yang sunyi, angin dingin menerpa seluruh tubuhnya, sinar matahari sedikit membuat tubuhnya hangat.

Sejauh mata memandang, hanya beberapa orang saja yang terlihat berjalan di jalan, banyak rumah yang telah kosong akibat penghuninya dan kerabat-kerabat lainnya telah meninggal akibat wabah virus 5 tahun lalu.

Menuruni jalan, melewati pertigaan, tidak ada satupun suara kecuali suara burung dan kayuhan sepedah Andinta.

Adiknya juga menggunakan sepedah untuk pergi ke sekolah.

Melewati pinggir jalan, Konbini kecil dekat jalan, pohon-pohon yang mulai tampak berwarna. Terasa area yang sudah lama Andinta kenal seperti kota mati.

Sangat sunyi sekali...

Ketika jepang telah krisis kelahiran anak, lalu wabah itu menyerang dan pada akhirnya, tersisa sedikit manusia yang hidup.

Bahkan gaji sebagai seorang pustakawan saja hampir setara dengan pekerja pabrik, Andinta sungguh beruntung mendapatkan pekerjaan tersebut untuk membantu anak-anak muda sekolah datang ke perpustakaan untuk belajar.

Sekitar 15 menit mengayuh sepedah dengan santainya, Andinta turun dari sepedah dan sudah terlihat perpustakaan umum tempat ia bekerja di dekat pertigaan jalan raya.

Menuntun sepedah merahnya itu, menaruhnya di tempat khusus parkir sepedah dekat pintu masuk perpustakaan.

Menaiki anak tangga dan ia membuka kuncinya.

Terlihatlah ruangan yang penuh dengan rak buku yang gelap dan gordeng yang masih tertutup rapat menutupi kaca yang tingginya hampir bawah lantai.

Andinta membuka sepatunya, mengenakan sendal yang tersedia untuk pekerja di tempat itu dan bergegas ke ruang belakang gudang peralatan untuk mengambil perlatan seperti kemoceng, lap, spray kaca dan sapu.

Andinta mulai bebersih perpustakaan itu dan membuka setiap gordeng yang tertutup agar cahaya matahari masuk.

Pukul 8 Tepat.

Andinta sudah membersihkan debu dan kaca, semua telah rapih dan ia duduk di ruang khususnya sebagai penjaga perpustakaan.

Terdapat meja kayu melingkar, di atasnya ada sebuah lampu kecil, stampel, pena dan tempatnya, kartu untuk pinjaman, komputer sederhana di samping tempat pena berada, yang mencatat setiap kegiatan dalam hal minjam meminjam dan juga nomer buku-buku itu yang di pinjam.

Sangat membantu sekali.

Akan tetapi setelah Andinta mengubah tanda tutup menjadi buka di dekat jendelanya, tidak ada satu pun orang lewat atau kendaraan melintas.

" Seperti biasa, sunyi sekali. "

Andinta menarik sebuah laci di depan tepat meja itu dan mengambil sebuah Novel yang ia selalu beli setiap bulannya untuk di baca di perpustakaan.

Terkadang ia membuka siaran televisi dari komputer dan mendengar suaranya lewat Head Phone nya.

Namun kali ini ia ingin menyelesaikan Novel itu, karena hanya tinggal beberapa lembar saja.

Sengaja ia tidak bawa pulang, agar lebih lama di bacanya saat waktu bekerja.

Tidak lupa Andinta mengambil kacamata baca nya juga di laci itu yang berkerangka berwarna hitam.

Lembar demi lembar Andinta membalik kertas berwarna coklat dengan motif akar bunga tersebut, dimana angka demi angka dalam Novel itu bertambah naik, yang menandakan menuju sebuah akhir dari seluruh isi Novel tersebut.

Matahari mulai meninggi, namun masih seperti pagi, karena sudah masuk musim gugur.

Sebelum jam makan siang tiba, Andinta telah selesai membaca Novel itu keseluruhan.

Andinta menutup Novel itu dan menaruhnya di kantong pelastik kuning yang ada di bawah samping kanan mejanya, dimana beberapa tumpukan Novel miliknya yang lalu sudah terkumpul banyak.

" Akhirnya selesai juga. "

Andinta baru menyadari kalau pelastiknya sudah mulai di penuhi oleh Novel-novel miliknya itu.

Tertunduk sambil melihat bagian atas tumpukan Novel itu dari kursinya.

" Tidak terasa, kalau aku telah banyak membaca Novel, hingga tidak sadar tumpukannya sudah hampir sebangku ini. "

Andinta berfikir untuk membawanya sebagian ke rumah setelah selesai bekerja.

Namun saat itu, seperti biasa juga.

Tidak ada satu pun yang datang.

Andinta berdiri dari kursinya dan menuju ke sudut dinding untuk minum air yang juga tersedia di perpustakaan dengan gelas pelastik tipis berwarna putih di samping alat minum itu yang bisa di daur ulang nantinya.

Jepang itu serba siap dan tertata.

Saat sedang menenggak minuman dari gelas pelastik kecil itu, datang sebuah mobil patroli polisi yang Andinta sudah kenal sekali.

Yaitu Opsir Kanade-San.

Mobil patroli itu terparkir rapih di parkiran yang sudah tersedia, Andinta melihat dari kaca Opsir Kanade-San.

Lalu pintu perpustakaan itu terbuka.

" Konichiwa~ Andin-Chan. "

Sapa ramah Kanade-San ke Andinta yang sedang berdiri di dekat tempat minum itu.

Andinta menunduk sedikit dan balik sapa ramah Kanade-San.

" Konichiwa~ Kanade-San. "

Kanade-San berjalan ke arah tempat duduk untuk pembaca perpustakaan, melepaskan topinya, menaruh di meja dan bersandar di bangku kayu coklat yang di tengahnya terbalut busa lembut berselimut kain halus berwarna hitam.

" Seperti biasanya, pasti selalu tidak ada pengunjung, bahkan di kota, tidak ada satu pun orang yang berjalan, itu pun hanya 1 atau 2 orang saat aku patroli rutin. "

Kanade-San usianya hampir sama dengan Ayahku jika ia masih hidup, sekitar 40 tahun.

Istri dari Kanade-San telah meninggal akibat wabah itu dan sekarang ia tinggal bersama kedua putrinya yang umurnya hampir sama dengan adikku itu.

Andinta mengambilkan segelas air untuk dirinya sambil berbincang.

" Saat aku ke sini juga, hanya beberapa yang lewat. "

Setelah sedikit penuh gelasnya, Andinta berjalan ke arah Kanade-San dan duduk di hadapannya sambil menaruh air mineral itu di hadapan mejanya.

" Arigatou ~ Andin-Chan. "

" Hai'. "

Kanade-San meminum air mineral itu hingga habis tak tersisa, lalu ia melihatku sambil kembali berbicara.

" Apa kamu tidak bosan hanya duduk-duduk saja sambil sesekali merapikan buku? "

Andinta tersenyum dan ia sudah sering mendengar itu dari orang lain dan bahkan dari Kanade-San sendiri.

" Kanade-San ini, sudah beberapa kali anda tanyakan itu kepadaku saat mampir ke sini. "

Kanade-San tertawa.

" Hahaha.. Iya yah, habisnya tidak ada sesuatu yang bisa di bicarakan lagi, saking tenang dan tentramnya di sini. "

Andinta melihat ke jendela yang dimana sangat sunyi sekali di kirinya sambil bicara.

" Karena Wabah dan Serum perubahan itu, penduduk jepang semakin sedikit, apa pendapat anda? Dimana mereka yang memiliki imajinasi yang tinggi menginginkan perubah yang menurut mereka sempurna dan memiliki masa depan yang panjang. "

Kanade-San juga melihat ke arah Andinta lihat dan menjawab dengan santai pembicaraan itu..

" Yaaaahhh... Itu masing-masing orangnya sih. Ingat ketika wabah itu menyerang? Tiba-tiba mereka yang memiliki imajinasi tinggi membuat tim dan menjarah makanan layaknya seperti sedang berada di video game. Entah apa yang di pikiran mereka, harusnya kita yang selamat dari insiden itu beruntung dan menjadikan kedepannya lebih baik, namun ada saja yang bernafsu. Padahal pemerintah sudah melarang dan bahkan memberikan hadiah bagi orang yang berkeluarga dan memberikan keturunan, apalagi banyak. "

Andinta kembali melirikan kedua matanya ke Kanade-San yang masih terlihat muda itu wajahnya.

" Sepertinya laki-laki di area sini juga seluruhnya sudah menikah, begitu juga anda yang telah menikahi teman sekelas saya waktu SMA. Bagaimana kabar kehamilan Ayano-Chan, Kanade-San? "

Kanade-san menikah kembali dengan teman semasa bermainku di SMA yang bernama Ayano Mitsuhara.

Tinggi dengan paras wajah cantik dan rambut berwarna hitam sebahu.

Saat mereka menikah, aku dan adiku datang bersama penduduk kota yang masih tersisa.

Ayano-Chan juga seorang perempuan yang kedua orang tuanya telah meninggal dan karena ia sendiri, pada akhirnya ia menerima anjuran pemerintah untuk membuat program populasi manusia bertambah.

Ayano-Chan beruntung, karena Kanade-San ini orangnya sangat supel dan baik terhadap sesama, juga dia penyayang kedua putrinya dan Ayano-Chan sendiri.

Apalagi dia sedang hamil anaknya Kanade-San.

Kanade-san tersenyum dengan melirikku.

" Ayano-Chan baik-baik saja, namun katanya dia juga bosan selalu di rumah saja, namun saat anak-anak pulang dari sekolah, mereka langsung berbicara ini itu layaknya teman. Sebagai Ibu muda, Ayano-Chan harus berhati-hati dengan perutnya yang mulai besar. Kau tahu sendiri bukan, Ayano-Chan itu seperti apa. "

Andinta tertunduk dan tersenyum, mengingat kembali Ayano-Chan jaman SMA yang memang perempuan yang tidak bisa diam dan selalu ada saja yang ingin ia lakukan.

" 2 Bulan lagi yah. Aku tidak sabar melihat gabungan antara wajah anda dan Ayano-Chan. "

Kanade-san berdiri dari tempat duduk dan tersenyum.

" Kita makan siang bersama seperti biasa di kedai tua Higuci-San, kita bicara di sana. "

Andinta melihat Kanade-San dan tersenyum, ia berdiri juga dan bicara.

" Baiklah. "

Kanade-san mengajak diriku makan siang di kedai Pak Higuci-San, yang dimana sudah mulai renta dan hidup berdua dengan istrinya.

Cucunya dari Higuci-San masih hidup dan di asuh oleh mereka, namun tidak dengan anak dan juga mantu mereka.

Sungguh tragis memang kejadian itu, tapi Pak Higuci-San bersyukur Cucu laki-lakinya selamat dan sudah sekolah SMP.

Andinta menaruh tanda makan siang di kaca pintu tanpa menguncinya.

Kanade-san juga tidak membawa mobil patrolinya, karena jaraknya tidak terlalu jauh dari pertigaan itu.

Andinta dan Kanade-san berjalan bersama, sambil melihat jalan yang sepi dan Kanadesan bertingkah layaknya anak kecil di tengah jalan itu yang membuat Andinta tersenyum.

Sesampainya di kedai kecil itu, membuka pintu geser kayu, terlihat beberapa meja makan yang sangat sunyi.

Kanade-San lalu sedikit teriak.

" Higuci-San ~~... Konichiwa ~~.. "

Saking sepinya, kami bisa kenal orang yang tempat tinggalnya jauh.

Lalu muncul lah Higuci-San, dimana atas kepalanya tidak ada lagi rambut dan hanya di sampingnya saja, dengan sedikit warna putih dan memakai kacamata bulat.

Memakai kaos putih dengan Appron penjual makanan biasanya orang jepang pakai di pinggang.

" Ahh.. Kanade-San, Oh, Andin-Chan juga ada. Dozoo~.. Mau pesan apa kalian berdua? "

Kanade-San duduk di dekat jendela paling dalam dan Andinta duduk terpisah agar terlihat ramai di meja satunya dekat Kanade-San berada di kanannya.

Hal itu sudah pemandangan biasa.

Kanade-San tersenyum dan dia memesan.

" Seperti biasa, Higuci-San. Tuna dengan nasi dan Miso Sup. "

Andinta lalu bicara sambil tersenyum.

" Omelet, Higuci-San. "

Higuci-San lalu pergi ke dapur yang tidak jauh dari tempat meja pelanggan untuk bersiap memasak.

" Aiiioo~~.. "

Lalu datang Istri Higuci-San dari bilik dalam dengan tersenyum.

Seperti biasanya saat Andinta datang atau ada beberapa pelanggan yang datang, Istri Higuci-San hadir untuk mengobrol dengan kami dimana ia duduk di meja yang kosong.

Selagi menunggu makanan siap, Andinta dan Kanade-San berbincang ria dengan Istri Higuci-San yang selalu bisa membuat ramai suasana, begitu juga Higuci-San sendiri.

Aroma makanan mulai tercium dari arah dapur membuat Andinta dan Higuci-San semakin ingin cepat-cepat memakan masakan Higuci-San yang khas dengan bumbunya.

Suasana di kedai itu jadi ramai dan malah jadi acara makan bersama.

Sambil melihat televisi, selalu saja ada tawa setiap kami bicara.

Andinta dan Kanade-San benar-benar tidak merasakan waktu telah berjalan dengan cepat di karenakan perbincangan itu.

Andinta dan Kanade-San membayar dan segera kembali bertugas masing-masing.

Kanade-San pamit kepada kedua orang tua itu.

" Higuci-San, Nenek, Kami berdua bertugas kembali yah. "

Higuci-San tersenyum dari tempat duduk pelanggan.

" Sering-sering mampir ke sini yah, kalau bisa ajak seluruh keluargamu, Kanade-San, kau juga Andin-Chan. "

Andinta tersenyum dan membalasnya dengan tenang.

" Hai'. Kapan-kapan aku akan datang seperti biasa dengan adikku. "

Kanade-San juga demikian.

" Mungkin hari libur nanti. "

Pintu itu di tutup dan kami meninggalkan kedua orang tua yang baik itu.

Tentu mereka pasti juga kesepian, karena beberapa rumah, hanya ada 1 atau 2 kepala keluarga, itu pun jika mereka kerja, mereka tidak akan makan di kedai itu.

Kanade-San lalu berpamitan juga kepada Andinta, untuk kembali bertugas patroli di sudut-sudut kota.

Beberapa polisi lainnya juga bertugas setiap 1 jam sekali menggunakan sepedah.

Namun karena jepang di kategorikan negara paling aman, sangat sekali jarang kejahatan di negara ini.

Walau banyak yang di tinggalkan mobil atau perabotan rumah dari orang-orang yang telah meninggal karena wabah, kebanyakan, beberapa orang yang ingin membeli full rumah itu, tidak akan memakai beberapa barang dari penghuni lamanya, seperti baju dan kendaraanya.

Mereka bisa menukar kendaraan itu dengan harus sedikit mengeluarkan biaya tambahan.

Namun walau rumah bekas orang yang telah meninggal, sangat jarang ada yang minat, apalagi di wilayah pinggiran Kyoto ini.

Walau cukup dekat posisinya dengan tempat wisata Fusimi Inari, namun beberapa orang memang beda-beda.

Andinta melihat mobil Kanade-San kembali melaju menuju jalan ke arah belakang.

Menyapa dan sedikit membungkukan tubuhnya ke arah mobil Kanade-San.

" Selamat bertugas kembali, Kanade-San. "

Kanade-San berhenti sejenak dan bicara melalui jendela kaca mobil yang terbuka sambil tersenyum dan bersuara keras.

" Andin-Chan, besok aku akan titipkan Ayano-Chan bersamamu di perpustakaan. Mungkin itu tidak akan masalah dan bagus sambil menunggu kelahiran bayinya. "

Andinta terkejut mendengarnya sampai ia tidak tahu harus bagaimana.

" Ehh' "

Lalu pergilah mobil patroli polisi yang di kendarai Kanade-San.

Lagi-lagi kembali sunyi.

( syuuuuu~~~ )

Suara angin berhembus.

Kedua kaki Andinta melangkah menuju pintu masuk perpustakaan, membuka pintu dan kembali mengenakan sandal khusus di dalam sepatunya.

Dimana tiba-tiba Andinta melihat seseorang laki-laki yang sedang duduk membaca buku di sebuah salah satu meja, dengan tenang.

Andinta tahu dia siapa, dengan wajah yang masih terkejut, Andinta perlahan mendekati dirinya.

" Kamu itu, Kyusuke. "

" Akhirnya kamu mengenaliku, walau kondisi diriku sekarang berubah drastis. "

Andinta melihat dengan seksama Kyusuke, dimana memang postur tubuhnya menyerupai Elf.

Benar, Kyusuke adalah salah satu manusia yang telah berhasil sempurna dengan serum perubahan Elf itu, sekaligus teman kelasnya yang saat itu Andinta kenal waktu di SMA, begitu tidak terkenal dan seorang yang sering terkena Bullyan.

Namun sekarang, dia salah satu manusia yang di kenal dari Kyoto yang menjadi Elf sempurna.

Memiliki telinga yang lancip, wajah yang tampan dengan hidung mancung, rambut hitam pendek, postur tubuh sempurna dan tinggi hampir 2 meter lebih.

Andinta yang tingginya hanya sekitar 150 Cm, melihat Kyusuke seperti itu, membuat dia seperti sedang melihat raksaksa.

Dengan jaket kulit merah berbulu di kerahnya berwarna coklat, celana jens panjang, rambut harajuku, memakai cincin di sebagian jarinya.

Kyusuke adalah seorang artis Elf dan sudah di pastikan dia memiliki hidup yang enak.

Andinta berdiri di dekat Kyusuke duduk dengan tatapan yang masih tidak percaya kalau dia adalah teman kelasnya waktu SMA.

" Kenapa kau bisa ke sini? Bukan kah kau sekarang tinggal di Tokyo dan menjadi artis Elf jepang? "

Kyusuke melirik ke arah kanan dan melihat wajah Andinta sambil tersenyum tipis.

" Kenapa? Apa tidak boleh mengunjungi teman kelas waktu SMA? Apa jangan-jangan kamu takut dengan kehadiranku di sini? "

Andinta balik menatap Kyusuke dan tersenyum.

" Hah? Takut katamu? aku tidak takut dengan dirimu, Kyusuke. Jangan sombong setelah kamu mendapatkan semua ini. "

Kyusuke tersenyum lembar hingga kelihatan gigi-giginya yang putih dan rapih.

" Gomene~~ menjadi Elf sempurna membuat hidupku benar-benar berubah drastis dan bahkan di kelilingi kaum perempuan. "

Andinta lalu menggeser kursi di hadapan dekat tempat duduk Kyusuke, ia duduk dan tersenyum.

" Selamat datang kembali, Kyusuke. Ceritakan sedikit kehidupanmu di sana."

Andinta tahu kalau Kyusuke ini bukan lah orang jahat, sekarang memang telah berubah, namun Kyusuke tetaplah Kyusuke yang saat itu ia kenal.

Kyusuke tersenyum ke wajah cantik Andinta yang berada di hadapannya.

" Baiklah, aku akan ceritakan sedikit kehidupanku sekarang, sebagai artis Elf jepang. "

Andinta mendengarkan dengan sambil bercanda ria di saat Kyusuke bicara tentang hidupnya yang serba mewah dan bahkan memiliki rumah yang besar.

" Semua yang aku inginkan, selalu bisa aku dapatkan, Andin-Chan. "

Andinta tersenyum dan menghargai kehidupan dirinya yang baru itu, karena serum perubahan Elf tersebut, perbandingannya 50/50, wajar jika Kyusuke itu sangat bangga dan senang dengan kehidupannya sekarang.

Kyusuke lalu memegang kedua tangan Andinta yang sedang berada di atas meja, sambil berbicara hal yang membuat tubuh Andinta merinding.

" Kau tahu, Andin-Chan. Perempuan tidak ada yang menolak saat aku ingin berhubungan dengan mereka, bahkan aku menyewa atau membuat party khusus di istanaku untuk menyetubuhi beberapa perempuan. Mereka merasa tidak masalah dan bahkan ada yang ingin lagi dan lagi. Aku bisa dengan bebas mengeluarkan sperma di dalam kelamin para perempuan-perempuan itu, karena sudah di pastikan mereka tidak akan hamil dengan Elf. Itu sudah teruji saat aku mulai tenar, bahkan hingga sekarang, beberapa perempuan itu masih ingin berhubungan dengan diriku saat aku ajak, walau telah menikah dan memiliki anak. "

Andinta melihat serius ke arah Kyusuke dan ia melepaskan genggaman kedua tangannya sambil bicara tegas kepadanya.

" Aku tidak ingin di samakan oleh para perempuan itu, Kyusuke. "

Kyusuke tersenyum dan ia mengeluarkan sesuatu hal dari balik jaket kulitnya.

Terlihat sebuah botol kaca kecil berbentuk lonjong dan berisi cairan biru yang Andinta tahu.

" Itu... Serum perubahan Elf untuk perempuan. "

Kyusuke menaruhnya perlahan serum perubahan Elf itu.

" Jadilah Elf dan hidup lah bersamaku, Andin-Chan. "

Andinta bingung dengan kejadian itu, tiba-tiba berubah drastis suasanannya.

" Tu-Tunggu dulu... Kyusuke. Apa kau gila menyuruhku menyuntikan serum perubahan Elf perempuan ini ke tubuhku? Apa kau tidak paham perbandingannya selalu 50/50. "

Kyusuke tersenyum dan melihat wajah Andinta dengan tatapan lembut.

" Aku tahu itu, kalau kamu meninggal, maka aku akan menanggung semua kebutuhan adik kesayanganmu itu, tapi jika kamu hidup, maka kita akan hidup bahagia. "

Andinta tidak habis pikir dengan pemikiran Kyusuke itu, dimana sudah pasti Andinta tidak ingin melakukan hal itu.

" Apa kamu ke sini bertujuan seperti itu? Aku sungguh menolak dan memilih hidup sederhana seperti ini di bandingkan harus mati konyol dengan serum perubahan Elf itu. "

Kyusuke berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah jendela dan berkata.

" 50/50. Itu masih kemungkinan berhasilnya. Aku hanya berfikir, kalau kau itu cocok sebagai pendamping hidupku. "

Andinta melihat Kyusuke yang bertubuh tinggi dan tegap itu di depan jendela besar dekat pintu.

" Sebaiknya kamu berikan saja serum itu kepada perempuan cantik lainnya di luar sana, tadi kamu bilang sudah banyak berhubungan dengan perempuan, maka itu cobalah kepada mereka. "

Kyusuke tidak menengok ke arah Andinta, namun ia menjawabnya dengan tenang.

" Jawaban mereka sama seperti dirimu. Sepertinya hanya ini yang sulit di dapatkan ketika telah menjadi Elf. "

Andinta kembali bicara sambil melihat Kyusuke yang masih berdiri menghadap kaca.

" Percuma jika kau memaksaku, karena kepastian keberhasilannya tidak bisa di prediksi. Bisa saja kau malah membunuhku dengan tanganmu sendiri, aku tahu kamu bukan orang yang seperti itu, Kyusuke. "

Kyusuke lalu berbalik dengan tatapan ramah dan berjalan ke arah Andinta duduk.

" Tentu aku tidak akan memaksamu, karena waktu itu, kamu benar-benar menjadi seorang penolong di saat diriku tidak bisa apa-apa. Tidak mungkin aku membunuh seseorang yang baik seperti dirimu, Andinta. "

Andinta lalu berdiri dan meletakan telapak tangan kanannya di kaos Kyusuke yang tepat berada di tengah dadanya.

" Kamu itu masih muda, sama seperti diriku. Jalan hidup kita masih panjang, walau sudah berbeda Ras, namun aku yakin ada manusia yang berhasil hidup dan itu bisa jadi jodoh di antara kalian, karena Ras Elf di jepang itu, baru hanya 10 di setiap wilayah dan semuanya laki-laki. Namun maaf, Kyusuke, pastinya itu bukan diriku. Karena aku tidak ingin meninggalkan adik kesayanganku, dimana hanya aku yang dia punya. "

Kyusuke menggenggam tangan Andinta itu dan tersenyum lembut.

" Iyah.. Aku paham, Andinta. "

Kemudian ...

" Ngomong-ngomong telapak tanganmu jadi bisa aku genggam sepenuhnya. Dasar Kecil. "

Kyusuke menggoda Andinta dan membuat Andinta tersenyum.

" Dasar, Kaijuu~~. "

Kyusuke tidak sekalipun terlihat ada niat untuk menyakiti Andinta walau mungkin dia memiliki perasaan kepada Andinta.

Namun karena waktu SMA, Andinta dan gengnya sering mengajak Kyusuke ikut gabung dan ada tempat bernaung, dia paham sekali dengan sisi itu.

Perpustakaan yang sunyi itu kembali di penuhi canda dan tawa dari kedua teman yang dahulu satu sekolah.

Namun tentunya berbeda Ras.

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 280K 81
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
382K 44.2K 55
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...
7.4M 67.6K 6
Gimana jadinya kalau kalian menjadi Hana yang tiba-tiba menjadi istri yang akan diceraikan dan bukan itu aja tapi Hana juga tiba-tiba memiliki anak k...
887K 86.2K 30
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...