FORCED BRIDE [ENDING]

By yuli_nia

49.7K 5.4K 497

"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Baga... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Playbook Forced Bride

Part 6

1.3K 135 8
By yuli_nia

"Kenapa harus menikah? Kenapa tidak memasukkanku ke penjara, jika menurutmu, aku yang menyebabkan mamamu meninggal?"

Setelah lama terdiam, akhirnya Zulaikha bisa membuka suara meski mulut masih terasa kaku. Pandangan mengarah ke jendela, tatapannya tampak kosong. Ada banyak hal yang memenuhi pikirannya saat ini.

"Kenapa Ibuku yang menjadi ancamanmu? Dia tidak tahu apa-apa tentang masalah ini." Tanpa menunggu jawaban Andreas, Zulaikha bertanya lagi. Suara terdengar berat seperti ada yang mencekik lehernya. Mata pun berkaca-kaca kembali, ketika mengingat wajah sang ibu yang mulai menua.

"Aku ingin," jawab Andreas, singkat. Ia masih berdiri tegas di samping brankar. Menatap dingin perempuan berpakaian pasien dengan selimut menutupi tubuh hanya sebatas perut.

Zulaikha menggeleng. Mengatupkan bibir rapat-rapat sampai membentuk garis panjang. Terdiam sejenak, kemudian ia berucap lagi, "Kenapa? Kecelakaan ini tidak ada hubungannya dengan pernikahan. Sangat tidak masuk akal dan terkesan konyol, jika kamu memintaku tanggung jawab dengan cara seperti ini." Oktaf suaranya agak meninggi. Masih dalam posisi sama tidak menoleh ke arah Andreas.

"Kamu masih tanya kenapa? Mamaku sekarat dan meninggal karenamu, karena menolongmu. Seharusnya kamu tahu diri telah berhutang nyawa dengannya," hardik Andreas, tersirat jelas emosi dalam dirinya.

Ia mendekati Zulaikha, tanpa aba-aba langsung meraup rambut perempuan itu. Cengkeramannya sangat kuat membuat Zulaikha merintih kesakitan. Namun, Andreas tidak peduli. Ia menarik kepala Zulaikha dan membimbing agar menatap dirinya.

"Lepasin!" seru Zulaikha, berusaha melepaskan tangan lelaki itu dari kepalanya. Namun, sangat susah. Justru semakin kuat cengkeraman Andreas, yang membuat kulit kepala terasa perih dan panas. Ia yakin, rambut-rambutnya sudah rontok sekarang.

"Dan aku berhak menuntut tanggung jawab darimu dengan caraku sendiri," ucap Andreas, penuh penekanan. Ia menggertakkan gigi, rahangnya mengeras. Sembari menatap tajam Zulaikha, membuat bola mata hampir mencuat dan keluar dari tempatnya.

Setelahnya, lelaki itu menghempaskan kepala Zulaikha tanpa perasaan, mendorongnya keras. Kemudian, mengayunkan kaki ke luar kamar meninggalkan Zulaikha yang kini menangis sesenggukan.

***

"Kalian bertiga masuk ke kamar, jaga perempuan itu. Dan kalian bertiga, tetap jaga di luar. Aku akan menemui dokter yang menangani perempuan itu dulu," perintah Andreas, kepada enam bodyguardnya. Ia baru saja mencari informasi siapa nama dokter yang menangani Zulaikha, serta di mana letak ruangannya berada---dari seorang suster.

"Baik, Tuan." Mereka berenam, menjawab kompak.

Seperti yang diperintahkan Andreas, tiga di antara para bodyguard itu segera masuk ke dalam. Sedangkan yang tiga mengambil posisi siap siaga berdiri tegas di samping pintu.
Mendapat tatapan penuh tanya dari orang-orang yang berseliweran di sekitarnya, mereka tetap tak acuh. Sudah terbiasa dan terlatih sejak dulu untuk memasang wajah dingin.

Sementara itu, Andreas melangkah menyusuri koridor menuju lift untuk ke lantai dua--letak ruangan Dokter Rian berada. Dalam benak telah merancang berbagai macam ungkapan yang akan diutarakan kepada dokter tersebut, tentu soal Zulaikha.

Sampainya di depan lift, ia menunggu sejenak karena tidak berselang lama lift berdenting tepat di lantai enam, bersamaan dengan pintu stainlis membuka bergeser. Andreas memasuki lift dan menekan tombol angka dua, kemudian berdiri menempel pintu. Di dalam sana ada satu brankar kosong, dua perawat, dan beberapa orang. Ia agak menahan napas karena orang yang berdiri di sebelahnya memiliki bau badan yang tidak mengenakkan, membuat perutnya mual. Sialnya, ia harus menahan sabar karena lift berhenti di setiap lantai.

Dua menit kemudian, Andreas menghela napas lega ketika lift berhenti di lantai dua. Ia terbatuk-batuk setelah keluar dari benda berbentuk kotak tersebut. Sembari melangkah menuju ruangan Dokter Rian, berulang kali Andreas mengendus pakaiannya. Takut, jika bau badan orang tadi menempel ditubuhnya. 'Sangat menjijikkan.'

Tidak perlu waktu lama, kini Andreas telah berada di ruang praktik Dokter Rian. Ruangan bernuansa putih, tidak terlalu luas. Dalamnya ada satu meja kerja, dua kursi untuk tamu, kursi kebesaran dokter tersebut, lemari arsip, dan peralatan kerja lainnya seperti komputer yang berada di atas meja. Otaknya masih mengingat jelas arahan dari suster tadi, menyuruhnya untuk belok ke kanan setelah keluar dari lift, dan mencari nomor 114 dengan papan nama Dr. Rian Rahadika.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pria berjas putih, masih terlihat muda dan tampan dengan kacamata berbingkai hitam itu.

Andreas duduk di depan meja kerja dokter tersebut, lalu mengangguk. "Saya ingin menanyakan kondisi kesehatan atas nama pasien Zulaikha. Kata suster, Anda dokter yang bertanggung jawab atas pasien tersebut."

"Maaf, kalau boleh tahu Anda siapanya pasien?" tanya Dokter Rian ramah, sembari mengulas senyum.

"Calon suaminya, Dok. Baru datang kemari, karena ada tugas kerja di luar kota."

Dokter Rian mengangguk paham. "Baik. Saya check daftar kesehatan Nona Zulaikha dulu. Mohon tunggu sebentar, Pak," ucapnya ramah. Kemudian, ia mencari dokumen laporan kondisi pasien tiga hari lalu dari lemari arsip belakang duduknya. Setelah menemukan, Dokter Rian menarik dan membawanya ke meja langsung membuka dokumen di huruf abjad Z. Dengan teliti ia mencari nama Zulaikha.

"Nona Zulaikha untuk pemeriksaan pagi tadi kondisinya sudah membaik. Dengan tensi darah yang mulai stabil 115/57mmHg. Calon istri Anda sebelumnya mengalami darah rendah dengan tensi 65/50mmHg. Dan dari hasil pemeriksaan, pasien juga mengalami shock berat selain kurangnya istirahat. Sebelum dibawa ke sini kabarnya mengalami kecelakaan hampir ditabrak mobil. Tapi, sangat bersyukur Nona Zulaikha masih tertolong nyawanya," jelas Dokter Rian, panjang lebar.

Mendengar kalimat terakhir dari penjelasan itu, Andreas mengepalkan kedua tangan kuat-kuat yang bertengger di pahanya. Ia membatin, 'Yang meninggal tertabrak mobil Mamaku karena perempuan itu.'

Sebisa mungkin Andreas bersikap biasa saja, agar tidak terlihat mencurigakan. Berdeham pelan, ia melemparkan pertanyaan lagi, "Apakah kondisinya memungkinkan jika dirawat di rumah, Dok? Masalahnya saya tidak bisa setiap hari datang ke sini untuk menemaninya. Jarak rumah saya pun lumayan jauh dari rumah sakit ini."

Dokter Rian tidak langsung menjawab. Ia diam seperti memikirkan sesuatu. Tidak berselang, ia berucap, "Tapi, Nona Zulaikha masih membutuhkan pantauan dari kami, Pak. Walaupun kondisinya sudah membaik dan tensi darah sudah normal, beliau masih membutuhkan perawatan secara medis. Saya juga belum bisa melepasnya begitu saja, karena masih tanggung jawab kami. Takutnya, jika terjadi apa-apa dengan kondisi beliau setelah keluar, rumah sakit yang akan disalahkan."

"Saya bisa menyewa perawat khusus untuknya, Dok."

Dokter Rian tampak berpikir lagi. Ia tidak bisa memberi keputusan yang gegabah, resiko terlalu tinggi. Takut jika terjadi kesalahan yang fatal.

"Dokter, tidak perlu khawatir. Jika terjadi sesuatu dengan calon istri saya setelah keluar dari rumah sakit, saya yang akan bertanggung jawab karena ini murni atas kemauan saya. Dan saya tidak akan menuntut Anda serta pihak rumah sakit." Melihat keraguan dari dokter tersebut, Andreas berucap lagi. Kali ini lebih serius, berusaha meyakinkan.

"Jika Anda memaksa, baiklah. Namun, dengan syarat, Anda harus menulis surat pernyataan pencabutan perawatan Nona Zulaikha dari rumah sakit. Setelahnya, tanggung jawab kondisi Nona Zulaikha sudah sepenuhnya ada pada Anda, Pak." Akhirnya, Dokter Rian menyerah. Ia juga tidak bisa menahannya di rumah sakit jika pihak keluarga sudah meminta paksa pemulangan pasien. Terlebih lagi lelaki bertubuh tinggi yang memiliki cambang halus itu adalah calon suami pasien, sudah pasti tahu yang terbaik untuk calon istrinya.

Dokter Rian mengambil selembar kertas HVS, lalu diserahkan kepada Andreas. "Silakan tulis surat pernyataannya dulu, Pak. Setelah ini Anda bisa menyelesaikan pembayaran administrasi Nona Zulaikha di bagian Administration."

Andreas menerimanya. Dengan serius, ia menulis isi surat pernyataan tersebut. Setelah selesai, ia berikan kembali kepada dokter.

"Jadi, calon istri saya sudah bisa saya bawa pulang, Dok?" tanya Andreas, memastikan.

"Iya, Pak. Silakan ke bagian Administration untuk menyelesaikan pembayaran. Saya akan memeriksa kondisi Nona Zulaikha terlebih dahulu, sebelum dibawa pulang."

"Terima kasih, Dok." Andreas berjabat tangan, kemudian beranjak dari duduknya. "Saya permisi dulu."

Mendapat anggukan dari dokter, Andreas berlalu dari ruangan tersebut. Dalam hati ia bersorak-sorai penuh kemenangan, karena berhasil dalam misinya--bisa membawa Zulaikha keluar dari rumah sakit.

***

"Apa kalian tuli? Keluar dari ruanganku sekarang! Aku bukan penjahat yang membutuhkan penjagaan ketat seperti ini!" usir Zulaikha, kepada tiga lelaki bertubuh kekar yang berdiri di depan brankarnya, persis seperti patung.

Akan tetapi, para bodyguard itu tetap menulikan pendengarannya. Masih dalam posisi sama berdiri tegap, diam, dan menampilkan tatapan dingin, meskipun sudah mendapat usiran berulang kali dari dirinya. Menghela napas lelah, Zulaikha mencengkeram kuat-kuat selimutnya untuk menyalurkan emosi. Ia bingung, entah harus dengan cara apa lagi mengusir mereka. Rasanya tidak nyaman saja mendapat penjagaan ketat seperti tahanan.

Mendengar decit pintu terbuka, Zulaikha mengalihkan pandangan ke arah pintu tersebut. Dokter Rian dan seorang suster masuk, melangkah menghampiri sembari mengembangkan senyum ramah.

"Selamat siang, Nona Zulaikha. Bagaimana kabarnya?" tanya Dokter Rian, basa-basi.

"Saya periksa kondisi Anda dulu, ya, sebelum pulang ke rumah," ucap Dokter Rian lagi, sekarang sudah berdiri di samping kiri brankar.

Sementara Zulaikha yang mendengar ucapan Dokter Rian, terdiam kebingungan. Ia masih berusaha mencerna apa maksud dari kalimat 'sebelum pulang ke rumah'.

'Siapa yang akan pulang ke rumah? Bukankah, aku masih harus dirawat lagi karena kondisi belum benar-benar sembuh?' batin Zulaikha, sambil memerhatikan Dokter Rian mengeluarkan stetoskop dari saku jas putihnya. Kemudian, pria itu memasang eartips ke telinga, siap untuk memeriksa dirinya.

"Siapa yang akan pulang, Dok?" Akhirnya, Zulaikha meluncurkan pertanyaan itu, penasaran soalnya.

"Anda, Nona. Calon suami Anda sudah meminta izin kepada saya, sekarang sedang mengurus biaya administrasinya."

"Hah?" Zulaikha tertegun. Ia melongo mendengar penuturan dari Dokter Rian.

"Sepertinya dia sangat menyayangi Anda, ya. Sampai mau merawatnya di rumah, karena khawatir tidak bisa menjaga Anda di sini." Dokter Rian mengulum senyum. Selesai memeriksa Zulaikha, ia menyimpan stetoskopnya lagi ke saku jas. "Tapi, Anda tidak perlu khawatir. Kondisi Anda sudah mulai membaik. Hanya perlu istirahat total dan jangan beraktivitas dulu," sambungnya lagi.

'Sangat menyayangi? Dokter, tidak tahu saja perlakuan dia sangat kasar kepadaku,' batin Zulaikha, sembari menahan sesak dalam dada mengingat perlakuan Andreas tadi. 'Ternyata selain melakukan kekerasan, Andreas pandai bermain sandiwara,' batinnya lagi.




Continue Reading

You'll Also Like

3M 24.1K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
313K 6.3K 8
Selalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja...
1.3M 93.9K 43
COMPLETEπŸ”₯ [Bag. 1-40] [Spin-off Crazy Offer] [Bisa dibaca terpisah] Dicampakkan cowok. Gue pikir, itu adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam...
2.5M 24.5K 27
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...