Maaf ya aku ngaret bgt updatenya, soalnya aku lagi sibuk buat cover, cari nama dan target pasar untuk olshop baruku 😅
Makanya kurang fokus buat nulis dari kemarin, maap ya ✌️
Tinggalin vote dan komentar dulu ya di chapter sebelumnya ☝️
Jaga kesehatan dan cari kegiatan yang berguna selama #dirumahaja ya!
Happy reading!
-------
"Kau harus selalu memberi kabar padaku. Aku tidak mau hal buruk terjadi padamu," ucap Sean lembut sambil memegang bahu Ivanna.
Ivanna mengulum senyumnya, "Ternyata kau tidak ada bedanya dengan Arnold." Ivanna terkekeh pelan.
Sean tersenyum melihat Ivanna yang begitu menggemaskan baginya. Sungguh, saat ini Sean sangat ingin Ivanna tahu kalau dirinya ingin sekali berada di depannya dalam keadaan apapun. Ingin melindunginya dan menjaganya setiap waktu.
Tapi apa daya, jika Ivanna sendiri menolak ajakannya untuk kembali pulang? Ivanna lebih memilih berdua dengan Arnold, menetap di mansion ini dengan pria brengsek yang tidak memiliki hati itu.
Sean takut kalau Ivanna akan menjadi target kemarahan Carla. Mengingat jahatnya mulut dan kelakuan wanita berambut pirang itu.
Sean tidak yakin 100% kalau Arnold akan bisa menjaga dan membahagiakan Ivanna, tapi dilihat dari sikapnya, sepertinya Sean masih bisa memberikan 75% kepercayaan itu untuk Arnold.
"Jika kau masih ingin berubah pikiran untuk ikut pulang denganku, aku akan cari cara untuk membawamu keluar dari tempat ini," Sean menatap mata Ivanna lekat.
Ivanna mengelus punggung tangan Sean, "Percayalah, aku akan baik-baik saja disini." Ucapnya lembut lalu tersenyum.
Sean mendengus pasrah, "Kau memang keras kepala."
Sean terkekeh lalu mengusap rambut Ivanna. Ivanna tertawa melihat Sean yang akhirnya pasrah untuk mengajaknya pulang.
"Kalau begitu, aku pergi." Sean berjalan keluar meninggalkan Ivanna, belum sampai ia diambang pintu, Sean menoleh lagi lalu menghampiri Ivanna,
"Eum..." Sean menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ada lagi yang ingin kau katakan?" Tanya Ivanna.
Sean tersenyum lalu menunjuk ke arah jendela kamar Ivanna. Ivanna menoleh kebelakang, lalu dengan cepat Sean mencium pipi Ivanna.
Ivanna yang menyadari dirinya ditipu lalu membalikkan badannya, "Sean!"
Ivanna mengerucutkan bibirnya lalu mengusap pipinya berulang kali. Tidak suka karena yang menciumnya Sean, bukan Arnold.
"Pergi! Pergi! Aku membencimu!" Ivanna mendorong Sean keluar dari kamarnya.
Sean yang melihat kemarahan Ivanna langsung gugup dan berusaha meminta maaf, tapi Ivanna tidak terima dan langsung menutup pintu kamarnya.
Ivanna mengunci pintu kamarnya, sedangkan Sean berdiri didepan pintu kamar Ivanna sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Ivanna.
"Ivanna, maafkan aku. Kumohon, maafkan aku." Sean menyandarkan kepalanya di pintu kamar Ivanna.
"Tidak! Pergi!" Ivanna memegang dadanya yang terasa memburu. Emosinya begitu cepat sekali naik.
Ivanna duduk ditepi ranjang, lalu ia mengambil gelas yang berisi air putih dan meminumnya hingga tandas. Kemudian Ivanna mengelap bibirnya dengan punggung tangannya secara kasar.
"Baiklah, jika kau sudah tidak marah, beritahu aku."
Ivanna terdiam.
"Aku pergi.." Sean pergi meninggalkan kamar Ivanna dengan perasaan bersalah. Ia salah karena berbuat hal yang tidak disukai Ivanna. Dan Sean sangat menyesal.
-----------
Disisi lain
Carla berlari kecil menghampiri Arnold yang duduk di sofa dengan senyuman yang merekah di bibirnya.
"Kau kelelahan?" Carla duduk disamping Arnold.
Arnold hanya diam dan tidak menghiraukan kedatangan Carla disampingnya.
"Arnold, jawab aku..." Ucap Carla dengan manja lalu merangkul lengan Arnold.
Arnold mendengus, "Carla, hentikan."
Carla menggeleng, "Tidak mau.."
"Sudah siap bermalam denganku?" Carla mengelus dada Arnold dengan jarinya dan kepalanya bersandar di bahu Arnold.
Arnold merasa risih dan berusaha menyingkirkan Carla, tapi seperti biasa, bukan Carla namanya jika belum mendapatkan yang dia mau.
"Arnold..."
Arnold berdiri dan melepaskan tangan Carla dari lengannya, "Carla, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?"
Carla mengulum senyumnya, "Aku hanya menginginkan mu."
Arnold berdiri dan menghadap kaca besar yang ada dikamarnya, kedua tangannya berada di saku celana.
"Besok aku dan Ivanna akan kembali ke L.A, aku harap kau bisa berhenti mengganggu ku mulai saat ini."
Carla berdiri dan menarik lengan Arnold, "Maksudnya?"
"Aku akan kembali ke L.A dan memulai hidup yang baru dengan Ivanna. Kau berhentilah menggangguku." Arnold membuang mukanya.
"Tidak, tidak akan! Kau lebih memilih wanita jalang itu daripada aku?" Carla mendengus.
"Arnold, aku ini masih kekasihmu."
"Apa masih pantas menganggap kekasih jika pergi begitu saja tanpa memberitahu kemana dia akan pergi?"
"Arnold, kau tidak tahu masalah yang sesungguhnya." Carla berusaha memberi penjelasan.
"Carla, kau bisa mencari pria yang lebih baik dariku. Kenapa kau begitu menginginkan ku? Padahal kau pergi sudah sangat lama dariku. Dan sekarang? Kau kembali lagi."
Carla memeluk Arnold, "Tidak, aku tidak mau meninggalkanmu lagi."
"Carla, aku tidak mau kau terluka. Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi, atau bahkan masih menganggap mu sebagai kekasih." Arnold menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya.
"Aku tidak peduli. Aku tetap mau disampingmu sampai kapanpun!" Carla mengurai pelukannya lalu melipat kedua tangannya di atas dada.
"Pedro akan membawamu kembali ke tempat tinggalmu. Besok aku dan Ivanna akan meninggalkan mansion ini." Arnold meminum bir yang ada di meja.
"Aku tidak mau! Aku akan menyakiti wanita jalang itu jika kau berani meninggalkan ku!" Carla membuang mukanya.
"Jika kau menyakitinya, kau akan berurusan denganku." Arnold duduk kembali di sofa.
"Apa yang kau cari dari wanita sialan itu hah? Kau mencintainya juga tidak?! Aku juga yakin dia tidak bisa memuaskan kebutuhanmu." Carla berkacak pinggang.
"Seharusnya yang kau tinggalkan itu dia, bukan aku!" Sambung Carla lagi.
"Aku tidak mencintai Ivanna, tapi aku rasa dia lebih baik darimu." Arnold menyesap bir nya lagi.
Ivanna yang berdiri didepan pintu kamar Arnold hanya bisa terdiam, tangannya memegang kenop pintu kamar Arnold.
Ivanna merasa perkataan Carla dan Arnold yang begitu menyakitinya hendak keluar dan menutup kembali pintu kamar itu.
Tapi Arnold mengetahui keberadaan Ivanna, "Ivanna?" Arnold berdiri, "Tunggu."
Ivanna langsung berlari ke kamar nya. Ia masuk kedalam dan mengunci pintu kamar, sedangkan Arnold yang terus berdiri dan mengetuk pintu kamar Ivanna sama sekali tidak dihiraukannya.
Arnold tidak mencintainya.
Jadi Ivanna ia anggap sebagai apa?
Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Ivanna terduduk lesu lalu menangis.
"Ivanna?"
"Aku tahu kau mendengar ku."
"Aku harap kau tidak marah atau tersinggung."
"Karena memang...aku tidak mencintaimu."
Suara itu membuat Ivanna semakin menangis. Tubuhnya bergetar hebat.
Ternyata,
Cintanya tidak seindah yang diharapkan.
TO BE CONTINUED...
----------
TINGGALIN JEJAK KALIAN YA SUPAYA AKU TETAP SEMANGAT!!
KOMENTAR DAN VOTE DITUNGGU 😆
Thank you! :)