The Dangerous Billionaire [#1...

Von FriskaKristina9

1.4M 58K 2.5K

(18+) PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! Ivanna Jhonson, wanita cantik bertubuh seksi dan juga pintar menjadi sekret... Mehr

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
CAST
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Informasi Update Cerita! (Mohon Dibaca)
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Attention Please!
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Baca
Maaf Ya
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49

Chapter 43

17.7K 849 52
Von FriskaKristina9

Tinggalin vot dulu ya di chapter sebelumnya! ☝️

Maaf telat 40 menit dari yang dijanjikan, jangan bully aku readers  #pisss ✌️

Happy reading!

--------

Liana membuka pintu kamar Ivanna. Liana diperintahkan Arnold untuk membawakan sarapan untuk Ivanna. Sudah dua hari Ivanna tidak mau keluar dari kamarnya dan selalu menolak makanan yang dibawakan Liana padanya.

Begitu juga Arnold, sejak perdebatan mereka dua hari yang lalu, ia tidak menemui atau bahkan menanyakan kabar Ivanna. Keduanya sama-sama diam dan tidak ada lagi yang berani membahas hal apapun, berjumpa pun tidak.

"Nona makanlah.." Liana meletakkan nampan yang berisikan sarapan pagi untuk Ivanna diatas nakas.

"Hmm.." Ivanna hanya bergumam lalu membalikkan badannya dan menutupnya dengan selimut.

Liana berdiri ditepi ranjang Ivanna lalu menghempaskan napasnya kasar, "Nona, kau belum makan apapun dan ini sudah dua hari."

Ivanna hanya mengangguk lesu.

Liana akhirnya memilih untuk duduk ditepi ranjang Ivanna, "Kau bisa sakit jika tidak makan." Ucapnya lalu mengelus bahu Ivanna dari samping.

Ivanna hanya diam dan tidak menghiraukan Liana.

Tiba-tiba Sean datang dan melenggang masuk ke kamar Ivanna, Liana langsung berdiri dan menunduk menyapa Sean.

"Ivanna, kau tidak mengangkat telepon dariku sejak kemarin." Sean duduk ditepi ranjang Ivanna.

"Maafkan aku Sean, tapi aku sedang tidak enak badan." Ivanna menjawab dengan mata yang masih ia tutup.

Sean menyingkap selimut Ivanna, "Kau sakit?" Sean meletakkan punggung tangannya di dahi Ivanna, "Ya Tuhan, Ivanna! Kau demam." Sean lalu menarik tubuh Ivanna dan menyandarkannya di penyangga tempat tidur.

"Sejak kapan kau sakit? Kau sudah sarapan?" Tanya Sean, Ivanna terduduk lesu sambil sesekali membuka matanya.

"Aku tidak sakit, hanya kelelahan." Ivanna menjawab dengan posisi kepala yang menengadah keatas dan leher yang bersandar di penyangga king size itu.

"Nona Ivanna tidak makan mau makan dan sudah dua hari tuan."

"Apa? Dua hari?" Sean menatap Liana tidak percaya lalu tatapannya beralih pada Ivanna.

"Aku tidak apa-apa, Liana saja yang berlebihan." Ivanna membalas dengan tatapan malasnya.

"Liana, ambilkan air hangat dan handuk kecil."

"Baik tuan." Liana mengangguk kemudian berlalu pergi.

"Kau ini ceroboh sekali. Apa yang membuatmu tidak mau makan? Kau kira penyebab dirimu sakit itu apa? Orang sehat saja jika tidak makan pasti akan sakit. Apalagi kau yang sudah sakit."

Ivanna hanya bergumam dan terus menutup matanya.

Kemudian Sean membuka kelopak mata Ivanna dan menyenternya, lalu membuka mulut Ivanna dan menyenternya juga.

Sean membuang napas kasar, "Duduklah, aku akan menyuapi mu." Sean lalu mengambil piring yang berisi makanan untuk sarapan Ivanna.

Ivanna menggeleng, "Aku tidak mau makan Sean. Setelah kau memasukkan makanan bahkan satu sendok pun, pasti akan berujung di wastafel."

Sean menaikkan sebelah alisnya, "Sudah berapa hari kau begini? Kau memiliki penyakit asam lambung?"

Ivanna menggeleng, "Tidak, tidak pernah."

"Lalu?"

Ivanna memutar bola matanya, "Aku juga tidak tahu. Sudah tiga hari aku mual dan kepalaku juga pusing. Bahkan selera makan juga tidak ada."

"Aku akan menyuruh Pedro agar membeli obat untukmu." Sean mengambil secarik kertas dan pulpen, "Aku tidak suka minum obat." Cegah Ivanna dengan menarik kertas dan pulpen yang digenggam oleh Sean.

"Bagaimana kau bisa sembuh Ivanna? Makan tidak mau, minum obat juga tidak mau. Apa kau ingin cepat mati?" Ucap Sean geram.

"Jika ada cara yang lebih gampang, aku juga mau."

Sean mendengus lalu mengusap kasar wajahnya, ia tidak tahu bagaimana menghadapi Ivanna yang begitu keras kepala.

"Sekarang kau harus memilih. Kau mau aku menyuapimu atau ku berikan obat?"

"Tidak dua-duanya." Balasnya cuek.

"Pilih salah satu Ivanna." Sean memelototi Ivanna.

"Sean, aku tidak bisa minum obat apapun dan sekarang, mencium bau makanan pun rasanya aku ingin muntah lagi dan lagi." Ivanna menaruh tangannya di dada, ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kuat.

"Jika kau tidak mau makan, aku akan pergi." Sean berdiri lalu membalikkan badannya, Ivanna langsung menarik tangan Sean. Ia tidak mau sendirian lagi dikamar.

"Jangan pergi.." Ucap Ivanna memelas.

Sean menatap Ivanna malas, "Kau mau aku tidak pergi, tapi kau tidak mau mendengarkan apapun yang kukatakan. Bagaimana aku bisa menurutimu?"

"Baiklah, aku mau makan. Tapi janji jangan tinggalkan aku sendiri?" Ivanna menjulurkan jari kelingkingnya.

Sean mengulum senyum manisnya lalu menyambar jari kelingking Ivanna dan menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Ivanna. 

Sean mengusap kasar rambut Ivanna lalu duduk ditepi ranjangnya lagi, "Siapapun tidak suka dibantah,  apalagi yang dikatakan itu untuk kebaikan dirimu sendiri."

Ivanna tersenyum, lalu Sean mengambil piring yang berisikan sarapan pagi untuk Ivanna. Liana membawakan oatmeal dan susu segar untuk sarapan pagi Ivanna.

Dengan telaten Sean menyuapi Ivanna lalu menyodorkan segelas susu disela makannya Ivanna.

Liana datang dengan mangkuk yang berisikan air hangat dan handuk kecil yang bertengger di lengan kirinya. Lalu Liana meletakkan diatas nakas.

"Syukurlah nona Ivanna mau makan. Aku yakin jika tuan tidak datang, nona Ivanna pasti tidak akan makan lagi hari ini." Liana menatap Sean lalu beralih ke Ivanna yang masih mengunyah makanannya dengan senyuman yang tercetak di bibirnya.

Sean hanya tersenyum lalu menyuapi Ivanna kembali. Setelah oatmeal habis di makan Ivanna, Sean lalu memberi gelas berisi susu. Ivanna menghabiskannya hingga tandas.

Sean mengambil tisu lalu membersihkan sudut bibir Ivanna. Liana tertegun sekaligus tersenyum melihat dua orang aneh yang ada dihadapannya sekarang ini. Liana tidak tahu sejak kapan Sean dan Ivanna sedekat ini. Yang ia tahu Ivanna adalah kekasih tuannya, tapi Liana juga tidak mau ikut campur atau ingin tahu lebih banyak, ia hanya bersyukur jika Ivanna sudah makan. Karena jika tidak, ia harus siap lagi dicerca ancaman dan makian dari Arnold.

"Sudah selesai." Sean menaruh kembali piring dan gelas diatas nampan. Liana langsung meraih nampan tersebut, "Jika masih ada yang dibutuhkan, tuan bisa memanggilku." Sean tersenyum lalu mengangguk. Setelah itu Liana berlalu pergi meninggalkan Sean dan Ivanna berdua.

Hoekk..Hoekk..Hoekkk.....

Ivanna menyingkap selimut yang membalut tubuhnya lalu berlari kearah wastafel. Disitu ia memuntahkan kembali makanan yang ia makan tadi. Sean menyusul Ivanna dari belakang lalu memijat tengkuk lehernya.

"Kau tidak apa-apa?" Ucap Sean khawatir, Ivanna membasuh mulutnya dengan air lalu mendongak menatap Sean.

"I'm okay.." ucap Ivanna pelan.

Arnold yang berdiri dibelakang keduanya hanya diam dan tidak bisa melakukan apapun. Ia lega karena Ivanna tidak sendirian, tapi ia juga marah karena yang mendampinginya adalan Sean. Arnold mengepalkan tangannya lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Ayo aku akan membawamu ke dokter." Sean merangkul bahu Ivanna.

"Bukannya kau juga dokter?" Tanya Ivanna.

"Aku hanya dokter umum. Membawamu ke dokter spesialis mungkin jawaban yang tepat." Sean duduk di sofa, "Ganti pakaianmu. Aku yakin kau juga belum mandi."

"Walaupun aku belum mandi, aku tetap wangi." Ivanna berkacak pinggang.

"Cih! Aku belum pernah menemukan orang yang belum mandi tapi tetap wangi. Mana sini coba aku cium." Sean memajukan wajahnya.

"Dasar gila." Ivanna berlari meninggalkan Sean yang tertawa melihat tingkah laku Ivanna.

----------

Satu jam kemudian Sean dan Ivanna keluar dari kamar secara bersamaan. Mereka masuk kedalam lift lalu turun dilantai satu.

Ivanna terkejut bukan main melihat pemandangan yang ada dihadapannya, ia langsung terpaku dan Sean menatap Ivanna heran lalu mengikuti arah pandang Ivanna.

"Suruh saja dia pergi, aku bisa menggantikan perannya. Lagipula dia tidak ada gunanya jika berlama-lama disini. Dia hanya menjadi beban untukmu, kau tidak sadar? Atau kau terlalu bodoh dengan beribu kata-kata manis yang dia ucapkan?" Ucap Carla yang jarak wajahnya dekat sekali dengan wajah Arnold.

Carla berpangku di paha Arnold sambil mengusap rahang tegasnya yang tampak dipenuhi bakal rambut-rambut halus. Arnold membuang mukanya dari Carla yang berusaha mengganggunya, ia meneguk anggur yang gelasnya ia genggam dengan tangan kanannya.

Carla mencium rahang Arnold lalu beralih ke lehernya, Arnold sepertinya tampak risih, tapi ia tidak menyuruh Carla untuk berhenti melakukannya.

Ivanna merasa mata dan kepalanya begitu panas melihat pemandangan menjijikkan yang ada dihadapannya saat ini. Ia langsung berlari menghampiri Carla dan menarik tangannya hingga ia terjatuh kebawah.

Arnold terkejut begitu juga dengan Sean.

"Kalau kau ingin bermesraan dengannya, setidaknya jangan didepan ku! Kau bisa melakukannya di kamarmu!" Ucap Ivanna menggebu-gebu.

Carla berdiri dan hendak menarik rambut Ivanna, tapi Sean dengan cekatan menghampiri Ivanna dan menyangkal tangan Carla.

"Jika kau berani menyakitinya, kau berurusan denganku." Ucap Sean dingin.

"Oh, kau membela perempuan jalang ini? Baguslah, karena kau juga cocok sekali dengan perempuan murahan seperti dia. Dengan adanya kedatanganmu, setidaknya dia tidak mengganggu Arnold ku lagi." Carla menatap Ivanna dengan tatapan benci lalu membuang mukanya.

Ivanna maju beberapa centimeter dan mendekati Carla, "Kau mengatakan kalau aku perempuan jalang? Kau tidak lihat dirimu?" Ivanna menatap Carla dari bawah hingga keatas, "Kau bahkan melebihi perempuan jalang itu sendiri, sampai aku tidak bisa mendeskripsikannya seperti apa." Ivanna berdecih.

Carla melayangkan tangannya hendak menampar Ivanna, tapi tangannya langsung dicekal oleh Arnold. Carla menatapnya tidak percaya, "Apa-apaan kau?! Jangan katakan kalau kau membela perempuan yang sudah menjelekkan kekasihmu sendiri?!"

"Kau bukan kekasihku." Ucap Arnold datar.

Arnold beralih menatap Sean, "Kau mau membawanya kemana?"

Sean tertawa hambar, "Kau tidak perlu menanyakannya, jika Ivanna berada di dekatmu saja tidak kau hiraukan." Sean menarik tangan Ivanna hendak mengajaknya pergi meninggalkan mansion Arnold.

Arnold menarik tangan Ivanna yang satunya lagi, "Tidak ada yang boleh pergi tanpa seizin ku!"

Carla hanya menatap tiga orang yang ada dihadapannya saat ini dengan tatapan aneh. Begitu juga dengan Ivanna yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan keduanya.

"Kau kira Ivanna itu anakmu? Kekasihmu?" Sean menatap Arnold dengan tidak percaya.

Arnold berdiri dan langsung meninju sudut bibir Sean dengan kuat hingga mengeluarkan darah.

Sean berdiri lalu mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Sean membalas pukulan Arnold, ia balik meninju rahang Arnold.

"Berhenti!!!" Ivanna berteriak dan membuat kedua pria yang kekanakan itu berhenti.

"Apa kalian sudah tidak waras? Mempermasalahkan hal yang tidak seharusnya kalian permasalahkan?!" Ivanna memelototi keduanya lalu menangis.

Sean merangkul bahu Ivanna lalu mengusapnya dengan lembut.

"Maafkan aku."

Hoekk..Hoekk..Hoekkk...

Ivanna merasa mual lagi. Perutnya terasa begitu sakit. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tapi ia tidak memuntahkan apapun.

Arnold langsung menghampiri Ivanna dan mendorong Sean.

"Kita ke dokter." Arnold langsung membopong tubuh Ivanna. Ia mengangkatnya ala bridal style.

"Aku ikut." Ucap Sean yang mengikuti Arnold dari belakang.

"Aku juga." Carla mengikuti Arnold juga dari belakang.

TO BE CONTINUED...

---------

TINGGALIN JEJAK KALIAN YA! KOMENTAR DAN VOTE DITUNGGU 🤗

THANK YOU! :)

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
651K 42.6K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...
362K 19.3K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
283K 20.1K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...