FORCED BRIDE [ENDING]

By yuli_nia

49.7K 5.4K 497

"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Baga... More

Part 1
Part 2
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Playbook Forced Bride

Part 3

1.4K 152 2
By yuli_nia

Zulaikha terdiam. Pandangannya beradu tatap dengan Andreas yang menatapnya dingin. Lelaki berwajah tampan, rahang tegas dengan cambang tercukur rapi, bola mata berwarna cokelat, serta rambut agak kecokelatan itu, seperti bukan orang lokal Indonesia asli. Ia tahu jika lelaki itu memiliki darah campuran barat, karena hidungnya pun sangat mancung.

Sadar dari pikirannya menilai detail lelaki tersebut, Zulaikha berdeham. Ia mengalihkan pandangan kepada Angga--sang manager restoran--yang menghubunginya kemarin sore. "Jadi, mulai dari mana dulu yang harus kukerjakan, Ngga? Dan seperti apa konsep yang kamu inginkan?" tanya Zulaikha.

Baru saja Angga akan menjawab, Andreas sudah bersuara lebih dulu. "Jadi, dia fotografernya?" tanyanya.

Andreas menatap Zulaikha dari atas sampai bawah sambil menaikkan sebelah alis. Perempuan itu memakai celana jeans sobek-sobek, kaus putih agak longgar bergambar bunga, dan camera hitam mengalung di leher. 'Dari penampilannya saja seperti berandalan. Pantas saja tidak memiliki attitude,' batinnya.

"Iya, Pak."

Jawaban Angga membuyarkan pikiran Andreas yang mencemooh Zulaikha. Lelaki itu menatap bawahannya lalu mengangguk samar.

"Kha, perkenalkan ini bosku, pemilik restoran ini," ujar Angga, membuat Zulaikha tercengang.

"Pemilik restoran?" tanya perempuan itu, lirih. 'Kemarin kafe, sekarang restoran, nanti apa lagi? Hotel, resort, mall, semua milik lelaki itu?' batinnya.

"Iya. Namanya Pak Andreas."

"Oh, oke." Zulaikha mengangguk samar. Melirik Andreas sekilas, lalu memandang Angga kembali. "Kalau boleh tahu, konsep seperti apa yang kalian inginkan?" tanyanya lagi, mencoba profesional walaupun masih agak sebal dengan lelaki aneh itu.

"Kamu kembali bekerja saja, biar aku yang menangani ini." Andreas mengedikkan dagu. Ia memerintah Angga untuk meninggalkan tempat.

Angga menurut. Sebelum berlalu, ia berpamitan dengan Zulaikha dan mengucapkan terima kasih. Kini hanya ada Andreas, Zulaikha, dan Danang--rekan kerja Zulaikha--yang di sana. Belum ada yang menduhuli pembicaraan dan suasana terasa canggung. Semuanya masih sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Bisa dipercepat, Tuan? Kami masih banyak pekerjaan. Kalau tidak niat memakai jasa kami, detik ini juga saya batalkan kerja samanya," ujar Zulaikha, memecahkan keheningan.

"Kha." Danang menegur. Heran mendengar Zulaikha berucap seperti itu. Tidak biasanya perempuan berambut hitam sepunggung yang dikuncir kuda itu berucap ketus. Sudah tiga tahun bekerja sama, ia jarang sekali melihat Zulaikha bertingkah tak acuh kepada klien baru.

"Nang, ayo pergi dari sini. Sepertinya mereka hanya mempermainkan kita. Tidak niat sekali sedari tadi, ditanya tapi diam saja seperti orang bisu." Zulaikha membalikkan badan, menarik lengan Danang begitu saja. Ia sudah melangkah, tetapi dihentikan oleh Andreas.

"Tidak profesional," cibir lelaki itu.

Dengan segera Zulaikha menoleh, menatap tajam Andreas. "Maaf, apakah saya tidak salah dengar? Anda sedari tadi diam seperti orang bisu. Tidak memberitahu kami konsep video seperti apa yang diinginkan. Saya pikir, Anda tidak memerlukan jasa kami lagi," ucapnya, menahan geram.

"Apakah seperti ini caramu melayani klien, Nona? Sangat tidak sopan," cibir Andreas lagi.

"Anda ...."

"Kha." Danang memotong ucapan Zulaikha. Sungguh, ia bingung melihat dua orang di hadapannya memperdebatkan hal yang tak penting. Layaknya musuh lama yang baru bertemu kembali, persis Tom and Jerry.

"Tolong jangan emosi. Ini klien baru, dan kamu aneh sekali. Sungguh, tidak biasanya kamu begini. Seperti punya dendam kesumat aja. Kamu kenal dengan Pak Andreas?" tanya Danang, membuat Zulaikha langsung melototinya.

"Tidak," ketus perempuan itu. 'Tapi, aku sangat membenci dia, Nang,' lanjutnya dalam hati, teringat kejadian dua hari lalu yang masih membekas di ingatan.

"Ya sudah. Jangan dibikin pusing." Danang menarik Zulaikha, mendekati Andreas. "Maafkan teman saya, Pak. Sepertinya sedang PMS, makanya emosian sekali," ucap Danang asal, merasa tak enak.

Zulaikha tidak terima mendengar ucapan temannya. Ia menginjak kaki kiri Danang begitu saja. "Nang, jangan ngawur kamu," ucapnya penuh penekanan sambil melototkan mata.

"Sudah, diem aja. Daripada kena sangsi dari atasapenuDanaang mengalihkan pandangan dari Zulaikha, lalu menatap Andreas. "Jadi, konsep video seperti apa yang Pak Andreas inginkan?"

"Ikut aku." Tidak langsung menjawab pertanyaan Danang, Andreas justru mengayunkan kaki menuju meja, menghempaskan pantat di kursi.
Dengan ogah-ogahan Zulaikha mengikuti langkah lelaki itu. Ia ditarik Danang.

"Males banget punya klien seperti itu. Udah kelihatan bawel seperti klienku kemarin," ucap Zulaikha.

"Dengarkan saja dulu. Sudah pekerjaan kita juga 'kan?" Danang duduk di kursi depan Andreas. Lalu, menarik Zulaikha agar duduk di sampingnya.

Andreas memandangi mereka berdua. Melihat Zulaikha sudah duduk, ia menarik napas panjang, lantas berucap, "Aku mau konsep cinematic untuk video restoran ini. Karena ini mengusung promosi pengenalan restoran baruku, aku ingin suasana dan dekorasinya lebih ditonjolkan. Jadi, sudah kurancang dalam empat puluh persen suasana dan dekorasi, dua puluh persen mengenalkan makanan yang paling istimewa di sini, dua puluh persen pengunjung, dan dua puluh persen cara membuat makanannya. Ingat, aku ingin yang cinematic dan perfect. Dari pengambilan gambar, audio, dan editingnya harus pas."

"Baik, Pak. Lalu, kapan Anda menginginkan video ini?" tanya Danang. Ia tampak serius mendengarkan, berbeda dengan Zulaikha yang jengah.

"Lusa. Semakin cepat, lebih bagus. Karena restoran akan semakin cepat dikenal oleh masyarakat luar Jakarta."

Terkejut mendengarnya, Zulaikha berdiri. "Hah?! Anda gila apa bagaimana, Tuan? Mana ada pembuatan video selesai dalam dua hari. Belum pengambilan gambar, editing, dan lain-lain. Saya tidak sanggup dan tidak menyetujui. Silakan kerjakan sendiri, permisi."

"Tenang dulu, Kha. Kamu kenapa sih, dari tadi naik darah terus sama Pak Andreas?" Danang menahan tangan Zulaikha, saat perempuan itu akan melangkah.

"Pikir, dong, Nang. Mana ada pembuatan video harus selesai dua hari. Gila aja."

"Tapi, kamu tidak bisa seenaknya begitu, Kha."

"Nang, di sini aku yang tanggung  jawab dalam penyuntingan video. Editor lain pun, tidak akan sanggup kalau hanya diberi waktu dua hari."

"Jika membatalkan kerja sama ini, aku akan menuntutmu kepada atasanmu. Sangat tidak tanggung jawab dan tidak profesional," ancam Andreas kepada Zulaikha. Sesungguhnya, ia oke-oke saja jika video selesai dalam seminggu atau lebih. Namun, ia sengaja memberi waktu dua hari, karena ingin memberi pelajaran kepada perempuan itu yang sudah bersikap seenaknya kepada dirinya.

'Rasakan hukuman dariku, Nona,' batin Andreas.

"Baiklah. Aku tinggal dan silakan kerjakan tugas kalian." Andreas berdiri. Ia berlalu dari tempatnya, tanpa mau tahu bagaimana ekspresi Zulaikha yang menahan amarah. Wajah perempuan itu merah, pasti hatinya sudah tersulut api yang membuatnya semakin panas. 'Ya, itu pasti. Api emosi,' batin Andreas.

Sementara itu, Zulaikha langsung meninju meja setelah punggung Andreas tak terlihat. Ia berseru frustrasi, "Aargh! Kenapa klienku akhir-akhir ini pada aneh semua, sih?! Ya Tuhaaan!"

"Sabar, Kha." Danang berdiri, mengusap bahu Zulaikha pelan.

"Kamu saja yang mengerjakan ini. Nanti upahnya kamu ambil semua."

"Maaf, Kha. Sebenarnya aku mau-mau saja. Tapi, masih banyak job yang belum terselesaikan."

Zulaikha menunduk, terpejam, sambil mengatur pernapasan yang menggebu-gebu.

"Kita mulai sekarang saja. Kamu bagian ambil video suasana dan dekorasi restoran. Di mulai dari depan, ambil yang jelas logo restorannya. Aku akan mengambil video makanan dan cara pembuatannya," ucap perempuan itu, setelah mulai tenang. Ia mengangkat kepala.

"Oke, baik."

"Kita seperti orang hilang. Bos tidak jelas dan tidak bertanggung jawab itu membutuhkan bantuan kita, tapi kita diabaikan begitu saja. Tidak memberi arahan di mana letak dapur dan makanan apa saja yang akan diiklankan. Benar-benar gila emang," gerutu Zulaikha sambil mengatur camera.

Lalu, Zulaikha memanggil seorang pelayan. Ia menyuruhnya untuk memanggil sang manager datang menghampiri. Ia masih membutuhkan bantuan dari penanggung jawab restoran, untuk mengarahkan dirinya ke area-area privacy restoran.

***

Keesokan harinya, Zulaikha mulai sibuk menyunting video di kantornya. Seperti biasa, ia akan sangat serius dalam mengerjakan editing. Seperti tidak bisa diganggu sama sekali, ia sampai melupakan jam makan siang.

"Aku belikan ini untukmu, Kha." Danang datang menghampiri, menaruh paper bag ke meja milik Zulaikha yang berisi nasi dan lauk pauk, serta segelas milk tea.

Perempuan itu mengangkat kepala sembari mengembangkan senyum. "Makasih, Nang. Terbaik emang, ya."

"Apa sih, yang enggak buatmu."

"Hahaha." Zulaikha terbahak. Pertemanannya dengan Danang memang lumayan dekat, meski kadang-kadang ia suka cerewet.

"Nggak pegel tuh, pinggang. Dari pagi sampai siang duduk ngadep komputer terus."

"Mau gimana lagi. Itu klien sialan ngasih waktu sampai besok doang. Mana cari musik yang pas juga susah," ucap Zulaikha, tangannya membuka paper bag, mengeluarkan isinya. "Wow, nasi bento Jepang. I like it. Thank you,  Nang."

"Ya." Danang mengangguk. Bersandar di dinding kubikel, ia menatap Zulaikha yang sedang melahap ikan salmonnya. "Tadi aku lihat cowok kamu," ucapnya, pelan.

"Makan siang di tempat yang sama?"

"Enggak, sih. Aku di restoran depannya. Tapi, aku lihat dia gak sendiri. Bareng perempuan dan agak romantis."

Zulaikha yang akan melahap nasi, menghentikan dengan tangan mengambang depan mulut. "Jangan ngaco kamu kalau ngomong, Nang."

"Aku sempat ambil video, tapi itu cewek enggak kelihatan jelas." Ia mengambil ponsel dari saku celananya, menyerahkan kepada Zulaikha. "Lihat sendiri saja."

Zulaikha menerima. Memutar video tersebut dan ternyata memang benar, lelaki itu adalah Zacky. Sedang menyuapi seorang perempuan, dan sialnya wajah perempuan itu tidak begitu jelas karena membelakangi dinding kaca.

"Mungkin dia adiknya Zacky. Dia punya adik perempuan soalnya." Zulaikha tidak ingin berfikir negatif, meski hatinya tercabik. Mengembalikan ponsel kepada Danang, ia melanjutkan makannya lagi yang sudah tak ada nafsu.

"Iya, bisa jadi." Namun, hati Danang berkata tidak. Pikirannya bertolak belakang dengan Zulaikha. Perasaannya sangat kuat jika Zacky melakukan affair di belakang temannya itu. Tidak ingin memikirkan lebih dalam hubungan Zulaikha dan Zacky, ia pamit menuju meja kerjanya.

Sementara Zulaikha, meskipun terlihat tenang ia sedang berperang batin memikirkan video yang baru saja dilihat. Sebenarnya ia bohong jika Zacky memiliki adik. Hanya saja, ia tidak ingin memperpanjang masalah sebelum tahu sendiri kebenarannya.

'Jangan tanyakan ini kepada Zacky, Kha. Itu sama saja kamu menuduh dia tanpa bukti,' batin Zulaikha.

Continue Reading

You'll Also Like

457K 9.8K 17
Dua tahun sudah usia pernikahan ku, aku benar-benar bahagia hidup bersama suamiku. Awal mula aku mengenal dirinya karena dia adalah sepupu dari sahab...
313K 6.3K 8
Selalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja...
222K 20.5K 58
Nirmala Arumi Lingga atau Mala berteman dengan Toni Sambara pria 70 tahun. Toni mengutarakan keinginannya agar Mala bisa membantunya melakukan sebuah...
6.5M 668K 70
Bagaimana jika ternyata orang yang membully mu tetiba menjadi kakak angkat mu? _____ Shara Yovanca. Perempuan yatim piatu dengan hidup yang sebatang...