KLANDESTIN | MINV

By friska134

83.3K 9.5K 2.4K

{segala hal, tokoh, karakter, alur hanyalah fiksi. Tidak boleh dikaitkan dengan kehidupan member asli.} Jimin... More

0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.7
0.8
0.9
0.10
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.20
0.21
0.22
0.23
Cinderella - End of Story

0.6

3.7K 473 128
By friska134

Hoplaa, makasih yg uda kasi vote sama FF ini.

Tandanya kalian semua sayang Taetae plus uda adopsi dia hehe 😍

IMUT BANGETTT SYALAN🙃

.

.

"Bego! Kenapa kau malah menyia-nyiakan kesempatan Park Jimin!"

Ini awal pagi yang buruk untuk pria umur mendekati 40 tahun itu. Jimin merong-merong. Dia disambut oleh sprei kuyup, seonggok kejantanan yang mengacung, dan lendir tumpah.

Apalagi kasusnya jika bukan perkara datangnya wet dream alias mimpi basah?

Pria Park berejakulasi sangat banyak, berkali-kali karena memimpikan bocah 16 tahun itu merudal di bawahnya.

Brengsek, salahi gayanya sok baik. Pura-pura menolak tawaran Taehyung, bukan jadi salahnya kan kalau dia memperkosa? Toh, anak itu yang memulai.

Sekarang, Jimin menyesali ketahanan dirinya semalam.

.

.

.

Bermodal kaus oblong tanpa lengan serta celana jeans belel selutut, pria Park hendak pergi. Mengantar sketsa pesanan pada konsumen di lintas perumahan Ochundaek.

Tudung saji terlihat penuh, saat disibak isinya mengakibatkan kepala Jimin rusing.

"Urgh.. nasi goreng telur mata sapi lagi? Apa cuma masakan ini yang dia tau untuk sarapan huh?"

Camkan. Jimin dapat mati bosan jika dipaksa makan hal serupa dalam beberapa pekan.

Diedarkan pandang ke seluruh ruangan, berhasil mendapati objek.

Pemuda manis itu berjongkok di pekarangan luar, dekat kebun tomat. Mata anak itu dipenuhi kiblat cahaya berbinar-binar, Taehyung tengah menyiangi rumput, asik bercocok tanam.

"Hampir siang kau masih berkebun?" Jimin menghalau sinar terik yang ada di pucuk kepalanya. Sialan, panas.

"Oh, ahjussi?" Taehyung menyapu keringat di kening dengan punggung tangan, menatap Jimin sukacita.

"Hey. Daripada kau di rumah seharian, kau mau ikut aku tidak?"

"Kemana?" ujar Taehyung polos, fokus menimbun tanah hitam penuh kompos itu.

"Antar sketsa pesanan sekalian cari makan siang."

"Tapi sudah aku masakkan ahjussi nasi goreng, apa masih lapar?"

Menarik napas lekat-lekat, Jimin tersenyum kritis. "Ada kalanya hidup gak sekedar dari nasi goreng saja. Jadi, lupakan itu dan ayo ikut aku makan shabu-shabu."

"Eoh? Bolehkah?"

"Kalau enggak boleh buat apa kau kuajak?" dengus Jimin jengah.

Pria Park menggosok gel rambut ke poni licinnya, mengepaskan tampilan lewat kaca spion. Tak henti-hentinya dia riweh. Mobil sport itu menepi pada satu gang kecil di dekat pohon palem.

"Ahjussi, kau sudah tampan."

Celetukan asal itu membuat aktivitas Jimin terhenti, melirik sebentar ke Taehyung di kursi penumpang.

"Ck, kau punya penglihatan yang jeli juga rupanya." decak Jimin senang, pria ini haus akan pujian.

Memencet kunci, kap lampu mobil sport itu otomatis menyala-nyala, Jimin berpesan. "Kutinggal sebentar, aku tak bakal lama. Paling cuma 15 menit."

Taehyung mengangguk, "Nne, ahjussi. Semoga berhasil."

Si pria Park telah melesat masuk ke dalam, bernegosiasi untuk membicarakan kelanjutan soal proyek rumah ini. Dan Taehyung memahami keparno-an Jimin yang ingin terlihat perfect hari ini.

Di dalam mobil, Taehyung bersender sambil mendengar alunan musik jazz dari radio. Pengharum peach salmon di mobil amat menyucuk.

"Harus kutanyakan tidak ya? Bagaimana mengatakannya?" gumam Taehyung pening, surat itu masih tersimpan padanya omong-omong.

Entahlah, pikiran Taehyung kalut.

Suara gedebuk keras itu pengang, dan baru dia sadar ada tubrukan di mobil yang sedang ia tumpangi.

Seorang pengendara motor baru saja menabrak body mobil sport ratusan juta won itu. Gila. Gesit, Taehyung turun untuk membuka pintu.

"Woakh! Apa yang barusan kau lakukan?!"

Taehyung memekik syok bukan kepalang, matanya tak lepas dari baret panjang yang diciptakan dari hasil tabrak itu.

Melirik panik pada seorang berjaket kumuh terjatuh seraya memeluk seng pegangan itu. Nampaknya, dia pengantar ramen dari kedai toko cepat saji.

"Maafkan saya, dik. Kepalaku pusing tadi. Aku tak bisa melihat dan semuanya berangsur gelap." sesal pria itu bersalah, meringkuk dan gemetar.

Bukan tak mau memaafkan, masalahnya ini juga mobil orang. Taehyung bisa apa?

Taehyung pusing sekaligus panik, cepat dia memunguti beberapa bungkusan sambal dan acar timun yang tumpah berseruak ke jalan.

"Tidak apa-apa, sekarang cepatlah kamu pergi dari sini. Kuanggap tidak terjadi apa-apa."

Pria lemas itu sepertinya sakit betulan. Anemia?

"Apa boleh begitu? Haruskah saya ganti rugi uang sebagai ganti?"

Taehyung menggeleng gusar, dia merasakan simpatik pada orang ini.
"Emh! Bisa berdiri tidak? Ayo pegang tanganku."

Mengulurkan tangan, Taehyung justru disapa oleh wajah memukau dibalik helm bulat jadul itu.

Sepertinya orang ini sebaya dengan Taehyung, dia berhidung mancung dan punya dua gigi depan yang menonjol.

Dipapah tubuh bongsor itu untuk bangkit, mengangkat motor bebek yang tergeletak. Taehyung menyuruhnya pergi, "Pulang ini minumlah susu dan jahe hangat kalau kepala pusing. Jangan berkendara dulu. Bahaya tau."

"Bagaimana dengan baret mobilmu? Aku tak enak, harus kuganti."

"Sudah, cepatlah pergi. Ramenmu sudah ditunggu." usir Taehyung mengibas tangan, lalu kembali ke mobil sport terang itu.

Tepat waktu Park Jimin baru kembali dengan hingar bingar yang antusias. Kentara, projek rumahnya sukses dan disetujui.

"Tae? Kenapa keluar mobil? Ada sesuatu?" sapa Jimin bingung, menghampiri anak kecil itu yang berjinjit gelisah.

Taehyung membungkuk seketika, "Maafkan aku, ahjussi!"

"Hah? Kenapa?"

Menunjuk body mobil yang tak lagi mulus, Taehyung berujar ketakutan dan tergagap. "Aku tidak sengaja melakukannya, ahjussi. Tadi.. aku-- ukh.. "

Diangkat kepalanya sedikit, memastikan lawan bicaranya--- MARAH BESAR? Park Jimin terdiam di tempat, rahangnya mengeras.

"Maafkan aku! Aku lancang mencoba memakai mobilmu, tapi karena aku belum pandai mengemudi jadinya mobil ahjussi terserempet tembok. Sungguh, aku tidak sengaja!" ungkap Taehyung bergetar, wajahnya pucat pasi. Dia harus tahan menghadapi segala umpatan dari Jimin.

Sebetulnya, Taehyung ingin mengadu yang sesungguhnya. Tapi dia tak setega itu, bagaimana dia menjerumuskan pria malang yang kesakitan begitu?

Jimin meraba permukaan mobilnya, pergerakan yang mencekam.

Oh, setidaknya tolong katakan sesuatu!

"Jadi, luarnya baret sepanjang ini?"

Menggigit bibir bawah, Taehyung gelisah. Satu usapan hangat menjatuhi pucuk kepalanya.

"Lain kali jangan diulang lagi, bilang-bilang dulu kalau mau menyetir." desah Jimin pasrah.

"Umh? Ahjussi tak marah?" kaget Taehyung tak percaya.

"Mobilku masih dalam masa garansi, jadi bisa masuk biaya tanggungan dealer."

Tidak sadar bahwa bayang pria pesepeda motor itu masih setia memantau kejadian. Berdiri mengawas apa yang terjadi.

"Anak itu baik sekali." monolognya, dan pria itu tersenyum diam-diam.

Jeon Jungkook si tersangka utama kasus baret mobilnya si pendek Park akan membalas kebaikan bocah kecil di sampingnya.

.




.




.

Api biru di kompor menyala, sup kaldu mendidih.

Dua orang itu menghabiskan siang pada satu kedai shabu-shabu langganan seperti janji awal Park Jimin.

Diam-diam, Taehyung mengorek isi tas sementara Jimin menceburkan berbagai potong seafood ke dalam rebusan kuah.

"Untung dealer mobil masih buka jam segini di hari Minggu." desak Jimin, kini dia menggunting-gunting tentakel gurita masuk dalam panci mendidih.

Ya, mobil baret tadi sedang dalam bengkel khusus di dalam dealer.

Jimin melirik Taehyung, menerka yang dipikirkan anak itu. Ini pasti karena kasus mobil tadi. Nasib baik ini mobil baru, jika tidak entahlah bagaimana Jimin mengamuk dahsyat.

"Kenapa kau jadi diam? Sudah kubilang tak apa. Jangan dipikirkan."

Menyodor satu tusuk odeng, pria Park membujuk. "Ayo, makanlah. Aku gak marah."

Taehyung mengatupkan bibir, "Ahjussi.."

"Hmh?"

Taehyung celingukan waspada pada meja kedai, dan dengan gesit anak itu menuangkan potongan ayam mentah ikut masuk ke dalam rebusan kaldu.

"Sssst.." Taehyung menempelkan jari di depan telunjuk, "Mereka tak mengizinkan kita melakukan hal ini bukan?"

Jimin membelalak, "Hah. Darimana kau dapatkan itu."

"Aku membawanya dari kulkas di rumah ahjussi. Daripada busuk karena kelamaan disimpan, jadi kubawa saja."

"Astaga, kau kepikiran sampai hal itu?"

Taehyung mengangguk, dan dikeluarkan lagi kotak bekal berisi nasi goreng yang tidak dimakan Jimin.

"Ini juga sayang kalau dibuang, bisa kita habiskan bersama."

Tak lupa termos kecil berisi lemonade yang tentu sumbernya dari kulkas serba ada Park Jimin.

"Kita bisa minta es batu gratis kan? Jadinya disini kita tinggal pesan air putih saja. Kita bisa lebih berhemat, jadinya pengeluaran ahjussi dapat diperkecil."

Jimin terbahak bukan main, sakit perut melihat tingkah serius anak ini seperti agen mafia yang melakukan penyelundupan barang.

Tawanya meledak, memigap perutnya yang terasa keram.

"Pfft, astaga.. gak kusangka.. tapi lucu sih."

Jimin puas, gembira karena memiliki kesamaan pada anak ini. Sama-sama perhitungan pada uang.

Coba jika Jimin berkumpul dengan Jongin dan Taemin maka dia akan mati-matian menjaga gengsi dan pesan makanan paling mahal.

Taehyung tersenyum manis mendengar pujian lucu dari Jimin.

Keduanya makan dengan lahap, saling mengobrol dan menikmati kebersamaan mereka di siang bolong.

"Ahjussi dulu cita-citanya apa?"

Pertanyaan kuno dan klasik, tapi cukup menohok.

"Err, banyak sih dulunya. Lebih dari satu. Tapi gak kesampean."

"Oh iya? Kenapa?"

"Aku pernah daftar sekolah polisi, tapi apa hasilnya? Tinggiku gak menuhin standar. Terus aku ikut kualifikasi pilot, dan lagi-lagi gak keterima. Jadi pegawai bank juga, katanya mukaku gak cocok. Terus jadi dokter? Cara ngukur denyut nadi gimana aja aku gak paham."

"Umm.. tapi sekarang ahjussi malah jadi orang yang keren.. Arsitek juga pekerjaan yang mengagumkan tau!"

"Haha, kamu sendiri gimana? Cita-citanya apa?"

"Belum kepikiran."

Jimin tidak berani berkomentar, yang barangkali menyinggung.

"Soal sekolahmu, betulan kau rela putus? Kau gak iri sama temenmu yang lain?"

"Sebenarnya aku mau, ahjussi. Tapi biaya sekolah di Seoul cukup tinggi. Aku tak berani."

Berpikir keras, Jimin mengajukan tawaran. "Tahun depan. Kau kumpulkan uang daftar dengan bekerja untukku. Lalu kau mulai sekolah lagi tahun depan. Untuk biaya lain akan kuusahakan."

"Aniyo! Mana boleh menyusahkan ahjussi! Segini saja aku sudah tak enak."

"Kan kamu yang mengumpulkan uang, aku cuma membantu. Apa salahnya?"

Senyum Jimin teduh, membuat ritme jantung Taehyung berantakan. Kenapa pria tua hampir berumur 40-an seperti ini membuat dadanya berdenyut?

"Pasti.. banyak orang yang jatuh hati pada ahjussi. Ahjussi pernah berpacaran?"

Deg.

Topik sialan ini. Ini terlalu sensitif dan kadang Jimin benci membicarakan soal statusnya.

"Huh? Banyak?" decih Jimin, "Asal kau tau aku bukan orang sembarangan atau aku ini gak laku! Aku cuma pemilih!"

"Huh?" kernyit Taehyung bingung.

"Ya maksudku belum pernah." ujar Jimin malu, shit. Atau harus dia mengaku pernah ditusuk guru olahraga supaya tak jomblo? Sial.

Satu cengkraman erat di bahu membuyarkan obrolan siang, si pria berdimple manis namun punya tatapan selayak parang.

"Kim Taehyung." ejanya jelas teramat lengkap, "Jadi disini rupanya kau berkeliaran hah?"

Taehyung mengejang, menghindari lelaki tinggi itu. "Hyung.. Namjoon hyung.."

"Ayahmu khawatir, Taehyung! Dia mencari-carimu selama ini dan kau malah disini?"

"Ikut aku! Kita pulang dan kuhubungi ayahmu!" Diseret paksa tubuh langsing itu keluar dari meja sampai perutnya menyikut ujung kursi. Perih. Taehyung berdesis.

"Andwae, hyung! Shireo! Namjoon hyung! Aku tak mau pulang!"

Taehyung memberontak keras, menepis cengkraman erat lelaki berwajah masam itu. Bahkan, dia dijadikan sorotan pengunjung lain.

Dengan raut tidak kalah menusuk, pria Park menghadang tangan Namjoon.

"Kau tidak tau adat dalam bersapa ya? Tidak lihat anak itu menolak?"

"Maaf. Orang lain tidak perlu ikut campur dalam urusan kami."

Kembali diarak Taehyung paksa setengah jalan, "Cepat jalanlah! Kau, dengarkan hyung!"

"Tidak! Lepaskan! Namjoon hyung!"

Jimin menukik lurus, merebut tangan Taehyung ke sisinya.

"Hey, kau boleh bawa anak ini." pincingnya sadis, "Setelah kau lewati mayatku."

Pengakuan berani yang cukup berlebihan. Apa itu tulus dari hati Jimin atau ada niat tersembunyi?

Sepertinya ada.

.






.







.

TBC

komen 10 biji buat lanjut ya hehe

gimana kesan baca Klandestin sejauh ini?

Continue Reading

You'll Also Like

212K 23.7K 83
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
1.1M 84.2K 82
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...