P'Mew terbaring di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Matanya terpejam. Aku meletakkan kain kompres yang dingin diatas dahinya yang hangat. Berharap suhu tubuhnya menurun.
Perlahan sepasang matanya kembali membuka.
Art : "Ada apa, Phi? Kau butuh sesuatu?"
Ia menatap ku. Aku hanya diam menunggu jawaban. Sepasang matanya kemudian berkaca-kaca.
"Sudahlah, Phi," aku mengelus-elus kepalanya. "Jangan sedih terus. Sampai kapan kau akan seperti ini?"
P'Mew berusaha untuk tegar, walau airmata nya masih mengalir.
Art : "Oiya, Phi kau pasti belum makan?"
Mew : "Aku nggak ingat kapan terakhir kali aku makan."
Art : "Ya Tuhan. Oke lah, ini aku sudah siapkan bubur dan teh hangat untukmu."
Aku membantu P'Mew untuk duduk diranjang. Bantal ku letakkan di belakang punggung nya agar ia bisa bersandar.
Aku mulai menyuapkan sesendok bubur ke mulutnya. Untunglah dia mau makan, aku berharap keadaan nya membaik.
Art : "Aku nggak ngerti deh sama kamu, Phi. Dikhianati pacar aja, kamu sampai kayak begini? Padahal aku putus dengan mantan-mantan ku ya biasa aja."
Mew : "Entahlah, Art. Aku memang sejak kecil sangat kesepian dan kurang kasih sayang. Aku kalau udah cinta sama orang, hatiku terikat banget sama orang itu."
Art : "Oh begitu. By the way, aku punya teman orang Indonesia. Kau tau, mereka menyebut apa orang seperti mu?"
Mew : "Apa?"
Art : "Budak Cinta! Hei? Kau mau jadi budak?"
P'Mew tersenyum. Lega rasanya melihat senyumnya.
Mew : "By the way, gimana dengan Pompom? Dia mau jadi pacarmu?"
Aku menggeleng. "Nggak, Phi. Dia suka sama cowok lain. Aku bisa apa?"
Mew : "Tapi cowok itu bukan aku kan?"
Art : "Bukan. Dia bilang namanya Kanawut. Cowok itu aktor juga."
P'Mew mengingat-ingat. "Oo... Dia pemain drama Mafia Luerd Mungkorn Singh?"
Art : "Iya betul."
Mew tersenyum lagi. Kali ini ia nampak sudah melupakan kesedihan nya. "Kamu jomblo lagi dong, Art?"
Art : "Aku sih jadi jomblo, nggak masalah. Yang penting gimana caranya agar job ku semakin banyak. Dan aku ingin kau bisa ceria lagi."
Aku kembali menyuapi P'Mew. Syukurlah dia mau aku suapi sampai bubur nya habis. Teh hangat yang aku siapkan juga ia minum cukup banyak.
Art : "Ada lagi yang kau butuhkan?"
Wajah P'Mew memelas manja. "Temani aku tidur."
"Oke, oke bayi besar!" aku bergegas ke ranjang dan rebahan di sampingnya. Lalu ia memeluk ku.
Sepasang mataku mulai terpejam. Cukup lelah aku hari ini. Usai syuting iklan, aku harus mengurus bayi besar ini.
Samar-samar terdengar isak tangis di telinga ku. Perlahan mataku membuka kembali. Aku menoleh.
"Zhuang Sen..." suara lirih disertai isak tangis dari P'Mew yang terluka.
"Ya Tuhan," gumam ku. "Belum move on juga rupanya," aku memiringkan badanku dan balas memeluknya.
"Cup cup cup, bayi besar," aku menepuk-nepuk punggung nya. "Orang brengsek kayak dia, nggak layak kau tangisi. Dia nggak pantas buatmu. Kau pantas mendapat yang lebih baik, Phi."
Cuma ini yang bisa aku lakukan untuknya. Berharap besok keadaan nya membaik. Dan bisa bekerja lagi.
Art : "Hidup bukan untuk menangisi orang brengsek, Phi."