Jatuh Cinta Itu...🍎 [New VER...

By Guppy_Rh

9.8K 706 411

Kadang cinta tak memandang usiaπŸ’˜πŸŽ "Eyang... Eyang masih mau kan Pak Dino jadi cucunya Eyang? Nia mau kok ng... More

Prakata Hati
PROLOG
1 : Masha And The Bear
2 : Pak Ayang Tersayang
3 : Bekal Seribu Cinta
4 : Para Hati Yang Tersakiti
6: Cinta Atau Obsesi?
7 : Ubah Strategi
8 : Dino's Heart
9 : Penolakan (Lagi?)
Faktaaaa Oh Faktaaaa

5: Gara-gara Bekal

359 49 35
By Guppy_Rh

Alohaloooo... ii kambek lagi setelah berjam-jam purnama 😅😅😅

Oke deh jangan lupa...

VOTE
AND
COMMENT

🍷HAPPYREADINGGENGS🍷

🔥Semua yang dipaksakan hanya akan berakhir luka dan kecewa🔥

__♡♡♡_____

Setelah insiden teriakan Vania yang menyedot seluruh perhatian penghuni kantin, kini gadis yang suaranya bak toa Mesjid itu bersama teman-temannya tengah menunggu pesanan mereka datang. Giovany dan Mutya sempat mengomel pada Vania yang tadi teriak-teriak, sedangkan si tengsangka hanya cengengesan.

"Eh... Nia ke toilet dulu ya..." kata Vania langsung melesat menuju toilet tanpa menunggu tanggapan teman-temannya. Sebenarnya Vania bukan benar-benar ingin ke toilet, tapi hanya modus saja supaya bisa jalan melewati Dino yang kebetulan duduk di jalan menuju pintu samping.

"Pagi Pak..." sapa Vania sambil melambaikan tangan dan tersenyum manis pada Dino.

Makhluk yang disapa tidak terusik sedikitpun, dia tetap anteng dengan hpnya. Bukan karena Dino tidak tahu atau budeg, tapi dia tengah memerankan keduanya. Dosen bermulut pedas itu sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah sedikitpun peduli dan terusik dengan apa yang dilakukan mahasiswi gendeng yang mengejar-ngejarnya itu. Sejak mengetahui eksitensi Vania yang sedang berada di radius kurang dari 15 meter di dekatnya, Dino memang sudah membuat ancang-acang.

"Pak... hallo... hallo... Pak..." Vania melambaikan tangan di depan Dino. Otomatis si empu yang dipanggil-panggil pun langsung menatap Vania dengan tatapan tajamnya yang mampu membelah laut menjadi dua. Padahal dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabaikan makhluk jadi-jadian yang kini berdiri dihadapannya ini.

Bukan Vania namanya jika merasa takut atau malu telah mengganggu ketenangan dan ketentraman dosennya yang satu ini. Maka, daripada menciut Vania lebih memilih mengumbar senyum dengan harapan yang sama 'semoga hati Pak Ayang luluh'.

"Aaah... akhirnya Bapak mandangin Nia juga." kata Vania dengan pedenya, sedang Dino hanya mendengus sebal.

Memandangi dia bilang? Mata dan otaknya benar-benar sudah tidak tertolong lagi.

Dua kali ujian yang sama datang bertubi-tubi seperti sinetron. Dino harus memelihara sabar lebih banyak lagi.

"Bapak ngapain di sini?" tanya Vania,"Bekal dari Nianya udah dimakan? Gimana enak kan?"

Mungkin telinga Dino tertutup tanah liat makanya tidak ada satu pertanyaan Vania pun yang Dino jawab. Laki-laki itu memilih mengabaikan Vania dengan kembali menyibukkan diri mengutak-atik hpnya.

"Pak, enak gak?" Vania kembali bertanya dengan nada yang lebih tinggi. Dia tidak menyerah untuk mendapat jawaban Dino. Hal itu jelas memancing perhatian dari orang-orang sekitar. Kini sudah banyak pasang mata yang menonton mereka. Tidak terkecuali orang-orang yang duduk saling berhadapan di meja ujung yang tak lain dan tak bukan adalah teman-teman Vania. Mereka semua hampir menunjukkan ekpresi yang sama, mendesah lelah dan rasanya ingin menenggelamkan diri di samudera Hindia.

"Pasti enak kan? Nia gitu loh pasti bisa membuat bapak merem melek menikmatinya." lanjut Vania seraya mengusap ujung hidung bangirnya dengan ibu jarinya. Gadis itu tersenyum bangga.

Tanpa sadar perkataannya barusan menimbulkan tanda tanya besar di benak orang-orang yang tidak tahu duduk permasalahannya. Mereka mulai berbisik-bisik untuk berspekulasi ini itu.

Dino? Jelas dia melotot pada mahasiswi yang menurut dia setiap detik otaknya bergeser itu. Apa-apaan perkataannya barusan?

Dino berdiri dan siap angkat kaki. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski sebenarnya dia sangat ingin menyirami Vania dengan kata-kata pedasnya. Tapi Dino berpikir dua kali. Yang dia hadapi adalah Vania yang urat malunya sudah putus semua, sekalipun dibentak dengan kata-kata pedas tidak akan pernah mempan pada gadis di depannya ini.

Baru saja Dino ingin melangkah, Bu Hanifah datang membawa nampan berisi nasi timbel beserta teman nasinya plus sayur sop lengkap dengan ceker ayam favoritnya. Tidak lupa air mineral pun menjadi pelengkap sarapannya itu. Dino itu manusia berperut lokal, jadi perutnya akan tetap meronta-ronta jika belum diisi nasi.

Bu Hanifah segera memberikan menu sarapan yang Dino pesan. Lalu segera angkat kaki setelah Dino mengucapkan terima kasih. Bu Hanifah tahu meja yang ditempati Dino mulai memanas, jadi dia tidak ingin terlibat.

"Pak... itu buat siapa?" tanya Vania seraya menunjuk makanan di depan Dino yang kini sudah kembali duduk di tempatnya semula.

"Saya." Jawab Dino tegas," dan kamu bisa tolong tinggalkan saya? Saya ingin makan dengan tenang tanpa gangguan sedikitpun."

"Loh tapi... Nia kan udah bawain bekal buat bapak." kata Vania setengah mengiba. Tapi Dino tidak mengindahkannya, dia tetap khusu berdoa.

"Pak... bekal dari Nia gimana?" Ada nada merengek dipertanyaan Vania.

"Kamu masih mengerti tiap arti kosa kata bahasa Indonesia kan?" tanya Dino yang kini sudah mulai geram. Matanya mendelik tajam Vania yang tengah mengangguk selayaknya anak kecil ditanya ingin mainan atau tidak.

"Kalau begitu kamu harusnya paham dengan apa yang saya katakan."

"Nia paham, Pak," jawab Vania. "Bapak nyurun Nia pergi biar gak ganggu acara makan bapak kan? Tapi Nia gak maksud ganggu, Nia cuma pengen nanya aja sama bapak bekal dari Nia gimana."

Menghela nafas dan membuangnya dengan kasar, Dino pun semakin menatap Vania yang sangat memuakkan itu.

"Saya kasih ke kucing yang kelaparan."

"APAAAAAAAAA?" Vania bertanya dengan ekpresi kagetnya yang sangat berlebihan. Nada suaranya yang bisa dikategorikan teriakan berhasil menyedot perhatian seluruh penghuni kantin lebih banyak lagi.

Kekesalan Dino sudah sampai di ubun-ubun. Laki-laki itu lantas menyimpan sendok yang sejak tadi dia pegang dengan sedikit membantingnya lalu melangkahkan kaki dengan kekesalan yang tiada taranya. Jangan sampai dia ngamuk dan mengacak-acak kantin ini.

Selamat tinggal sayur sop.

"Pak, tunggu." Vania kembali membuka suara.

"APA LAGI HAH?" tanya Dino yang sudah kehilangan kesabarannya. Dadanya sampai naik-turun karena kekesalannya yang sempat terendam akhirnya bisa disemburkan.

Vania sedikit mengkerut karen kaget, tapi detik selanjutnya dia kembali tersenyum. Senyum manis yang di mata Dino sangat memuakkan karena dianggap sangat tidak tahu malu dan tidak tahu etika.

"Nia ga-"

Belum sempat Vania menyelesaikan kalimatnya, seseorang telah lebih dulu menarik tangan Vania hingga mau tak mau Vania mundur beberapa langkah ke bekalang. Vania menelirik ke samping untuk mencari tahu siapa dalang dibalik penarikan dirinya. Wajah tegas om Tayonyalah yang menghiasa pandangan Vania.

Fian, pemuda berperawakan tinggi itu melangkah ke kedepan melewati Vania dan berdiri tepat di depan gadis pembuat onar itu sebagai tameng.

Vania sendiri mendadak bingung karena Reyvan, Sarah, Mutya, dan Giovany pun ikut serta menghampirinya. Dia tidak tahu kapan teman-temannya datang, tahu-tahu sudah ada di sampingnya saja.

"Pak Dino." suara berat Fian akhirnya berkumandang, membuat gadis-gadis di kantin itu memekik malu-malu.

Dino yang dipanggil memusatkan atensinya pada mahasiswa sekaligus om dari gadis tidak tahu malu yang selalu merecoki harinya. Oh ya poin tambahan Fian adalah adik dari perempuan yang tidak jadi menikah dengannya.

Dino berusaha menenangkan diri. Dia tidak ingin kelepasan seperti tadi. Tapi rasanya sangat sulit karena garis wajah Fian yang mirip kakak pemuda itu mengingatkannya pada seseorang, Anna. Teringat Anna dan perjodohannya, hal itu membuat hati Dino semakin tidak karuan.

Fian menarik nafas dan menghembuskannya dengan satu hentakan,"Saya minta maaf atas nama Vania." Pemuda itu sedikit menundukkan kepala.

"Saya tahu perbuatan Vania pasti sangat mengganggu bapak." lanjutat Fian yang kini telah mengangkat kembali wajahnya sehingga matanya bisa beradu tatap lagi dengan mata tajam Dino. Meski begitu, Fian tidak gentar sedikitpun berhadapan dengan Dino. Ini bukan yang pertama untuk Fian, lagipula dulu dia pun pernah berhadapan dengan Bagas untuk meluruskan sesuatu.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Dino selain tatapannya yang semakin menajam, membuat Mutya, Sarah, dan pengunjung lainnya hampir menahan nafas. Sedangkan Reyvan dan Giovany tetap bersikap tenang di belakang.

"Untuk itu sekali lagi saya mohon maaf."

"Kamu tidak usah meminta maaf seperti ini." Akhirnya suara Dino pun berkumandang, membuat orang-orang semakin berminat untuk menonton.

"Tapi Vania adalah keponakan saya." balas Fian seraya menggenggam tangan Vania lebih erat,"Saya bertanggungjawab untuk menjaga dia."

"Uuuuuuuuh..." riuhan dari para mahasiswa tidak bisa ditahan-tahan lagi, apalagi mereka yang berstatus mahasiswi jomblo. Mendengar Fian berkata seperti itu dengan tegas entah kenapa membuat hati mereka melumer. Tidak terkecuali Sarah dan Mutya, mereka juga semakin terjerumus oleh pesona Fian. Kalau saja mereka tidak tahu hubungan Fian dan Vania, pasti mereka akan menyangka bahwa dua makhluk yang sering beradu mulut itu adalah sepasang kekasih karena meskipun selalu terlihat seperti anjing dan kucing di saat tertentu Vania dan Fian akan terlihat begitu sweet dengan saling jaga dan perhatian, seperti sekarang misalnya.

Sementara itu, untuk beberapa detik Dino kembali diam. Dia mengamati lamat-lamat pemuda di hadapannya. Berani, bertanggungjawab, dan sayang keluarga. Setidaknya tiga poin itulah yang Dino tangkap dari Fian selain anak yang rajin dan tidak neko-neko. Jika saja Dino jadi menikah dengan Anna, maka adik seperti inilah yang akan Dino dapat. Diam-diam Dino salut dan menyukai gaya mahasiswa didepannya ini. Sayangnya anak emas seperti Fian ini tidak akan pernah bisa jadi adiknya lagi. Kesempatan itu telah dia berikan pada Bagas dan lewatkan begitu saja. Bodoh sekali kan.

"Kalau begitu didik juga dia supaya tidak jadi gadis murahan yang mengemis-ngemis cinta."

Oke. Kata-kata pedas Dino barusan berhasil membuat seisi kantin benar-benar menahan nafas. Tapi ada juga yang tergores hatinya begitu dalam. Dalam kasus ini tentu saja Vania dan teman-teman perempuannya. Eer... terutama Vania tentunya. Bila boleh lebay sedikit, sejujurnya hati Vania rasanya berdarah-darah mendengar perkataan Dino barusan. Perih, sakit, dan... sesak, tapi tak terlihat karena lukanya di dalam. Vania terguncang, tentu saja.

Gadis murahan yang mengemis-ngemis cinta? Jadi seperti itu Vania di mata Dino? Rendah sekali kedengarannya. Tapi... apa memang Vania serendah itu. Ah... tidak... Vania tidak melakukan hal-hal licik dan nekat yang nerugikan banyak orang, gadis itu hanya... hanya melakukan hal-hal bodoh yang sia-sia.

Vania menundukkan wajah, tangannya terkepal kuat meremas ujung bajunya. Beberapa kali dia menghela nafas berat lalu mengembungkan pipi.

Di sisi lain, Reyvan, pemuda satu itu sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat siap menghajar Dino kapan saja jika sejak tadi tidak ditahan dan ditenangkan oleh Giovany.

"Lepasin gue, Gi..." desis Reyvan.

"Please gak usah bertindak bodoh dan makin memperkeruh suasana. Fian udah ada di depan Nia, gue yakin dia tahu apa yang harus dia perbuat tanpa memperpanjang masalah." Giovany berbisik, mencoba menenangkan Reyvan sekali lagi.

Fian merasakan tangan Vania yang tadi balas menggenggamnya kini mengendur. Pemuda itu tahu, kata-kata Dino barusan pasti sangat melukai hati keponakannya. Sekalipun Vania adalah gadis yang tidak tahu malu, tapi jika dipermalukan di depan umum seperti ini pasti mental gadis itu pun terpuruk. Buktinya sejak tadi, gadis berisik itu tidak membuka suara.

Wajah Fian mengeras,"Mohon maaf sebelumnya, Pak, saya tahu perbuatan Vania memang mengganggu, tapi tolong tarik kembali ucapan bapak." ucap Fian dengan nada yang tenang seperti sebelumnya. Meskipun Fian mulai terpancing, dia tetap berusaha tenang agar tidak memancing keributan lebih jauh. Selain itu dia pun masih menghargai Dino sebagai dosennya.

Tindakan Fian jelas membuat orang-orang disekitarnya semakin terkagum-kagum.

"Itu faktanya." ucap Dino enteng.

Sarah yang sejak tadi jadi penonton yang terpesona oleh Fian mulai memelototi Dino dan berkomat-kamit. Dino yang menangkap gelagat Sarah hanya memberikan wajah datar, membuat Sarah semakin melotot dan mengode-ngode untuk meminta maaf pada Vania. Gadis itu semakin sebal saat Dino membuang muka. Sepertinya nanti dia harus memberi pelajaran pada dosen bermulut pedas itu.

Dino sebenarnya ingin meminta maaf pada Fian karena kata-katanya yang telah menyinggung hati Fian, tapi egonya sebagai dosen terus meronta-ronta.

"Jangan marahin om Tayo lagi." Vania akhirnya buka suara dengan nada yang sedikit bergetar.

Gadis itu melepaskan genggaman Fian lalu maju satu langkah dan berdiri di depan Fian. Kali ini biarkan Vania yang jadi perisai untuk Fian dari gangguan syaitonirozim macam Dino.

"Om Tayo gak salah, Nia yang salah karena udah maksa Pak Ayang eeeh maksudnya Pak Dino buat jawab pertanyaan Nia padahal jawabannya udah pasti." lanjut Vania dengan hati yang perih tapi dia tahan. Gadis itu tetap menunjukkan senyum manisnya.

"Nia minta maaf ya..." lanjut Vania masih dengan senyum yang mengembang. Gadis itu berusaha menatap Dino dengan binar cerianya seperti biasa meski kini ada riak-riak kaca di bola mata itu.

Bohong jika Dino tidak tersentuh sedikitpun dengan permintaan maaf Vania barusan. Permintaan maaf itu terdengar begitu tulus. Tapi Dino tetap pada pendiriannya, bersikap dingin pada Vania.

"Nia..." gumam Sarah dengan nafas yang tiba-tiba kembali sesak. Rasa bersalah itu kembali menggerogotinya. Apa sebaiknya dia mengatakan yang sebenarnya saja? Tapi dia sudah berjanji pada seseorang untuk merahasiakan hal itu. Dan juga jika Sarah buka mulut, dia takut Fian akan menjauhinya. Selama ini meskipun Fian terkesan cuek padanya, dia tetap merasa senang marena seenggaknya bisa berdekatan dengan pemuda itu.

Vania kembali menunduk lalu sekali lagi menghela nafas berat. Setelahnya dia kembali menatap Dino, membuat dosen lajang itu kembali bersiaga.

"Nia tahu Pak Dino itu sayang sama binatang jadi pasti bapak gak tega liat kucing yang kelaparan. Tapi tenang aja besok Nia bakalan bawain nasi gorengnya lebih banyak biar bapak sama kucing itu kebagian." kata Vania dengan entengnya seraya mengangkat dua jempolnya. Jangan lupa senyumnya yang semakin lebar seolah tadi tidak terjadi apa-apa.

Allahuakbar...

Mari kita takbir sama-sama.

"VANIA ELNARAAAAA...!!!" Fian, Reyvan, Sarah, Mutya, dan Giovany berteriak kompak.

Sontak saja perkataan Vania dan teriakan itu plus ekpresi berang Dino membuat seluruh penghuni kantin tergelak dan bertepuk tangan, bahkan sampai ada yang memukul-mukul meja segala.

Dino menepuk jidat seraya memutar bola matanya jengah. Entah ngidam apa emaknya Vania sewaktu menganggung dia. Tanpa aba-aba dosen bermata bulat nan tajam itu langsung angkat kaki, tidak peduli Vania berteriak-teriak seraya melambaikan tangan membuat suasana kantin semakin riuh. Gadis itu lagi-lagi berhasil mempermalukannya. Ternyata dia jutaan kali lebih absurad dari tantenya.

___♡♡♡_______

Jiiaaaah segini dulu gengs... keabsurdan Vania yaaaa wkwkwkk

Jawa Barat, 31-12-2019
Salam Manis Guppy_Rh
Jaaaa neeee 😙😙😙

Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 317K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
16.3M 607K 35
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
4.7M 175K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
721K 96.6K 35
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...