P L A Y L I S T
Red Bean — Kun and Xiaojun Cover
Yerisha nggak ngerti kenapa Ode begitu sangat menyebalkan. Pemuda itu dengan kurang ajarnya menggedor-gedor pintu kamarnya mengajaknya membeli nasi goreng. Padahal, makanan di rumah banyak, ngapain juga menghamburkan uang untuk makanan lagi. Awalnya Yerisha ingin pura-pura tidur, ingin mengabaikan pemuda itu. Namun, gedoran di pintu yang semakin kencang membuatnya beranjak dari kasur empuknya lalu membuka pintu untuk memarahi pemudq itu.
Yerisha benar-benar kesal pada Ode yang mengganggu malam tenangnya yang seharusnya bersantai dan rebahan sambil mendengarkan musik.
Tapi pada akhirnya, ia mengikuti Ode membeli nasi goreng daerah depan kompleks, berdekatan dengan tukang martabak, tempat mereka dulu membeli.
Tukang martabak yang mengenali mereka tersenyum penuh arti sambil melambaikan tangan.
Harinya beneran sial.
Setelah menunggu nyaris setengah jam, nasi goreng pesanan mereka siap. Ode mengajaknya makan di tempat saja, lesehan di depan toko yang kalau malam tutup dan digunakan pedagang nasi goreng jualan.
Kalau tak ingat mereka sedang di tempat umum, mungkin Yerisha sudah mengamuk.
Mengajaknya malam-malam keluar, makan di pinggir jalan yang banyak kendaraan lalu lalang. Malam itu Yerisha dibuat kesal dan merasakan sensasi yang belum pernah dirasakan.
Tapi setidaknya dia bersyukur nasi goreng yang mereka beli rasanya enak. Mungkin kapan-kapan ia akan mampir lagi, minus makan di tempat pastinya.
"Biar aku yang bayar," cegah Ode saat Yerisha mengeluarkan uang seratus ribuan dari kantong jaketnya.
"Ya udah," jawab Yerisha singkat berjalan ke arah motor yang di parkir di pinggir jalan. Sambil menunggu Ode membayar, gadis itu mengenakan helmnya. Walau sudah malam dan dekat, Ode tetap menyuruhnya mengenakan helm.
"Yerisha, jangan bengong. Ayo pulang," tegur Ode karena Yeri tak kunjung naik ke motor.
"Iya. Iya," jawabnya menaiki motor dan memilih berpegangan pada bagian jahitan jaket Ode.
Jarak rumah dan tempat penjual nasi goreng yang dekat membuat mereka sampai rumah dengan cepat. Ode memasukkan motornya ke garasi sementara Yerisha langsung pergi ke dalam rumah usai menyerahkan helmnya pada pemuda itu.
Di antara Ode dan Yerisha masih minim sekali obrolan panjang lebar seperti saat di taman.
Ode sempat bertanya-tanya, sampai kapan gadis itu akan mengabaikannya?
Pemuda itu memasuki rumah dengan langkah gontai. Mungkin perutnya terisi penuh tapi langkahnya sangat tak bertenaga. Ketika sampai di kamar, bukan melanjutkan pekerjaannya, ia memilih membuka pintu balkon kamarnya. Angin malam langsung menyambut ketika pintu terbuka.
Ia pikir melihat langit malam sambil mendengarkan musik mungkin sedikit bisa meredakan kegundahannya.
Pemuda itu menyimpan telinga dengan headset lalu menyalakan lagu yang berada di daftar putarnya di ponsel. Saat lagu pertama berputar, ia mendekat ke pembatas balkon.
Menikmati langit malam ditemani lagu bertempo pelan membuatnya tenang, sedikit mengusir rasa lelah dengan segala kesibukannya sebagai mahasiswa tingkat akhir.
Notifikasi ponselnya yang berbunyi membuat lagu terjeda sebentar. Ode memeriksa ponselnya. Sebuah pesan membuat dahinya berkerut. Pesan dari Dery.
"Aku hampir lupa," gumamnya buru-buru memeriksa kalender di ponselnya. Salah satu tanggal ia beri tanda, dan tanggal itu menunjukkan hari Sabtu Minggu depan.
Ode memandang ke arah balkon di sebelah kamarnya. Pintu balkon kamar sebelah tertutup,pertanda si pemilik kamar ingin saja sedang terlelap karena kekenyangan.
"Aku belum nyiapin kado," ucap Ode lirih. Ia nyaris melupakan ulang tahun cewek itu yang jatuh saat minggu depan.
Ode ingin memberikan sesuatu pada Yerisha tapi ia bingung.
Apa aku tanya pada Saelin saja ya?
Kemungkinan besar, Saelin akan tahu hadiah yang paling diinginkan atau di butuhkan oleh Yerisha.
Tahu-tahu pintu balkon sebelah tiba-tiba terbuka. Yerisha keluar dari sana. Ketika tatapannya bertemu Ode, ia nampak terkejut.
"Kenapa belum tidur?" tanya Ode memilih memulai pembicaraan.
"Habis makan gak baik langsung tidur, nanti aku gendut. Gaunnya nggak akan muat," terang Yerisha membuat Ode mengangguk paham. Pasti Yeri ingin tampil cantik di hari spesialnya.
"Kamu kenapa belum tidur?" Tumbenan Yeri balik bertanya.
"Mendengarkan musik," jawab Ode menunjukkan ponselnya yang terhubung dengan kabel headset yang tersumpal di kedua telinganya.
"Oh ya udah lanjutin aja."
"Oke."
Keduanya sama-sama canggung dan memilih saling mengalihkan pandangan ke arah lain. Tidak banyak juga yang hendak mereka bicarakan, toh hubungan mereka tak sedekat itu.
Hingga akhirnya Yerisha yang merasa mengantuk memutuskan masuk ke dalam kamar lebih dulu. Tapi Ode mencegahnya dengan sebuah panggilan lirih.
"Yer, aku boleh tanya sesuatu."
"Hmmmm apa?" Yerisha yang berada di ambang pintu menoleh dengan ogah-ogahan.
"Kamu mau hadiah apa untuk ulang tahunmu minggu depan?" Mungkin pertanyaan Ode terlalu berterus terang, tapi lebih baik begitu daripada ia salah membeli dan berakhir membeli barang yang tak disukai cewek itu.
"Kenapa? Mau ngasih aku kado?"
"Iya. Aku akan berusaha ngasih kado sesuai keinginanmu."
Yerisha menyipitkan mata sambil memikirkan sesuatu. Hingga sesuatu terpikirkan olehnya.
"Ada. Satu."
"Apa?"
"Kamu tahu kan pesta ulang tahunnya diadakan di rumah?"
Ode mengangguk.
Ya, pesta ulang tahun Yerisha akan diadakan di halaman belakang rumah yang luas. Jangan salah, keluarga Yerisha memang berada dan memiliki rumah besar dengan halaman depan maupun belakang yang luas. Rencananya pesta ulang tahun Yerisha akan dilakukan di ruang terbuka, lebih asyik menurut gadis itu.
"Yang kubutuhkan hanya satu, De."
"Jangan muncul di pesta ulang tahunku. Hari itu aja, bersikaplah seolah-olah kamu bukan bagian keluarga Sagara, bersikaplah seperti kamu nggak ada pernah ada di sini."
"Maksudmu?"
"Entah kamu mau mengurung diri di kamar atau pergi ke suatu tempat terserah. Yang penting, aku nggak ingin melihat kamu hari itu."
Permintaan Yerisha mungkin terdengar jahat. Tapi Yerisha ingin menikmati hari bahagianya bersama orang tercintanya, kedua orang tua, saudara dan teman-temannya. Eksistensi Ode yang merupakan orang baru dalam hidupnya tak diperlukan Yerisha pada hari itu.
"Bisa kan?"
"Aku nggak butuh apa-apa. Aku hanya butuh kamu menghilang pada hari itu."
Ode terdiam sebelum akhirnya mengangguk. "Iya aku akan berusaha seperti manusia yang nggak pernah ada di kehidupanmu."
"Baguslah kalau begitu," jawab Yerisha lega, Ode mendengarkannya dengan baik. "Kalau perlu selamanya."
Ucapan terakhir Yerisha yang pelan dan sambil lalu nyatanya adalah ucapan yang terdengar begitu jelas dan tak akan pernah Ode lupakan seumur hidupnya.
"Aku memang terlahir untuk dibenci."
-to be continued-
Menurut kalian Yerisha keterlaluan nggak sih? Share opini kalian dong