P L A Y L I S T
Pupus — Dewa
Jaga kesehatan ya semua reader Ode to You ^^
***
"Aku pikir gosip kamu dan Herjuno akan mereda tapi rupanya enggak, Yer," sahut Chelsea sambil mencomot bakwan di piring lalu menggigitnya tanpa ragu.
"Hmmm, biarkan saja," jawab Yerisha acuh. Ia terlampau malas menanggapi gosip dari akun lambe turahnya universitas mereka. Lagipula gosip itu tak benar. Sebuah gosip akan cepat mereda seiring berjalannya waktu dan seiring bukti konkrit yang tak kunjung didapatkan.
Faktanya, ia dan Ode tak memiliki hubungan asmara semacam itu. Ia dan Ode hanya dua orang asing yang sial ya hidup di bawah atap yang sama, memiliki hubungan yang masih ambigu sebagai kakak dan adik.
"Kemarin adik kelas pada nanyain ke aku. Tentang kebenaran hubunganmu dan Herjuno. You know lah pasti waktu ospek mereka naksir Herjuno." Chelsea mengambil tisu dari dalam tasnya untuk membersihkan minyak yang ada di tangannya usai menyantap bakwan. "Terus aku jawab saja, kalian percaya sama gosip? Sebelum mempercayai sesuatu coba telaah dulu kebenarannya. Kita mahasiswa diajari untuk senantiasa menggunakan otak di setiap sendi kehidupan."
Jawaban mengagumkan Chelsea membuat Yerisha tersenyum simpul. Begitulah temannya itu. Kata-kata cerdasnya selalu mampu membuat lawan bicara mati kutu saat debat.
"Chel, thanks."
"Sama-sama. Tapi ngomong-ngomong Yer—" Chelsea menjeda kalimat, mendekatkan tubuhnya ke arah Yerisha lalu berbisik, "kalau kamu beneran pacaran sama Herjuno Denandra maka aku akan menjadi orang pertama yang mendukungmu."
"Please, Chel. Itu nggak mungkin."
"Kenapa nggak mungkin? Nggak ada nggak mungkin di dunia ini. Termasuk kamu pacaran sama Herjuno itu sangat mungkin terjadi ya kecuali—" Chelsea menjeda kalimat karena tenggorokannya kering. Ia membasahi tenggorokannya dengan es teh sebelum melanjutkan. "Kecuali kalian saudara sedarah atau sepersusuan."
Itu dia yang tak Yerisha ketahui sampai detik ini.
"Tapi itu nggak mungkin kan."
Deg! Yerisha tersenyum tipis, meraih es jeruknya dengan tergesa, gelas yang licin membuatnya menumpahkan isi gelas ke atas meja. "Astaga! Sorry."
Yerisha mengambil tisu yang selalu siap sedia di tas lalu mengelap bagian atas meja yang basah.
"Jangan gugup gitu, Yer. Sepertinya obrolan tentang Herjuno Denandra selalu membuatmu gugup."
Tepat sekali.
***
Dery merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya begitu memasuki kamar kesayangannya. Pemuda itu berguling-guling sebentar di atas kasur sebelum kemudian mengubah posisinya menjadi tengkurap. Pemuda itu nampak sibuk memeriksa ponselnya, memeriksa pesan masuk yang rata-rata dari perempuan.
Ia tersenyum lebar membaca chat-chat yang kebanyakan berisi pujian untuknya, untuk menenangkan hatinya.
Sementara itu Ode yang ikut mampir ke rumah Dery lebih memilih duduk lesehan di atas karpet sambil memangku gitar milik Dery yang pemuda itu beli hanya untuk gaya-gayaan, untuk pamer supaya terlihat bisa bermain gitar. Gitar yang sering diabaikan itu nyatanya berguna bila di tangan Ode. Pemuda itu sering memainkannya saat mampir. Ode memang suka bermain gitar, terkadang ia bernyanyi saat bermain gitar. Pernah suatu ketika Dery ingin memberikan gitar itu pada Ode karena gitar itu akan berguna bagi pemuda itu tapi Ode menolak. Ia merasa tak enak bila harus menerima gitar mahal milik Dery.
"De, cowok yang waktu itu siapa? Kamu dan dia ngomongin apa? Serius banget kayaknya," tanya Dery memandang Ode tanpa melepaskan ponsel dari tangannya.
Ode memetik gitar milik Dery sebentar sebelum akhirnya berhenti.
"Dery, kamu ingat nggak waktu aku ngasih peringatan untuk nggak mendekati Yerisha."
Dery mengigit kuku telunjuknya sambil berpikir. "Hmmmm, ingat. Kamu memberi alasan kalau Yerisha akan mencintai seseorang. Benar kan? Kan orang itu kamu."
Ode menggeleng. "Batu banget sih. Udah kubilang bukan aku."
"Terus? Kalau bukan kamu siapa?"
"Cowok itu udah muncul di depanku kemarin," ucap Ode menerawang, mengingat pertemuannya dengan cowok itu.
"Hah? Cowok berkacamata itu?"
Ode terdiam cukup lama sebelum akhirnya memeluk gitar Dery dan menyandarkan dagunya di pinggiran gitar. "Sudah kuduga cepat atau lambat cowok itu akan muncul juga."
Dery bangkit dari posisi tengkurapnya lalu duduk di atas kasur, mengamati Ode dengan tatapan penuh curiga.
"De, kamu tau nggak sih, kamu sekarang seperti cowok yang sedang patah hati." Begitu yang ada dipikiran Hendery saat Ode terlihat tak bertenaga sembari memeluk gitar dengan tatapan sendu.
"Kamu bilang hubunganmu dan Yerisha bukan terjalin dalam ikatan asmara tapi—kamu saat ini mirip cowok yang lagi patah hati setelah tahu masa lalu dari cewek yang kamu sukai kembali."
Deg! Pernyataan Dery entah mengapa menohoknya. Apa benar ia terlihat seperti itu?
Ode segera menggeleng lalu mulai menggerakkan jemarinya, memetik gitar milik Dery.
"Semua ucapanmu tuh salah. Aku nggak seperti itu. Yerisha dan aku nggak seperti itu."
"Aku nggak patah hati."
Kami cuma adik kakak.
Ode memainkan sebuah lagu dengan gitar.
Dery yang mendengar penegasan Ode hanya bisa menggeleng dan menatap kasihan sahabatnya itu.
"Nggak patah hati tapi maininnya lagu patah hati," ucap Dery mengenal lagu yang Ode mainkan. Pupus milik Dewa 19.
***
Ode yang baru masuk rumah dikejutkan oleh teriakan Yerisha yang berasal dari lantai dua. Pemuda itu dengan segera berlari menaiki anak tangga untuk ke kamar Yerisha yang letaknya paling dekat dengan tangga.
Mama dan papa tak ada di rumah, ada acara kondangan. Sehingga malam itu hanya ada dirinya yang baru pulang dari rumah Dery dan Yerisha. Sementara pekerja rumah mereka pastilah sedang beristirahat di kamar mereka.
Ode yang panik segera menggedor pintu kamar Yerisha, hendak mengecek keadaan cewek itu. Beberapa menit kemudian pintu terbuka. Yerisha dengan mengenakan piyama tidur bergambar hello Kitty berwarna pink berdiri di ambang pintu dengan raut kesal.
"Kenapa?" tanyanya ketus.
"Aku tadi dengar kamu berteriak. Apa terjadi sesuatu?"
"Nggak tuh. Kamu salah denger kali."
"Nggak kok. Aku yakin kamu teriak tadi."
"Enggak. Kubilang enggak ya enggak."
"Serius?"
"Iya serius. Udah deh sana pergi. Mengganggu kesenangan orang saja," gerutu Yerisha kesal.
"Memang kamu sedang apa?" tanya Ode mengintip ke kamar Yerishw.
"Kamu tahu privasi kan? Tolong jangan ganggu privasiku. Oke?"
"Ah sorry. Aku nggak bermaksud."
Yerisha menyilangkan lengannya. "Walau kata papa mama kamu kakakku. Tapi sampai detik ini, aku nggak bisa menerimamu. Kakak? Yang benar saja. Jadi tolong jangan melewati batas Herjuno Denandra."
"Maaf."
"Kamu sadar kan kalau aku nggak suka sama kamu?"
Ode mengangguk pelan. Dia sadar betul sikap dingin yang selama ini Yerisha tujukan padanya pertanda ketidaksukaan gadis itu terhadap kehadirannya.
"Kalau sadar tolong lebih sadar diri ya Herjuno Denandra," tegas Yerisha sebelum menutup pintu kamarnya dengan gebrakan cukup keras, membuat Ode mundur, menjauhi pintu dan menghela napas.
Kebencian Yerisha padanya begitu dalam.
Samar-samar, Ode mendengar Yerisha tengah berbicara dengan seseorang ditelpon. Dari nada bicaranya yang riang ia bisa menebak kalau mungkin —
Orang itu yang menelpon Yerisha.
-tbc-
Sampai detik ini kebencian Yerisha sama Ode tuh belum luntur. Itu karena Yerisha belum mengenal Ode dengan baik, belum mengetahui luka yang coba disembunyikan cowok itu.
Pasti ada di antara kita lebih memilih diam walau banyak masalah, walau terkadang itu bikin orang salah paham dan membenci kita ^^
Bocoran ya, aku sempat nangis pas nulis salah satu chapter di cerita ini, tentu saja chapter..... Yang entah ke berapa. Iya aku tuh baperan, nangis pas nulis cerita ini.
So, lanjut nggak nih???