P L A Y L I S T
Who Are You — Sam Kim (Xiaojun Cover)
Yerisha berdiri mematung di depan pintu kamar sang mama, tangannya terangkat, hendak mengetuk pintu, tapi sudah lima menit ia berdiri di sana, tak kunjung melakukannya juga. Niat Yerisha pagi sebelum berangkat kuliah adalah menemui sang mama, untuk meminta maaf. Kemarahannya semalam membuatnya merasa bersalah. Pasti mamanya semalam mengkhawatirkannya.
Aish Yerisha, berani berbuat. Berani meminta maaf, sahutnya dalam hati. Tapi kalau mama masih marah bagaimana?
Yerisha mundur beberapa langkah. Mulai ragu dan takut untuk meminta maaf.
"Mama sudah berangkat, Yerisha." Ode tahu-tahu sudah berada di belakang Yeri membuat gadis itu tersentak kaget. Untung ia tak memiliki riwayat sakit jantung, kalau iya kemunculan Ode bisa sangat berbahaya bagi jantungnya.
"Mama berangkat 30 menit yang lalu," lanjut Ode membuat Yerisha mengangguk paham.
Yerisha memandang Ode dari sudut matanya. Pemuda itu mengenakan pakaian santai, celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Yerisha bisa melihat sisa-sisa air di bagian bawah celana training dan tangan pemuda itu, pertanda pemuda itu baru membersihkan kamar mandi. Walau sudah ada bibi yang bertugas membersihkan rumah, pemuda itu dengan sukarela membantu. Satu hal juga yang membuat orang tuanya menyukai pemuda itu. Tapi bagi Yerisha, Ode mungkin sedang mencari muka, sok rajin.
"Mau berangkat kuliah?"
"Hmmmm," jawab Yerisha sekenanya. Walau semalam dia sudah melakukan obrolan panjang lebar dengan pemuda itu tak serta-merta membuatnya bersikap ramah.
Yerisha tetaplah Yerisha. Yerisha yang begitu kentara membenci Ode sementara Ode yang begitu sabar menghadapi gadis itu.
Yerisha memutuskan langsung ke luar rumah, menuju garasi untuk mengeluarkan mobilnya. Sebenarnya masih ada cukup banyak waktu sebelum jam masuk kuliahnya tapi ia lebih memilih cepat pergi dari rumah.
Yerisha yang mencoba menghidupkan mesin mobilnya langsung memias ketika mobilnya tak kunjung menyala.
"Ini kenapa sih?" gumamnya bingung, masih mencoba menghidupkan mesin mobil tapi tak kunjung hidup juga.
Dia hanya bisa menghela napas sambil membuka pintu mobil dan keluar. Astaga! Bisa-bisanya mobil kesayangannya tak mau hidup di saat genting.
Yerisha mengernyitkan kening, sembari menatap mobilnya tanpa tahu harus berbuat apa.
"Aku naik taksi aja kali ya," gumamnya mengeluarkan ponselnya untuk mencari taksi online. Yerisha menunggu selama beberapa menit, tapi tak kunjung mendapatkan driver.
Di saat menunggu itulah ponselnya tiba-tiba berbunyi membuatnya tersentak nyaris membuang ponsel.
Chelsea is calling...
Yerisha segera mengangkat telpon dari teman sekelasnya itu. Hal pertama yang didengar Yeri adalah kegaduhan yang menjadi latar belakang suara di seberang sana.
"Yerisha, kamu gila nggak masuk kuliah? Hari ini ada kuis loh."
"HAH?" pekiknya kebingungan.
"Loh Chel bukannya jam kuliah kita tuh—"
"Ish, kamu lupa atau nggak ngecek pengumuman di GC sih? Jam kuliah dimajuin karena pak Agung ada acara. Kan pas pertemuan sebelumnya pak Agung udah ngingetin jam kuliah maju dan minta ketua kelas nyari ruangan yang kosong."
"Astaga, Chel!!!! Aku lupa!" pekik Yerisha menepuk jidatnya.
"Tuh kan udah kuduga. Untung aku telepon kamu. Buruan berangkat, Yer. Ngebut!"
Kalau masalah ngebut gampang tapi masalahnya mobil Yerisha nggak mau nyala.
"Ya udah, Chel. Aku tutup. Aku berangkat dulu. Thanks, Chel."
Rasanya Yerisha ingin menangis saat itu juga. Bisa-bisanya ia lupa kalau jam kuliahnya dimajukan. Kalau ia tak bisa ikut kuis bisa bahaya. Yerisha kembali membuka aplikasi untuk mencari driver. Kali ini ia memilih ojek berhubung motor lebih bisa ngebut dan melewati gang-gang kecil yang mempersingkat jarak tempuh. Tapi masalahnya tak ada driver yang mau menerima pesanannya.
Apa ini hari sialnya?
"Yer, kok belum berangkat?" tanya Ode yang memasuki garasi untuk mengambil motor untuk ke mart membeli sabun cuci mukanya yang habis.
"Nggak mau idup," ucap Yerisha menunjuk mobilnya dan terlihat gelisah memandangi ponsel.
Ode mengangguk dan berjalan ke arah motor yang terparkir di samping mobil Yerisha.
"Astaga kenapa nggak ada yang ngambil sih? Alamat nggak ikut kuis ini," erang Yerisha mulai lemas melihat ponselnya tak menunjukkan tanda-tanda positif.
Ode yang tengah menuntun motornya keluar dari garasi berhenti dan memandang ke arah gadis yang masih terpaku pada ponsel pintar keluaran perusahaan ternama itu. "Yer, mau kuantar ke kampus?"
Yerisha menoleh, menatap motor di sebelah Ode lalu menggeleng. Motor itu mana bisa ngebut. "Nggak. Aku naik ojol aja. Lagian motor itu mana bisa ngebut."
Yerisha sudah meremehkan duluan kinerja motor milik ayahnya yanh sekarang dipakai Ode itu.
Ode memarkirkan motornya dan bergerak ke arah Yerisha. Kedatangan pemuda itu tak disadari oleh Yerisha sampai ia merasakan ada sesuatu yang menempel di kepalanya.
"Jangan meremehkan kinerja motor itu, Yer." Ode memasangkan helm ke kepala Yerisha membuat cewek itu memanyunkan bibir kesal. "Aku tahu jalan pintas ke kampus. Yang nggak perlu lewat jalan utama yang padat."
Ode memasangkan pengait di helm sampai berbunyi "klik". Memenuhi standar itu perlu.
"Jadi mau kuantar atau nunggu abang ojol yang belum pasti?" tanya Ode menatap lurus Yerisha tanpa berkedip.
Yerisha terdiam, sedikit mundur dan tertunduk untuk menghindari tatapan Ode yang —berbahaya—bagi jantung.
***
Pada akhirnya Yerisha diantarkan oleh Ode mengendarai motor. Ode sangat hafal gang-gang kecil yang menjadi jalan pintas menuju ke kampus. Yerisha yang berada di belakang tak bisa mengalihkan pandangan dari punggung Ode di depannya. Entahlah— Yerisha juga bingung. Punggung pemuda itu bagai memiliki magnet yang membuatnya terus memandanginya.
"Yer, pegangan," sahut Ode cukup keras. Namun bisingnya suara motor dan Yerisha yang terlampau sibuk memandangi punggung itu tak memberi respon. Membuat Ode mengambil pilihan menarik tangan Yeri lalu melingkarkannya ke pinggang saat mereka di perempatan, menunggu giliran menyebrang.
"Aku mau ngebut. Kalau nggak pegangan nanti kamu jatuh," kilah Ode menjelaskan tak mau Yerisha berpikir ia mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Yerisha cuma diam. Kalau biasanya ia akan marah, tapi kali ini tidak.
Pikiran Yerisha dipenuhi oleh kilas balik kejadian semalam.
Ia menemukan sebuah titik terang mengenai mengapa punggung itu seolah memiliki magnet. Punggung itu yang kemarin menjadi tempatnya bersandar. Ah Yerisha sampai ketiduran semalam saat Ode menggendongnya di punggung.
Yerisha ingat sekarang.
Yerisha ingat.
Cewek itu melirik tangannya yang kemarin lecet dan terasa perih.
Yerisha menduga Ode yang mengurus lukanya semalam. Sepertinya.
"Yer, udah sampai," sahut Ode menepikan motornya di depan gedung fakultas Yerisha. FIB
Keasyikan melamun membuat Yerisha tak sadar mereka sudah sampai area fakultasnya, tahu begitu Yerisha akan meminta pemuda itu menurunkannya di jalan dekat fakultasnya saja.
Yerisha langsung turun dari motor, mencoba membuka pengait helmnya dengan susah payah karena sadar beberapa mahasiswa di dekatnya memperhatikan. Yerisha mungkin tak mengenali wajah-wajah itu karena berbeda angkatan maupun jurusan tapi, wajah-wajah itu sepertinya mengenal Ode terlihat dari gerak-gerik mereka yang menunjuk ke arah mereka sambil berbisik-bisik.
"Ish," keluhnya tak sabaran saking susahnya membuka pengait helm.
Ode yang melihatnya mengulurkan tangan, meraih tangan Yerisha dan menyingkirkannya dari pengait helm. "Biar aku aja."
Klik.
Baru beberapa detik berbicara, pengait helm dengan mudahnya lepas.
Apa-apaan? Tadi aku susah lepasnya, protes Yerisha dalam hati. Masa helm aja lebih sayang Ode daripada aku?
"Hei kok bengong. Buruan sana masuk. Dosennya udah datang kan."
"Oh iya. ASTAGA!!!!!!!!!!!" pekik Yerisha menyerahkan helm ke tangan Ode lalu segera berlari ke arah gedung fakultasnya.
Ode yang melihat hanya terkekeh, padahal Yerisha lupa mengucapkan terimakasih.
Yerisha berlari menyusuri koridor fakultasnya dengan terburu-buru, sedikit bersyukur ia tak perlu naik tangga karena ruang kelas pengganti ada di lantai pertama.
Napasnya ngos-ngosan saat ia sampai di depan ruang perkuliahan. Ia mengetuk pintu ruangan sebelum membukanya. Pak Agung sudah duduk manis di balik meja dosen mengawasinya dengan tajam.
"Masuk saja Yerisha," ucap beliau sambil menggeleng.
Yerisha mengucapkan terimakasih dan segera menghampiri Chelsea yang sudah mencarikan tempat duduk di bagian belakang.
"Kamu selamat, yang telat bukan hanya kamu," ucap Chelsea saat Yerisha duduk di bangkunya sambil mengambil napas.
Ya. Yerisha beruntung. Sangat. Karena setelahnya masih ada teman sekelasnya yang baru masuk. Pak Agung sampai menggeleng, padahal ia jelas sudah memberitahukan perubahan jadwal tapi ada saja yang masih telat.
"Yer, pipi kamu kok merah," ucap Chelsea memberikan tisu pada Yerisha untuk mengelap keringatnya.
"Hmmmm karena abis lari marathon," canda Yerisha. Bahkan Yerisha saja nggak tahu kenapa pipinya memerah. Padahal sakit saja enggak. Nggak mungkin kan karena-
"Yer," panggil Chelsea.
"Apalagi, Chel," jawabnya mengeluarkan buku catatan dan kotak pensilnya.
"Kamu pacaran sama Herjuno Denandra?" tanya temannya itu pada Yerisha dengan raut penasaran.
Herjuno Denandra siapa?
-to be conginued-
Niat hati ingin update tiap hari tapi kelupaan. Hahaha
Masih sabar nungguin kan?
Mau sampai berapa chapter nih?????