[DS#2] Between Me, You and Wo...

By Fionna_yona

905K 54.7K 1.9K

Cerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai... More

Wajib Baca
Prolog
Mr. Gio Armano Kenneth Dimitra
Little Girl
Bingung ๐Ÿ˜ฎ
What I've Done?
Kemarahan Arman
Would You Forgive Me?
Start Falling
Asha
bukan update
Arman's Anger
Atasan Aneh!
Bisa-bisa Jatuh Cinta
Gadis Kesayangan
I'm Right Here
Pretty Boy
Yes, I Would
I'm The Only One
Mempertahankan!
Serigala Betina๐Ÿบ๐Ÿบ
He's Back
Dimitra's Future Daughter-In Law
Give You All Of Me
Like A Child
Malu ๐Ÿ™ˆ
Arman's Promise
He Did It
Have A Nice Dream
Girl's Quarrel
Pencarian Dimulai
Lega
Kemungkinan Terburuk
Aku Janji โœŒ
Tolong Jaga Dia
Keras Kepala
Pengusiran
Meminta Penjelasan
Pamit
Heran
Saving Her
Penjelasan
Janji
Meminta Restu?
Sempurna
Calon Menantu Dimitra
Selamat Malam ๐Ÿ˜ด
Apa Aku Pantas?
Like an Alpha ๐Ÿบ
Pantas Saja!
Bad Party
Bad Party, or Not?
Fitting
๐ŸŽŠThe Day๐ŸŽŠ
The Happy Ending? or Not?
Sucker
Sweetness in Ibiza
๐Ÿ›ซ Flight Home ๐Ÿ›ฌ
Sehat-Sehat
Kemurkaan Arman
Tunggu Sebentar
Princess Ella
Ketenangan
A Day With Ella
Welcome To The World
Prahara
Maaf
Jangan Pergi!
Maafkan Aku
Baiklah
Remarried
Takut
Selamat Malam๐Ÿ˜ด
Scary Couple
Alvian Sakit
Anak Serigala๐Ÿบ
Kembar Berdebat
Janji Arman
Ketika Si Kembar Berkelahi
Cepat Bangun!
Cepat Sembuh
Pelajaran Kecil ๐Ÿ˜ˆ
Good Daddy
Dimitra's Next Daughter In Law
Insecurity
Like Father Like Son
Like An Angel
The Wise Albern
Terima Kasih (End)
Special Part 1 #1

Awas Saja!

7.6K 578 34
By Fionna_yona

"Bagaimana bisa?" Arman tercengang.

Dia terlalu terkejut saat melihat adik kembarnya sudah berdiri tegap di sisi mobilnya. Tidak sendirian pula. Sang adik datang bersama ayah mereka. Arman meneguk ludahnya dan menurunkan kaca jendelanya sedikit.

"Ada apa?"

"Mau kemana?" Tanya Arsen tanpa menjawab pertanyaan Arman.

"Mau keluar. Kenapa?"

"Keluar kemana?"

Arman diam. Dia melirik ke arah lain sebelum menyahut.

"Tidak tahu," dengan suara lirih.

"Arman..." panggilan dengan suara penuh wibawa itu membuat Arman menoleh.

"Kenapa?"

"Keluarlah dulu. Papi mau bicara,"

"Tidak perlu, pi. Arman tidak apa-apa,"

"Arman..."

Arman hanya tersenyum dia menatap ayahnya sekilas sebelum memilih menutup kaca mobilnya dan melajukan mobil itu menjauh dari ayah dan adiknya. Arman mengemudikan mobilnya tanpa tahu arah. Dia bingung harus kemana. Akhirnya dia menepi dan membuka ponselnya.

Cukup terkejut melihat isi ponselnya, Arman membuka notifikasi di ponselnya itu. Satu panggilan tak terjawab dari ayahnya, satu dari Arsen dan puluhan dari Natasha. Kening Arman berkerut. Kenapa Natasha menghubunginya?

Arman menghela kecil. Dia memilih pergi ke rumah besar yang dia beli. Arman masih menyimpan kuncinya unuk sementara. Setidaknya sampai segala hal di dalam rumah itu selesai. Arman memarkirkan mobilnya di garasi dan masuk ke dalam rumah itu. Kaki Arman terarah ke kamar utama. Dengan perlahan Arman membuka paket yang baru datang. Paket itu harusnya menjadi hal yang paling membahagiakan Arman.

Arman mengeluarkannya dari kardus paket dan membuka kotak itu. Saat melihat isinya Arman tersenyum sendu. Semuanya sangat bagus dan indah. Sesuai dengan apa yang Arman mau. Arman terduduk dan meraba kayu yang berpelitur mengkilap di depannya. Tanpa dia sadari airmatanya kembali jatuh. Arman masih mengusap bingkai itu dengan perlahan merasakan tiap ukiran namanya dan nama istrinya. Nama yang akan segera terpisah.

Haruskah Arman menghancurkan bingkai ini? Bingkai yang sudah Arman usahakan untuk ada di depannya seperti sekarang? Arman menatapnya sekali lagi. Lalu, dia berdiri dan mencari sesuatu di dapur. Dia kembali naik ke kamar utama dengan sebuah pisau dapur ukuran besar di tangannya. Kakinya terhenti saat melihat ada orang lain di kamar itu, sedang melihat ke arah bingkai itu. Orang itu bahkan mengusap perlahan bingkai di depannya.

Arman terpaku di tempatnya. Bahkan saat sosok itu berbalik Arman masih terdiam. Sosok itu menatap Arman dan pisau dapur di tangan Arman.

"Kamu mau menghancurkan ini?" Tanya-nya dengan suara sedikit serak.

"Hn. Dia sudah tidak dibutuhkan lagi," ujar Arman berpura-pura tidak peduli walau dia merasa sedikit tidak rela.

"Ini, kan?"

Arman mengerutkan alisnya. Dia tidak mengerti dengan maksud pertanyaan yang tertuju padanya itu.

"Ini, kan, alasanmu tidak pulang ke rumah dan tertangkap kamera sedang merangkul seorang perempuan waktu itu?"

Arman diam. Dia tidak menjawab. Tidak juga mengangguk atau menggeleng. Dia hanya diam. Arman berjalan mendekati bingkai itu. Dia menatapnya sekali lagi. Lalu, tangannya yang memegang pisau itu terangkat dan terarah ke bingkai itu.

"Jangan!" Pekikkan itu juga pelukan di perutnya membuat tangannya berhenti.

"Jangan dihancurkan!" Ujarnya.

"Kenapa?" Tanya Arman.

"Dia bahkan tidak akan berguna lagi. Biar saja dia hancur," lanjut Arman.

Tangan Arman yang hendak bergerak itu disentuh dengan lembut di lengannya. Arman memejamkan matanya dan meresapi usapan lembut itu.

"Jangan! Jangan hancurkan itu!"

Arman diam.

"Aku minta maaf,"

Arman melepaskan pisau di tangannya hingga pisau itu terjatuh ke tanah. Mendengar permintaan maaf itu membuat Arman merasa semakin bersalah. Arman melepaskan pelukan itu dan berbalik.

Arman terkaku. Wajah cantik di depannya itu kini tengah dipenuhi airmata. Arman langsung mengusapnya dengan tangan besarnya.

"Jangan menangis! Aku mohon. Jangan menangis!" Ujar Arman saat mengusap airmata itu.

Sosok itu merangsek masuk ke dalam pelukan Arman. Dia memeluk badan Arman dengan kuat. Dia menangis dengan kuat di dada suaminya. Arman hanya bisa diam tanpa melakukan apapun. Dia tidak berani menyentuh sosok yang kini tengah memeluknya.

"Maaf. Aku sudah berburuk sangka padamu. Maaf," ujar sosok itu lagi.

"Arman... katakan sesuatu... aku tahu aku salah. Jangan marah! Maafkan aku," cicitnya saat Arman tidak memberikan reaksi apapun.

Sosok itu mengangkat kepalanya saat dia merasakan ada sesuatu yang menetes di puncak kepalanya. Dia terkejut. Manik cokelat milik Arman tengah kembali tertutup airmata.

"Maafkan aku," ujarnya pada Arman.

Dia bahkan mengusap pipi Arman dengan perlahan dan lembut. Arman menahan tangan itu di pipinya dan mencium telapak tangan itu dengan penuh perasaan.

"Maaf..." ujar Arman dengan suara serak miliknya.

"Maaf. Aku minta maaf. Maafkan aku..." ujar Arman lagi.

Badan besar Arman luruh ke atas lantai dia berlutut dan meminta maaf pada sosok di depannya. Istrinya. Atau akankah status itu berubah? Arman memeluk erat pinggang ramping itu.

"Maafkan aku. Aku minta maaf. Aku mohon maafkan aku..." ujar Arman.

"Jangan pergi! Jangan menjauh! Jangan tinggalkan aku! Aku mohon maafkan aku!" Arman meraung.

Untuk pertama kalinya dia menangis kuat bahkan meraung seperti seorang anak yang berusia lima tahun. Arman menangis dengan sangat kuat. Bahkan adik dan ayahnya sampai terkejut.

"Maafkan aku. Aku mohon. Maafkan aku...."

Arman membuat Natasha terkejut bukan main. Arman meremas kuat baju istrinya. Dia enggan melepaskan Natasha.

"Ampuni segala kesalahanku, Asha! Jangan pergi! Aku mohon jangan pergi!"

Jika ada penghargaan dengan katagori budak cinta, mungkin Arman akan memenangkannya. Dia benar-benar bersujud dan memeluk pinggang Natasha dengan kuat. Semua yang dia pendam keluar begitu saja. Arman membuat semua orang yang menatapnya akan merasa iba.

"Aku mohon... maafkan aku..." pinta Arman lagi dengan lirih.

"Arman... jangan begini, ayo berdiri!" Ujar Natasha.

Arman malah mengeratkan pelukannya.

"Maafkan aku..."

"Asha... ma...af..."

Satu kalimat terakhir itu dan badan Arman oleng ke kanan. Natasha yang terkejut langsung berjongkok dan menahan badan Arman. Alvaro dan Arsen juga langsung berlari menghampiri Arman.

Demam. Badan Arman sangat panas. Wajahnya penuh dengan keringat dan airmata. Napas Arman juga sangat berantakan dan memburu. Arsen berdecak saat meraba leher kakaknya. Suhu badan Arman sangat panas. Terlalu panas sampai Arsen dibuat cemas olehnya.

Dia menghubungi ambulance dan membawa Arman ke rumah sakit terdekat. Arman langsung diinfus dan ditangani dengan cepat. Darahnya diambil untuk diperiksa. Suhu badannya yang sangat tinggi itu, membuat Arsen terpaksa membuka kemeja sang kakak dan menyiram badan kakaknya dengan alkohol yang sejatinya berguna untuk membersihkan luka. Setelah itu dia meminta suster membawakannya air hangat juga handuk.

Arsen membersihkan badan kakaknya yang dia siram dengan alkohol. Dia mengelap seluruh badan kakaknya dengan handuk hangat. Dibantu oleh sang ayah, kini Arman sudah berganti pakaian dengan pakaian rumah sakit. Arsen beranjak ke kamar mandi dan menukar air panas dengan air dingin dia kembali dengan air baru juga handuk kering.

Arsen mengompres kakaknya dengan air dingin itu. Natasha dia suruh pulang untuk menjaga Albern saja di rumah. Arsen dan Alvaro menghela kecil saat melihat napas Arman masih memburu. Sangat cepat. Seolah anak itu habis berlari.

"Maaf..." gumaman itu membuat Arsen dan Alvaro menoleh dengan cepat ke arah Arman.

"Maaf. Aku minta maaf," gumam Arman lagi.

Alvaro mengambil tangan kanan Arman dan mengusapnya dengan perlahan. Dia merasa kasihan dengan putranya. Hanya karena salah paham dan semua jadi seperti ini. Alvaro juga merasa bersalah. Dia juga menjadi bagian dari hal yang membuat putranya seperti ini. Kalau bukan karena dia, Arman tidak akan seperti ini. Dia membuat Arman menderita dan Arman masih begitu menyayanginya.

"Maafkan papi, kak," bisik Alvaro pada Arman.

Kalau waktu itu Alvaro tidak terbakar amarah dan emosi, dia tidak akan menyuruh Arman bercerai. Jika dia tidak meminta Arman bercerai, Arman tidak akan tertekan seperti ini. Alvaro tahu hidup putranya berubah sejak hari dimana dia meminta Arman menandatangani surat cerai. Arman saat itu langsung pergi dan dia menemukannya di rumah besar itu bersama Ardan.

Dengan pandangan kosong tanpa ada sinar di matanya. Setelah menitipkan surat-surat penting padanya untuk Natasha, Arman pergi dan tinggal di kantornya. Arman makan hanya sekali sehari itu pun hanya karena, dia menemani kliennya rapat. Alvaro yang menyuruh para kliennya mengajukan rapat pada jam makan siang.

Tak cukup disana, Arman mulai mencoba rokok. Padahal, Alvaro tahu, Arman paling benci pada rokok. Arman bisa mentoleransi minuman beralkohol namun, dia tidak bisa menoleransi rokok. Karena permintaan Alvaro, Arman menyentuh rokok dan mulai terus menerus merokok. Dia baru menguranginya saat Maura datang ke kantor dan mengatakan Natasha mengidam ingin Arman memanjakannya.

Ada kalanya, saat Arman sedang sendiri, dia akan merokok. Terkadang dua, terkadang tiga batang. Arman hanya bisa makan dengan teratur saat Natasha menempel manja padanya. Sisanya, Arman tidak memperhatikan dirinya sendiri. Bahkan, minggu lalu Arman nyaris tertabrak mobil jika saja, saat itu Ardan tidak refleks menarik tangannya.

"Arman... bangun, nak," ujar Alvaro.

Arman mengigau terus menerus. Mengumamkan maaf seperti sebuah mantra untuknya. Arsen menggelengkan kepala saat melihat kakaknya yang galak itu menjadi seperti ini.

"Permisi dokter," suara suster membuat Arsen mengalihkan pandangan ke arah suster itu.

"Sudah keluar?"

Suster itu memberikan amplop cokelat dan putih pada Arsen. Lalu, dia pamit setelah Arsen dan Alvaro mengucapkan terima kasih. Arsen membuka amplop putih kecil itu. Dia melihat hasil tes darah kakaknya.

"Ck!" Arsen mendecak.

"Kenapa?" Tanya Alvaro.

"Gejala typhus," ujarnya sambil menyodorkan satu lembar kertas.

"Trombosit darahnya sedikit di bawah normal," Arsen mengulurkan satu kertas lagi.

"Yang ini, hais! Aku ingin marah padanya!" Gerutu Arsen sambil memberikan satu lembar lagi kertas pada ayahnya.

"Dia nyaris terkena sakit kuning. Kenapa dia begitu bodoh?"

"Arsen..."

"Aku kesal, pi! Dia tidak menjaga kesehatannya sendiri dan bertahan sampai sekarang. Tidakkah dia tahu semua ini berbahaya?"

Arsen marah. Dia marah dan takut. Kalau sakit yang di derita kakaknya bertambah parah karena tidak diperiksakan sejak awal, dia yang akan paling merasa terpukul!

"Papi bilang dia merokok, kan?" Tanya Arsen dan Alvaro mengangguk.

Arsen keluar dan menemui suster juga dokter jaga disana. Dia meminta agar Arman menjalani rontgen. Dia kembali saat semua siap dan dia membawa Arman ke ruang pemeriksaan. Hasilnya, Arsen benar-benar mau meninju kakaknya nanti saat anak itu sadar.

Paru-parunya tidak sehat! Arsen bahkan menggeram saat melihat bagaimana keadaan paru-paru kakaknya. Dia meminta suster menambahkan obat untuk Arman. Selain infus untuknya, nanti Arman harus mengkonsumsi obat untuk paru-parunya.

"Awas saja kalau dia tidak kembali sehat seperti dulu! Aku hajar dia nanti!"


..............

Note:

Update liat mood nanti. Klo udah agak naik, Aku up...

Masih badmood gegara pagi2 dpt pesan dari admin wp yg isinya beginian


So, klo kalian lagi buka Xander's dan ada yg aneh atau hilang ya udah terima nasib aja, okey?😑

Berarti Kanzpia series abis ini bakal aku buat kurang dari biasanya. Dalam artian adegan tampol2an, pembalasan dendam, dsb bakal aku cut dan g ada di story. Dari pada pas ditongolin ada yg direport lagi...😅😅

See you soon, guys...

Ttd. Fionna_yona

Continue Reading

You'll Also Like

132K 7.5K 28
"Kamu harus nikah sama saya" ucap Denis. Mata Renita membulat kaget "Idih, apa-apaan? Enak aja" katanya dengan nada jijik. "Tidak ada penolakan! Kamu...
1.4K 66 30
"Hilang secara tiba-tiba, hadir membuat bencana." Kehadiran sosok itu membuat Violetta Alesha penasaran, pikirannya penuh dengan tanda tanya. Ia teru...
4.8K 506 29
"akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" Teriak ga...
4.5M 192K 49
On Going โ— Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...