[DS#2] Between Me, You and Wo...

By Fionna_yona

906K 54.7K 1.9K

Cerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai... More

Wajib Baca
Prolog
Mr. Gio Armano Kenneth Dimitra
Little Girl
Bingung 😮
What I've Done?
Kemarahan Arman
Would You Forgive Me?
Start Falling
Asha
bukan update
Arman's Anger
Atasan Aneh!
Bisa-bisa Jatuh Cinta
Gadis Kesayangan
I'm Right Here
Pretty Boy
Yes, I Would
I'm The Only One
Mempertahankan!
Serigala Betina🐺🐺
He's Back
Dimitra's Future Daughter-In Law
Give You All Of Me
Like A Child
Malu 🙈
Arman's Promise
He Did It
Have A Nice Dream
Girl's Quarrel
Pencarian Dimulai
Lega
Kemungkinan Terburuk
Aku Janji ✌
Tolong Jaga Dia
Keras Kepala
Pengusiran
Meminta Penjelasan
Pamit
Heran
Saving Her
Penjelasan
Janji
Meminta Restu?
Sempurna
Calon Menantu Dimitra
Selamat Malam 😴
Apa Aku Pantas?
Like an Alpha 🐺
Pantas Saja!
Bad Party
Bad Party, or Not?
Fitting
🎊The Day🎊
The Happy Ending? or Not?
Sucker
Sweetness in Ibiza
🛫 Flight Home 🛬
Sehat-Sehat
Kemurkaan Arman
Tunggu Sebentar
Princess Ella
Ketenangan
A Day With Ella
Welcome To The World
Prahara
Maaf
Maafkan Aku
Awas Saja!
Baiklah
Remarried
Takut
Selamat Malam😴
Scary Couple
Alvian Sakit
Anak Serigala🐺
Kembar Berdebat
Janji Arman
Ketika Si Kembar Berkelahi
Cepat Bangun!
Cepat Sembuh
Pelajaran Kecil 😈
Good Daddy
Dimitra's Next Daughter In Law
Insecurity
Like Father Like Son
Like An Angel
The Wise Albern
Terima Kasih (End)
Special Part 1 #1

Jangan Pergi!

8K 652 40
By Fionna_yona

Sebulan sudah berlalu sejak Albern lahir. Sebulan pula, Arman pulang untuk menemui putranya dan tinggal di apartment yang sama dengan sang istri walau tidak lagi berada di satu kamar dan ranjang yang sama. Arman selalu tidur di ruang kerjanya atau terkadang terlelap sambil menggendong Albern ketika anak itu menangis di malam hari. Seperti saat ini misalnya.

Arman sedang memberikan susu pada Albern. Beruntungnya, jika sudah mulai malam, Natasha akan menyetok ASI dan dia letakan di dalam kulkas kecil di kamar Albern. Karena itulah, Arman bisa menyusui putranya dengan perlahan tanpa membangunkan Natasha. Dia bukannya tidak mau bertemu atau sekedar bertatap wajah dengan Natasha. Dia hanya takut tidak bisa merelakan Natasha jika wanita itu memilih pergi nantinya.

"Albern... daddy sayang padamu. Kamu tahu itu, kan?" Ujar Arman pada putranya.

"Kalau nanti kita tidak tinggal bersama, Albern jangan benci daddy, ya? Marah dan kesal pada daddy boleh, asal jangan membenci daddy," ujar Arman lagi.

Bayi kecil yang tengah menyusu itu menatap Arman dengan mata cokelatnya yang sangat jernih. Arman tersenyum sendu.

"Terima kasih. Terima kasih, Albern sudah membantu daddy dekat dengan mommy selama beberapa bulan terakhir. Kalau bukan karena Albern, mommy tidak akan sudi berada di dekat daddy,"

Arman mengusap airmatanya dengan bahunya sendiri. Dia tersenyum kecil saat putranya menatapnya penuh senyuman di bibir yang sedang asyik menyedot botol susunya.

"Kamu sangat menggemaskan. Jadilah anak yang baik. Jangan nakal dan turuti apa kata mommy! Jaga mommy untuk daddy, ya?"

Kaki Albern menendang-nendang ke udara. Meski sedang dibalut dengan kain, kedua kaki kecil itu terus bergerak seolah tidak setuju dengan ucapan Arman. Arman terkekeh kecil.

"Daddy tahu, jagoan. Dia tetap ratu kita. Sampai kapan pun,"

Arman menepuk punggung putranya saat anak itu selesai menyusu. Sampai anak itu bersendawa, barulah Arman kembali menimang pelan dirinya. Sangat pelan karena Arman takut putranya muntah nanti jika dia menimang terlalu kuat.

"Dengar. Daddy sudah membeli rumah untuk kita, sayangnya. Rumah itu bukan kita bertiga yang tempati. Tapi, hanya kamu dan mommy yang akan menempatinya. Rumah itu sepenuhnya milik kalian,"

"Jangan beritahu mommy, okey!?"

"Daddy minta maaf. Daddy dulu tidak pulang kesini dan menemani kalian tidur sampai mommy harus tidur dengan bantuan obat penenang,"

Arman merasakan tenggorokannya mulai tercekat. Dia mengingat kembali bagaimana berbahayanya keadaan saat itu.

"Daddy minta maaf, Albern. Saat itu kamu kesakitan ya? Pasti sangat sakit, kan? Maafkan daddy. Daddy sudah menyakitimu,"

Arman mendekap erat bayinya. Dia mengecupi kening dan puncak kepala bayinya dengan sayang.

"Daddy benar-benar minta maaf, sayang. Maafkan daddy,"

"Tapi, daddy tidak seperti yang orang-orang katakan. Daddy tidak pergi dengan tante Lia. Ya, daddy pergi dengannya tapi, itu untuk membicarakan rumah besar kita. Ah, tidak. Maksud daddy rumah besar mommy dan kamu,"

"Daddy mau memberimu dan mommy kejutan. Sayangnya, bukan mommy dan kamu tapi, daddy yang harus dikejutkan dengan permintaan mommy,"

Arman menunduk dengan cepat dan mengusap pipi putranya.

"Jangan marah pada mommy, okey!? Itu salah daddy. Marahlah pada daddy,"

Arman mengecup kening bayi itu saat anaknya sedang menguap lebar.

"Daddy mencintai mommy dan kamu. Selamanya akan selalu begitu. Meski kamu dan mommy pergi nanti, tidak akan ada orang lain yang mendampingi daddy. Tidak akan pernah ada. Hanya kalian saja orang yang spesial dan berhak untuk tetap tinggal di hati dan pikiran daddy,"

Arman memejamkan matanya perlahan saat kantuk menyerangnya. Putranya sudah lebih dulu terlelap dalam pangkuannya. Dia bahkan tidak sadar, kalau sejak putra mereka menangis, sejak saat itu Natasha terbangun dan mendengar semua hal yang Arman bicarakan dengan bayi mereka.

Kini setelah Arman terlelap, Natasha yang tidak bisa tidur. Memang setelah Arman pergi sewaktu Albern lahir, perempuan itu datang dan menjelaskan semuanya pada Natasha. Perempuan yang bernama Lia itu bahkan sudah bersuami dan beranak empat. Jelas saja, Natasha terkejut dan tidak percaya. Namun, Alvaro memberikan empat map kepada Natasha. Alvaro mengatakan segala hal yang Arman pesankan padanya. Keempat map itu Natasha lihat isinya, dan benar.

Ada sebuah rumah besar di bilangan Jakarta Utara untuknya. Atas namanya. Rumah yang katanya menjadi alasan kenapa Arman tidak pulang ke rumah setiap malam. Rumah yang menjadi alasan Lia bertemu Arman di kantor dan restoran. Rumah yang membuat Arman juga Lia harus rela menenggak bergelas-gelas alkohol demi bisa mendapatkan barang untuk mengisi rumah itu.

Selain itu, ada dua perusahaan keluarga Dimitra yang sudah dibalik nama menjadi miliknya dan satu untuk Albern. Semua itu Arman berikan padanya. Rumah besar itu pun, Natasha sebenarnya penasaran. Hanya dia tidak pernah berani kesana.

Sebulan mereka tinggal dalam satu apartment namun, tidak pernah bertemu. Mereka pernah satu kali berpapasan. Saat itu Albern menangis, Arman yang masih berbalut bathrobe menghampiri Albern dan saat itu dia tengah menggendong juga menyusui Albern. Arman sempat tertegun sejenak sebelum dia meminta maaf dan pergi keluar dari kamar Albern.

Natasha rasa, Arman dan Lia tidak berbohong padanya ataupun Alvaro. Dilihat dari bagaimana keadaan Arman saat ini. Pria itu nampak lebih kurus dari biasanya. Bahkan kalau dia tidak salah ingat, Bian mengatakan pernah beberapa kali memergoki Arman merokok. Padahal, Arman biasanya sangat anti dengan benda itu.

Arman terbangun dari tidur singkatnya. Dia menggendong perlahan putranya dan membaringkan anak itu di box bayi yang terpaksa dia angkut kesini dari rumah yang sempat menjadi rumah impiannya. Sekali lagi Arman tersenyum miris.

Arman memilih keluar dan membuat kopi. Dia akan mengerjakan pekerjaannya lagi malam ini dan berangkat lebih pagi agar bisa memberi jarak antara dirinya dan Natasha. Arman rindu namun, tidak berani mengusik ketenangan Natasha.

Langkah kaki Arman terhenti saat melihat siluet sang istri tengah berdiri di dapur, muncul di depannya. Apakah dia tengah melindur? Mungkin, dia terlalu rindu pada istrinya sampai melindur seperti ini.

Arman mendekat. Dia memeluk pinggang ramping itu dengan erat. Keningnya dia tempelkan di bagian belakang kepala istrinya.

'Biarlah. Walau hanya sebuah ilusi, setidaknya aku bisa memelukmu,' batin Arman.

"A-Arman?"

"Hm?"

"Kamu belum tidur?"

"Belum. Kamu kenapa belum tidur?"

"Tidak bisa tidur. Aku membuat susu hangat. Siapa tahu setelah itu aku bisa tidur,"

"Hn. Minumlah susu hangat dan segera istirahat. Jangan meminum obat penenang lagi!" Ujar Arman lirih.

"Kamu mau aku buatkan susu atau teh?"

"Tidak. Biarkan seperti ini sebentar,"

Arman yang masih memejamkan mata itu meresapi kebersamaannya dengan sang istri. Demi Tuhan! Dia tidak mau berpisah dengan istrinya!

"Kenapa tidak tidur di kamar saja?"

"Hm?" Arman masih memejamkan matanya hanya menjawab sekenanya.

"Kamar. Kenapa tidak tidur di kamar saja?"

"Memangnya kamu tidak keberatan?"

"Tidak. Aku tidak keberatan karena, aku tidak menggendongmu,"

Arman terkekeh kecil. Kekehan itu membuat Natasha tahu betapa Arman tersiksa sepertinya.

"Kamu lucu, sayang. Bagaimana mungkin kamu menggendongku yang beratnya dua kali badanmu? Yang ada kamu tertindih olehku,"

"Karena itu, harusnya kamu yang menggendongku,"

"Hn,"

Hening. Arman merasa mimpinya sudah berakhir. Saat dia bangun, dia akan berada di kamar Albern dan sedang memangku anak itu.

"Aku sudah selesai minum susu. Kamu mau ke kamar atau mau tidur disini?"

"Terserahmu. Aku bisa tidur dimanapun,"

"Gendong aku ke kamar kalau begitu,"

"Hn,"

Arman melepaskan pelukannya dan membuka matanya. Dia menggendong Natasha dengan bridal style dan membawa istrinya ke kamar yang seharusnya menjadi kamar mereka. Arman membaringkan sang istri di atas ranjang dan hendak beranjak jika saja, Natasha tidak menarik tangannya. Beruntung, Arman dengan sigap menahan bobot badannya atau dia akan menindih istrinya.

"Kenapa?" Tanya Arman.

Dari jarak sedekat ini dia bisa melihat paras cantik istrinya. Dia rindu sang istri. Sangat rindu.

"Tidur disini saja,"

Arman mengangguk. Dia merangkak melewati Natasha dan membaringkan badan di sebelah Natasha. Dia memejamkan mata dan terlelap dengan cepat.

"Apa kamu sedang melindur tadi? Kamu tidak akan mau menurut untuk ikut kesini jika kamu tidak sedang melindur," bisik Natasha sambil mengusap pipi suaminya yang mengurus.

"Maaf, Arman. Maaf aku sudah begitu egois,"

............

"Engghh..." Arman mengerang kecil. Dia membuka matanya saat matahari terasa sangat menyilaukan.

Arman mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum dia melompat duduk dengan kaget. Dia ada di kamarnya. Bukan di kamar Albern atau di ruang kerjanya. Arman segera beranjak dari sana dan mengambil satu set pakaiannya dari lemari. Saat itulah, lengan ramping berjemari lentik memeluk pinggangnya dengan kuat. Bahkan sebuah kepala bersandar nyaman di punggungnya.

"Selamat pagi, Arman,"

Sapaan itu membuat Arman mematung. Apa dia masih bermimpi? Jika iya, tolong jangan bangunkan dia!

"Arman..." panggilan itu membuat Arman terdiam dan merasakan matanya mulai memanas.

"Aku mencintaimu," ujarnya disertai kecupan-kecupan kecil di punggung Arman yang masih berbalut kaus berwarna cokelat.

Sungguh Arman tidak tahan lagi. Dia menangis disana. Dia terlalu merindukan semua ini. Sangat rindu sampai rasanya sesak. Arman ingin egois tapi, tidak ingin menyakiti istrinya. Arman diam saja saat badannya dibalik perlahan untuk menatap wajah ayu istrinya.

"Jangan menangis!" Ujar istrinya sambil mengusap kedua pipi Arman.

Arman menggenggam kedua tangan itu dan menahannya untuk tetap di pipinya. Dia tetap menangis. Hanya Natasha saja yang bisa membuatnya menangis selain kakaknya.

"Jangan pergi! Aku mohon jangan!" Pinta Arman dengan sangat lirih.

"Maafkan aku. Aku minta maaf. Maki aku, pukul aku, atau hina aku, tapi jangan pergi!"

Continue Reading

You'll Also Like

5.5K 355 12
[COMPLETE•Follow first] bagaimana jika Jimin menjadi kekasihmu? Short Story. Park Jimin x You. "Malam ini, ayo bertemu." @2019. -혜치-
3K 227 12
"Aku melihatnya dan aku mencintainya. Aku mencintainya dalam sekejap mata, apakah aku salah? Apakah aku berdosa karena mencintai pria yang ternyata t...
4.9K 507 29
"akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" Teriak ga...
1.3M 191K 56
Archie Wilson merupakan anak dari pria yang terkenal sultan dan berbahaya, Valdo Wilson. Ketika sang ayah mengatakan jika harus berpacaran dengan per...