3600 Seconds from Merapi

By greatoldsoul

1M 108K 4.8K

Dipaksa mendaki Gunung bersama beberapa anggota pecinta alam membuat Khanaraya Raisa komat-kamit melontarkan... More

Nara dan Si Muka Beku
Nyasar
Sah(?!)
Kedai Kopi, We Start It!
Zonk!
Penjelasan
Rakan Kok Aneh?
Mak Comblang
Dua Kali
Berusaha
Damn!
Orang Baru
First Kiss?
Gagal Ngampus
Terserah Kamu
Go Public?
Tidak Sulit
Macem-macem
Marah Full Episode
Rahasia
Tiba
PASUTRI
Membingungkan
Keluarga Bahagia
Bye-bye Mantan
[PROMOTE] CERITA BARU AKU!!!
Wedding Dream
Kating Good Looking vs Maba Upik Abu
The Wedding Plan
Luka Baru

Iya, Aneh

31.9K 3.6K 146
By greatoldsoul

Udah lama banget ya ga update huhu:(

Ada yang pada kangen nggak nih?

But, happy reading first :*

***

Area kampus sangat padat di jam sembilan pagi. Nara mengangkat totebag kuningnya ke atas kepala, berusaha menghalau panas matahari yang menyengat. Meski usahanya itu tidak sepenuhnya berhasil, minimal mukanya terlindungi. Maklum, skincare sekarang mahal.

Menurut penuturan dosen, kelas akan dimulai setengah jam lagi. Nara cukup senang, ia masih punya waktu untuk mencicil tumpukan tugas mata kuliah lain yang membuat kepalanya penat.

Saat melewati gedung FISIP, telinganya menangkap beberapa orang menyebut namanya dua atau tiga kali.

Perasaan nggak kenal sama anak FISIP sama sekali, deh.

Sekali lagi namanya disebut, nggak mungkin ada hantu panas-panas begini.

Saat ia menoleh, beberapa kerumunan laki-laki tertangkap basah menunjuk ke arahnya. Satu di antaranya adalah Bayu, kakak tingkat yang datang ke pesta bersama Anya seminggu yang lalu.

Semuanya berhenti menunjuk dan tampak menahan tawa saat Nara melempar tatapan bingung. Satu orang lagi tersenyum tipis padanya.

Dasar orang-orang aneh!

Sesampainya di muka kelas, ia menghela napas menatap deretan bangku belakang sudah terisi penuh. Hanya sisa beberapa bangku kosong di tengah dan depan.

Udah berangkat awal, tetep aja dapat deret sialan!

"Anak-anak tuh berangkat jam berapa sih?" Tanyanya pada Anya yang sudah lebih dulu nangkring di bangku ujung depan.

"Mana gue tau, orang gue baru dateng." Jawab Anya santai.

Tidak menyahut lagi, Nara mulai mengeluarkan beberapa lembar folio dan menulis essai di atasnya. Hingga dosen masuk dan menuntut Nara untuk berhenti dari kegiatannya dan fokus pada materi yang disampaikan.

***

Pertengahan hari sudah terlewati beberapa menit lalu. Nara menyecap es jeruk buatan Bu Aim, es jeruk terbaik sejagat raya, katanya. Sebab dengan segelas es jeruk itu, moodnya bisa meningkat drastis setelah sebelumnya tidak berhenti mengutuk tugas yang selalu menambah di akhir kelas.

"Parah ini manisnya kebangetan." Komentarnya.

Anya diam tidak menimpali, gadis itu justru asyik dengan ponselnya. Membuat Nara mengernyit penasaran.

"Chat sama siapa lo?" Tangannya merampas ponsel Anya dengan cepat.

Bayu. Nama itu tertera di chat sematan.

"Anjir gila lo serius sama Bayu?!" Pekik Nara membuat Anya buru-buru membungkam mulutnya dengan telapak tangan.

"Jangan kenceng-kenceng kenapa sih itu mulut." Gerutu Anya.

Beruntung suasana kantin cukup ramai, mampu menghalau pekikan kencang Nara barusan.

"Lo taken sama dia? Nggak cerita lo sama gue!"

Anya menghela napas pelan, "nggak taken, cuma deket doang. Tapi gue takut."

"Takut kenapa?"

"Ya gitu, dia kan cakep, temennya cantik-cantik, pasti bakal gampang dapet yang baru."

Nara tertawa renyah, "kalo sayang mah nggak bakal ninggal."

Anya melempar sebutir kacang pada Nara, "sok iye, omongan lo udah kayak apaan aja deh."

Dari pintu masuk, Nara tiba-tiba menangkap sosok Bayu bersama dua temannya, yang satu tidak lain adalah lelaki yang tersenyum singkat ke arahnya pagi tadi. Namun Bayu buru-buru memisahkan diri dan menghampiri Anya dengan senyum mengembang di wajah.

Manis sih, tapi songong. Batin Nara.

"Sorry ya gue tadi kumpul sama anak-anak dulu." Katanya mengawali percakapan dengan Anya.

"Oh iya, gue belum lama juga kok di sini." Jawab Anya basa-basi.

Belum lama apaan? Orang udah habis siomay sepiring. Kutuk Nara dalam hati.

"Kita langsung cabut?"

"Iya."

Bayu tampak membantu Anya mengenakan tas punggungnya dengan sok lembut, membuat Nara sedikit bergidik. Cringe.

"Gue duluan ya, Ra." Pamit Anya.

"Oh ya, Nara. Lo dapet salam dari Adit, itu temen gue yang pakai baju biru."

Nara dan Anya seketika mengernyit bersamaan, seiring keduanya mengikuti arah jari Bayu yang menunjuk satu sosok di meja tengah.

Dia lagi. Laki-laki yang tersenyum itu lagi. Nara menelan ludah, dari tampilan dan wajahnya bisa dipastikan dia bukan laki-laki kalem dan baik.

Pasti kerjaannya clubbing, mabuk-mabukan.

Iya, Nara memang juara satu cabang suudzon.

"Nggak mau titip salam balik, nih?"

Nara menggeleng pelan. Bukannya sombong, tapi menurutnya lebih baik direject dari awal aja daripada kelamaan makin dipepet makin susah nolaknya.

Bayu tertawa singkat, "yaudah kita duluan ya."

Anya melambaikan tangan, dan keduanya pergi menyisakan Nara dengan piring dan gelas kosong, serta tanggungan bayar makan siangnya sekaligus Anya.

Anya sialan!

"Tahu gini gue milih nunggu Rakan biar duit gue utuh!"

***

Bosan, Nara memilih duduk di pelataran mushola utama kampus. Sehari ini ia harus tetap berada di kampus hingga malam, menunggu jadwal kelas yang kejam, tidak ada baiknya sama sekali. Selisih satu jam, atau dua jam, kalau ditunggu bikin capek, kalau ditinggal nanti baliknya susah. Nara kan mageran.

"Sendirian aja?"

Nara menoleh menatap laki-laki berbaju biru, yang menurut Bayu bernama Adit. Sudah bosan, ditambah bertemu laki-laki ini untuk kesekian kalinya hari ini membuat mood Nara semakin merosot.

"Iya." Jawabnya datar.

"Nungguin kelas?" Laki-laki itu kini duduk menyejajarinya. Ujung rambutnya masih basah, mungkin baru selesai sholat ashar.

Oke, kayaknya dia nggak badung-badung amat. Pikir Nara mengurangi hipotesis buruknya

"Nara, kan? Anak psikologi?"

Nara menoleh dengan alis bertautan, "kok tau?"

Lelaki itu mengulurkan tangan, "Adit."

Nara tidak menyambut uluran tangan itu, hanya menjawab "iya udah tau."

"Kok tau?" Nara memiringkan posisinya, menatap tidak suka pada Adit yang mencoba menggodanya.

"Gue becanda kali, serius amat." Kata Adit diakhiri tawa pelan.

Nara terdiam enggan menanggapi.

Kalau sampai 5 menit ini orang nggak pergi, gue yang pergi.

"Tau nggak? Lo itu menarik, dan kita pasti bakal ketemu lagi habis ini."

Hingga Adit melenggang pergi, Nara masih saja terdiam, namun kali ini perasaannya mengatakan jijik pada ucapan Adit barusan.

Dikira dia Dilan apa?

Belum sampai melanjutkan cercaan lainnya, teleponnya berdering. Panggilan yang paling ia tunggu-tunggu hari ini. Panggilan dari Rakan yang sibuk dengan bimbingan skripsi dan seabrek urusan mahasiswa semester akhir.

"Halo?"

"Halo, kamu di mana?"

Suaranya terdengar lelah sekali.

"Di mushola depan, kamu udah selesai?"

"Iya, aku ke sana ya?"

Telepon dimatikan sepihak, Nara bahkan belum sempat menyahut iya.

Tidak lama Rakan datang dengan raut sayu. Rambutnya acak-acakan, begitu pula dengan kemeja yang dikenakannya. Ia menghampiri Nara dan langsung duduk di sampingnya. Menyerahkan sebotol teh kemasan pada gadis itu.

"Capek banget ya?"

Rakan menyunggingkan sudut bibirnya tersenyum.

"Iya." Jawabnya kemudian.

Suasana kendaraan di jalanan depan mulai mengisi suasana.

"Habis ini pulang?" Tanya Nara memecah keheningan.

"Nggak tahu, tapi masih banyak kerjaan buat lusa."

Rakan merebahkan diri, merasakan dinginnya lantai mushola yang menjadi favorit kebanyakan mahasiswa.

"Pulang aja, udah capek banget."

Sekitar masih sangat sepi, maka Nara mengambil kesempatan untuk mengelus singkat dahi Rakan yang sedikit berkilau terkena terpaan sinar matahari sore.

"Pijitin, Ra." Pinta Rakan dengan mata yang mulai terpejam.

Suara itu sirat akan keluhan, seakan manusia dengan setumpuk beban itu baru saja menemukan rumah.

"Nggak bakal ada yang lihat kok."

Nara buru-buru memijit pelan dahi Rakan, berharap bisa menghilangkan sedikit saja penat lelaki itu.

"Aku pulang kalau kamu pulang, Ra."

Nara mengernyit, "lah aku kan masih lama di sini."

Rakan membuka mata untuk menatap gadisnya, "iya aku tungguin."

"Nggak ah, nggak usah. Kamu pulang duluan biar bisa istirahat. Katanya kerjaan buat lusa banyak."

Kalau begini, Nara bisa jadi jagonya ngomel.

"Tapi aku nggak mau ninggalin kamu."

"Apaan sih!" Nara terkekeh menatap Rakan, "biasanya juga ditinggal."

"Tapi sekarang nggak mau ninggalin kamu lagi."

Keduanya mengatur posisi saat tiba-tiba beberapa mahasiswi datang dan saling melempar tatapan satu sama lain. Tatapan khas mahasiswi yang baru saja dapat bahan untuk ghibah.

Rakan yang sudah duduk kembali merebut minumannya dari tangan Nara. Masih tersisa seperempat botol untuk meredakan haus bandelnya.

"Kamu nggak usah kelas terakhir deh."

Nara memutar bola matanya. Lagu lama, tukang mohon-mohon biar gue bolos banget sih satu orang ini.

"Biar sekarang bisa pulang."

"Emang kenapa sih kalau pulang sendiri?"

Bukannya nyolot, Nara hanya merasa ada yang ditutupi oleh Rakan.

"Nggak tenang, kepikiran aja."

"Aneh kamu tuh."

"Ya? Please." Sekali lagi Nara memutar bola mata sangat jengah, ia selalu lemah dengan puppy eyes milik Rakan.

"Udah bolos berapa kali aku semester ini."

"Belum maksimal kan?"

Rakan memang tidak bisa dibantah, selalu menang.

"Yaudah deh iya iya pulang sekarang."

Nara bergegas mengemas barang-barangnya yang tadi masih tergeletak, memasukkannya ke dalam tas dengan rapi.

"Ra, tapi jangan ngambek." Genggaman Rakan pada Nara semakin erat.

Nara menutupi senyumnya di balik helaian rambut. Harusnya ia marah karena dipaksa membolos kelas, tetapi ia justru senang dengan pilihannya. Asal itu bersama Rakan.

Dia selalu bisa bikin gue ngerasa benar saat ngelakuin hal yang salah.

"Ra.."

"Enggak aku nggak ngambek." Nara bahkan sudah mulai mengenakan sepatunya.

"Ntar sampai rumah marah kan pasti?"

"Yaampun enggak ih beneran aku nggak marah." Bantah Nara meyakinkan.

"Senyum dulu." Pinta Rakan.

Nara menampilkan senyum terpaksa, menciptakan raut konyol di wajahnya, "kebanyakan permintaan kamu tuh."

Rakan tertawa menanggapi gerutuan Nara. Selalu menyenangkan membuat Nara kesal, karena gadis itu tidak akan pernah marah padanya. Paling-paling berujung tawa dan rengekan, dan Rakan paling suka rengekan Nara.

Saat berjalan menuju tempat mobil terparkir, Nara teringat Adit dan semua keanehan hari ini.

"Kamu tahu nggak, masa temennya Bayu yang deket sama Anya tiba-tiba titip salam ke aku hari ini. Padahal aku nggak pernah kenal dia."

Rakan terdiam, namun ekspresinya berubah.

"Terus sebelum kamu dateng tadi dia nyamperin aku, bilang katanya kita pasti ketemu lagi habis ini. Aneh banget kan?"

Rakan terdiam beberapa saat, mengumpat dalam hati. Jangan sampai malaikat kecilnya ini tahu soal Adit dan dirinya.

"Rakan? Kamu dengerin aku nggak sih?" Nara menyentak sedikit kesal karena kebungkaman Rakan.

"Iya, aneh. Nggak salah aku maksa kamu pulang bareng aku sekarang."

***

Ini readers udah pada ngebet minta update yaa

Maaf aku sibuk bangett sama tugas dsb *sok sibuk bgt sih hehe

Doain besok-besok update ga kelamaan yaaa

Btw aku gapernah cek wattpad pas aku buka tiba-tiba udah 2.9k readers aja, hampir 3k mo nangis aja rasanyaaaa

With love, D


Continue Reading

You'll Also Like

422K 63.5K 32
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
536K 40.9K 51
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
507K 47.6K 111
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
97.8K 19.2K 24
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...