There You Are

By SweetLadyRose

81.3K 3K 45

Alex Ryder seorang Direktur suatu perusahaan keluarga yang senang menghabiskan waktu luangnya dengan bermain... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27 (Last)

Part 14

2.2K 99 0
By SweetLadyRose

Di akhir pekan, aku berada di apartemen Alex. Kita baik-baik saja, benar-benar tenang seperti hari sebelumnya sampai seseorang menekan bell pintu apartemen Alex.

Aku membukakan pintu untuk orang yang menekan bell karena Alex sedang berada di kamar mandi. Pria paruh baya didepanku ini mengatakan jika dia adalah ayah Alex. Aku tidak tau apa dia ayah kandung Alex atau ayah tirinya, ayah Ryan. Aku tidak pernah bertemu dengan keduanya jadi aku tidak dapat menebak.

Tapi, melihat wajah pria di depanku ini, dia memiliki fitur wajah yang sama dengan Alex. Matanya sangat mirip dengan mata abu-abu Alex.

"Apa anda ingin meminum sesuatu?" Tanyaku menghilangkan kesunyian. "Oh ya, terima kasih" ujarnya. Aku melangkah ke dapur meninggalkannya duduk di sofa ruang tamu. Aku mengambil gelas kaca dan mengisinya dengan air, jus jeruk yang berada didalam kulkas.

Aku kembali dan memberikannya gelas tersebut. Pria ini tidak seperti yang aku bayangkan. Alex mengatakan jika ayahnya seorang alkoholik, tapi pria di depanku ini mengenakan tuxedonya, sangat rapih, matanya begitu cerah tidak menandakan dia adalah pencandu alkohol.

"Kau kekasih Alex?" Tanyanya dengan ramah padaku. "Umm..teman Alex" ucapku membalasnya dengan senyuman. Aku melihatnya menganggukan kepala dan meminum air didalam gelas.

Aku mendengar langkah kaki dari arah tangga. Aku berdiri, menoleh ke arah Alex yang berjalan menghampiri. Matanya terbuka sangat lebar begitu melihat orang yang berada disofa. Melihat ekspresinya aku semakin yakin jika orang yang berdiri dihadapan Alex sekarang ini adalah ayah kandungnya.

"Kau membukakan pintu untuknya?" Mata Alex kini menatapku, matanya penuh dengan kemarahan. "Aku..dia Ayahmu, jadi aku pikir..."

"Kau tidak berhak menerima tamu dirumahku!" Ucap Alex sedikit membentak membuatku menatapnya penuh ketakutan. Aku tidak takut dengannya, aku takut masalah ini akan menghilangkan kebahagianku selama beberapa hari ini bersama Alex.

"Aku yang memintanya untuk membukakan pintu, dia tidak salah Alex" ucap Ayah Alex.

Alex menatapnya kembali. "Oh ya, dan kau tidak perlu datang kesini, apa yang kau inginkan?" Ujar Alex.

"Who the F— yang memberitahu alamat rumahku. Are you f—ing come to Ryan's house?" Terdengar nada marah disetiap kata yang dikeluarkan oleh Alex.

"Alex, kita perlu bicara dan aku datang kesini karena kau tidak pernah datang saat aku memintamu untuk menemuiku" ujar pria tersebut.

"Tentu saja aku tidak akan datang untuk menemui orang yang telah mencampakkan keluarganya sendiri" ujar Alex mengepalkan tangannya, matanya semakin merah. Ini tidak baik. Aku tidak pernah melihat Alex semarah ini sebelumnya. Ini membuatku sangat tidak nyaman. Aku ingin keluar dari tempat ini tapi aku tau jika aku pergi meninggalkan mereka berdua sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.

"Tidakkah sudah saatnya kita berbaikan? Aku sudah berusaha untuk menemuimu dan menebus kesalahanku. Ayo Alex, aku yakin ibumu juga menginginkan kita berbaikan"

"Jangan pernah kau sebut ibuku dalam kalimatmu!" Alex melangkah maju, ia siap untuk berkelahi. "Aku minta maaf Alex," ucap Ayah Alex yang terlihat sangat putus asa saat mengatakan itu.

"Pergilah!" Ucap Alex dengan tegas, ia sangat menahan amarahnya. Aku yakin saat melihat betapa kerasnya urat yang berada ditangannya saat ia mengepalkan tangan.

"Jika kau berjanji untuk memaafkanku, dan kita akan makan malam bersama" ucap ayah Alex.

"F—!!" Alex melangkahkan kakinya kembali naik ke atas. Meninggalkanku bersama ayahnya dengan kecanggungan.

"Sepertinya Alex tidak ingin bicara denganku, dan aku tidak yakin dapat bicara dengannya lagi. Tapi, apa kau bisa memberikan ini padanya dan membuatnya datang?" Ujar ayah Alex memberikanku sebuah amplop. Aku mengambilnya, jantungku berdetak sangat cepat memikirkan apa yang ada didalam amplop itu.

Aku mendengar suara dentuman. Suara pintu yang tertutup sangat keras membuatku bergedik.

"Aku harap dia akan datang, maaf telah mengganggu kalian" ujarnya memberikan senyuman ramah. Aku tidak tau apa yang harus aku katakan, aku terkejut dengan semua ini. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Aku tidak yakin jika aku dapat membuatnya datang tapi aku akan coba memberitahunya" ucapku. Aku seharusnya tidak mengatakan itu karena aku tidak yakin dapat membawa percakapan ini pada Alex. Aku tidak ingin mengacaukannya lagi.

"Terima kasih, kau terlihat sangat baik. Alex beruntung memilikimu" ucapnya tersenyum. "Ya.." aku membalasnya dengan senyuman. Senyuman yang aku usahakan tidak terlihat begitu canggung.

Setelah aku mengantar ayah Alex sampai pintu. Aku mendengar suara barang-barang yang mengenai lantai. Mengakibatkan suara keras terdengar dari kamar Alex. Ini semakin membuatku khawatir dan takut. Selanjutnya aku mendengar suara pecahan kaca.

Aku segera pergi ke kamar Alex dan betapa terkejutnya saat aku buka, serpihan kaca lampu hias yang tadinya berada disamping tempat tidur Alex kini hancur berada dilantai.

Aku menatap Alex yang duduk dilantai bersandar pada ranjang. Aku berjalan perlahan menghampirinya berusaha untuk tidak mengenai pecahan kaca yang berada dilantai. Semakin dekat dengan Alex, aku melihat tangan Alex yang memar. Apa yang dia pukul membuat tangannya seperti itu?. Aku melihat sekeliling dan melihat pintu lemari Alex yang memiliki goresan pukulan Alex. Ya, lemari hanya memiliki goresan tapi aku yakin tangan Alex bisa saja hancur.

"Apa yang kau lakukan?" Ucapku berjongkok didepan Alex. Meraih tangannya untuk melihat lukanya. "Bisakah kau bicara saja tidak perlu menyakiti badanmu seperti ini?" Lanjutku menatap matanya yang memerah, mata abu-abunya menjadi gelap tidak cerah seperti biasanya.

"Aku tidak memerlukanmu disini" ucap Alex menatapku tajam. Menghempaskan tanganku. Aku menatap balik matanya. Matanya selalu terlihat tajam namun tidak seperti ini. Aku melihat hal yang baru dari Alex.

"Aku akan tetap disini." Ujarku. Ia menurunkan tatapannya pada lantai dan tersenyum miring. "Aku tidak memerlukan belas kasih atau semacamnya. Aku benci itu" ucap Alex berdiri.

"Aku ingin membantumu" Aku ikut berdiri, dihadapannya. Alex kembali menatapku. "Aku ingin kau pergi" ujarnya dengan tegas. "Kau benar ingin aku pergi?" Aku melangkah maju mendekatinya tapi Alex mundur. Ia melangkah ke belakang, menjauh dariku.

Ia tidak menjawab pertanyaanku dan hanya terdiam menatapku. Tidak menunggu jawabannya lagi, aku melangkah menuju pintu. Sebelum aku membuka pintu lebar, Alex menutupnya kembali. Ia menghadapkanku padanya dan menangkup wajahku. Segera mencium bibirku. Kali ini ia tidak lembut, dia lebih cepat dan kemarahannya dapat aku rasakan.

Alex melepaskan ciumannya namun tidak menjauhkan jarak antara wajahnya dengan wajahku. "Aku membutuhkan pengalihan untuk menghilangkan amarahku" ucap Alex menempelkan keningnya dengan keningku.

"Aku sudah bilang padamu jika aku ingin membantumu" ucapku menyentuh tengkuknya. Mendaratkan bibirku dibibirnya lebih dulu. Aku merinding merasakan ini. Aku bukanlah aku. Aku tidak pernah menjadi diriku yang polos lagi dan imageku sebagai seorang gadis baik-baik menghilang saat bersama Alex. Atau inikah diriku?. Tapi aku tidak mempedulikan itu sekarang. Aku merasa baik-baik saja menjadi pengalihan amarah Alex. Aku tidak ingin dia merusak barang-barang dikamarnya dan melukai dirinya sendiri.

...

Aku memperhatikan wajah Alex yang memejamkan matanya disampingku. Dia tidak tertidur, aku mendengar nafasnya yang ringan tidak berat seperti orang yang sedang tidur. Keningnya berkerut.

Tanganku bergerak, jari telunjukku menyentuh keningnya yang mengkerut. Apa yang sedang ia pikirkan? Aku dapat menebaknya dia masih terlihat marah.

Alex membuka matanya dan aku bertemu dengan mata abu-abunya yang indah itu. Aku tidak akan bosan untuk menatap mata abu-abunya.

"Kau ingin menceritakannya sekarang? Kau tau, aku mungkin akan terus menanyakannya sampai kau ingin bercerita" ucapku. Alex menghela nafasnya. Tangannya menarikku, membawa tubuhku untuk dipeluknya.

"Aku membencinya..sangat membencinya karena banyak hal. Terlalu banyak alasan mengapa aku membencinya dan aku tidak tau bagaimana menceritakannya padamu" ucap Alex menyeka rambutku yang menghalangi wajah ke belakang telinga.

Aku menatapnya, terdiam dan menunggu untuk Alex membuka suaranya kembali.

"Dia tidak pernah berada dirumah. Aku tidak tau kenapa dia menjadi seseorang yang bodoh dan memilih untuk bersenang-senang menikmati alkohol dan obat-obatan. Dan aku tidak ingat kapan dia dalam kondisi sadar. Dan karena kebodohannya ibuku harus bekerja dari pagi hingga malam untuk membayar segala biaya." Alex berhenti sejenak, aku dapat melihat raut wajahnya yang memperlihatkan kesedihan dan kebencian.

"Setelah itu, dia pergi tanpa menemuiku lagi. Saat itu aku merasa bersyukur dia tidak ada, tapi setelah dia pergi ibuku menjadi tambah kesulitan. Dia tidak pernah mengabarkan keberadaannya lagi, dan aku tidak pernah melihatnya." Suara Alex terdengar gemetaran. Aku menggeser tubuhku untuk lebih dekat lagi dengannya. Aku tau ini sulit untuknya bercerita.

"Kau tidak perlu melanjutkannya jika itu sulit. Maafkan aku memaksamu untuk bercerita" ujarku memeluk Alex lebih erat. "Tidak, aku merasa lebih baik menceritakan ini" ucap Alex. Aku mengangkat kepalaku menatap Alex yang juga menatapku.

"Kau tau alasan lainnya aku membenci dia?. Dia tidak pernah datang saat aku mencoba menghubunginya karena ibuku mulai sakit. Oh ya, aku senang dia tidak menjawab saat itu karena ibuku bertemu dengan ayah Ryan. Dia sangat baik dan membantu kami."

"Bahkan saat ibuku berada dalam koma dia juga tidak datang sampai hari pemakaman. Dia datang setelahnya, di saat itu aku benar-benar membencinya. Dia terlihat sangat baik, rapih, tidak seperti dia sebelumnya dengan penampilan yang sangat kacau. Dia terlihat bahagia setelah apa yang dia lakukan padaku dan ibuku..."

Aku mengecup bibir Alex dengan lembut. Aku merasa dia sudah cukup terbuka kali ini. Aku tidak ingin membuatnya menjadi tidak nyaman setelah menceritakan ini.

"Kau telah bekerja keras melewati masa-masa itu. Dan kau sangat kuat menemani ibumu" ujarku menatapnya. Aku melihat tatapanya mulai tenang. "Ya, kau tidak perlu menemuinya jika kau tidak mau" tambahku mengelus pipinya.

Alex kemudian kembali memelukku. Mengecup keningku dan menutup matanya kembali. "Aku ingin tidur sekarang" ujar Alex. "Okay, setelah itu kau harus merapihkan kamarmu" ucapku. Alex terkekeh, ia membuka matanya kembali dan menatapku.

"Tidur saja dulu sekarang, aku akan memikirkannya nanti" ucap Alex.

"Tidak, kau benar-benar harus merapihkan apa yang kau rusak" ucapku. Alex tersenyum tipis. "Ok" jawabnya. Aku mengeratkan pelukanku dan menyembunyikan kepalaku didada bidang Alex.

"Ayahku meninggal karena overdose. Aku tidak tau jika ayahku pengguna obat-obatan sampai hari itu, hari dimana aku melihat tubuh kaku ayahku tergeletak diatas lantai rumah lamaku" ucapku. Aku ingin menceritakannya pada Alex. Dia sudah berusaha untuk menceritakan masa kelamnya padaku, dan aku akan terbuka padanya mulai sekarang juga.

"Kau pasti sangat takut saat itu" ujar Alex. "Lebih dari ketakutan, aku ingin membencinya telah melakukan hal yang sangat mengerikan dan membiarkan aku dan ibuku melihatnya melakukan itu" ucapku meneteskan air mata. Aku semakin terharu setelah mendengar cerita Alex dan mengingat kejadian di malam itu, saat aku pulang sekolah dan melihat tubuh kaku ayahku yang sudah tergelatak diatas lantai.

Alex menangkup wajahku. Menghapus air mataku dengan ibu jarinya. Ia tidak mengatakan apapun melainkan kembali mengecup keningku lebih lama dan membawaku kepelukannya. Memelukku sangat erat. Hal itu cukup untuk membuatku merasa tenang.

***

Continue Reading

You'll Also Like

38K 956 46
Cinta yang dulu pernah terbenam kini muncul lagi ke permukaan dengan segala komplik jalan cerita cinta mereka ...
1.9M 82K 39
Bagi Ana, pria sempurna yang ingin Ana jadikan adalah seorang Dafa, pria pintar berhati malaikat, tapi apa daya jika ternyata pada suatu pagi Ana mal...
2.4M 29.6K 28
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
5.5M 287K 58
Serina, seorang gadis cantik yang sangat suka dengan pakaian seksi baru lulus sekolah dan akan menjadi aktris terkenal harus pupus karena meninggal o...