24/7 HELL

Par Rapnom

1.7K 377 1K

Dunia terlalu menyepelekan. Tak menghiraukan bagaimana virus tersebut menunjukkan kehadiran pertamanya bak ko... Plus

Blood
02. Working
03. Rain
04. Fools
05. Friends
06. The Journey

01. Not Today

405 77 354
Par Rapnom

Belakangan ini pemerintahan negara sibuk. Bukan hanya satu negara, atau satu benua saja, namun satu dunia. Perwakilan dari kepemerintahan masing-masing negara selalu berkumpul empat kali dalam seminggu untuk melakukan rapat negara. Rapat yang diadakan pada ruang kerja masing-masing, dan cukup hanya memakai kaca mata transparan bergariskan titanium yang berfungsi sebagai komunikasi jarak jauh dan seakan-akan saat sedang memakainya terasa seperti sedang benar-benar berkumpul- walau jika kacamata terlepas, butuh waktu satu setengah jam lagi untuk menyambungkannya.

Dengan kondisi bumi yang tengah sekarat ini, sempat terjadi aksi menggila dari beberapa orang. Itu semua disebabkan oleh satu faktor mengerikan yang membuat sebagian besar manusia dimuka bumi menjadi mengamuk, dikarenakan virus penyakit yang tidak diketahui. Banyak warga yang mengidap penyakit berbahaya dengan gejala awal demam tinggi, batuk berdarah, kejang-kejang, kemudian menjadi... Menggila. Maka dari itu, kami menyebutnya sebagai, virus menggila.

Empat puluh delapan persen manusia mengalaminya dan melewati gejala awal yang mengerikan, hingga menjadi menggila, kejam, dan tak segan-segan menyerang siapapun dan apapun yang berada di dekatnya walau itu adalah binatang seperti anjing sekalipun. Bahkan, ada pula sebagian orang pemerintah yang juga mengalami hal serupa- menteri kesehatan Inggris, David Alberthiene. Bukan. Dia tidak tertular virus menggila itu, melainkan diserang oleh rekan kerjanya sendiri yang nampaknya sudah menggila. Beberapa saat kemudian ... David ikut menggila.

"Nampaknya, sebagian besar manusia dimuka bumi ini tengah menggila dengan sangat mengerikan. Mereka menyerang yang lain menggunakan gigi-gigi tajam mereka dan tidak berpikir panjang lagi jika rupanya ingin membunuh."

Liputan demi liputan telah menghebohkan warga dewasa yang memiliki otak dan berakal sehat. Mereka mengunci diri di rumah, di apartment, atau pulang kampung jika itu yang membuat mereka merasa aman dari semua ini. Namun salah, tak ada tempat yang aman di muka bumi ini, tidak lagi. Acara televisi kartun masih ditampilkan semata-mata untuk mengecoh anak-anak kecil bahwa semua ini baik-baik saja, walau semua orang tahu, jika kondisi ini jauh dari kata baik-baik saja.

Semua keadaan menggeparkan ini banyak pula mengundang kontroversi. Beberapa kepemimpinan negara saling menyalahkan, bilang jika semua penyakit yang sedang menyerang bumi ini terbawa dari negara-negara yang rendah, tak menutup kemungkinan jika virus penyakit ini terbawa dari sana dan meng-import ke negara-negara lain. Aksi saling menuduh itu membuat salah satu kepemimpinan suatu negara tersinggung, tidak terima jika negaranya disebut sebagai negara pembawa wabah penyakit. Kemudian, terjadilah aksi saling menembak di antara rapat hologram itu.

Mereka menembakkan peluru dari senapan mereka ke udara kosong dan membuat kericuhan pada ruangan senyap. Bahkan ada pula orang yang bernasib sial dan terkena beberapa tembakan saat mencoba untuk menghentikan kegilaan pemimpinnya. Tiga orang itu bersimbah darah dengan tubuh yang penuh dengan lubang hasil tembusan peluru yang seketika menembus jantungnya dan, meninggal.

"Tak terkecuali dengan beberapa pemimpin negara yang gila tanpa tertular virus atau terkena serangan orang yang menggila."

Oke. Lupakan sejenak semua kejadian tidak penting dari para pemimpin negara itu, karena ada yang harus lebih diutamakan saat ini. Keselamatan seluruh penduduk bumi dari kegilaan orang-orang yang menggila. Lima puluh dua koma sekian persen jiwa harus diselamatkan daripada harus mengikuti langkah pemimpin negara yang bodoh dan memilih untuk membunuh orang tak bersalah atas kelakuan kekanak-kanakan mereka. Oh comm'on, don't judge me. Ini hanya sebuah pemikiran yang lebih rasional daripada harus mati berjamaah karena aksi huru-hara atau membakar diri sendiri.

Keadaan tak terkendali. Tak terkecuali dengan yang tengah pria ini alami saat ini, ia tak kalah paniknya dari orang-orang di sekelilingnya dan di luar sana. Mencoba untuk bertahan hidup dari sesuatu yang ia sendiri tidak tahu pasti apa yang tengah menyerangnya. Sekarat. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi bumi beserta isinya saat ini.

Park Jimin telah mengalaminya saat ini juga, semua kejadian mengenaskan itu terpampang nyata di depan matanya. Saat ia terjatuh karena terdorong banyak orang-orang yang juga panik bukan kepalang berlari kesana kemari tak menentu arah hingga tak sengaja mengambil jalan yang salah menuju kesialan dan kematian, tak jauh di hadapannya pemandangan mengerikan telah mengamatinya.

"Oh, Tuhan. Apa itu?!" Tanpa sadar ia mengatakan itu.

Terkejut sebab melihat seorang gadis yang berdiri dengan keadaan kakinya yang tidak berkulit dan memperlihatkan tulang serta darah merah kental yang mengalir deras, gemetaran karena tak kuat menopang tubuhnya sendiri dalam keadaan tanpa mempunyai kaki lengkap. Namun Park Jimin salah besar jika mengira hal itu memang benar, karena yang dapat ia lihat saat ini, gadis berdarah itu mampu menggerakkan kakinya dengan cepat dan berlari kearahnya. Gemeretak suara tulang-tulang kaki gadis berdarah itu membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri.

Ia tak memiliki banyak akal sehat dan kesadaran untuk mengerti jika ia sedang berhadapan dengan seorang kanibal berkedok gadis berpenampilan kacau. Jijik melihat semua pemandangan ini didepan matanya langsung. Tak hanya kaki dan tubuhnya saja yang hancur, wajah gadis itu pun sangat kacau; pipi yang berlubang besar hingga menampakkan rahangnya yang telah hancur dan hilang entah kemana, menciptakan sebuah air mancur merah kental berbau anyir mengalir begitu saja dari dalam tenggorokannya.

Paham bahwa ia berada dalam bahaya, tak ada waktu lagi untuk membuang waktu berharganya hanya dengan berdiam diri seperti menunggu gilirannya untuk dimakan, untuk itu ia memilih untuk berdiri dan pergi menjauh alih-alih menghindar dari satu orang kanibal yang rupanya tak sendirian. Bodohnya dirinya tidak segera berlari sejak tadi, karena rupanya gadis berdarah itu dapat mengejarnya dan menghantamkan tubuhnya sendiri pada tubuh samping Jimin dengan begitu cepat sehingga menindihnya serta berusaha untuk menyerangnya.

Dengan susah payah ia menahan berat badan gadis diatasnya dengan lengan kanannya yang menahan bahu kiri dan leher gadis itu. Tak dapat diduga, sebab tekanan yang Jimin buat pada leher gadis itu membuat lebih banyak darah yang mengalir keluar dari mulut gadis itu hingga tepat mendarat pada wajahnya.

"Seseorang...," serunya tak bertenaga. "Tolong!"

Terdesak dan berusaha menyingkirkan gadis serta darah dengan bau menjijikkan itu dari wajahnya. Namun mungkin hanya sebuah kebodohan yang ia lakukan dari berteriak meminta tolong pada seseorang yang sibuk pada kanibal masing-masing, ia malah mengundang kedatangan beberapa gerombolan lagi orang kanibal. Keadaan ini semakin mendesaknya, dengan tenaganya yang limit nyaris habis karena menahan berat badan gadis ini yang sedari tadi bergerak-gerak seperti cacing kepanasan di atasnya.

Ia tak lagi dapat melakukan apa-apa saat seorang kanibal lain datang dan ikut menindih tubuh bagian kirinya yang kosong. Hampir saja pria mengerikan itu menancapkan giginya pada dadanya saat sesuatu melesat begitu cepat diatas kepala Jimin dan mengenai dahi pria itu hingga ia yakin nyawa pria itu sudah melayang, kemudian ambruk diatas tubuhnya.

Satu lagi suara tembakan menyusul dan membuat gadis yang sedari tadi ingin mencumbuinya berhenti bergerak karena peluru yang telah mengenai keningnya juga.

"Apa yang kau tunggu, bodoh? Cepat bangun!"

Tentu saja, Jimin segera berdiri dan pergi menjauh sambil mengusapkan sapu tangan pada wajahnya yang berlumuran darah. Darah gadis itu, bukan miliknya.

"Tunggu, Nona!" Kakinya berpijak cepat, mencari sang penyelamat dengan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Begitu pun pandangan matanya yang menyapu tempat yang awalnya ramai menjadi sepi tak berpenghuni mencari keberadaan sang penyelamat atau siapapun yang masih hidup. Sia-sia, tak ada seorang pun disini-- namun tidak termasuk kanibal.

Ada seorang kanibal lagi di ujung sana, melihat sekeliling dengan linglung serta melenguhkan suara serak yang aneh dan mengerikan. Kanibal itu tak melihatnya, dari jarak sejauh ini mungkin matanya rabun.

Jimin sedikitnya mulai mengerti dengan semua kejadian ini, namun masih tidak mengerti mengapa semua ini terjadi dan siapakah penyebabnya.

Satu lagi pemahaman yang dapat ia ketahui saat gadis berdarah itu menindih tubuhnya. Jimin tak lagi merasakan detak jantung si gadis, dan denyut nadi pada lehernya.

Dia mati.

⚠️

Bertahan hidup dalam ruangan sempit ini setidaknya dapat memperpanjang sedikit umurnya. Dengan makanan yang di ambilnya tanpa membayar dari ruangan ini yang entah sudah berapa lama berada di sana, tak peduli lagi jika makanan itu sudah kadaluarsa.

Dua hari sudah berlalu sejak kejadian itu yang seakan tak dapat hilang dalam pikiran Jimin dan terus menghantuinya, namun ia tidak gila, ia sepenuhnya sadar. Namun belakangan ini mungkin ia akan menyusul ke rumah sakit jiwa dan menjadi suka relawan. Stres memikirkan dan mencari cara untuk bertahan hidup, sedangkan ia kelaparan, kesakitan, dan hampir tak dapat bernapas karena oksigen yang di perebutkan oleh dua orang manusia.

Tiga puluh menit lalu, saat ia mencoba pergi dari ruangan kecil tempat peralatan kebersihan diletakkan untuk mencari bantuan atau pergi ke tempat lain, ia tak sengaja mendengar sebuah suara melengking yang menarik perhatiannya. Jimin yakin jika itu teriakan manusia. Benar saja, karena tak jauh dari lokasi Jimin berdiri pada waktu itu, seorang gadis kecil dengan tas ransel merahnya yang dia acungkan kedepan sedangkan dia sudah tertidur di tanah dengan seorang kanibal berdarah berada di balik tas merahnya, di atas gadis kecil itu.

Keadaan sekitar saat itu sedang sepi, menunjukkan jika para manusia kanibal sedang tak berada dalam mode pembentukan organisasi untuk menyerang bersamaan. Dari pandangan sejauh ini, hanya ada gadis kecil itu yang sedang berusaha mempertahankan hidupnya yang terancam.

Gadis itupun menangis karena tak dapat menopang tubuh kanibal itu yang beratnya dua kali lipat dari kekuatan tangannya, juga karena tak ingin menjadi korban selanjutnya. Gadis itu memutar kepalanya ke sekeliling untuk mencari pertolongan, kemudian tak sengaja mata mereka bertemu. Seakan memiliki harapan, gadis itu kembali menangis dan berteriak.

"Help me please!" jerit gadis itu menggunakan bahasa Inggris.

Jimin takut untuk mendekat, namun tak mungkin ia akan membiarkan gadis itu termakan dan meninggalkannya seorang diri bagaikan seorang pengecut sedangkan ia sebenarnya bisa menyelamatkannya. Maka dari itu Jimin memilih untuk mendekat. Awalnya pijakannya ragu, kemudian semakin cepat dan dengan geram dan berteriak Jimin mengangkat kakinya dan menendang keras kepala pria kanibal tersebut hingga terpental beberapa meter.

"Cepat bangun. Berlari-lah dengan sekuat tenagamu dan aku akan menyusul. You know, Run, Run!" Jimin mengangkat dan mendorong pelan gadis itu sehingga ia dapat menjauhkannya dari pria kanibal yang rupanya masih bisa berdiri walaupun kepalanya seakan sudah akan hancur hasil tendangan Jimin tadi.

Tak memiliki senjata membuat Jimin kembali ragu. Ia tak yakin akan bisa menghabisinya dengan tangan kosong. Tidak mungkin juga ia akan kembali menyerang menggunakan giginya, menjadikan perang jarak dekat seperti perang gigit-gigitan. Menyerah bukanlah sifatnya, karena apapun dapat dijadikan sebagai senjata jika ingin memercayainya.

Sebilah kayu panjang yang sepertinya adalah mantan batang sapu tergeletak di samping kaki Jimin, sedikit jauh sampai tangannya tak mampu mencapainya sedangkan pria itu sudah berlari dengan tatapan seakan ia adalah makanan berprotein tinggi.

Kejadian kemarin terulang kembali. Pria itu berhasil menjatuhkannya dan merambat naik ke atas tubuh Jimin seperti seorang gay. Gigi-gigi nya bergermeletuk seiring dengan dia yang ingin segera mengunyah pipi gemuk Jimin.

"Sial," umpatnya seraya berpaling muka dari si bau mulut yang terus saja menyiksa indra penciumannya.

Satu tangan mencegah tubuh kanibal tua itu mendekat pada wajahnya, sedangkan tangan kanannya mencoba untuk meraih batang sapu yang sedikit lagi dapat diraihnya. Namun apalah daya, jarinya terlalu kecil dan pendek untuk bisa meraihnya yang hanya berjarak lima sentimeter dari jari tengahnya. Jimin menutup mata dan mulutnya, tak ingin membiarkan darah menjijikkan kanibal itu membutakan matanya dan masuk ke dalam mulutnya. Sial, dia sangat bau.

"Aahh!!" Matanya tiba-tiba saja membelalak laksana merasakan rasa sakit yang amat sangat pada bagian bawahnya, hampir saja ia menangis saking nyeri rasanya. Jimin tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Tenaganya terkuras habis, ia tak dapat melawan. Dan ia pun tak tahu apa yang harus ia lakukan pada bagian bawahnya yang terluka. Berdarah dan sakit.

Entah keberuntungan apa yang selalu Jimin dapat; karena tiba-tiba saja sebuah batang besi menghantam berulangkali diwajah kanibal tua di atasnya. Tidak terlalu kuat namun bisa sedikit mengalihkan perhatian kanibal itu untuk memberikan peluang besar bagi Jimin untuk membalas perbuatannya. Tak segan-segan Jimin langsung menendang alat kelamin pria kanibal tua tersebut kemudian berdiri dan menginjak kepalanya bertubi-tubi hingga remuk sehingga terdengar keras dan jelas suara tengkorak yang bergemeretak. Otak merah muda dengan syaraf-syaraf hitam yang menghiasi setiap jengkalnya pun berhamburan keluar dari sarangnya. Lantai kotor dan licin karena darah.

Shock. Tangannya pun gemetar hebat karena rasa bersalahnya telah membunuh seseorang. Baiklah. Jimin tahu itu bukan lagi seseorang, namun sesuatu. Tapi fisiknya tetap dengan tampilan seperti seorang manusia.

Apa mereka sebenarnya?

"Aku menyuruhmu untuk berlari dan menyelamatkan dirimu sendiri. Why don't you run?"

Jimin terengah-engah meraup rakus semua udara untuk mengisi paru-parunya, bersandar pada sebuah pintu berwarna silver yang tertutup rapat dan tampak kokoh namun juga bisa saja roboh seketika jika se-organisasi kanibal mendorongnya dengan bermusyawarah. Ia dan gadis kecil itu sudah berada di sebuah ruangan kecil tempat peralatan kebersihan ditempatkan, tempat Jimin sebelumnya.

"I don't know where to go," gumam pelan gadis itu.

Gadis kecil itu menunduk terus, rambut blondenya yang berantakan menjuntai panjang sehingga menutupi sebagian besar wajahnya yang kecil. Dia menangis, sesenggukannya terdengar lirih dan pundaknya gemetaran. Pakaiannya yang lusuh sedikit terbuka pada bagian pundak dan celana bagian paha bawahnya yang sepertinya disobek secara paksa.

"Kau tak apa?" Jimin tiba-tiba menghentikan pertanyaannya ketika sadar ia masih menggunakan bahasa Korea. Untuk itu ia mengubah bahasanya menggunakan bahasa Inggrisnya yang masih patah-patah.

"Are you okay, kid? Where is your parents?" tanyanya canggung.

"I lost them."

Rasa iba menyentuh perasaan Jimin yang lembut. Iba melihat gadis kecil ini yang terancam bahaya di luar sana tanpa ada pengawasan dari orang tua. Dimana mereka? Meninggalkan gadis kecil berusia sembilan tahun tak kurang dan tak lebih --Jimin yakin itu --seperti tak memedulikan kondisi lingkungan serta gadis kecil ini yang kacau. Dan gadis ini bukan milik Korea, dia adalah seorang turis yang mungkin dari California, Paris atau Eropa. Nasib sial mendatanginya ketika seharusnya ia dan keluarganya berbahagia menikmati negara Korea.

Jimin tak lagi bisa ber-iba-iba saat ini. Kondisinya pun cukup mengkhawatirkan. Ia yakin lukanya cukup parah, terbukti dari seberapa banyaknya darah yang merembes keluar dari dalam celananya. Jimin pun merosot dan lebih memilih untuk duduk bersandar daripada harus terus berdiri dalam keadaan begini. Ia merintih kesakitan.

"Paman, kau terluka?" Gadis itu berseru panik lalu mengusap cepat pipi merahnya yang basah.

"Aku harus memeriksanya," Jimin berucap dengan kemampuan bahasa Inggrisnya yang kurang. Menatap celananya sendiri, kemudian beralih pada gadis itu yang terus menatapnya khawatir dengan mata bulatnya. "Kau pergilah ke ruangan itu. Aku harus segera memeriksa dan mengobatinya."

Jimin pernah sekali berkeliling pada ruangan kecil ini yang rupanya tak terlalu kecil serta memiliki akses menuju ruangan lain, berisi berbagai alat-alat kebersihan yang masih baru dan masih terbalut plastik. Dan ruangan itu aman.

Tanpa bantahan dan gadis itu pun menurut dengan mudahnya. Saat Jimin yakin jika pintu ruangan tersebut sudah tertutup sempurna, ia pun segera beraksi. Karena bagian bawahnya yang terluka, maka ia membuka celana panjangnya dan menariknya ke bawah. Benar saja ia terluka, namun bukan di paha ataupun di betisnya. Aset pentingnya.

"Pantas sangat sakit," rintihnya pada diri sendiri.

Celana panjangnya sudah terjatuh dan menyisakan dalamannya yang ia yakin awalnya berwarna hijau namun sekarang berubah warna menjadi merah pada bagian depannya. Jimin merasa malu, ia harus segera memeriksa keadaan asetnya yang terluka, namun ia tak yakin karena takut jika gadis kecil itu tiba-tiba keluar dari ruangan itu ataupun mengintip dari lubang kunci.

Kecemasannya berlebihan. Mana bisa gadis itu mengintip jika pintu itu saja berada di bagian sebelah kiri ruangan dan sedikit jauh di depan dari tempat Jimin saat ini.

Masa bodoh. Jimin pun perlahan membuka celana dalamnya dan melihat bagaimana kondisi kelaminnya yang rupanya cukup parah. Darah pun melumuri sekitarannya hingga ke paha. Sepertinya kanibal tadi melukainya dengan lututnya dan menghantamkannya pada Jimin, entah apa yang kanibal itu lakukan sebelumnya hingga lututnya dapat menyimpan sebuah pecahan kaca seukuran tiga sentimeter dengan lebar dua sentimeter. Menancap sempurna dimilik Jimin.

"Bagaimana aku bisa menyelamatkan diriku sendiri dan anak itu jika kondisiku tidak memungkinkan seperti ini."

Dengan perlahan dan dengan perasaan ngeri yang menyakitkan, Jimin menarik keluar pecahan kaca itu dan ia memejamkan matanya menahan sakit. Berhasil, pecahan itu sudah keluar. Lega namun perih. Entah bagaimana cara Jimin untuk bisa buang air jika sudah begini. Darah pun kembali keluar dari miliknya dan terus mengalir pelan ke selangkangannya.

Ia seharusnya membiarkannya terbuka seperti ini. Membiarkan rasa dingin dan sejuk mengeringkan lukanya. Namun, tidak mungkin bukan? Ada gadis kecil itu didalam ruangan sana. Tak lucu saja jika tiba-tiba gadis kecil polos itu melihat yang panjang-panjang.

"Tahan, dan masukkan!" Jimin kembali menarik dan memasang celana dalamnya kemudian celana panjangnya. Aduh! Betapa sakitnya ini. Ia harus bertindak, jika tidak ingin miliknya membusuk dan tak indah lagi.

Dengan tertatih Jimin berjalan ke arah pintu ruangan tempat gadis itu berada, kemudian mengetuk dan membukanya. Gadis itu tampak tegang ketika pintu tiba-tiba terbuka sedangkan ia tak mendengar ketukan pintu. Masih terguncang dengan kejadian tadi.

"Tidak apa-apa, ini hanya aku." Jimin menenangkan.

"Paman sudah memeriksa? Apa yang sakit?" tanya gadis itu tanpa mengetahui kebenarannya.

Jimin melirik ke atas, seakan salah tingkah. "Sesuatu yang penting."

"Kita tak bisa terus berada disini. Aku memerlukan obat dan kau butuh makanan. Kita harus pergi ke pusat perbelanjaan yang berada tak jauh dari sini. Apa kau mau ikut?" []

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

The William Par 우아한

Mystère / Thriller

4.2K 691 27
Menceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas d...
558K 85K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
1.5M 80.1K 36
SELESAI (SUDAH TERBIT+part masih lengkap) "Nek saumpomo awakdewe mati, awakdewe bakal mati pas negakke keadilan. Mergo sejatine hukum kui kudu sing r...
27.1K 2.7K 7
{OCEAN SERIES 4} Stefano de Luciano Oćean, pria berkuasa yang memiliki segalanya. Darah seorang Oćean yang mengalir dalam tubuhnya, membuatnya tumbuh...