I LOVE YOU , MR. ICE

By ceptybrown

596K 25.6K 1.4K

Aku tidak pernah bermimpi bertemu dengan pria yang dingin, berpendirian kuat, dan benar-benar lempeng jalanny... More

PROLOG
BAB 01 MENGETAHUI LEBIH DALAM
Bab 02 Mengenalmu
BAB 03 PERJODOHAN
BAB 04 GUGUP
Bab 05 Bingung
BAB 13 PELINDUNG
promo pdf
promo pdf 50 k
open po cetak ulang
100 ribu / 3 pdf
novel dan pdf terbaru ready
Jumat Berkah
2 paket
novel lepas segel
@50rb/pdf

SPESIAL POV ADTYATMA JUNIOR

10.3K 2.8K 181
By ceptybrown

Cantik. 1 kata itu yang patut aku ucapkan untuk Jovanka. Wanita calon dari ibu dari anak-anakku kelak. Aku memang tidak bisa menghapuskan sosok dirinya yang kemarin memakai kebaya warna merah muda itu. Dia tampak sangat manis dengan kepolosannya dan aku menyayanginya.

Pagi ini, aku absen menemuinya karena harus bertemu dengan perusahaan properti yang akan bekerjasama dengan hotel dalam memperluas area hotel. Dari pagi hingga jam 3 sore aku tidak bisa turun ke lobi. Padahal aku tahu Jovanka shift pagi. Aku khawatir sebenarnya, dia selalu melewatkan sarapan kalau masuk pagi. Dan juga makan telat. Gadis itu terlalu tidak memperhatikan kesehatannya sendiri dan aku tidak suka.

Sampai akhirnya aku melihat sosok dirinya yang berjalan beriringan dengan Ryan. Pria yang selama ini memang menyukai Jovanka, aku tahu fakta itu sudah lama. Aku tahu gerak-geriknya setiap di dekat Jovanka. Sejak dulu, pertama kali Jovanka masuk ke hotel ini. Aku mempelajari lawan, bergerak secara perlahan. Tak kasat mata, meski sepertinya tidak melakukan apapun selama 2 tahun ini. Tapi aku menjaga Jovanka.

Sebenarnya, bukan Ryan yang  membantu Jovanka mendapatkan kos, bukan. Ada aku di balik itu semuanya. Hanya saja belum saatnya aku keluar, aku masih memantau Ryan. Hanya saja, 1 tahun yang lalu dia mulai tergoda dengan kehadiran Vivi. Dia mulai mundur mendekati Jovanka, Ryan berpacaran dengan Vivi, dan itu membuatku tenang. Tapi beberapa bulan ini gelagat Ryan yang sudah ditinggal Vivi kembali terlihat ingin mendekati Jovanka. Aku tahu dia sebenarnya menyukai Jovanka dan kecewa karena tergoda oleh Vivi. Aku tidak mungkin sudi menyerahkan Jovanka kepada pria tak berpendirian itu. Maka aku mulai menampakkan diri, dan mengklaim jodohku sejak kecil itu. Jovanka milikku.

Langkahku terhenti saat tadi sore mengantar Pak William, salah satu pemilik perusahaan properti yang bersedia bekerjasama denganku. Di lobi aku bisa melihat Jovanka berjalan beriringan dengan Ryan. Jovanka tidak tahu kalau aku juga berjalan di belakangnya, dengan Pak Wiliam di sampingku. Ada Aldo, satpam bagian pintu yang memayungi kami berdua. Mobil Pak Wiliam memang di parkir di area lapangan terbuka khusus untuk tamu yang tidak menginap. Dan saat Aku mendengar ucapan I love You dari Ryan yang lantang itu, aku sempat menoleh ke arah parkiran para karyawan yang jaraknya memang tidak jauh tapi tidak cukup dekat juga. Hanya saja aku tidak bisa menyusul Jovanka yang berjalan tergesa dan kehujanan di bawah payung kecilnya, karena Pak Wiliam sedang berbicara denganku.

Aku merasa benci kepada diri sendiri, kalah dari Ryan dan membiarkan Jovanka kehujanan dan aku yakin Jovanka pasti sakit. Dan dugaanku benar adanya.

Sekarang aku berada di dalam kamar kos Jovanka, di tengah hujan yang masih mengguyur dengan lebat. Aku sendiri juga baru keluar dari hotel. Wajah Jovanka terlihat pucat, dengan kerudung warna cream yang dikenakannya saat ini membuat wajahnya makin terlihat pias.

"Bapak kok tahu kalau.."

Jovanka menggigit bibirnya dan kini menatapku dengan malu-malu. Aku sudah duduk di atas karpet di bawah kasur Jovanka, sedangkan dia kini duduk di tepi kasur.

"Aku ada di dekatmu."

jawabanku itu tentu saja membuat mata indah Jo makin membulat. Dia tampak tak bisa berkata-kata.

"Bapak mendengar.." dia mengucapkan itu dengan lirih tapi aku bisa mendengarnya.

"Sudah aku bilang aku ada di dekatmu."

Aku kini menatap Jovanka yang makin membenamkan dirinya di dalam selimut tebal yang kini menyelimutinya.

"Jadi saat Mas Ryan mengucapkan..." Kuangkat alisku mendengar ucapan Jovanka. Tapi kemudian dia menggelengkan kepala.

"Saya gak menjawab kok pak. Saya tidak.."

Jovanka kini tampak gelisah, lalu dia beringsut untuk bersandar di dinding kamarnya. Dia tampak lelah. Aku jadi merasa iba.

"Kamu gak perlu menjelaskan apapun."

Setelah aku mengatakan itu, kami berdua saling diam. Yang terdengar hanya suara rinai hujan yang membasahi genteng rumah ini. Jalanan di depan sepi, dan juga suara gelegar geluduk masih terus terdengar. 

"Tidurlah."

Akhirnya kuucapkan itu kepada Jovanka. Mata bulat itu mengerjap, tapi kemudian dia menggelengkan kepala.

"Bapak..."

Kusugar rambutku yang masih basah karena tadi memang nekat memakai motor ke sini dari hotel. Meski sudah memakai jas hujan tetap saja rambutku basah.

"Aku akan menjagamu."

"Tapi pak.."

Ucapan Jovanka terhenti saat suara mobil berhenti di depan kos. Itu pasti Serkan. Aku memang menyuruhnya ke sini dengan Jenny. Sementara dia masih bulan madu di sini, aku bisa meminta tolong kepadanya. Jovanka mengernyitkan kening mendengar suara mobil yang berhenti, dan suara orang berbicara. Lalu...

"Assalamualaikum."

Suara Serkan dan Jenny berbarengan. Arah pandangan Jovanka terarah ke arah pintu. Aku sendiri kini berbalik dan mendapati adik kembarku itu tengah menyeringai lebar. Istrinya yang mungil itu langsung tersenyum ramah dan melangkah mendekati Jovanka. 

"Waalaikumsalam," jawabku bersamaan dengan Jovanka.

"Jo sakit ya? Ni aku beliin bubur kacang ijo. Mau kan ya?"

Suara Jenny yang lembut membuat Jovanka tampak malu, saat aku mengamati interaksi keduanya Serkan sudah duduk berselonjor di sebelahku. Dia tampak lelah.

"Dari mana saja?"

Serkan menyeringai mendengar pertanyaanku. Dia lalu merangkul bahuku.

"Halo bang, mau tahu gue jalan kemana aja? Atau mau gue ceritain soal bulan madu di resort yang ada di parangtritis? Yang kalau renang kolam renangnya langsung menghadap laut itu. Romantis banget tuh, besok pas sama Jojo ke sana aja ya?"
Aku menghela nafas mendengar Serkan mengatakan hal itu.

"Bang jangan buat malu."

Dia mendapatkan protes dari Jenny, dan Serkan hanya seperti anak kecil yang menggaruk-garuk rambutnya dan seperti merajuk. Aku tersenyum geli. Si usil dalam keluarga ini takluk juga sama Jenny.

"Apa to cah ayu? Kan kita lagi otewe buat dedek imut. Ya gak papa to."

Tuh, dia kalau bicara kadang medok logat Yogya, tapi satu menit kemudian memakai logat Jakarta. Dia memang pinter beradaptasi orangnya. Gak kayak aku yang kaku.

"Tuh Jo, gombalnya keluar, gak usah di dengerin ya?"
Jovanka hanya tersenyum saat mendengar ucapan Jenny. Lalu Serkan sudah mengalihkan tatapanku lagi.

"Jadi ini gue di suruh ke sini buat apa bang? Nemenin lo yang jagain Jo sakit gitu?"

Dia berbisik di sebelahku dan membuat aku menganggukkan kepala.

"Aku gak tega meninggalkannya sendiri. Sementara mau menjaga sendiri juga gak mungkin. Kita masih belum menikah. Kalau rame-rame gini kan gak mungkin kita kena gerebek. Aku juga udah ijin sama ibu kos kok. Tadi sebelum ketuk pintu kamar ini, dan ibu kos tahu kamu sama Jenny bakal di sini."

"Wooooaaaaaaa demi apa lo bang bisa ngomong panjang kali lebar gini? Biasanya juga kagak mau ngomong kayak orang sakit gigi tahunan."

Semprul kan ini anak? Aku hanya menatapnya dengan sebal saat Serkan kini malah menepuk bahuku lagi.

"Canda bang. Eh emang kawinnya kapan? Eh maksud gue nikahnya.."

Ini anak lo gue nya gak bisa ditinggal aja apa? Dia ini suka plin plan, kadang aku kamu, kadang abang adek gitu ngomongnya. Ck.

"Masih 3 mingguan lagi."

Aku kini melirik Jo yang malah sedang asyik mengobrol di atas kasur dengan Jenny. Ada mangkuk yang di pangkunya dan pasti itu berisi bubur yang dibelikan Jenny tadi. 

"Lama. Kalau kayak gini ya harus tahan bang, Minggu gue udah balik ke Jakarta loh. Cafe udah ditinggal lama. Lagian Jeje kayaknya hamil deh."

Serkan kini mengamati Jenny dengan tatapan lembutnya. Aku tahu, adikku ini lebih bertanggung jawab dari aku. Menikahi Jenny dengan begitu saja, saat aku tanya dia bilang jodoh itu ketemu tiba-tiba dan juga harus segera dinikahi biar gak di selip di tikungan sama orang. Salut sama dia.

"Entahlah."

Jawabanku itu membuat Serkan kini menggelengkan kepala, tapi kemudian dia menatap ke arahku.

"Bawa pulang ke rumah mama aja deh malam ini. Kasihan juga kalau harus tidur di sini."

Aku langsung menganggukan kepala, ide yang bagus. 

"Jo.. ikut Ke rumah mama ya?"

Pertanyaanku itu membuat Jovanka kini menoleh ke arahku dengan bingung. Tapi kemudian dia menggelengkan kepala.

"Enggak usah pak, ini juga buat tidur langsung sembuh."

"Iya. Pulang ke rumah mamapia saja ya?"

Jenny ikut membujuk Jovanka, tapi wajah Jovanka makin memerah. Aku tahu dia belum terbiasa.

"Iya, kakak ipar tersayang. Biar abang gue ini bisa tenang gitu boboknya ya.."

Ucapan Serkan malah membuat Jovanka menunduk, tapi kemudian matanya menatapku.

"Tapi Pak Atma juga ikut kan? Di mobil saja jangan pakai motor. Masih ujan lebat pak nanti sakit."

Apa yang baru saja kudengar langsung membuat jantungku berdegup kencang. Jovanka mengkhawatirkanku?

Sudah ada pdfnya

ya

Promo pdf 100rb/ 3 pdf

Free sweater cantik tiap pembelian 200rb pdf

Continue Reading

You'll Also Like

999K 20K 9
"nggak apa-apa pak, saya kan sudah bilang kalau saya terbiasa di repotkan" Anin tersenyum dan Azka juga tersenyum atas candaan Anin. Senyum yang memb...
29.3K 1.1K 12
Menjadi kaya dan tampan ternyata tidak menjaminkan bahwa wanita yang kamu cintai akan mencintaimu kembali. Omar Fawaz Emran, terkenal sebagai pewaris...
1.1M 63.7K 34
Cinta tak pernah dapat ditebak kapan dan darimana asalnya.... Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang. Nggak ngelarang kalau mau copas atau ngeshare tapi...
1.1M 95.3K 61
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...