The Devil Obsession [ COMPLET...

By Belalangtempurrr

23.6K 1.8K 271

[21+] [Mature Content] Pernahkah kalian menyangka akan dipertemukan dengan seseorang yang tidak terduga? Itul... More

- Trailer -
- Synopsis -
00. The Start
01. Contract
02. Dorian & Dante
03. The Reason
04. Christina
05. The Devil Obsession
06. Question
07. The Party (Pt. 1)
08. The Party (Pt. 2)
09. Lust or Love [19+]
10. Drunk [16+]
11. Her Ex
13. Give Him The Show
14. Manfred Alaric
15. Araqiel
16. Tension
17. Find You
18. Chocolate
19. His Kiss
20. Story of Tobi (part I)
21. Story of Tobi (part II)
22. Story of Tobi (part III)
23. Tobias der Teufel
24. Heat [16+]
25. She's Gone (or Not?)
26. Now I know
27. She's Missing
28. Jimin
29. Twin Flame
30. Dilema
31. The Red Moon
32. The Claimed (Part I)
33. The Claimed (Part II) [19+]
34. Gabriella Alaric
35. Letzter Brief
36. Jealousy [16+]
37. Lucifer
38. Beginning of the End
39. The Unborn
40. The New Chapter of Life [END]
[Extra-Part] Two Years after
[Extra-Part] Asmodeus' Story
[Extra-Part] Forbidden Love
[Extra-Part] Story of Vellma
[Extra-Part] Alarice Love Story
Devil Obsession 2
Info PENTING !

12. Hypnotic [19+]

721 46 3
By Belalangtempurrr




Sihir.

Kata itu selalu Gia dengar dan menjadi dongeng favoritnya maupun anak-anak lain. Ketika anak tersebut sudah mulai dewasa, mereka akan menyadari bahwa sihir hanyalah sebuah fiksi yang tidak jelas kebenaranya. Akan tetapi pemikiran itu telah berubah bagi Gia. Sihir telah menutup akal sehatnya. Entah sihir macam apa yang Jey rapalkan padanya hingga membuat Gia tidak berkutik dihadapan pria tersebut. Sudah jelas pria itu memiliki niat tersembunyi dengan tetap menahan Gia disampingnya, tapi Gia masih terus dan terus memaklumi apapun yang telah Jey lakukan meski menyakitinya. Ada desir asing dalam dadanya setiap kali pria itu menatapnya, seakan Gia telah menantikanya sekian lama.

Sampai saat ini pertanyaan tentang siapa Jey dan apa niatnya, masih belum terjawab. Lidahnya selalu kelu mendadak ketika Gia hendak membuka suara untuk menanyakanya. Sekali lagi, Sihir. Itulah yang sedang terjadi pada Gia.

"Apa yang sedang kau pikirkan, hmm?"

Sepasang tangan kekar melingkari tubuh telanjang Gia. Gadis ini sedang menikmati guyuran air hangat didalam kamar mandinya, hingga tiba-tiba Jey datang memeluknya dari belakang, merengkuh tubuh gadisnya dengan posesif. Sudah lewat beberapa pekan semenjak kejadian terakhir didalam kamar Jey. Bohong jika Gia berkata bahwa ia tidak merasa takut, perasaan ngeri selalu saja terbersit didalam benak Gia, hanya saja sesuatu didalam dirinya seakan mengatakan bahwa Gia dapat mempercayai prianya lebih dari siapapun di dunia ini. Dan keyakinan itulah yang membuat Gia untuk tetap bertahan.

Bibir Jey mulai merambat tanpa permisi ditengkuk wanitanya. Menyalurkan gelayar panas yang semakin cepat merambati setiap syaraf tubuh Gia. Gadis ini mencoba agar tetap sadar. Mungkin sekarang adalah kesempatanya, 'disentuh sedikit tidak akan menyakitkan, bukan?' —begitu pikir Gia. Dia biarkan bibir prianya mengabsen setiap jengkal pundak dan tengkuknya. Tangan Gia sengaja ia selundupkan kebelakang.

Oh, astaga!

Pekik Gia didalam batinya, gadis ini tersentak ketika tanganya dicekal oleh prianya sebelum sampai ketempat tujuan. Punggung tanganya sempat menyentuh dia yang sangat ingin disentuh Gia. Tidak jelas seberapa mengerikanya dia yang selalu membuat Gia penasaran, hanya saja kain pembungkusnya terasa basah ketika bersentuhan dengan punggung tangan Gia. Kedua tanganya sudah dikunci didepan perutnya. Sementara satu tangan Jey yang masih bebas semakin liar menari-nari dibawah pusar dan semakin turun setiap menitnya. Tubuh Gia menegang sesaat setelah hisapan diceruk lehernya terasa menyengat, ditambah semakin merapatnya tubuh Jey membuat Gia dapat dengan jelas merasakan ereksi milik prianya. Gia menarik nafas dalam lalu sekuat tenaga berusaha mengeluarkan suaranya,

"Aku mencari tau tentang beberapa orang kepercayaanmu siang ini."

"Hm.. Lalu..."

Seakan tidak terpengaruh, Jey terus mencumbu tubuh Gia, bahkan jemarinya telah menyentuh target incaranya. Butuh beberapa saat bagi Gia untuk kembali mengatur nafas dan suaranya yang tercekat, karena jawaban yang Jey baru saja ucapkan menghantarkan getar serta gelayar panas disekujur tubuh Gia, hanya melalui hembusan nafas juga suara sensual yang menggema tepat ditelinga Gia saja sudah cukup membungkam gadis ini.

Dengan satu gerakan mendadak, Jey memutar tubuh Gia lalu mencekal kedua tanganya disisi kiri-kanan gadisnya, punggung Gia merapat pada dinding kamar mandi yang sudah cukup menghangat akibat hawa panas dari kucuran air dari shower. Bibir pria ini sudah tidak lagi mencumbu leher gadisnya, tapi langsung pada menu utamanya yaitu dada gadisnya. Inginya Gia melanjutkan ceritanya mengenai hasil pencarianya tentang orang-orang kepercayaan Jey, terutama Damian, akan tetapi yang muncul dari mulutnya justru desis mendesah tanda bahwa gadis ini menikmati setiap cumbuan dari prianya. Ketika prianya sudah berjongkok dengan wajah menghadap sisi paling sensitif ditubuh Gia, Jey berhenti tidak bergerak.

Not again!

Rutuk Gia dalam hati ketika prianya perlahan hendak menjauh. Selalu seperti ini, justru ketika Gia sudah sangat siap untuk cumbuan selanjutnya. Sayangnya Jey selalu berhenti mendadak entah apa alasanya. Setiap kali Gia akan menanyakan apa ada yang salah dengan bagian dirinya yang satu itu, dan selalu dijawab dengan jawaban paling aman, yaitu tidak ada yang salah dan Gia sempurna, hanya belum waktunya Jey bertindak sejauh imaginasi liarnya.

Pembohong besar!

Tapi tidak untuk kali ini. Gia sudah kehilangan akal sehat. Ia menahan kepala Jey dan meletakan pahanya tepat diatas pundak prianya. Apa boleh buat, Jey kalah, pertahananya runtuh. Pria ini tidak diberikan pilihan lain selain menikmati apa yang disuguhkan dihadapanya. Sementara Gia tidak hentinya mendesah nikmat. Deru jantungnya semakin menggila karena cumbuan dari prianya diluar imaginasi liarnya selama ini. Rasa yang sebenarnya saat ini jauh lebih memabukan.

"Agh–aahh... Jey.."

Lenguhan itu berhasil terdengar merdu dari bibir Gia. Kali ini jemari prianya turut ambil andil dengan menyapa masuk tanpa permisi. Semakin meneganglah tubuh Gia, lenguhan yang sebelumnya dapat ditahan, sekarang telah muncul semakin keras tanpa Gia sadari. Bercak kemerahan mirip ruam mungkin sudah memenuhi garis pinggul dibawah pusarnya. Kedua kaki Gia melemas mati rasa ketika tempo cumbuan yang Jey berikan semakin diluar nalar. Tubuh Gia lemas seketika saat hasratnya membuncah. Prianya dengan sigap berdiri dan membiarkan gadisnya bersandar memeluknya dengan nafas terengah.

"Masih penasaran dengan nya?"

Jey berbisik tepat ditelinga Gia sembari menggesekan ereksinya yang dirasanya masih gagah. Gia terdiam tidak menjawab, matanya terpejam merasakan dia yang sepertinya tidak main-main ukuranya. Rasa sakit lah yang pertama Gia bayangkan, baru jemari prianya yang menyapa memasuki dirinya tapi nyerinya sudah tidak kira-kira. Paha Gia sudah diangkat sebatas pinggang prianya untuk mempermudah Gia merasakan dia yang selalu membuatnya penasaran. Jey semakin menekan ereksinya pada pusat diri gadisnya. Meskipun masih dibalut kain, namun tidak mengurangi apapun. Gia masih dengan jelas bisa merasakan nya.

"P-Please..."

Jey semakin menekan dibawah sana sehingga membuat nafas Gia kembali memburu hebat. Bagai angin lalu, permohonan Gia diacuhkan begitu saja oleh Jey. Pria ini malah membuka kaki Gia semakin lebar, memaksa gadis ini merasakan gelayar panas dari gesekan yang menekan dari ereksi prianya yang bahkan masih terbungkus kain dengan rapi.

"Hm? Want me to 'please you' ? You want more, baby..."

Gia tidak bisa menjawab karena bibirnya sibuk mendesah. Otak gadis ini sudah kosong, bahkan permohonanya pada Jey sengaja diartikan berbeda pun Gia sudah tidak menyadarinya. Jemari Gia semakin erat meremat pundak basah prianya. Jey memang kurang ajar, ia sengaja menggoda gadisnya jauh lebih sensual lagi, menerbangkanya semakin naik menuju langit kesembilan. Lemas sudah sekujur tubuh Gia dengan nafas tersengal, tenagaya terkuras habis. Jey tidak pernah menggodanya sampai seperti ini. Otaknya dibuat berhenti bekerja, mandi pun Gia perlu sedikit uluran tangan dari Jey.

Setelah sesi panas sebelumnya, Gia hanya terdiam, terengah dan berbagai pertanyaan muncul secara tiba-tiba.

"Katakan saja.."

Rupanya Jey mengetahui apa yang sedang berada dibenak gadisnya. Pria ini menggosok tubuh Gia sembari melumurinya dengan sabun beraroma coklat. Gia meragu dan hanya mendongak menatap prianya, mencoba mencari celah untuk menanyakan semua pertanyaan yang ada didalam benaknya.

"Jika masalahnya Christina lagi, lebih baik kau tidak perlu mengetahuinya."

Sudah Gia duga bahwa selain bisa membaca isi kepalanya, Jey juga akan memberikan jawaban seperti itu padanya.

"Kenapa? Kenapa begitu? Apa kau yang...."

Gia menggantungkan pertanyaanya dan menatap lekat pada Jey. Hal yang sama dilakukan oleh pria ini, ia sampai menghentikan semua kegiatanya hanya untuk membalasan tatapan Gia.

"Kenapa?" Tanya Gia lagi.

Tatapan Gia berubah nanar saat menyadari bahwa dugaan buruknya selama ini benar. Sorot mata prianya sudah cukup membenarkan bahwa sosok Christina yang menghilang ternyata sudah 'lenyap' ditangan prianya saat ini.

"Karena sudah waktunya."

"Lalu jasadnya?"

"Tidak ada."

"Bohong!"

"Silahkan susuri setiap sudut rumah atau kota, kau tidak akan pernah bisa menemukanya."

Tangan Jey kembali bergerak menggosok tubuh Gia yang masih menyandarkan punggungnya dengan nyaman didada prianya. Bukanya merasa takut, Gia justru khawatir bahwa dirinya akan berakhir sama seperti Christina yang entah bagaimana cara matinya, dan dipaksa harus terpisah dengan Jey lebih cepat.

"Apa akhirnya kau takut padaku?"

"Ingin sekali aku takut padamu rupanya." Gia memegang tangan prianya memaksanya mendekap tubuh Gia yang dilumuri busa.

"Tadi hanya memastikan, sayang. Tapi sekarang aku yakin tidak ada rasa takut didalam dirimu. Kau tidak mungkin senyaman ini berada dipelukan orang yang kau takuti, bukan?"

Tebakan Jey tepat sasaran membuat Gia tersipu malu-malu, pipinya sudah bersemu merah. Harus Gia akui rasa takut yang ia miliki memang sangat sedikit, dan semua ketakutanya akan menghilang ketika Jey berada disekitarnya.

"Sekarang giliranku bertanya."

Mendengar ucapan Jey, Gia sedikit mendongak untuk dapat melihat dengan jelas ekspresi prianya. Kemudian Jey mengutarakan pertanyaanya, "Bagaimana kau tidak merasa takut sedikitpun padaku?"

"I don't know, maybe you do some magic on me."

Jey terkekeh sebelum menyalakan shower. Air hangat kembali mengguyur tubuh polos keduanya, ada rasa nyaman dan menenangkan dari setiap aliran air yang menyentuhnya. Gia menikmatinya hingga suara Jey kembali memecah konsentrasinya,

"Lalu bagaimana hasil pencarianmu?"

"Sorry??"

"Tadi kau bilang sedang mencari informasi tentang Damian. Kenapa harus Damian dan bukanya tentang aku?"

Gia mengernyit, dia ingat betul bahwa dirinya tidak menyebut nama Damian saat memberi tahu Jey. Lalu bagaimana Jey mengetahui bahwa Gia telah mendapat cukup informasi menegenai Damian.

"Seingatku aku tidak menyebut nama Damian sebelumnya."

"Tapi kau menyebut 'orang kepercayaanku' yang berarti adalah Damian."

Gia membulatkan bibirnya membentuk huruf O tanda mengerti.

"Kenapa kau tidak mencari tau tentangku?" Telisik Jey.

"Sulit. Aku tidak menemukan apapun kecuali prestasimu dibidang properti dan bisnis, bahkan daftar nama teman kencanmu pun tidak ada, hanya ada beberapa rumor yang aku sudah tau pasti itu bohong."

Jey kembali terkekeh dengan kepolosan Gia. Bagaimana gadis ini tidak pernah berpikir bahwa dengan pengaruh besar namanya dapat membungkam semua media, dan menutup segala informasi mengenai masa lalu seorang Tobias Alaric.

"Namun ada satu fakta menarik yang aku temukan dari Damian."

Jey mengangkat sebelah alisnya mengantisipasi apapun yang akan Gia lontarkan berikutnya.

"Ternyata keluarga Damian sudah secara turun-menurun melayani keluarga Alaric." Lanjut Gia polos.

Jey mengulum senyum lega karena sama seperti masa lalunya, nampaknya keluarga Damian juga cukup rapi menyembunyikan fakta sebenarnya dihadapan publik. Media menuliskan fakta yang tidak sepenuhnya salah mengenai keluarga Damian, hanya saja pada bagian 'melayani keluarga Alaric' lah yang salah.

"Jey.. Aku boleh mengatakan sesuatu?"

"Sure..."

"Bisakah kau menjawab rasa penasaranku, sekali saja.."

Jey terkekeh dan mendekap Gia semakin erat, "Itu permintaan, sayang, bukan pernyataan." Gia mengkerut lalu Jey kembali membuka suaranya, "Tanyakan satu hal padaku dan akan aku jawab dengan sebenar-benarnya. Akan tetapi jika yang kau tanyakan menyangkut Christina, jawabanku akan tetap sama."

"Siapa kau? Maksudku identitasmu yang sebenarnya."

Nampaknya Gia sungguh sangat penasaran hingga tanpa berpikir lebih justru pertanyaan itulah yang muncul.

"Seperti sudah digariskan, aku bertemu denganmu kemudian kau menghabiskan uangmu demi aku yang tidak pernah benar-benar kau sentuh. Semakin hari entah bagaimana aku semakin menginginkanmu, seperti aku sangat merindukanmu setelah sekian lama. Kau tidak pernah melakukan hal romantis yang bisa membuatku jatuh cinta, tapi tidak tau berawal dari mana tapi kau berhasil membuatku menginginkan cintamu."

Gia menjeda luapan perasaan yang sengaja ia muntahkan. Mungkin ini saatnya, mengingat kontrak kerjanya hanya tersisa tidak lebih dari lima belas hari lagi, dan Gia tidak ingin semua itu terlewat begitu saja. Setidaknya dirinya telah mengungkapkan apa yang ia rasakan pada tuanya ini.

"Siapa kau sebenarnya?"

Jey menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher gadisnya, merasakan hangat dan aroma tubuh gadisnya. Gia membuang nafas jengah, pikirnya Jey tidak akan pernah menjawab pertanyaan semacam itu. Akan tetapi Gia salah,

"Aku Tobias." Jawab Jey.

"Dan aku Gianna-Han. Terimakasih atas jawaban anda, tuan Tobias."

Sudah Gia duga akan berakhir dengan jawaban seperti itu. Siapa yang tidak mengetahui nama besar Tobias. Meskipun Gia merasa belum puas tapi gadis memutuskan untuk tidak menelisik semakin jauh. Namun rupanya Jey memiliki pemikiran lain,

"Count Tobias Alaric. Atau saat itu warga Jerman menyebutku Tobias der Teufel. Rekam media bisa aku tutup tapi tidak dengan rekam sejarah."

Gia berbalik lalu menangkap kedua pipi prianya, ditatapnya lekat-lekat. Menatap Jey dengan jarak sedekat ini memang bukan yang pertama, tapi semakin lama Gia menatap mata prianya, seakan membangkitkan sesuatu pada dirinya. Perasaan itu semakin kuat dan terkadang Gia terpaksa harus menahanya. Pria ini membuat Gia semakin tidak waras. Sekarang keraguan Gia bertambah, mengenai perasaanya. Benarkah Gia menginginkan cintanya, atau terobsesi padanya.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




Continue Reading

You'll Also Like

183K 17.3K 54
[MATURE] SQUEL MBIOH #MILER2 TW // depression, sexual assault, blood, BDSM, anxienty, kindnapping Bangun dengan keadaan yang mengenaskan dan menemuka...
95.2K 3.1K 33
🔞WARNING🔞 ⚠️BE A WISE READER! ⚠️ MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN , KATA-KATA KASAR , ADEGAN VULGAR, DAN SADISME. ROMANCE-MYSTERY ** Harvey adalah seoran...
358K 3.2K 6
[Maverick Series #1] Allferd Xander Maverick, seorang direktur perusahaan IT sekaligus chef ternama, siapa sangka jika sebenarnya Allferd adalah soso...
4.9K 836 28
Mereka harus kau paksakan seperti apa?. sebagaimanapun caranya menjelaskan perihal seberapa besar dia mencinta, mereka tetap tidak akan bisa bersama...