COMING
Erza menumpukan dagunya pada dua lututnya yang tertekuk, sungguh kebosanan dirinya didalam rumah besar dan sepi ini. Dia menoleh kekanan dan kiri bermaksud mencari keberadaan Amon yang baru saja menghilang dari pandangannya.
Dia membuang nafas panjang, tidak tau harus berbuat apa dalam rumah besar ini sendirian. Bukan karena apa Erza benar benar kebosanan, sudah hampir 4 hari dirinya dikurung dalam rumah ini oleh Amon.
Erza tidak tau apa maksud Amon sebenarnya yang melarang dirinya untuk keluar barang sejengkal pun. Bahkan semua pintu dan jendela rumah ini tertutup rapat hingga tak ada secuil angin pun yang dapat masuk.
Dia tak habis pikir kalau Amon akan membuatnya mati kebosanan tanpa melakukan apapun didalam rumah, dia lebih suka beraktivitas diluar ruangan. Tidak dalam ruang lingkup ruangan apapun yang membuatnya bosan.
“Amon?” panggil Erza lagi.
Tak lama terdengar sebuah langkah kaki dari balik dinding, Erza menolehnya dan melihat Amon keluar dari baliknya.
Gadis itu menatap memelas kepada Amon. “Aku ingin keluar Amon, buka pintunya!” ucap Erza memohon juga sedikit kesal.
Amon sedikit membungkuk sebelum mengatakan semua alasannya. “Maaf nona, saya tidak bisa membiarkan anda keluar rumah. Setidaknya sampai seminggu”
Gadis itu terkejut, sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan Amon kepadanya.
“Apa? Amon, ayolah. Biarkan aku keluar, aku kebosanan disini. Apa kau ingin membuatku gila dengan cara mengurungku seperti ini!” teriak Erza frustasi.
Dengan wajah dinginnya Amon hanya menggeleng, menolak permintaan Erza.
Erza sungguh kesal, dia bangkit dari duduknya di sofa. Disahutnya sebuah patung lumayan kecil yang terbuat dari kayu, karena baginya Amon tidak akan menurutinya maka dia akan melakukannya sendiri.
Disibaknya tirai panjang itu hingga jendela kaca besar terlihat jelas dibaliknya. Saat hampir saja benda itu menghantam jendela kaca rumahnya, Amon segera saja menyela.
“Anda tidak bisa melakukan itu nona” sela Amon tanpa bergerak dari tempatnya berdiri.
Erza hanya menolehnya, terlihat tidak peduli dengan ucapan Amon. Selanjutnya dia benar benar menghantamkan patung itu ke kaca. Bermaksud membuatnya pecah agar dirinya bisa keluar.
Dak!
Dak!
Dak!
Amon tetap diam dalam tempatnya sambil menyaksikan usaha nonanya yang mencoba kabur dari rumah. Samar samar dia tampak tersenyum, bahkan ingin menertawakan nonanya. Semua usaha nonanya itu akan sia sia belaka.
Sudah hampir satu jam Amon masih berdiri ditempat yang sama sambil tersenyum, masih menantikan usaha erza yang tentu saja tidak membuahkan hasil.
“Usaha anda akan sia sia belaka nona” sela Amon sambil berjalan mendekati Erza.
Erza menoleh, wajahnya tampak menahan kesal saat tau usahanya benar sia sia seperti yang dikatakan Amon.
Amon mengambil alih patung yang sudah hampir tidak terbentuk lagi itu, dia menaruhnya pada nakas terdekat lalu beralih meraih kedua tangan Erza yang memerah.
Dia mengusap usap telapak tangan itu pelan, Amon tidak suka melihat nonanya ini terluka.
“Nona, apa anda lupa jika semua kaca dirumah ini memiliki ketebalan 5 cm? Anda tidak akan bisa memecahkannya hanya dengan bekal patung tadi. Kaca itu tidak akan pecah bahkan jika anda tembak sekalipun” ucap Amon sambil tersenyum kecil.
Pipi gadis itu tiba tiba memerah, linang air mata mulai menuruni pipinya. “Aku bosan dirumah Amon” ucapnya disela tangis.
Amon tersenyum kecil, dia mengangguk. “Baiklah, saya memperbolehkan anda keluar. Namun hanya 1 tempat”
Dengan cepat Erza mengangguk menyetujuinya, entah tempat manapun itu. Yang terpenting adalah dirinya keluar dari dalam rumah ini. Dengan cepat gadis itu mengusap pipinya kasar agar tidak ada bekas air mata yang tertinggal.
Kriiinggg
Erza dan Amon menoleh mendengarnya, Amon lalu menghampiri telefon rumah yang berbunyi itu.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Amon saat mengangkat telefon itu.
“Baik tuan, akan saya sampaikan” jawab Amon terakhir lalu menutup telefonnya.
Erza bertanya tanya, apa yang dibicarakan Amon sampai sesingkat itu. “Ada apa Amon?” tanya Erza penasaran.
Amon lagi lagi tersenyum. “Tuan Glenn menelfon, anda harus kesekolah besok”
Sontak wajah malas Erza lah yang keluar saat Amon mengatakan tempat benama sekolah itu, Erza tidak menyukai tempat itu. Tempat itu sedikit aneh, bahkan bagaimana mungkin pemilik sekolah sendiri yang membiarkannya bebas berkeliaran. Seolah mengatakan, kau tidak perlu sekolah disini.
“Tidak mau Amon” sahut Erza cepat.
“Anda tidak ingin keluar dari rumah? Baiklah, kalau begitu anda harus sabar menunggu hingga seminggu” ucap Amon menanggapi protesan nonanya.
Erza kembali terkejut, Amon mempermainkan dirinya disaat sial seperti ini. ‘Kenapa kau jahat sekali Amon’ batin Erza menangis.
“Baiklah, aku sekolah besok. Tapi aku akan benar benar keluar dari rumahkan?” tanya Erza setelah terlihat pasrah mengambil keputusannya.
“Tentu, nona” jawab Amon tersenyum.
Tiba tiba Erza bergidik melihat wajah Amon yang beberapa kali tersenyum. “Jangan tersenyum terus Amon, kau terlihat aneh dan mengerikkan” komentar gadis itu membuat Amon seketika kembali datar.
“Maafkan saya nona” lalu membungkuk.
“Waktunya anda makan siang, akan saya masakkan sesuatu. Permisi” Amon pergi begitu saja meninggalkan Erza.
Sepeninggalan Amon, Erza menjadi teringat akan awal pertemuannya dengan Amon. Saat dirinya baru saja siuman, wajah pertama yang dilihatnya adalah Amon. Sedang tersenyum kearahnya, dengan pakaian tuxedo lama yang sangat rapi.
Kepulangannya dari rumah sakit, ayahnya menjelaskan kalau Amon akan menjadi pengasuhnya. Dan ayahnya selalu mengatakan agar dirinya tetap sembuh.
Bahkan sampai sekarang dirinya tidak ingat pernah mengidap suatu penyakit yang membuatnya harus tertidur diranjang rumah sakit.
Dan 1 fakta yang paling membuat Erza bingung adalah, Amon biasanya hanya melayani kaum bangsawan. Sejak saat itu dirinya berpikir, berapa banyak ayahnya menggaji Amon hingga dirinya sebesar ini. Dan darimana pula ayahnya bisa mendapatkan pelayan seperti Amon.
Tapi sungguh, senyum Amon tidak menarik sama sekali. Mungkin Amon tidak tau, tapi Erza pernah melihat kalau ujung bibirnya hampir menyentuh telinga saat tersenyum.
Tap
Tap
Tap
“Nona, makan siang anda sudah siap” lapor Amon sopan dan tidak menghilangkan wajah datarnya setelah ucapannya tadi.
Erza dengan cepat mengangguk dan segera menuju ruang makan diikuti oleh Amon.
“Apa yang kau masak Amon?” tanya Erza.
“Daging panggang nona” jawab Amon singkat.
Erza hanya terdiam, entah kenapa suasana canggung ini tiba tiba muncul lalu mengganggunya.
.
.
.
Langit tampak hitam pekat, rembulan sudah menelan sang mentari. Titik putih gemerlap itu terlihat jelas dilangit. Angin malam datang saling bersahutan, mengikuti mobil hitam yang sedang menyusuri jalanan hutan.
Suara derunya terlewat pelan hingga suara hewan malam masih terdengar jelas. Amon berdiri didepan teras, menatap mobil hitam itu berjalan semakin mendekatinya.
Mobil itu terparkir rapi dihalaman, tak lama kemudian pintu mobil itu terbuka. Menampakkan seseorang yang tidak asing. Orang itu berjalan mendekati Amon, dan seketika Amon membungkuk.
“Selamat datang kakak” ucap Amon senang namun masih terlihat sopan.
.
.
.
Tbc
Hayo, siapa yang dateng😆
Btw, aku mau terima kasih kepada kalian semua yang menghargaiku. Aku selalu suka melihat ada yang berkomentar dan memberi vote😄
Terimakasih banyak semua, aku selalu menerima apa pendapat kalian😭