Queen Devil

Par novitarch_

623K 7.1K 753

[NEW VERSION] Judul lama : "Willona || The Queen Devil" ---•••--- Kehidupan gelap seorang model dan kebencian... Plus

• Prolog •
• 2 - Di Balik Layar •
• 3 - Di Depan Layar •
• 4 - Let's Start This Game? •
• 5 - Peringatan •
• 6 - Early Game •

• 1 - Sial •

23.8K 1.1K 106
Par novitarch_

Happy reading!❤️

Jangan lupa vote dan komen ya❤️

---•••---

"Terima kasih atas kerja samanya, Zhia. Maaf merepotkan mu sampai tengah malam seperti ini," ucap staf penanggung jawab pemotretan yang baru saja Willona lakukan.

"No problem," jawab Willona sambil tersenyum. Staf itu balik tersenyum lalu membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Willona. Willona secepat mungkin mengubah raut wajahnya menjadi datar. Ramah tamah seperti itu selalu Willona lakukan di depan banyak orang. Menyebalkan, tapi Willona harus melakukannya, meskipun setelahnya langsung mengubah raut wajahnya.

Willona baru saja menyelesaikan pekerjaannya dengan salah satu brand ternama. Hari ini jadwalnya cukup padat membuat Willona cukup lelah dan ingin segera merebahkan tubuhnya.

Willona duduk lalu menyesap jusnya yang tak lama dipesannya. Setelahnya Willona segera ke ruang ganti dan mengganti pakaiannya.

Setelah selesai Willona kembali duduk dan menyesap jusnya sambil memainkan ponsel. Tiba-tiba seorang pria datang dan bertanya kepada Willona.

"Nona Zhia, apa kau mau langsung pulang? Di mana asisten pribadi mu?" tanya pria itu.

"Tidak, saya akan pulang sendiri saja," ucap Willona tanpa mengalihkan pandangannya dan tetap memainkan ponselnya.

"Ini sudah tengah malam, lebih baik saya antar saja bagaimana?" tanyanya.

Willona memutar bola matanya, malas. Sial! Di mana Jack? Batin Willona. Willona sangat sebal jika mendengar kata itu dari orang yang kurang dikenalnya. Selain malas, Willona juga kurang suka bergaul dengan orang yang kurang dikenalnya, terutama jika tidak menyangkut tentang pekerjaan, seperti saat ini misalnya.

Willona mengalihkan perhatiannya dari ponselnya lalu tersenyum. "Tidak perlu, saya akan menelpon asistenku," ucap Willona datar lalu pergi meninggalkan pria itu. Sepertinya pria itu salah satu staf di sini, terlihat dari pakaiannya yang seperti seragam dan kebanyakan staf di sini memakainya.

Staf itu menghela napasnya. Sial! Tapi saya tidak akan menyerah Zhia. Batinnya.

Willona segera menghubungi Jack, namun tak ada jawaban, membuat Willona berdecak kesal.

"Kemana sih tuh orang? Pergi gak bilang-bilang, ck!"

"Mana gue gak bawa mobil sendiri, argh sial!" ucap Willona lagi. Willona sangat kesal, apalagi staf itu masih memandanginya dari tempat yang sama. Meskipun terhalang pintu kaca, namun Willona masih dapat melihatnya dengan jelas. Pasti ada maksud tersembunyi dari tatapannya yang sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Willona.

Willona duduk di kursi yang tersedia di ruang tunggu, lalu mencoba menghubungi supirnya yang lain untuk menyuruhnya membawakan mobilnya. Sedangkan asistennya yang lain sedang membereskan barang-barang yang sempat Willona bawa. Mereka akan menggunakan mobil yang berbeda, tentu saja. Willona kurang suka jika mobilnya terlalu banyak barang, maka dari itu dia lebih memilih menunggu supir yang lain mengantar mobilnya. Jika masalah bagaimana supir itu pulang, Willona tidak peduli, dia bisa saja pulang dengan menumpang di mobil barang-barangnya bersama asisten yang lain atau memesan taksi.

Sedang asik memainkan ponselnya sambil menunggu supirnya datang, Willona terkejut dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba berada di depannya. Dia orang yang sama dengan orang yang sempat mengajaknya pulang dan terus memandangnya tadi.

"Nunggu siapa? Gak bosan? Mending pulang sama saya aja, yuk?" ajaknya lagi.

Willona menghela napasnya, ingin sekali Willona memelintir tangan orang itu sampai patah. Apa tidak bisa dia membiarkannya tenang? Sedari tadi dia terus saja mengganggu Willona, walaupun tidak menyentuhnya tapi Willona merasa hal itu sangat menggangu.

Jika di tempat ini tinggal dirinya dan asistennya, Willona akan segera memelintir tangannya atau bahkan lebih parah dari itu. Masalah cctv, itu hal mudah untuk Willona. Namun jika cctv itu bernyawa, itu bukanlah hal yang mudah. Bisa saja bukan hanya orang yang berada di ruangan ini yang mengetahuinya, tetapi di luar ruangan juga tahu karena pintunya banyak yang terbuat dari kaca. Jeritan orang-orang yang menyaksikan Willona memelintir tangan orang itu juga akan memancing siapa saja datang. Sial! umpat batin Willona. Sepertinya hari ini hari yang cukup sial untuknya.

"No, thanks," jawab Willona ketus.

"Sombong banget sih, model doang juga," ucap staf itu yang memancing jiwa membunuh Willona keluar.

Willona mengepalkan tangannya. Kesabarannya tidak sebanyak orang-orang.

Willona tersenyum miring, seketika dia mendapat ide. Ide gila yang Willona jamin akan membuat staf itu tidak akan mengganggu lagi.

Willona langsung menarik tangan staf tersebut ke tempat yang cukup sepi dan jarang dilalui orang. Staf itu tersenyum simpul dan mengikuti Willona.

"Mau sesuatu dari aku, kan?" tanya Willona setelah sampai di tempat yang cukup sepi.

"Tahu aja si cantik," ucap staf itu lalu memegang dagu Willona. Willona tersenyum penuh arti lalu melepaskan tangan staf itu.

"Tunggu aku di toilet ujung, aku akan kesana dalam lima menit," bisik Willona lalu pergi meninggalkan staf itu.

Staf itu tersenyum. "Gak nyangka gue, ternyata dia begitu, ya. Tapi bagus deh, gampang banget ternyata," ucapnya lalu menuruti perkataan Willona dan segera melangkahkan kakinya ke toilet yang berada di ujung.

Toilet itu jarang digunakan karena sering terjadi kerusakan pada keran air, meskipun sudah berulang kali diganti, namun tetap saja cepat sekali rusak, jadi toilet itu akan ditutup. Namun sampai sekarang belum ditutup juga karena itu satu-satunya toilet yang berada di dekat taman belakang. Jadi jika sedang berada di taman belakang, lebih cepat jika ke toilet itu daripada yang lain.

Toilet itu juga tidak terjangkau cctv, jadi tempat itu sangat cocok untuk Willona melakukan aksinya.

Staf itu masih menunggu Willona, tak lama ada yang masuk toilet membuatnya tersenyum karena dia tahu siapa yang masuk. Benar saja dugaannya, dia Willona, orang yang sudah ditunggunya.

"Langsung aja gimana? Gak perlu basa-basi, saya masih ada urusan," ucap Willona membuat staf itu tersenyum.

"Oke baby. Tapi berapa bayaran yang kamu mau? Aku bisa membayarmu dengan semua gajiku," ucapnya lalu tersenyum. Dengan segera dia menutup pintu. Willona dengan sigap membalik tubuhnya agar staf itu tidak melihat apa yang ada dalam genggaman tangannya.

"Tidak perlu, kau hanya perlu satu hal. Tidak memberi tahu siapapun tentang apa yang kita lakukan disini."

"Baiklah, aku setuju." Lagi-lagi staf itu tersenyum. Bahkan tanpa uang dia bisa mendapatkan model terkenal. Sungguh kehormatan untuknya, astaga staf itu tidak habis pikir dengannya yang dengan mudah bisa mendapatkan wanita seperti Willona.

Staf itu kemudian mendekati Willona sampai mereka dapat merasakan deru napas masing-masing. Namun tak lama setelahnya dia merasakan ada sesuatu yang menusuk perutnya, rasanya sangat sakit, dan ketika dia melihat ke arah perutnya, ada benda tajam yang menancap diperutnya dan mengalir banyak darah dari sana. Seketika staf itu memegang perutnya yang tertancap benda tajam, yang tak lain adalah pisau. "Ka-kau?"

"Iya, ini aku," ucap Willona dengan senyum manisnya, lebih tepatnya, senyum iblisnya.

Staf itu limbung lalu terduduk sambil terus memegang perutnya. Ketika dia akan berteriak minta tolong, Willona dengan segera menempelkan telunjuknya pada bibir staf itu.

"Jika kau masih ingin hidup, jangan berteriak. Namun jika kau ingin mati lebih cepat, teriaklah," ucap Willona masih dengan raut tersenyumnya.

"Si-siapa kau sebenarnya?" tanyanya.

"Kau ingin mati kehabisan darah? Baiklah aku akan menjawab semua pertanyaan mu, tapi jika kau masih ingin hidup, simpan untuk nanti semua pertanyaan mu itu."

"T-tolong aku," ucapnya lirih. Ragu, tapi dia tetap mencoba.

"Baiklah kau tunggu saja disini," ucap Willona lalu pergi meninggalkannya. Staf itu seakan tersadar, Apa dia membodohi ku? Batinnya.

---•••---

Staf itu mulai kehilangan kesadarannya karena mulai kehabisan darah. Namun, tiba-tiba dia mendengar banyak orang yang berlari mendekat padanya. Sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya, dia melihat seseorang menangis, dan itu Willona. Tidak, dia tidak benar-benar menangis, itu hanya akting, terlihat ketika staf itu melihat ke arah Willona, dia tersenyum. Lalu setelahnya gelap, dia kehilangan kesadarannya.

Staf itu mulai dibawa oleh orang-orang untuk dilarikan ke rumah sakit. Sedangkan Willona masih saja menangis, akting yang sempurna karena tidak ada yang mencurigainya.

"Tidak apa Zhia, kau tidak membunuhnya, bahkan kau menolongnya. Tidak apa, tenangkan dirimu," ucap salah satu rekan staf yang Willona tusuk.

"Tapi saya, hiks..."

"Tidak apa, tenangkan dirimu, dimana asisten pribadi mu? Kau pulanglah dulu bersamanya."

"Baiklah, kabari aku jika dia sadar, aku ingin menemuinya."

Dia mengangguk lalu mengantar Willona ke depan gedung, dan ternyata supir yang tadi Willona suruh datang sudah menunggu di luar mobil.

"Dia supir ku, terima kasih," ucap Willona lalu masuk ke dalam mobil setelah dibukakan pintu oleh supirnya.

Staf itu mengangguk lalu melambaikan tangannya.

Willona menghapus air matanya lalu tersenyum. "Jalan," ucapnya setelah supirnya masuk dan duduk di bangku kemudi.

Tak lama mobil Willona meninggalkan gedung yang sempat menjadi tempat pemotretan, sekaligus memuaskan nafsu buasnya. Willona jadi teringat kalau dia ingin ke bar terlebih dahulu, tapi sudahlah, mungkin memang saatnya untuk Willona istirahat. Rencananya gagal lagi, astaga sepertinya hari ini adalah hari yang sial untuknya.

Willona memijat matanya yang lelah, lalu mulai memejamkan matanya karena perjalanannya juga cukup lama. Tempat pemotretan kali ini memang sedikit jauh dari rumah Willona, karena itulah perjalanannya juga lumayan lama.

Baru sebentar Willona merasa nyaman, tiba-tiba supirnya mengerem mobilnya dengan mendadak, membuatnya langsung terbangun.

"Lo mau mati?" ucap Willona dingin.

"Maaf Nona, ada orang yang menyebrang jalan sembarangan, mereka sepertinya sedang mabuk," ucap supir itu. Dia merasa panas dingin, dia takut hidupnya hanya sampai disini karena menggangu istirahat Willona.

Willona berdecak, lalu membuka ponselnya tanpa memperdulikan supirnya lagi, dan supirnya merasa lega karena dia tidak dibunuh dan mulai menjalankan mobilnya lagi.

"Jack itu kemana sih, suka banget ngilang emang, ck!"

Setelahnya Willona meletakkan ponselnya lagi. Karena masih merasa lelah Willona berencana untuk melanjutkan tidurnya sampai rumah, perjalanan ini juga membuatnya lelah karena akan duduk terlalu lama di mobil.

"Jangan ganggu gue, lo tahu konsekuensinya, kan?" ucap Willona kepada supirnya. Supirnya mengangguk, namun baru saja Willona akan memejamkan matanya, supirnya kembali mengerem mendadak setelah berbelok beberapa meter.

"Kenapa lagi?"

"Itu ada preman yang tadi, Nona, mereka ngalaingin jalan kita, dan sepertinya sekarang mereka sedang mengganggu seorang gadis," ucapnya takut-takut.

"Ganggu aja sih, beresin dulu sana," ucap Willona. Sedangkan supirnya mengangguk lalu keluar untuk membereskan para pengganggu itu. Orang-orang yang Willona pekerjakan memang harus bisa bela diri, jadi jika terjadi hal seperti ini Willona tidak harus turun tangan langsung.

Willona melihatnya dari dalam mobil, namun sepertinya supirnya kewalahan karena ada lima orang yang mengeroyoknya. Gadis yang diganggu itu hanya melihatnya saja dari kejauhan, tanpa ada niatan untuk membantu atau mungkin terlalu takut, membuat Willona berdecak kesal.

Dengan segera Willona menghampiri mereka dan menendang salah satu dari mereka sampai tersungkur. Temannya yang melihat itu langsung mendekati Willona, namun secepat kilat Willona menendang kemaluannya membuatnya sama-sama tersungkur. Ketika orang yang Willona tendang sampai tersungkur akan bangkit, Willona menginjak perutnya dan melewatinya begitu saja membuatnya memekik kesakitan.

Ketiga temannya yang lain kemudian beralih ke Willona karena supir Willona ternyata sudah terduduk sambil terbatuk-batuk, hampir pingsan.

"Eh? Bukanya ini model terkenal itu, ya? Siapa namanya? Zhia?" ucap salah satu preman yang baru saja beralih ke Willona sambil tersenyum miring.

"Eh iya bro, jago karate ternyata dia, haha," temannya yang lain menjawab. Willona hanya menampilkan wajah datar dan hanya melihat mereka bergantian, mengatur strategi bagaimana membereskan mereka. Terlebih sekarang dia sendirian.

"Percuma bro kalo jago karate doang, jago gak dia di ranjang, haha..." ucap preman yang sempat Willona tendang kemaluannya. Kini dia bangkit dan berdiri di depan Willona. Yang Willona injak perutnya juga mulai berdiri meskipun masih memegang perutnya.

Mendengar hal itu temannya yang lain tertawa. Mereka mulai memutari Willona, Willona sekarang terkepung oleh lima preman yang cukup mabuk, namun masih sadar.

"Udahlah, bawa sekalian aja ke ranjang, yuk, haha," ucap salah satu preman dan lagi-lagi teman-temannya tertawa setelah mengatakan "siap" secara bersamaan.

Willona tersenyum miring, dia melihat sekelilingnya yang terdapat lima preman. Inilah saatnya untuk Willona melakukan aksinya membasmi mereka, ketika mereka tengah lengah.

Willona menendang salah satu dari mereka, melihat hal itu yang lainnya seakan langsung tersadar dan mulai mengeroyok Willona. Willona dengan sigap menghindari pukulan dari mereka, namun lama-kelamaan Willona mulai terkena pukulan mereka juga.

Sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan darah. Ketika dia akan memukul lagi, yang lainnya memukulnya di bagian bahu kanannya, membuat bahunya terasa nyeri, ternyata dia memukulnya menggunakan kayu. Pertarungan ini tidak sebanding, Willona juga tidak membawa senjata, senjatanya ada dalam mobil dan tidak mungkin di mengambil senjatanya terlebih dahulu lalu balik lagi. Sial! Batinnya. Willona merasa hari ini sial sekali, entahlah.

Willona masih mencoba melawan mereka sekuat tenaganya. Karena lelah sudah bekerja seharian, Willona merasa kekuatannya berkurang. Namun tiba-tiba salah satu preman itu terjatuh, Willona melihat siapa yang melakukannya, ternyata gadis yang coba Willona tolong membantunya, memukul preman itu menggunakan kayu.

Dia tersenyum manis ke Willona, namun Willona tidak boleh lengah, dia terus mencoba melawan mereka dan sekarang dibantu oleh gadis itu dengan memukulnya dengan kayu. Supir Willona yang sudah membaik pun kembali membantu Willona, dia tidak mungkin membiarkan Willona hampir melawan sendirian. Meskipun dibantu gadis itu, namun gadis itu tidak benar-benar membantu, malah seperti menyusahkan Willona karena ketakutannya.

Tak lama setelahnya ada sirine polisi, membuat para preman itu segera kabur, namun ada satu preman yang Willona tahan dengan langsung mendudukinya, sehingga dia tidak dapat kabur seperti teman-temannya.

Willona segera bangkit dan menarik kerah bajunya. Willona membisikkan sesuatu yang membuat preman itu merinding namun bertanya-tanya disaat bersamaan.

"Lo beruntung kali ini, tapi tidak lain kali. Berani ganggu gue, nyawa lo taruhannya."

Dengan segera preman itu dibawa polisi, sedangkan polisi lainnya masih mengejar preman yang kabur.

"Terima kasih Nona Zhia atas bantuannya dalam menangkap mereka. Mereka adalah buronan kami selama sebulan ini," ucap salah satu polisi, sepertinya atasan polisi yang lain.

"Tidak masalah, saya permisi," ucapnya lalu melangkahkan kakinya menuju mobil.

"Maaf Nona Zhia, Anda harus ikut ke kantor untuk memberikan kesaksian, tentang apa yang mereka lakukan kepada Anda, untuk menguatkan kasus mereka," ucap polisi itu lagi yang membuat Willona menghentikan langkahnya.

"Saya sibuk," ucap Willona membalikkan badannya.

"Saya tahu Nona Zhia, tapi ini sudah prosedur kami, tolong Anda bekerjasama dengan pihak kami," jelas polisi itu.

"Tidak," jawab Willona lalu membalikkan badannya.

"Tapi, Nona Zhia--"

Willona kembali berbalik. Dia menghela napasnya kasar.

"Telepon atasan mu, saya akan bicara padanya," ucap Willona dan tanpa pikir panjang polisi itu menelpon atasannya. Setelah diangkat dan berbincang sedikit alasannya menelpon, polisi itu memberikan ponselnya pada Willona, Willona langsung menerimanya lalu pergi menjauh dari mereka.

"Komandan yang terhormat, kau pasti tahu jika saya orang yang sibuk. Jadi saya minta, saya tidak perlu ke kantor untuk memberikan kesaksian," ucap Willona tidak ingin basa-basi.

"Tapi Nona Zhia--"

Willona hampir saja mengatakan rahasianya, untunglah dia segera menyadarinya. Ingat Lona, lo lagi jadi Zhia! Batinnya.

"Ck! Baiklah! Tapi tidak sekarang, saya akan ke kantor nanti siang."

"Baiklah Nona Zhia, menyesuaikan jadwalmu, terima kasih telah mau bekerja sama dengan pihak kami," ucapnya.

Tanpa menjawab Willona kembali berjalan ke arah mereka, tanpa mematikan sambungannya.

"Menyusahkan saja!" ucap Willona berdecak kesal. Komandan itu mendengar apa yang Willona katakan, namun dia hanya diam saja.

Willona memberikan ponselnya pada pemiliknya lalu meninggalkan polisi itu. Polisi itu langsung berbicara dengan komandannya, setelah mengetahui apa yang baru saja Willona katakan dari komandannya, dia langsung paham apa yang harus dia lakukan.

"Terima kasih, Nona Zhia," ucap polisi itu yang masih bisa Willona dengar, Willona hanya melambaikan tangannya tanda tidak masalah.

Supir Willona mengikuti Willona dari belakang, sedangkan gadis itu juga ternyata mengikuti Willona malu-malu dengan jarak yang cukup jauh.

Willona memegang pipinya yang bengkak, terasa nyeri, namun tidak juga. Entahlah, rasanya seperti sakit tapi seperti tidak secara bersamaan. Mungkin karena Willona sering menghadapi hal seperti ini, jadi dia seperti mati rasa. Namun tetap saja sakit, astaga entahlah itu tidak bisa dideskripsikan.

"Apa kau menelpon polisi?" tanya Willona pada supirnya tanpa menoleh ke belakang.

"Tidak Nona, saya juga tidak tahu siapa yang menelepon mereka," jawabnya sambil terus memegang pipinya yang bengkak, yang menyebabkannya sakit jika berbicara.

"Sa-saya kak yang menelepon," ucap gadis itu memberanikan dirinya. Seketika Willona berbalik, dan melihat gadis itu, ternyata dia mengikutinya. Gadis itu menunduk, tidak berani menatap mata Willona yang dingin.

"Siapa namamu?" tanya Willona membuat gadis itu mengangkat kepalanya.

"J-jessica, kak," ucapnya sedikit gagap. Entah apa yang membuatnya gagap, mungkin dia gugup atau bagaimana, entahlah.

"Panggil saya Zhia, kamu lebih tua dari saya," ucap Willona lalu langsung masuk ke mobil. Jessica yang mendengar itu melongo, Bagaimana dia tahu? Batinnya.

Supir Willona segera masuk juga, dia melihat Willona duduk di samping kemudi. Ketika akan bertanya, Willona sudah lebih dulu menyuruh Jessica masuk mobil membuat supir Willona mengerjapkan matanya beberapa kali, biasanya tidak seperti ini.

Tanpa berpikir panjang, setelah Jessica masuk mobil seperti permintaan Willona, dia menjalankan mobilnya.

Hari sudah hampir subuh, Willona bahkan melupakan istirahatnya. Tubuhnya terasa pegal dan juga perih karena pertarungan tadi menyebabkan luka disebagian wajah juga tangannya. Banyak lebam juga di tubuh Willona, terutama bagian punggung yang terasa lebih sakit dari yang lainnya, mungkin karena terkena balok kayu cukup keras.

Willona memainkan ponselnya untuk melihat apakah Jack mengabarinya, namun setelah melihatnya Willona berdecak kesal dengan pesan yang dikirim Jack.

Jack
Maaf maaf gue ketiduran sumpah😭
Lon?
Lona?
Sorry Lon, ketiduran gue😭
(5 panggilan tidak terjawab)

Willona hanya membacanya tanpa berniat membalasnya kemudian dia melihat sosial medianya yang lain. Jack selalu saja seperti itu. Banyak sekali alasannya, terutama alasan tertidur, Willona sampai bosan.

"Hm ... Kak--" ucap Jessica mulai membuka suara.

"Zhia," ralat Willona tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ah iya, maaf Zhia. Saya tidak terbiasa memanggilmu dan ini kali pertama kita bertemu. Terima kasih atas bantuan mu, saya tidak tahu jika kamu tidak ada," ucapnya.

"Kebetulan," ucap Willona membuat Jessica sedikit tersentak, namun Jessica tersenyum mendengarnya. Meskipun kebetulan, tetap saja itu kebetulan yang beruntung baginya, jika tidak habislah dia oleh lima preman tadi.

"Maaf Zhia, kamu pasti sakit, ya?" ucapnya sedikit meringis ketika melihat luka di tubuh Willona.

Ketika Willona akan menjawab, tiba-tiba seseorang menelponnya. Jessica hanya diam saja dan mendengarkan. Mungkin beginilah jika berbicara dengan orang yang sibuk.

"Ya?" ucapnya setelah mendengar lawan bicaranya.

"..."

"Gue kesana," ucap Willona lalu mematikan teleponnya sepihak.

"Putar balik, ke rumah sakit sekarang," ucap Willona, dan supirnya tanpa bertanya langsung memutar balik arah seperti permintaan Willona.

"Masih ada waktu 2 jam buat sampai rumah sakit, saya mau tidur, jangan ganggu saya," ucap Willona lalu mulai meletakkan ponselnya di dasbor mobilnya.

"Baik, Nona," ucap supir Willona. Sedangkan Willona mulai memejamkan matanya karena lelah, bahkan sangat lelah.

Jessica menunduk, dia merasa bersalah. Selain karena menolongnya dan Willona jadi terluka, Willona juga jadi tidak dapat istirahat. Jessica sangat yakin jika tadi Willona baru saja pulang dari pekerjaannya dan seharusnya dia tengah istirahat dengan tenang, tapi malah menjadi seperti ini.

Ketika supir Willona merasa Willona sudah benar-benar tidur, dia mulai berani angkat bicara, karena dia sedari tadi melihat Jessica hanya menunduk dari kaca depannya.

"Tidak perlu terlalu dipikirkan, Nona Zhia memang seperti itu, tidak terlalu banyak bicara dan jika bicara irit," ucapnya sambil tersenyum.

Jessica melihatnya dari kaca. "Saya tahu, karena saya juga termasuk salah satu penggemarnya. Tapi saya jadi merasa bersalah karena dia jadi tidak bisa beristirahat karena menolong saya dan malah jadi terluka juga."

Supir Willona tersenyum, lalu mereka mengobrol sampai di tempat yang ingin Willona tuju. Namun ketika sampai Willona belum bangun, membuat supir Willona dan Jessica ragu apakah akan membangunkannya atau tidak.

Baru saja akan membangunkannya, Willona tiba-tiba bangun dan mengucek matanya. Seketika mereka menjadi canggung sendiri.

Willona melihat sekitar, ternyata sudah sampai di parkiran rumah sakit. "Jam berapa sekarang?" tanyanya.

"Pukul 5 lebih 30 menit, Nona," jawab supir Willona.

Willona mengangguk lalu mulai membuka sabuk pengamannya. "Kalian tunggu disini, saya hanya sebentar," ucapnya lalu keluar mobil.

"Baik, Nona."

Jessica mulai bertanya lagi, "Apakah harus seformal itu?"

"Ya, kami sudah terbiasa seperti itu," jawab supir Willona. Mereka kembali mengobrol seperti saat dalam perjalanan.

---•••---

Setelah sampai di ruang yang Willona tuju, dia langsung saja masuk, dan ternyata pasien yang ada di dalam baru saja diperiksa oleh dokter.

Dokter itu tersenyum ketika menyadarinya. Dia tidak menyangka jika akan bertemu Zhia, si model terkenal. Namun, perhatiannya teralihkan karena melihat luka di wajah Zhia.

"Apa yang terjadi, Zhia? Apa kau mau aku periksa sekalian? Sepertinya itu agak parah," ucapnya.

"Tidak, terima kasih. Bagaimana keadaannya?" tanya Willona pada dokter tentang keadaan pasien yang Willona kunjungi.

"Tidak terlalu serius, untung saja lukanya tidak terlalu dalam dan segera ditangani, tapi dia kehilangan banyak darah" jawabnya.

"Baik, pergilah."

Dokter itu mengangguk lalu meninggalkan Willona bersama pasien. Suster yang ada disitu juga ikut pergi setelah membereskan alat-alatnya.

"Katanya udah siuman, ck!" ucap Willona lalu duduk di kursi yang tersedia.

Tak lama pasien yang sudah Willona tunggu membuka matanya dan dia tampak sedikit terkejut mengetahui siapa yang pertama dia lihat.

"Kau?"

"Tidak perlu bertanya, saya akan memberitahumu langsung," ucap Willona.

"Tunggu, kenapa mukamu babak belur? Sepertinya beberapa jam yang lalu masih baik-baik saja, atau itu make up?" tanyanya.

"Tidak, ada kejadian ketika di jalan, tapi tidak penting."

Dia mengerutkan keningnya karena tidak paham dengan Willona, ketika dia akan bertanya lagi, Willona sudah lebih dulu berbicara.

"Bagaimana rasanya?"

"Apa maksudnya?" tanyanya tidak paham.

"Masih mau main-main denganku?" ucap Willona membuat pasien itu memalingkan wajahnya, dia staf yang beberapa jam lalu sempat Willona tusuk.

"Bergabunglah denganku, selain akan lebih banyak mendapat uang, kau juga bisa bermain-main dengan wanita sesukamu. Tapi tetap saja, konsekuensinya tidak mudah."

"Saya benar-benar tidak mengerti, apa maksud semua perkataan mu?" tanyanya menatap Willona.

Willona memajukan wajahnya dan mulai membisikkan sesuatu. "Queen Devil. Saya rasa saya tidak perlu menjelaskannya kamu sudah tahu apa maksud ku."

"Kau? Qu--" Willona menutup mulutnya dengan telunjuk. "Ssst, ada cctv."

Willona melepaskan tangannya lalu berdiri. "Pikirkanlah. Pilihanmu hanya dua. Bergabung atau mati," ucapnya lalu pergi. Staf itu menelan salivanya.

Apa-apaan ini?

---•••---

TBC!

3500+ kata❤️ rekor haha

Gimana menurut kalian yang new version?
Lebih suka yang ini atau yang dulu?
Jawab di komentar yaw buat yang udah baca versi lama❤️

Yang baru baca, semoga suka❤️

Jangan lupa vote & komen❤️

Follow juga akun ini xixi❤️
Instagram aku juga ya, sekalian xixi❤️
Insta : novitarch_

Thank you ❤️

Bna, 13:02:21
Tertanda,
Novita

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

30.8K 1.4K 23
Paskibra X PMR Cover by @grandeasy Sebuah kegiatan yang entah bagaimana Tania menganggap itu sebagai takdir. Takdir bahwa dirinya memang ditakdirkan...
23.4K 2K 48
Kisah kakak beradik yang bertahan hidup di tengah kemiskinan. Juga perjuangan sang kakak menjaga dan membahagiakan sang adik. Hidup yang keras, memak...
GIRL BOSS Par patriciaaa_

Roman pour Adolescents

86.4K 3.4K 42
Sequel Strong Girl [BISA DI BACA TERPISAH!♡] ALYSHA FLORENCIA GIPATI Siapa tidak kenal pemimpin geng, "HURRICANE" yang terkenal seantero jakarta. Dik...
586 103 25
"gue?ya gue bakalan balas dendam atas kematian azza!!" "Balikin azza gue!!" "Azza lo udah mati seharusnya lo sadar" bingung? gimana sama kelanjutanny...