Amon?
Amon hanya diam, sesekali dia melirik kearah Erza yang tampak mengamatinya dengan serius. Mencoba tenang lalu melanjutkan kegiatannya yang menghaluskan daging mentah.
Amon mengumpulkan daging halus itu di baskom lalu mengambil gumpalan daging lain yang belum dihaluskannya.
“Amon, untuk apa kau menambahkan coklat sebanyak itu. Kue itu akan membuatku sakit gigi nanti” komentar Erza melihat tumpukan danging halus di baskom.
Dia melirik Erza sekilas lalu merangkai kata kata. “Tentu agar kuenya semakin enak, nona” bahkan ucapannya tidak menjawab pertanyaan Erza sama sekali.
Erza hanya mangangguk angguk paham sambil tersenyum. “Boleh aku membantumu Amon?”
Seketika Amon menoleh. “Tidak, maksud saya ini adalah tugas saya. Anda hanya perlu duduk disana, menunggu ini matang” jawabnya secara sepontan.
Erza menggembungkan pipinya, kesal dengan pengusiran secara halus yang Amon berikan kepadanya. Gadis itu menatap memelas, sangat ingin membantu membuat kue tersebut.
Amon menghela nafas panjang sebelum pada akhirnya menoleh. “Nona, anda lebih baik duduk saja disini” ucap Amon menuntuk Erza di kursi lalu mendudukkannya disana.
“Amon!” rengek Erza tidak terima. Sebenarnya dia sedang dilanda kebosanan sekarang, dan dia tidak tau harus melakukan apa selain ingin membantu Amon membuat kue itu.
“Tidak! Anda harus tetap disana sampai kue ini matang, jika tidak akan saya buang kue ini” ucap Amon dingin dan seketika membuat Erza tanpa sadar tertohok.
Gadis itu jadi ingat terakhir kali dia menyentuh dapur, adalah saat dia membantu Amon membuat bolu. Dan dalam masa itu Erza sudah membuat ovennya meledak hingga dapurnya hancur.
Mungkin Amon memang tidak memerlukan bantuan dari tangan perusak sepertinya. Erza sadar sekarang, bahwa dirumah dia hanya ditugaskan untuk istirahat dan bersenang senang tanpa menyentuh barang lain.
Lumayan lama Erza duduk disana sambil menghabiskan buah yang tersedia didepannya, dan aroma kue harum yang baru saja keluar dari oven tercium oleh hidungnya.
Erza tersenyum saat menolah melihat Amon membawa kue coklat dengan lelehan yang lumer itu kearahnya, menaruhnya di meja makan lalu memotongnya.
“Selamat makan nona, saya permisi ingin membuang sampah” ucap Amon pamit setelah menaruh sepotong kue hangat diatas piring kecil.
Tidak lupa dengan segelas hot choco yang sama seperti tadi pagi telah dibuat oleh Amon, asapnya yang mengepul membuat Erza tersenyum.
Erza menatap binar kue yang terlihat menggiurkan itu lalu mengangguk angguk dengan pamitnya Amon.
Gadis itu mulai memakannya perlahan, menikmati setiap inci rasa dari kue buatan Amon yang memang no 1. Bagi Erza memang tidak ada koki yang bisa menggantikan posisi Amon, semua makanan yang Amon buat sungguh lezat.
Amon menatap Erza sejenak lalu tersenyum, dia mengambil sekantong plastik hitam besar yang memang ingin dibuangnya sedari kemarin.
Amon membawanya keluar, namun bukan berarti dia ingin membuangnya. Isi dari plastik itu lebih dari berguna daripada dibuang percuma.
Saat sudah di luar dia berbelok lalu masuk kedalam ruang bawah tanah yang pintunya disembunyikan, bahkan Erza tidak pernah tau jika rumahnya memiliki 1 lantai lagi dibawah tanah.
Setelah menutup pintu Amon meniup setiap obor hingga api muncul dan menerangi jalannya. Menuruni anak tangga perlahan sambil mendengarkan alunan lagu permintaan tolong yang sangat keras. Menggema dan membuat telinga sakit, namun bagi Amon itu adalah sebuah lagu terindah.
Setelah sampai dibawah senyumnya bahkan terlihat 2 kali lebih lebar, hingga kedua ujung bibirnya ingin menyentuh telinga. Lebar dan mengerikkan, tatapan dingin itu terganti oleh tatapan sayu yang menghanyutkan dan mengerikkan.
Seketika membuat 5 orang wanita disana berhenti berteriak karena ketakutan. Atau lebih tepatnya kehilangan suara mendadak saat melihat kedatangan Amon.
“Kenapa berhenti? bukankah kalian ingin keluar? Ayo teriak lebih keras, buat nonaku tertidur dengan lelap karena nyanyian kalian” ucap Amon meninggalkan kantong itu lalu menghampiri seorang wanita.
Amon mencengkram dagu kecil itu dengan jari tangannya yang panjang, tajam, dan hitam. “Tidak mau bernyanyi?” tanya Amon tersenyum.
“Kalian tau bukan kalau nona baru saja pulang, dia lelah. Tubuhnya sedikit demi sedikit hancur, dan kalian tau apa artinya” Amon sengaja menjeda kalimatnya sendiri saat merasakan dagu itu bergetar ketakutan.
“Kalian akan menjadi hidangan pembuka untuknya” ucap Amon lirih tak lupa senyumnya.
“AAAAARRH!!! TTTOOOOLOOOONG! SESEORANG LEPASKAN KAMI!!!” teriak wanita itu ketakutan disusul oleh yang lainnya.
Amon tertawa pelan, terlihat puas dengan apa yang dilakukannya. Dia kembali menghampiri kantong plastik tadi lalu bersiul.
Tidak lama muncul 3 ekor anjing hitam besar dari balik bayang bayang. Mata merah dengan semua gigi runcingnya membuat Amon takjub.
Dia sangat menyukai hewan peliharaan sang Ratu, sang legenda yang menciptakannya.
“Aku membawa makanan untuk kalian” ucapnya ramah lalu mengeluarkan semua isi kantong tersebut.
Tulang tulang yang masih dilingkupi darah, 3 kepala, dan organ dalam berceceran disana. Dengan cepat 3 ekor anjing itu menyantapnya dengan rakus.
“Melihat kalian aku jadi teringat dengan nona saat kelaparan” komentar Amon tersenyum kecil.
“Jangan makan 5 orang itu, mereka adalah hidangan pembuka” ucap Amon sejenak lalu keluar dari ruangan itu.
Dengan sigap Amon membersihkan bajunya yang sedikit terciprat darah. Sesampainya diluar, Amon kembali menormalkan wajahnya.
Sejahat apapun dia, Amon akan tetap setia kepada Erza. Erza adalah nonanya, seorang Demon Blood yang harus dijaganya hingga perubahan.
Amon sangat menyayangi nonanya lebih dari apapun, bahkan sampai rela berbohong dan menutupi wujud aslinya yang mengerikkan.
Amon segera saja telport menuju taman, menyirami bunga lalu menyapu dedaunan yang berserakan.
“Amon?”
Amon segera meninggalkan pekerjaannya lalu berpindah menghampiri Erza yang memanggilnya. Segera saja dia membungkuk memberi hormat.
“Kau tadi kemana saja?” tanya Erza penasaran.
“Maaf nona, saya sedang menyapu taman” jawab Amon datar.
“Taman? Sudah lama aku tidak kesana Amon, apa bunga yang kau tanam sudah tumbuh semua?” ucap Erza mengingat awal keberangkatannya saat Amon mengatakan akan mengisi taman itu dengan bunga.
“Sudah nona, saya juga memberi bangku juga meja kecil agar nona bisa bersantai disana” jawabnya tersenyum kecil.
“Sungguh? Ayo kalau begitu, aku sangat penasaran ingin melihatnya” ucap Erza semangat.
“Baiklah, saya akan buatkan cemilan juga teh untuk anda”
“Aku akan menunggumu disana Amon, cepatlah” ucap Erza lalu berlari menjauh menuju taman.
Erza senang, dirumah dia selalu disuguhi banyak sekali makanan. Tidak seperti di lapangan, yang makanannya terbatas dan itu pun juga harus dibagi. Sebagai kapten sebenarnya Erza mendapat fasilitasnya sendiri, namun makanan disana selalu tidak bisa membuatnya kenyang.
Memang kata tidak akan ada yang bisa menggantikan Amon sangat benar adanya. Dirumah, dia selalu dimanja oleh Amon. Padahal sebenarnya selama ini Erza tidak bisa menikmati hidup sesantai dan setenang ini, kecuali jika bersama Amon.
.
.
.
Tbc
Hai semua, maafkan aku yang gk bisa up😫
Ini semua karena sakitku yang beberapa bulan gk ada kabar akhirnya kambuh dadakan. Ya, tapi setidaknya aku senang gk sampai inap di rs lagi😄
Jadi buat up atau sekedar menulis ini tidak ada waktu, apalagi waktu baru masuk sekolah. Tugas menumpuk menghampiri, hah😩, bahkan laptop ini aja sudah 3 minggu aku sleep.
Pusing mau jelasinnya gimana, tapi kalau kalian pikir "Halah, mungkin cuma pura pura. Mungkin males up" okey aku terima tidak apa😊.
Pasti banyak yang seperti itu sepengalamanku menulis pertama kali. Mungkin sudah banyak bicara hari ini, dan maaf kalau upnya malam banget😄
Selamat tidur, jangan begadang karena baca wattpad ya. Nanti bisa kena angin duduk😊
Bye😳