[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sud...

By zyrurui

763K 99.1K 35.4K

Bagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit More

开始 ♥
一 | Begitulah Felix
二 | Bukan Prioritas
三 | Sakit Hati Pertama Kalinya
四 | Gama
五 | Sekedar Menolong
六 | Drama yang Berujung Pengakuan
七 | Tengah Malam
八 | Hujan
九 | Berdamai dengan Kamu
十 | Not Good News Anymore
十一 | Honeymoon Avenue #1
十二 | Honeymoon Avenue #2
十三 | Ubud and A Young Boy #1
十四 | Ubud and A Young Boy #2
十五 | That Guy Who's Sitting On The Chair
十六 | Buat Saya Jatuh Cinta
十七 | Alasan Untuk Tidak Menceraikanmu
十八 | Another Cinderella Story
十九 | Testpack
二十 | Fall Asleep on Your Body
二十一 | Palpitation
二十二 | Nightmarish
二十三 | A Game Has Started
二十四 | Begin Again
二十五 | Kesempatan Kedua
二十七 | Di Bawah Hujan
二十八 | Tidak Terduga
二十九 | Noceur
三十 | Psithurism
三十一 | Gezellig
三十二 | A Thread
三十三 | Petrified
三十四 | Hygge
三十五 | Adomania
三十六 | Berjumpa Kembali
三十七 | Sebuah Persimpangan
三十八 | Pulang Kuliah
三十九 | Pernyataan
四十 | Rencana
四十一 | Senja di Danau Kenangan
四十二 | A Fight
四十三 | Sebuah Paket
四十四 | A Thread #2
四十五 | Drapetomania
四十六 | 39°C
四十七 | Nemesism
四十八 | Eumoirous
四十九 | Súton
五十 | Whelve
五十一 | Akrasia
五十二 | 切ない
五十三 | 缘分
五十四 | Moajaza
五十五 | Tristful
五十六 | Loveship
五十七 | Dysphoria
五十八 | Cordolium
五十九 | Cimmerian
六十 | Nebulous
六十一 | Hysterical
结束 ❤️
Nebula Ready Stok

二十六 | Bermain Aman

13K 1.7K 626
By zyrurui


Felix sedang berdiri di depan ruangan NICU atau kependekan dari Neonatal Intensive Care Unit. Ruangan khusus yang disediakan untuk merawat bayi baru lahir—yang mengalami gangguan kesehatan setelah 24 jam baru dilahirkan.

Ia melihat Yiren sedang menangani dua bayi mungil (yang tubuhnya banyak ditempeli kabel) di dalam inkubator lewat jendela ruangan yang sedikit terbuka. Namun sesungguhnya fokusnya bukan terhadap Yiren. Melainkan bayi-bayi lucu itu. Bayi-bayi merah itu tampak sangat mungil dan rapuh. Butuh segenap kasih sayang untuk membuatnya bisa tumbuh besar dan sehat.

Yang membuatnya terpaku adalah saat kedua bayi itu menguap lalu membuka kedua matanya. Meski bayi itu tampak mengamati Yiren—sang dokter di depan mereka—bayi itu juga tampak menemukan keberadaan Felix. Ia mengerjap lucu lalu menatap laki-laki di depan jendela itu.

Dalam hati, Felix memekik gemas. Ingin rasanya menggendong bayi itu di tangannya dan mencium pipinya yang memerah.

Ah, rasanya ia jadi tidak sabar menunggu kelahiran bayi kembarnya. Bayinya dengan kamu.

Entahlah. Felix sendiri tidak berbohong saat tau bahwa kamu hamil, ia merasa senang. Walau tidak ditunjukkan secara gamblang, ia merasa senang sekali. Melebihi rasa senangnya kala ia mendapatkan gelar cumlaude untuk spesialis yang ia tempuh atau saat pertama kali bertemu Yiren. Ia tak menyangka bahwa kamu akan hamil secepat itu. Kiranya kamu masih akan mengonsumsi obat pencegah kehamilan itu. Tapi sepertinya tidak. Felix tidak pernah melihat kamu membeli atau meminum obat itu. Terakhir kali ketika kamu baru disetubuhinya.

Eits, laki-laki itu tampaknya lupa. Dia sendiri kan pernah bilang kalau gak siap punya anak. Kalau prosesnya doang sih mau. Hhh dasar.

Lama berdiri sambil memandangi bayi-bayi itu, ia tidak sadar ada seseorang di sampingnya. Ikut melihat ke arah fokusnya seorang dokter Alen.

"Ekhem," seseorang berdehem. Menyadarkan Felix.

"Dokter Alen lagi ngeliatin calon mantan atau bayi kembar di inkubator?"

Yang ditanya sontak menoleh. Ia kaget. Menemukan Beomgyu di sampingnya. Ia, Beomgyu, tengah menyeringai kepadanya seraya menyelipkan tangannya di saku celananya.

"Bayi kembarnya. Lucu tuh," jawab Felix. Ia belum sadar kalau tadi, Beomgyu sebenarnya menyindirnya.

"Bayi apa Yiren?" tanya Beomgyu sekali lagi.

Felix melayangkan tatapan sinisnya. "Bayi!"

"Woah, santuy dong. Kira lagi lihat calon mantan." ejek Beomgyu. Felix merotasikan matanya jengah.

Ini si Beomgyu mengejek dia mungkin gara-gara waktu itu. Bedebah satu itu yang memeriksa kamu. Beomgyu sendiri berprofesi sebagai dokter kandungan muda yang baru internship sekaligus teman Felix di universitas dulu. Felix mempercayakan kamu ke dia karena hanya Beomgyu yang ia bisa percaya saat itu. Walau akhirnya suami kamu itu jujur kepada Beomgyu soal kamu. Yah, itu tak lain tak bukan untuk proses pendataan, penjadwalan dan proses persalinan nantinya.

Namun, yang dikatakan oleh Beomgyu itu benar. Yiren adalah calon mantan dokter spesialis jantung itu dan Felix sungguh akan menepati janjinya.

Berat sih. Cuma ia harus melakukannya. Demi papa Hanbin, demi jantungnya, demi kamu agar tidak bersama Jisung dan demi calon anak-anaknya.

Ia sudah sepenuhnya disadarkan oleh fakta itu. Terlebih oleh amarah sang mama dan mimpi buruknya.

"Selamat ya, Len. Udah mau punya anak aja." ucap Beomgyu

"Makasih." balas Felix. "Kamu cepet nikah juga sana. Biar punya anak."

Beomgyu hanya tersenyum. Mau nikah sama siapa? Lah dia sendiri ditinggal nikah. Ceweknya meninggalkannya lantaran Beomgyu tidak kunjung melamarnya. Lelaki itu cenderung gila belajar ketimbang membangun relasi percintaan.

"Jaga istrinya, Len. Kondisi dia lemah. Kandungannya juga lemah."

"Iya. Gak usah diingetin juga. Pasti saya jagain."

Beomgyu menyebik. "Heleh. Istri hamil aja kamu gak tau."

"Dia gak ngomong. Malah dia bohong soal kehamilannya." sanggahnya lekas. Tidak mau disalahkan jua.

Beomgyu terdiam. Ia mengerti situasinya. Istri mana yang tak akan seperti itu saat tau suaminya masih pacaran dengan orang lain?

Pasti ada. Banyak.

"Oh, ya, Daf, mau tanya," sahut Felix tiba-tiba.

"Apa?"

"Kalo di trimester pertama gini, gak apa ya diajak 'main'?"

Yang ditanya melongo sejenak. Tak lama, ia menabok kepala Felix.

"Kok dipukul sih?" protes Felix

"Ya lagian! Udah tau dia lemah gitu apalagi kandungannya lemah, diajak 'main'. Tidak pengertian kamu jadi human,"

"Dih! Kan cuma tanya. Bisa apa enggak?"

Beomgyu tak percaya. Tapi ia masih menjawab. "bisa kok. Asal jangan sering. Bahaya."

Felix memicingkan matanya. Hendak ia bertanya kembali, namun terpotong sebuah suara.

"Felix! Dafian!"

Adalah Yiren yang memanggil mereka. Gadis itu baru keluar dari ruang NICU. Mereka berdua memberikan atensi kepada Yiren.

"Kalian ngapain di sini?" tanya Yiren

"Kalau aku kebetulan lewat aja terus keliatan Felix di sini. Kita ngobrol bareng," Beomgyu menjawab terlebih dahulu.

Yiren membulatkan bibirnya. Kedua netra cantiknya pun beralih ke Felix.

"Kamu sendiri?"

"Gak sengaja lihat kamu lagi periksa bayi. Bayinya lucu." komentar Felix. Yiren senyum-senyum cantik. Pikirnya, Felix ngode.

Dafian tiba-tiba menepukkan kedua tangannya. Membuat sepasang kekasih itu melihatnya.

"Aku duluan." kata Beomgyu.

"Oh, iya gapapa." Yiren menanggapi.

Beomgyu menepuk lengan atas Felix lalu melambai ke Yiren sebelum pergi. Ia juga melayangkan tatapan tengilnya kepada Felix yang dibalas tatapan tajam.

"Udah makan siang belum? Ini udah jam satu loh," ucap Yiren sambil melihat jam tangannya.

Felix menggelengkan kepalanya. "Belum."

"Makan bareng? Di kantin?"

Lelaki itu menolak.

"Maaf ya. Aku ada janji makan siang sama temen. Sekalian pulang. Shift aku udah kelar."

Yiren terlihat kecewa. Namun ia masih tersenyum.

"Yaudah. Lain kali bisa."

Felix tidak menjawab lagi. Ia melempar seulas senyum simpulnya sebagai penutup konversasi mereka.

'mungkin tidak lagi.'

— Nebula —


Gue tiba di rumah sakit sekitar jam setengah dua siang seraya membawa bekal. Felix pagi tadi bilang mau ajak gue makan siang di suatu tempat. Tapi gue gak mau. Gue maunya makan berdua di ruang kerjanya aja. Sekalian mau tau ruangan dia dimana. Masa istri sendiri gak tau tempak kerja suaminya sendiri?

Sesampainya di bagian poli, gue mencari ruangan kerja Felix. Ternyata letaknya ada di lorong paling ujung. Di sana ruangan dia. Di depan ruangan dokter spesialis anak. Hmmm.

Gue mengetuk pintunya dua kali sampai terdengar suara yang menyuruh gue masuk. Gue pun masuk. Gue langsung menangkap keberadaan Felix bertelanjang dada.

Astaga. Perutnya itu bikin salah fokus.

Menepis rasa malu melihatnya seperti itu, gue masuk. Lalu gue tutup pintunya. Ia ternyata sedang berganti baju. Diraihnya kaos putih bergaris-garis hitam lengan panjang. Dipakainya terlebih dulu sebelum menghampiri gue. Ia terlihat sedikit terkejut akan kedatangan gue.

"Kok ke sini? Tadi saya bilang apa?" tanya Felix sinis. Gue meringis. Tadi kan dia bilang mau jemput gue di kampus terus ajak jalan cari makan.

Tapi gue malah pulang duluan, memasak untuknya dan mendatanginya di rumah sakit. Gue pengen ketemu Felix duluan. Ralat. Anaknya dia di dalam perut gue yang ingin ketemu dia.

"Maaf. Aku pengennya ajak kamu makan di sini aja," jawab gue. Felix mengambil tas kresek yang berisi bekal makan. Ia membawanya ke meja kerjanya. Gue mengekorinya.

"Bareng siapa ke sini? Bareng Jisung?"

Gue sontak menggeleng. "Enggak kok. Tadi pulangnya sendiri—eh, sama abang gojek. Ke sininya juga gitu."

"Bagus deh. Pokoknya kamu harus ingat. Gak boleh bareng Jisung lagi,"

"Iya,"

Selagi Felix mengeluarkan isi kresek itu, gue duduk di depannya sembari mengamatinya. Memar di pipinya samar karena gue bubuhi foundation sebelum berangkat. Memarnya kelihatan banget soalnya. Untungnya, dia gak menambah memar di pipinya dengan beradu gulat dengan Jisung kemarin. Ia memilih pergi dari ambang pintu setelah Jisung mengusaikan kalimatnya. Ia hanya melampiaskan emosinya dengan mendiamkan gue selama seharian. Yang salah siapa yang kena siapa.

Tapi malam harinya, dia pergi keluar tanpa izin. Gue pikir mau ke rumah Yiren. Gak taunya dia pergi ke supermarket. Beli buah-buahan dan susu ibu hamil. Ia juga yang membuatkannya untuk gue. What a beautiful moment. Di pagi harinya baru dia mencerca gue segenap hatinya.


Kayaknya Felix tuh tipe-tipe cowok tsundere.

Gue mulai bersiap makan sewaktu Felix membukakan kotak makan gue. Gue hanya masak sederhana. Tumis kangkung, udang dan tempe goreng.

"Tunggu, jangan makan dulu," Felix menghentikan tangan gue.

"Kenapa?"

Bukannya menjawab, ia menaruh nasinya di kotak gue. Tak tanggung-tanggung, Felix hampir menaruh setengah nasinya ke dalam kotak makan gue.

"Makan gih," suruhnya enteng.

"Tapi ini kebanyakan. Nanti gak habis gimana?" protes gue. Sama aja ini gue makan dua porsi. Kayak orang rakus aja.

Felix menatap gue, "kamu tuh bawa dua nyawa di perut kamu. Mereka butuh nutrisi lebih agar sehat. Pasti kok habis. Lihat aja." katanya dengan sok pedenya.

Gue mendengus. Masalahnya gue kalau banyak makan malah muntah. Mereka itu rewel. Gak mau dikasih makan banyak. Imbasnya kan ke gue. Harus berusaha memuntahkan itu sampai tenggorokan sakit.

"Nanti muntah lagi," cicit gue

"Ya gak apa." singkatnya.

Dari pada lanjut berdebat, gue akhirnya makan makanan gue. Kita makan dalam hening. Gue gak mau membuka obrolan di setiap makan dengannya. Gue takut. Gue takut dianggap ngelunjak atau dia gak mau diajak ngobrol saat makan. Dulu pernah. Gue pernah dulu, mau tanya soal jaket warna abu-abu yang ia bawa sepulang kerja, ketika sedang makan. Namun gue urung karena baru gue memanggil namanya, Felix mendelik.

Di situ gue simpulkan dia gak suka diajak ngobrol sambil makan oleh gue. Kalau Yiren mungkin akan berbeda.

Gue menandaskan nasi itu sedikit lebih lama dari biasanya gue makan. Rasa enek itu mendadak muncul. Katanya dokter kemarin itu biasa. Cobaan ibu hamil.

"Infused water nya udah habis apa masih ada?" tanya Felix ketika gue menutup mulut seusai makan.

Gue memilih menggunakan isyarat menggeleng ketimbang menjawab. Serius ini gue pengen muntah.

"Muntahin aja, Ai, kalo gak kuat." katanya. Gue berdiam sejenak untuk menetralisir rasa mual.

Selang beberapa menit, mualnya mulai mereda. Syukur deh.

"Anak saya rewel ya?"

Iya, kayak bapaknya.

"Eum."

Felix tersenyum menunjukkan giginya ke gue. Emang gue yang baru sadar atau enggak, Felix tambah ganteng pas senyum. Ganteng banget nget nget.

"Gak usah begitu ngeliat saya. Iya saya ganteng. Makasih." katanya. Gue menyebikkan bibir.

Lelaki itu pun membereskan kotak kotor tadi dan memasukkannya ke dalam kreseknya. Ia lalu mengambil sebotol air mineral di lemari belakangnya. Meminumnya lebih dulu, baru memberikannya ke gue.

Bentar. Ini gue indirect kiss sama dia dong?

Dengan ragu, gue mengambilnya dan meminumnya. Sambil melihat Felix. Bukan. Sambil melihat bibirnya. Astaga, hormon gue mulai meningkat.

"Kamu mau berangkat kerja gak habis ini?" tanya Felix

Gue mengangguk, "iya. Emang kenapa?"

"Kamu bisa gak, berhenti kerja?" ia bertanya dengan hati-hati.

"Loh? Kenapa?"

"Saya gak mau kamu kecapekan dan berimbas ke bayi kita. Cukup di kampus aja kamu capek."

"Tapi kalo aku berhenti—"

"Saya yang nafkahin kamu." potong Felix.

Bukan itu. Masalahnya selain gue bekerja untuk kehidupan gue sendiri, sebagian uang gaji gue, gue transfer ke ambu. Untuk membeli kebutuhan anak-anak lainnya di panti.

"Nanti panti gimana kalau aku gak transfer uang ke mereka? Tahun ini panti kedatangan banyak anggota baru."

"Yaudah. Nanti saya yang bilang sama ayah. Toh, ayah banyak uangnya. Kamu gak usah khawatir." finalnya.

Felix lantas mengalihkan pandangan ke jam tangannya sejenak. Sementara gue mengamati seluruh ruangan Felix. Tampak normal. Tidak ada yang berbau Yiren di sini.

"Ai, mau jalan gak?" tanya Felix mengagetkan gue. Tadi gue fokus ke timbangan berat badan bergambar doraemon di sudut ruangan.

"Jalan kemana?" tanya gue balik

"Kemana aja yang kamu mau. Anggap kita kencan,"

Kencan katanya gais,

"Emang Yiren gak bakal tau ya?" gue meragu. Takut nanti terciduk gimana? Gue gak mau adegan sinetron terulang kembali.


Felix malah tersenyum miring. "Kita main aman aja. Hari ini saya sama kamu. Besok sama Yiren."

APA-APAAN?! YA KALO GITU MENDING GUE AMA GAMA JUGA :(

"Gitu?"

Felix segera menarik tangan gue di saat gue mulai mengeluarkan aura jinchuriki.

"Jangan marah dulu. Ini rencana dari mama, sayang." katanya membela diri. Berasa orang ketiga beneran gue.

"Ya kalo gitu aku sama Gama juga boleh dong?" ujar gue gak mau kalah

"No! Gama bukan bagian dari rencana, Ai. Jangan berfikir sampai ke sana. Saya gak sudi kamu sama dia." dia kesal.

"Ihh, tapi kan—"

Felix menggeleng, "Kamu gak boleh sama Jisung lagi.  Aku suami kamu. Jisung cuma temen kamu. Bisa gak sih gak lagi dengan Jisung?" potongnya. Gue menggeleng.

"Aku cuma mau berlaku yang sama selagi kamu masih peduli sama Yiren."

"Ai, kejahatan gak boleh dibalas kejahatan. Biarkan. Ada balasannya sendiri. Saya sudah menerima balasan atas sikap saya. Lagi pula ini cuma sebentar. Kita main aman hanya sebentar. Sampai mama dan saya bisa menyelesaikan urusannya dengan keluarga Yiren."

Gue melengkungkan bibir ke bawah. Gak rela. Rasanya gak rela masih harus berbagi Felix dengan Yiren sekalipun itu rencana mama untuk membantu Felix membatalkan pernikahannya. Tak hanya itu, masa gue gak boleh berlaku sama dengan Gama? Kan gak adil.

Kesal.

"Udah, yuk. Jangan cemberut. Kita jalan sekarang." Felix melepaskan tangannya dan beranjak berdiri. Gue tetap mengekorinya walau tanpa bicara ke arah pintu.




Namun sebelum Felix membuka pintu, ia melayangkan ciuman ke telinga gue dan pipi.



"Gak usah ngambek. Gak cantik lagi nanti nyonya Chalen,"

Dih.

New cast

Dafian Beomgyu Atthala

Pic cr from facebook.com

Continue Reading

You'll Also Like

203K 31.1K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
218K 12.3K 33
Mungkin perjodohan itu perihal menyatukan raga disamping memaksakan hati untuk saling menerima. Kedua raga yang berada dalam naungan atap yang sama d...
62.4K 7.5K 33
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
1.3K 345 10
[END] Jika laut adalah lukisan, ombak adalah melodi, burung camar sebagai saksi, maka cinta kita ialah seindah-indahnya seni. Dari Morgan De Vries un...