GUGUR SELINDUNG

By DE-HANA

44.1K 3.2K 477

⚝ pls 。 / OO ❝ Karena, jatuh hati itu sulit dimengerti, tak bisa dipungkir... More

NARASI BASA-BASI
空的 - SEKILAS SAPA
-ˏˋ O2 - tanya tak bermuara ˊˎ-
-ˏˋ O3 - kata tanpa koma ˊˎ-
-ˏˋ O4 - rahsa langka merona ˊˎ-
-ˏˋ O5 - tudung lembayung ˊˎ-
-ˏˋ O6 - panggung sandiwara ˊˎ-
-ˏˋ O7 - reunian perasaan ˊˎ-
-ˏˋ O8 - cengkrama tersekat gapura ˊˎ-
-ˏˋ O9 - gurau tak berarti ˊˎ-

-ˏˋ O1 - kala batavia menua ˊˎ-

7.2K 442 96
By DE-HANA

      "Tilangan!" gema suara penghuni Batavia langsung disusul panik rupa. Para pengendara yang belum genap usia lekas membelokkan kendaraannya.

      Satresna menyibak kaca pelindung kepala selepas sang netra menjala raga pemudi yang berseragam sama. Dengan tergesa-gesa, pemuda itu lekas menghambat jalannya.

      "Di depan ada tilangan. Belok cepetan!" tuturnya sembari menyawangi para wira jalan raya milik Batavia yang kian mendekat ke arahnya.

      Pemudi itu memang berhenti, tetapi bukannya lekas menuruti sang intruksi, Nan justru menyusutkan dahi. Masih menafsiri. Kesadaran milik Nan pulang kala Satresna tanpa sadar melabuhkan hasta di ambang rupa.

      "Ikutin gue, cepetan."

      Arahan yang disusul tindakan itu dilakukan. Meski, Nan belum paham benar perihal apa yang telah terjadi barusan. Tetapi, rupa pemuda itu tampak meyakinkan.

      "Eh kamu ngapain ngajak aku pulang lewat sini? Aku nggak pernah pulang lewat sini. Memangnya bisa?" tanyanya dengan sedikit rosa. Pemuda itu memberhentikan kendaraan kala mereka singgah di jalanan sepan yang kian membuat Nan terheran.

      Satresna mengalihkan pandangan ke arah Nan. Sungguh Pertiwi, Nan benar penasaran. Rupa pemuda itu sedari tadi belum konangan. Belum lagi, pemuda itu tak memberi jawaban, malah turun dari kendaraan.

      Dan saat pemuda itu singgah di hadapan, dengan satu gerakan, ia berhasil melebur rasa penasaran milik Nan. Pada saat itu, hanya ada satu hal yang memenuhi ruang pikir milik Nan, tampan. Siapa yang menyangka? Kalau Satresna jua melepas pelindung kepala milik Nan diiringi dengan seulas senyuman? Bukan hanya itu Batavia, Satresna bahkan menyela rikma milik Nan agar mau singgah di belakang telinga. Dan ya, hastanya lekas melepas pelantang suara dengan sekali duga.

      "Makanya, kalau lagi nyetir motor, jangan pakai earphone. Bahaya. Punya mata juga dipakai."

      "Sorry. Lo hampir aja ketilang kalau bablas ambil jalan tadi," sambungnya selepas sadar akan tindaknya yang dapat dibilang kurang ajar.

      Nan yang tengah membuka pigura tak percaya lekas mengurai kata. "Ih jadi tadi ada polisi gitu? Ya ampun, kok aku bisa nggak ngeh sih? Ya Tuhan, untung aja ada kamu. Kalau nggak ada kamu pasti—"

      "Rumah lo di mana? Mau gue antar?" potong Satresna. Jujur saja, ucap milik Nan teramat mengganggu telinga. Ia jua tak mau lama-lama berbicara dengan pemudi yang bahkan ia tak tahu asmanya.

      Nan hanya mengangguk sebagai jawabnya. Ah Batavia, jadi ini yang anak manusia sebut-sebut dengan cinta pada pandangan pertama?

      Kalau boleh tau siapa asma pemuda ini, semesta? Siapa jodohnya? Di mana rumahnya? Sayangnya, himpunan tanya itu hanya bisa disimpan. Hari ini, Batavia tak memberinya kesempatan untuk berkenalan. Dan Nan hanya bisa menyimpulkan, kalau pemuda itu adalah Sang.
 
      Iya Sang.

      Sang penyelamat Hari Selasanya.

      "Gara-gara lo nih, motor kita semua jadi kena sita. Makanya, kalau nyetir itu pakai mata." Andaru melempar raga di kedera berbusa dengan rupa murka. Sedari tadi piguranya tak henti berucap kata.

      Satresna menatap satu persatu pemuda itu kala kedatangannya hanya disambut suara rosa. "Kenapa lo semua? Eyang mana?"

      "Di kamar," jawab Bhumi. Hanya pemuda itu yang masih mampu mengatur rasa jengkel terhadap Kael.

      "Lo semua kenapa?" Tanya yang belum sempat diberi jawab itu kembali ia ulang.

      Gara yang sedari tadi sibuk dengan gawainya lantas membalas, meski tak mau beralih paras. "Kael kena tilang. Eyang tau, dan motor kita semua bakal disita. Dan kata eyang, kita bertujuh, harus berangkat sama-sama mulai besok."

      "Maksud lo—"

      Belum sempat lantunan keluh itu dituangkan. Sebuah pertanyaan membuatnya kian ingin memberi sanggahan penolakan. "Iya Atres, kenapa? Kamu keberatan? Atau perlu eyang bilang sama papah kamu biar motor kamu dijual sekalian?"

      "Tapi, yang ketilang 'kan Kael. Bukan Atres, eyang. Eyang nggak bisa ngehukum seluruh cucu eyang karena kesalahan satu cucu."

      Tuan ringkih yang tampak menitih tongkat kayu itu tersenyum semu. "Bukannya eyang harus adil dengan semua cucu-cucu eyang?"

      "Tapi eyang, kita kan bertujuh. Kalau Pak Darmo ngejemput kita satu-satu, kita bisa bisa kesiangan," tutur Kael. Ah, bagaimana pun jua, ini memang salahnya. Walaupun ia tahu, seberapa banyak opini yang akan mereka beri, tetap saja akan ditolaki.

      Antara yang sedari tadi masih memikirkan kata untuk dilontar pigura pun jua ikut bersuara. "Kenapa juga eyang nyuruh kita berangkat bareng? Kita masih punya supir sendiri-sendiri, eyang."

      "Itu urusan kalian. Kalau kalian nggak mau kesiangan, ya bangunnya pagian. Latihan. Rumah yang paling jauh dari sekolah harus siap duluan."

      Antara hanya menghela napas ketika mendapat balas. Memang benar, wisma pemuda itu paling aksa jika dibanding enam saudaranya. Benar membuang-buang masa berbicara dengan manusia keras kepala.

      "Anjir, kalau kita berangkat bareng gini, satu sekolah bisa tau kalau kita sebenernya saudaraan dong?" Andaru menatap Biyas tak suka selepas pemuda itu berkata dengan hebohnya.

      "Biasa aja kalau ngomong. Air ludah lo ke mana-mana. Jorok," ucap Andaru sembari mengambil tisu. Baginya memang kebersihan haruslah nomor satu. Perihal apapun itu.

      "Yaelah, nggak sengaja gue. Lagian nggak kena lo juga 'kan? Repot amat dasar OCD."

      "Nggak usah ribut bisa? Pak Darmo, Apta turun di sini aja."

      Pinta Milik Antara hanya diberi senyuman. Hingga tak lama kemudian, Darmo menyerahkan gawai yang di dalamnya tertera selarik pesan. "Maaf aden-aden sekalian. Perintah dari eyang, kalian harus turun sama-sama. Dan saya harus menghantar kalian dengan selamat tepat di gapura Nawakarsa."

      Satresna yang punya karsa sama dengan Antara jelas tak terima selepas membaca runtutan kata. "Tapi pak—"

      "Kalau aden mau protes, monggo protes sama eyang saja. Sini, biar saya yang telepon," potongnya sembari menadah hasta, bak meminta gawainya.

      "Nggak usah pak. Kita turun sama-sama aja di depan gerbang," ucap Bhumi sembari memberi gawai milik Darmo dengan tanpa ekspresi.

      Mobil berhenti. Tetapi tujuh pemuda itu benar tak berminat turun sama sekali. Netranya saling lirik ke sana ke mari. Memastikan keadaan benar sepi. Hingga Satresna terangguk pasti, dan mulai melangkahkan kaki. Keenam pemuda itu dengan berat hati mengikuti.

      Ketujuh pemuda itu hampir saling memisahkan diri. Hanya saja sebuah interupsi membuat mereka berhenti melangkahkan kaki.

      "SANG!"

      Sosok pemudi itu tengah berlari, tak lupa senyum yang tampak dibuat dengan sepenuh hati.

      Pemudi itu berhenti tepat di hadapan Satresna. Biyas yang melihat jelas semakin menaruh tanya. "Aku nggak tau nama kamu. Jadi aku panggil kamu Sang, karena kamu itu Sang Penyelamat Hari Selasanya Nadin. Hehe. Oh iya, kenalin dong, aku Nadin."

      Jawaban dari pertanyaan yang Satresna beri lewat tatapan sekaligus tanda perkenalan itu hanya diberi tatapan. Kemudian, pemuda itu pergi meninggalkan tanpa mau memberi balasan. Diikuti kelima pemuda lainnya yang jua tak punya urusan.

      "Tuh anak emang kayak gitu. Sok dingin. Tapi, dia nggak dingin kok sebenernya," ucap Biyas selepas raga milik pemuda-pemuda itu sudah habis ditelan aksa.

      Nan yang hampir tersenggol kecewa, lekas menarik kurva di pigura begitu Biyas bersuara. "Eh nggak papa, Biyas. Memang kalau cowok ganteng suka gitu, wajar kok heheh."

      Biyas melipat hasta di dada. Sedikit tak terima dengan kata milik pemudi yang sepertinya tengah menyukai Satresna. "Kata siapa? Gue ganteng tapi baik hati, dan tidak sombong. Nggak kayak Atres, songong."

      Nan tertawa. Kalau kata Batavia, Biyas dan Nan adalah penghuni paling ceria di Nawakarsa. Mereka selalu punya karsa yang sama. Sayangnya, tidak kalau perihal rasa. Apalagi, harap untuk selalu bersama.

      "Oh iya, kalian bertujuh kok bisa berangkat sama-sama?"

hai, semuanya!
ada yang rindu
hana tidak      ?

maaf   baru   bisa
mempublikasikan
sekarang       hikd.

fyi,   sebenernya
seragam  warna
mustard    sama
bawahan    navy
mau hana pakai
buat   tritamapa,
tapi   mengingat
sudah   terlewat
jadi hana  meng-
ap  likasikannya
di   na wa karsa!

jangan lupa tinggalkan
komentar! <333333333
kalian sehat-sehat ya—!

©DE-HANA
🐧🐧🐧🐧🐧

Continue Reading

You'll Also Like

2M 199K 118
transmigrasi jadi imut ✖️ Transmigrasi seperti mayat hidup ✔️ Ryianza seorang pria dewasa berusia 25 thn Bertransmigrasi kejiwa seorang remaja SMA. ...
3.5M 207K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
367K 3.4K 15
Red Dangerous Series-01 Di tengah-tengah pusingnya Alyra karena memutuskan keluar dari rumah orang tuanya, Shaka datang sebagai malaikat sekaligus i...
722K 34.3K 56
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...