The FALL of the Heartbreaker

By matchamallow

275K 38.1K 5.1K

Sinopsis di dalam More

SINOPSIS
PROLOG
Part 1 - Arrogant Princess
Part 2 - KIRS
Part 3.1 - Bolos
Part 3.2 - Bolos
Part 4 - Taruhan
Part 5 - Kamu Siapa?
Part 6 - Masuk Ekskul
Part 7 - Live While We're Young
Part 9 - Strategi
Part 10 - Strategi Lagi
Part 11 - Strategi Teross
Part 12 - Nilai A

Part 8 - Comfort Zone

10.7K 2.3K 428
By matchamallow


Balik lagi

Kali ini agak panjang ya.

Tekan ⭐️ dan ramaikan kolom komentar dong. 😍

🍒🍒🍒

Playlist : Popular Song~ Mika ft Ariana Grande

Lagu ini bagus banget, klipnya juga lucu 😸

🍒🍒🍒

Erin si Pengkhianat
Jojo!!! Lo les sore 'kan?

Hera Nyi Blorong
Jangan ditanya, Rin. Palingan juga dia telat kayak biasa.

Erin  si Pengkhianat
Cepetan Jo! Udah absen nih!

Me
Wait!

"Jovita Amanda," Pak Widi menyebut nama itu dan tentu saja tidak ada jawaban.

Erin si Pengkhianat
Jo, nama lo dah disebut Pak Widi.

Hera dan Erin mendongak dari ponselnya dan berpandangan satu sama lain, saling mengedikkan dagu memberi kode.

"Jovita Amanda," Pak Widi menyebut sekali lagi sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas.

Hera Nyi Blorong
Sekarang udah dua kali disebut Jo. Sekali lagi dia nyebut nama lo uda kayak manggil kuntilanak deh.

"Jovita Amanda nggak masuk?"

"Nggak ada dia, Pak," celetuk seorang siswa.

"Hadir, Pak! Hadir!" Jovita tiba-tiba sudah ada di depan pintu kelas tanpa disadari Erin dan Hera. Semua murid bertepuk tangan bersorak-sorai. Mereka sudah terbiasa melihat hal itu karena Jovita selalu terlambat les sore. Jovita tertawa dan membungkuk-bungkuk seakan dia baru saja manggung dan teman-temannya bertepuk tangan atas pertunjukannya. Pak Widi hanya menggeleng-geleng lalu kembali lanjut mengabsen.

🍒🍒🍒

"Jo, kalau lo selalu telat, ngapain lo nggak diem di sekolah aja sampai waktunya les sore? Kan banyak yang diem di sekolah," usul Erin saat mereka jalan-jalan di mall sepulang les sore.

"Lo nyuruh gue les dengan badan wangi keringet kayak si Gilang, gitu? Atau lo nyuru gue kayak Lita yang rambut semrawut macem galian kabel plus muka lecek kayak duit dua ribuan parkir? Gue tau mereka berdua nggak pernah pulang siangnya, makanya hasilnya kayak gitu."

"Ya kan saran aja. Bawa parfum sama peralatan make up kek ke sekolah," ujar Erin.

"Sorry, gue orangnya higienis. Gue kudu mandi. Mending gue telat tapi penampilan fresh kayak sayur di supermarket."

"Nggak ngerti lagi gue ama filosofi hidup lo," Hera menggeleng-geleng. "Kapan lo nggak telat kalau kayak gitu?"

"Yang penting hadir daripada nggak sama sekali."

"Pret!"

"Apa sih?"

"Lo masih di comfort zone. Makanya nggak berubah-berubah. Sekolah kita belum pake sistem finger print. Guru-guru yang ngajar les sore juga itu-itu aja. Coba deh ada satu aja gurunya kayak Bu Santi. Nyaho deh lo."

Jovita tersenyum. "Untungnya nggak ada. Tuhan masih sayang gue."

"Eh, tapi besok si Jojo kan ekskul," Erin berbisik-bisik pada Hera sambil cekikikan. Jovita menggertakkan gigi sambil melihat-lihat overall dress yang tergantung di display. "Katanya kalau telat lari keliling lapangan tiga kali lho."

"Oiya ya, lupa gue ama cerita si Jojon. Jangan telat ya Jon, lo tar wangi keringet kalau lari keliling lapangan," sindir Hera. "Rugi 'kan pulang-pulang mandi."

"Gue nggak mungkin telat. Nyokap gue selalu ngingetin."

"Pede amet? Tiap les sore aja lo nggak pernah nggak telat. Emang nyokap lo nggak ngingetin?"

"Ngingetin tapi guenya yang nggak serius makanya gue santai."

"Trus besok lo yakin nggak bakal santai gitu?"

"Iya dong."

"Yakin?"

"Yakinlah."

"Yakinnnnnn???"

"Kok lo jadi lebih bawel dari nyokap gue sih?" Jovita langsung menoleh pada Hera dengan geram. "Dengerin nih kata-kata gue. Kalau Jovita Amanda udah bertekad nggak ada apapun yang bisa ngehalangin karena itu gue nggak mungkin telat apapun yang terjadi. NGGAK MUNGKIN!"

🍒🍒🍒

Keesokan harinya...

"Kamu telat."

Itu adalah ucapan Aries saat Jovita baru saja menapakkan satu kakinya melewati pintu masuk klub.

Dengan wajah terperangah ala aktris reality show settingan, Jovita berteriak, "NGGAK MUNGKIN!"

"Buktinya kamu telat." Aries melihat jam di tangannya sekali lagi.

"Nggak! Pasti jam lo mati tapi lo pura-pura pake biar keliatan keren aja kan?" Tanpa permisi Jovita mendekat lalu menarik pergelangan tangan Aries untuk memelototi jam tangan itu. Nyala.

"Kalau nggak percaya kamu bisa cek ponselmu sendiri." Aries terlihat kesal sembari mengibas-ngibaskan jamnya seakan Jovita meninggalkan virus ebola di sana.

Jovita masih berdiri dengan tatapan tak percaya karena syok. Segera setelah mendapatkan kesadaran, ia merogoh saku dan mengecek ponsel. Benar, ia terlambat tiga menit. Bagaimana bisa?

"Nggak mungkin..." Jovita bergumam lagi.

"Kenyataan kadang emang pahit, Non," gurau Fathur yang seperti biasa juga ada di sana.

"Nggak apa. Jangan dipikirin lama-lama. Udah saya bilang sejak Sabtu kemarin kalau kamu nggak bakal cocok di sini. Mending kamu balik pulang aja dan bilang baik-baik sama orangtua kamu kalau kamu..."

"Bacot!! Gue lari dulu!" Tanpa banyak basa-basi lagi Jovita segera menghilang ke arah lapangan.

"Sabar ya, Es." Fathur menepuk bahu Aries yang masih bergeming di tempatnya setelah diteriaki Jovita. "Cewek emang gitu."

"Gue nggak gitu kali, Tur," protes Marissa. "Cuma dia aja yang aneh tapi nyata."

"Untung cantik ya. Orang cantik mah bebas." Fathur tertawa.

🍒🍒🍒

Bagaimana bisa ia terlambat?

Dengan mengerutkan kening Jovita mulai berlari di pinggir lapangan sementara di sisi lain ia juga sibuk menjaga sepatu putih sneakers-nya agar tidak kotor. Padahal ia sudah memajukan berangkatnya lima menit lebih awal. Pasti ini gara-gara lampu traffic light jahanam yang selalu menyala merah tiap kali ia akan lewat.

Sebenarnya ini memalukan. Hera dan Erin pasti akan tertawa jika tahu apa yang Jovita lakukan saat ini. Dan mengingat celotehan mereka tentang Gilang, Jovita benar-benar nggak suka duduk di kelas sambil berkeringat.

Dengan segera Jovita berhenti berlari. Ia melirik jendela ruang klub. Dari posisinya sekarang orang-orang di sana tidak akan bisa melihatnya. Dan akhirnya Jovita lanjut berjalan santai. Sebodo amat yang penting mengelilingi lapangan tiga kali. Nanti saat dekat dengan jendela ruang klub baru Jovita akan pura-pura berlari lagi.

Suasana lapangan tidak terlalu sepi. Jovita melihat ada beberapa anak yang bermain futsal meski lapangan itu outdoor. Di pinggir lapangan juga ada beberapa murid berkumpul yang sepertinya mengikuti ekskul basket atau voli atau mungkin bulu tangkis. Entahlah, karena lapangannya menjadi satu. Dan di sana sangat ramai, tidak seperti ekskul KIRS.

"Ngapain lo?"

Terkejut Jovita menoleh. Devan ikut berjalan di sampingnya. Cowok itu memakai pakaian bebas kaos putih berlengan dan celana pendek. Bukan pakaian basket, meski sepatunya sepatu basket.

"Lo sendiri ngapain?"

"Gue nanya duluan."

"Gue lagi dihukum karena telat," ungkap Jovita terang-terangan. Biar saja sekalian Devan tahu aibnya. Siapa tau cowok itu langsung alergi dan ngacir.

"Tega banget yang ngehukum lo. Lo ikutan ekskul apa sih?"

"KIRS."

"Excuse me?" tanya Devan seolah Jovita mengucapkan bahasa planet lain.

"KIRS!"

"Lo..." Devan nyengir. "Lo serius?"

"Lo kira gue lawak?" Jovita menoleh.

"Nggak nyangka aja gue lo milih ikutan kegiatan freak macem gitu. Padahal keliatannya lo...gimana ya..." Devan memiringkan kepala ke kiri dan ke kanan sembari tetap berjalan di samping Jovita. "Bukan lo banget pokoknya."

Ya emang bukan gue banget!! Teriak Jovita dalam hati. Bahkan Devan sekali lihat pun bisa menyimpulkan tanpa perlu repot meneliti. Ini gara-gara si ketua ekskul mulut comberan yang selalu kasi jawaban datar tapi cukup bikin panas Jovita. Nggak perlu pake pemaksaan seperti ibu Jovita dan para guru BK karena si ketua ekskul memang nggak pernah maksa Jovita bahkan cenderung ingin cepat-cepat menyingkirkan Jovita dari klubnya. Ini seperti terjebak permainan psikologis. Jovita harus merubah strategi. Selama ini ia terlalu berapi-api dan main seruduk. Jovita harus bisa sedikit bermanis-manis tapi beracun seperti yang selama ini ia lakukan.

"Mending lo ikut ekskul basket aja deh daripada di sana."

"Gue nggak suka olahraga."

"Gampang. Ntar gue atur. Lo tinggal jadi manager anak basket. Nyatet-nyatet gitu."

"Makasi tawarannya, tapi gue nggak bisa pindah."

"Kok bisa?"

"Gue musti lari."

"Lari?"

Beberapa langkah lagi di depannya sudah merupakan jalur yang terlihat dari ruang klub. Jovita berlari, Devan ikut berlari dengan kebingungan.

"Lo serius bener-bener suka kegiatan ilmiah?" lanjut Devan lagi.

"WOI DEV! BALIK LO, GODAIN CEWEK MULU!" teriakan lantang seorang cowok dari lapangan basket membuat Devan dan Jovita menoleh berbarengan.

"GANGGU AJA LO!" balas Devan sambil tertawa mengejek.

"Gue balik dulu. Besok-besok lo telat aja lagi biar bisa lanjut ngobrol. Semangat!"

Eh, si anying...

Sebelum bisa membalas saran unfaedah Devan, cowok itu sudah berlari ke kumpulannya.

🍒🍒🍒

"Udah," ucap Jovita singkat pada Aries saat memasuki ruangan tanpa menunggu dipersilakan. Dengan santai ia melenggang mencari tempat duduk.

"Tunggu, anak kelas X..."

"Nama gue Jovita." Jovita berbalik badan dengan sedikit jengkel.

"Mana buku sama alat tulis kamu?"

"Nggak ada. Gue nggak bawa."

"Berarti kamu cuma bawa diri doang ke sini?"

"Ya, gitu deh."

"Sabtu bawa."

"Kalau gue nggak mau, gimana?" tantang Jovita dengan santai.

Seperti biasa, dengan kedataran suaranya Aries membalas, "Kalau kamu nggak bawa catatan ya nggak dapat nilai ekskul yang bakal diperlukan buat rapor. Percuma kamu hadir, cuma nyusahin diri kamu aja. Mending nggak usah datang atau mengundurkan diri lebih baik daripada nyia-nyiain waktu berharga kamu..."

"Ngarep ya lo. Emang apa yang perlu dicatet di ekskul gini sih? Apa berguna buat masa depan?" desis Jovita.

"Tentu aja berguna, Jovita," sela Fathur. "Salah satunya bisa membantu lo saat nyusun skripsi di kuliah nanti."

"Kedengeran lumayan berguna. Bolehlah. Sabtu gue bawa." Jovita tersenyum manis. "Sebenernya gampang kok ngomong ama gue. Ada lagi nggak?"

"Nggak. Cuma besok-besok kalau kena hukuman lagi tolong lari dengan benar, jangan jalan santai," ujar Aries.

Jovita terkejut tapi dengan segera ia menyembunyikannya dan menggantikan dengan tatapan curiga. "Lo ngintip gue tadi?"

"Nggak," sahut Aries.

"Boong! Trus ngapain lo bisa tau?!"

Murid-murid di belakang Jovita tertawa. Jovita hanya bisa menggertakkan gigi. Ucapannya tadi sama artinya Jovita secara tak langsung mengakui bahwa ia memang jalan santai.

"Gampang aja. Kamu keluar lapangan dari jam berapa sampai jam berapa. Keliling lapangan 400 meter. Orang kalau jalan santai kecepatannya 4 km/jam itu udah yang paling cepet. Lari paling lambat kecepatan 6 km/jam. Dari situ aja udah bisa tau."

"Yep, v = s/t." Fathur menjentikkan jari.

"Ngomong apaan sih?" Jovita menyeringai kesal.

"Kamu nanya, saya jelasin. Nggak ngerti, urusan kamu."

"Lo ngitung?" Jovita menatap langit-langit. "Njir, lo sempet-sempetnya ngitung. Perhatian amat ama gue."

Aries mematung mendengar jawaban Jovita. Marissa yang ada di sebelahnya tak kalah syok dengan Aries. Hanya Fathur yang ikut cengar-cengir seperti murid-murid lain di ruangan itu yang mulai tertawa ngakak.

"Kamu jangan kepedean. Aries nggak sedangkal yang kamu kira," bela Marissa tiba-tiba.

"Kok malah lo yang nggak terima sih?" cibir Jovita. "Yang bersangkutan aja diem. Eh omong-omong diem tandanya setuju loh."

"Karena kamu tuh nggak bisa diajak serius. Dia terlalu sabar buat ngomong sama anak macem kamu."

"Udah. Nggak usah diladenin, Sa," lerai Aries lalu menoleh pada Jovita. "Kamu juga nggak sepantasnya berlaku seperti itu sama Marissa."

"Ya, ya, gue harus hormat sama senior."

"Mending kamu duduk aja. Saya sebenernya pusing bicara sama kamu."

"Lo kira gue nggak pusing? Dari kemarin-kemarin lo ngomong pake kamu saya ni ekskul berasa kayak kantor kecamatan tau nggak? Lo nggak ngerti rasanya gimana mesti translate dulu dalam hati tiap ada orang ngo..."

"Ya udah lo duduk aja. Udah ngerti kan sekarang apa yang gue bilang?" Aries meninggikan suara setengah pasrah setengah kesal.

"Nah, gitu dong, gue sampai mikir kalian berdua lahir dari prasasti." Jovita tertawa.

"Es, yang sabar ya." Fathur menepuk bahu Aries setelah Jovita duduk dengan riang di bangkunya. Beberapa murid di bangku menyapa Jovita dan mereka berbicara entah apa.

"Yang waras memang harus ngalah," gumam Aries sepelan mungkin. Fathur terkekeh menahan tawa.

🍒🍒🍒

Makasi sudah tekan ⭐️

Gimana kesannya? Komen dong.

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 266K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
749K 53.4K 33
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
376K 20.7K 70
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
8.8M 946K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...