[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sud...

By zyrurui

763K 99.1K 35.4K

Bagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit More

开始 ♥
一 | Begitulah Felix
二 | Bukan Prioritas
三 | Sakit Hati Pertama Kalinya
四 | Gama
五 | Sekedar Menolong
六 | Drama yang Berujung Pengakuan
七 | Tengah Malam
八 | Hujan
九 | Berdamai dengan Kamu
十 | Not Good News Anymore
十一 | Honeymoon Avenue #1
十二 | Honeymoon Avenue #2
十三 | Ubud and A Young Boy #1
十四 | Ubud and A Young Boy #2
十六 | Buat Saya Jatuh Cinta
十七 | Alasan Untuk Tidak Menceraikanmu
十八 | Another Cinderella Story
十九 | Testpack
二十 | Fall Asleep on Your Body
二十一 | Palpitation
二十二 | Nightmarish
二十三 | A Game Has Started
二十四 | Begin Again
二十五 | Kesempatan Kedua
二十六 | Bermain Aman
二十七 | Di Bawah Hujan
二十八 | Tidak Terduga
二十九 | Noceur
三十 | Psithurism
三十一 | Gezellig
三十二 | A Thread
三十三 | Petrified
三十四 | Hygge
三十五 | Adomania
三十六 | Berjumpa Kembali
三十七 | Sebuah Persimpangan
三十八 | Pulang Kuliah
三十九 | Pernyataan
四十 | Rencana
四十一 | Senja di Danau Kenangan
四十二 | A Fight
四十三 | Sebuah Paket
四十四 | A Thread #2
四十五 | Drapetomania
四十六 | 39°C
四十七 | Nemesism
四十八 | Eumoirous
四十九 | Súton
五十 | Whelve
五十一 | Akrasia
五十二 | 切ない
五十三 | 缘分
五十四 | Moajaza
五十五 | Tristful
五十六 | Loveship
五十七 | Dysphoria
五十八 | Cordolium
五十九 | Cimmerian
六十 | Nebulous
六十一 | Hysterical
结束 ❤️
Nebula Ready Stok

十五 | That Guy Who's Sitting On The Chair

12.4K 1.8K 378
By zyrurui

Yang punya lagunya Prettymuch - Gone 2 long, disetel ya di scene ke dua setelah jeda. Semoga feelsnya dapet.

Unknown number
|Ai, kamu dimana?
|Ayo balik, saya menunggu kamu
|saya mau minta maaf
|felix

Gue terdiam memandangi pesan singkat yang baru saja masuk ke dalam ponsel. Sudah terlihat bahwa sender-nya dari Felix.

Gue memilih menaruh ponsel di saku jaket Haruto yang saat ini gue pakai. Ketimbang meresponnya. Gue mau untuk saat ini, gue yang menang.

Gue kembali memfokuskan diri kepada tari Legong yang sedang ditarikan oleh para penari di depan sana. Walau sebenarnya pikiran gue mulai tidak berada pada tempatnya. Ada sebersit rasa rindu saat ini. Dimana saat gue mencoba tidak peduli tapi hati gue berkata yang sebaliknya. Hebatnya cinta begitu. Sudah disakiti malah tetap cinta dan merasa rindu. Dasar gue, masokis.

"Dari siapa?" tanya Haruto sedikit berteriak karena suara gamelannya nyaring. Lelaki itu tiba-tiba menoleh. Membuat gue terkesiap panik.

"D-dari suami,"

"Ooooh,"

Haruto memutar kepalanya lagi. Gue menghela nafas lega.

Saat ini gue sedang berada di Puri Saren Agung lagi bersama Haruto. Kita berdua tengah menonton pertunjukan tari Legong dan Barong di sini. Sesuai dengan perkataan Haruto pagi tadi. Kita sudah duduk di depan pintu gerbang Puri tersebut sedari jam tujuh malam. Memang acaranya malam sesuai jadwal dan tercetak di tiket masuknya (tiketnya sedikit mahal. Satu orang seratus ribu T__T).

Sekitar pukul setengah delapan sampai jam sembilan. Kita sengaja datang lebih dulu biar bisa duduk di depan. Yang close up itu enak.

Alunan gamelan yang terdengar lembut mengalun, mengiringi tarian para penari Legong di tempat yang disediakan di depan pintu gerbang Puri Saren Agung. Mereka yang sedang menari itu gerakannya gemulai dan luwes mengikuti musik. Setiap langkah dan gerakannya terlihat sangat hati-hati juga bermakna. Sangat estetik. Gue terkagum, begitu pula dengan orang-orang yang sedang menonton pertunjukan budaya itu.

Tari Legong yang sedang gue tonton saat ini adalah tari klasik dari Bali yang dikembangkan di keraton-keraton pada abad ke-19. Kata Legong sendiri berasal dari "Leg" yang berarti gerak tarinya luwes atau lentur, dan "gong" yang berarti gamelan. Legong dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.

Konon katanya ide tari Legong berasal dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit, bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi alunan musik gamelan. Begitu sang pangeran sembuh, ide dari mimpinya dituangkan dalam bentuk tarian Legong.

Tak hanya tari Legong yang disajikan. Akan tetapi tari Barong juga turut mengisi acara malam ini. Tari Barong sendiri mempunyai makna sejarah. Tari ini memiliki khasanah pra Hindu. Dimana kebajikan (dharma) melawan kebatilan (adharma). Di dalam tari Barong, kebajikan atau pihak baik digambarkan sebagai Barong, hewan buas berkaki empat yang dikendalikan oleh dua orang penari. Sedangkan pihak jahat digambarkan sebagai Rangda, perempuan jahat yang memiliki dua taring besar di mulutnya. Tarian ini selain bersifat sakral, juga bisa sebagai hiburan masyarakat.

Lama menonton acara pertunjukan itu, akhirnya usai juga. Para penari beserta pemain alat musik undur diri. Kita semua pun membubarkan diri masing-masing. Haruto berdiri duluan lalu mengulurkan tangannya ke gue. Lantas gue raih tangannya dan berdiri dengan bantuan Haruto.

"Mau pulang atau mau cari makan?" tanya Haruto setelah gue menepuk pantat agar tidak kotor. Kita kan duduk di lantai. Banyak orang sudah berlalu lalang melewati tempat ini tadi.

"Memang jam berapa sekarang?" gue malah balik bertanya. Haruto melihat jam tangannya.

"Jam sembilan lewat sepuluh menit. Gimana? Lo laper gak?" tanya Haruto lagi.

Kalau ditanya lapar tidak, ya pasti gue jawab iya. Gue tadi cuma makan nasi goreng sepiring. Porsinya sedikit karena gue mual dari tadi. Kayaknya gue masih masuk angin. Gue kemarin jalan-jalan di sekitar Ubud sampai malam tanpa jaket. Itupun selain jalan malam, gue masih mencari makanan bareng Haruto.

"Boleh. Tapi dibungkus aja ya? Aku gak enak badan." jawab gue jujur. Haruto langsung terlihat khawatir.

"Masih mual ya? Apa lo balik ke homestay aja sementara gue yang cari makan?" Haruto menawarkan opsi.

Gue pengen balik. Tapi nanti kasian Haruto. Dia sendirian. Gue kesini bareng dia, masa pulangnya sendirian?

Gue pun menggeleng, "ikut aja deh, To. Gapapa kok."

"Yaudah, ayo."

Akhirnya gue meninggalkan Puri bersama Haruto. Kita berdua bergegas mencari warung yang masih buka di jam larut seperti ini.


Namun entah kenapa, angin malam berhembus lebih dingin seolah menyuruh gue lekas pulang.

— Nebula —

Sebungkus nasi, mi goreng dan telur dadar, rasanya tidak terlalu buruk untuk disantap di malam larut seperti ini. Meskipun akan banyak argumen betapa tidak sehatnya makan karbohidrat dan lemak yang terlalu banyak pada malam hari. Alasannya paling utama mungkin, pastinya bakal bertambah gemuk.

Tapi siapa peduli? Gue lapar dan butuh makan. Dari pada gue cuma minum air? Toh ya kalau gue gemuk karena makan karbohidrat dan lemak berlebih, bakal kiamat begitu? Heol.

Gue malah akan bersyukur bisa memiliki badan yang berisi. Tidak akan terlihat kurang gizi atau cacingan.

Sekarang, gue masih berjalan beriringan dengan Haruto setelah membeli makan di sebuah warung kecil yang masih buka. Di bawah langit hitam kelabu karena sang bulan masih bermain di balik awan, suara jangkrik dan kodok dimana yang seolah terdengar mereka sedang berkomunikasi tentang rencana berpetualang esok hari, dan keheningan di antara kita berdua—menemani kita saat ini.

Gue lebih banyak diam. Sementara Haruto nampak nyaman dengan keheningan itu.

Gue sedang memikirkan seseorang yang mengklaim gue adalah miliknya, sedangkan gue tidak bisa mengklaim ia milik gue. Miris.

Gue rindu. Benak gue meraung merindukan sosok Felix. Suami gue yang brengseknya minta ampun. Mau bagaimana lagi, gue wanita lemah. Melihat Felix senyum saja sudah jatuh cinta. Berjauhan dua hari saja, sudah rindu. Basi sih. Mirip gombalan anak SMP baru pacaran.

Lucu tidak lucu, kisah gue memang seperti itu.


"Ai," suara berat Haruto tertangkap indra pendengaran gue. Tatapan kita langsung beradu saat gue menoleh.

"Kenapa?"

Haruto memutar kepalanya ke depan. Senyumnya lalu tersungging indah. Gue melihatnya dari samping (bawah sih sebenarnya. Dia tinggi sekali soalnya.). Indah sekali Haruto.

"Suami lo nyari lo ya?" tanya Haruto kemudian. Sedikit kaget karena dia tiba-tiba bertanya hal itu.

"Sejujurnya iya. Sejak hari pertama aku kabur ke Ubud untuk melampiaskan uneg-uneg batinku," jawab gue. Ragu sebenarnya.

"Kenapa gak balik aja dan coba omongin baik-baik?"

Gue menggamang. Jika dibicarakan, pastinya Felix akan tetap pada pendiriannya. Menikahi Yiren. Menjadikannya permaisurinya dan menendang gue ke posisi selir.

"Aku tidak ingin." balas gue

"Jangan egois, Ai. Lo udah dewasa. Udah berumah tangga. Bukan lagi seorang anak remaja SMA."

Gue menyeringai, "masalahku pelik. Tidak semudah itu membicarakannya."

"Bukannya sebuah masalah harus diselesaikan? Karena dengan masalah, kita diajarkan untuk berpikir dewasa dan melatih diri menjadi dewasa,"

Haruto benar. Masalah itu yang mendewasakan diri. Semakin banyak masalah yang dihadapi maka semakin dewasa diri ini dalam bertindak. Mungkin prosesnya diawali dengan banyak mengeluh. Tapi ketahuilah, mengeluh tidak banyak menyelesaikan masalah. Yah, meski mengeluh itu bisa melegakan hati sesaat.

Gue menghela nafas sejenak, "Suamiku mau nikah lagi. Pernikahan kita padahal masih baru. Aku tidak terima. Tentu saja. Aku tidak bisa menyelesaikan masalah itu."

Haruto menoleh, "lelaki memang seperti itu. Tidak ada puasnya. Kebanyakan lelaki hanya mementingkan nafsu dibanding perasaan. Karena itulah takdirnya seorang laki-laki." sahutnya.

Gue terdiam seketika. Rasanya sesak langsung mendera kala mendengar opini Haruto. Dia lagi-lagi benar.

"Lantas kenapa lo gak minta cerai?" tanya Haruto

"Sudah. Tapi dia gak izinin. Dia selalu mengklaim aku miliknya. Sedangkan aku tidak bisa melakukan hal yang sama. Aku mencintainya. Sedang ia tidak." gue mengeluarkannya kepada Haruto.

Lelaki yang lebih muda itu berhenti saat hendak sampai di pintu homestay. Ia berbalik menghadap gue kemudian menaruh tangannya yang bebas di saku celananya.

"Suami lo egois. Hanya saja—" Haruto tersenyum kecil. "—berusahalah bertahan, Ai. Ini pernikahan lo. Masalah lo. Lo harus kuat bagaimanapun."

"Aku ingin menyerah." pasrah gue sambil membuang muka.

"No, Ai. Ini masih awal. Pernikahan itu gak semulus jalan tol. Ibaratnya jalan tol, sebelum jalan itu dibangun, pasti kan berupa jalan raya biasa yang biasanya berlubang dan penuh tambalan. Begitulah pernikahan. Sebelum menuju kebahagiaan, banyak saja cobaan yang menimpa." tuturnya.



"Bertahanlah. Satu tahun? Dua tahun? Lo pasti bahagia, Ai, pada akhirnya. Asal lo sabar. Semua butuh proses. Gak instan. Sekalipun mi instan di tangan lo. Tuhan itu adil loh Ai." Pemuda itu lalu terkekeh pelan sehabis menyelesaikan perkataannya.


Haruto menepuk puncak kepala gue dua kali sebelum membuka pintu gerbang homestay. Ia berjalan di awal lalu di susul gue. Seperti biasa kita mampir dulu ke lobi untuk mengambil kunci kamar.

"Jangan nyerah. Lo harus berjuang demi suami lo. Lo punya hak juga. Jangan jadi lemah dan menghindar. Gagaskan apa yang lo rasakan. Kalau memang akhirnya gak bisa, cerai secepatnya. Menyiksa diri demi orang lain yang tidak memikirkan diri kita, itu perilaku buruk. Cuma ini yang bisa gue sampaikan ke elo. Temen baru gue." ucap Haruto setelah gue memberikan makanannya.


Setelah itu kita berdua berpisah dari lobi. Haruto ke selatan. Sementara gue ke utara. Gue berjalan sambil memikirkan perkataan Haruto.


Bertahan atau pergi? Gue tidak bisa memilih.

Sesaat gue nyaris sampai di kamar, gue berhenti sekitar sepuluh langkah di depan kamar gue.

















Gue terkejut sekaligus ingin menangis sewaktu melihat seseorang tertidur sambil duduk di kursi depan kamar gue. Ia tampak terlihat lelah dan kecapekan. Bajunya kusut begitu pula rambut dan raut wajahnya.














"Felix,"











Credit to : Wikipedia.com
                  UBUD–wordpress.com
                 Google.com



Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 385 54
Untukmu yang ingin ikut andil dalam merasakan hangatnya keluarga, bisa mengunjungi ceritaku. Ini hanya pembohong bagi jiwamu yang membutuhkan kehanga...
391 58 7
WARNING ‼️ Ini hanya cerita fiksi semata❗ Beberapa karakter mungkin akan OOC, Cerita ini adalah karya pertamaku jadi dimohon untuk para readers agar...
2.7M 431K 39
[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 1 Kadang Natta bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa dia masih bersedia pacaran sama Jeno Setyo Novanto yang jela...
218K 12.3K 33
Mungkin perjodohan itu perihal menyatukan raga disamping memaksakan hati untuk saling menerima. Kedua raga yang berada dalam naungan atap yang sama d...