Be My Boyfriend (Sequel A New...

By EkaFebi_Malfoy27

40K 4.5K 660

[COMPLETED] Saat cinta membuat kupu-kupu menari di perut dan membuat hati berbunga-bunga. Saat cinta membuat... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Epilog
Halo?

Chapter 13

1.3K 198 36
By EkaFebi_Malfoy27

Rambut pirangnya kembali ia semir. Tak apalah hari ini tak bisa menyuapkan makanan pada mulutnya demi membeli pewarna ini. Toh, lidahnya telah mati rasa sejak mulai mengonsumsi makanan busuk dan melewati tanggal semestinya.

Kadang ia bergurau pada dirinya sendiri bahwa mungkin saja lambungnya tak lagi mau menerima makanan mahal nan sehat karena telah berkarat di dalam sana. Kadang memikirkan hal semacam itu mampu membuatnya tertawa namun mengasihani diri sendiri di waktu bersamaan.

John mewarnai rambutnya secara perlahan agar warna asli rambutnya dapat tertutup secara sempurna. Ini adalah tindakan pencegahan agar wanita berambut coklat itu tak mengenalinya.

Setelah selesai ia menatap lekat pantulan dirinya di cermin. Ia tak menyangka bahwa waktu telah mampu membuatnya berubah sedemikian rupa.

Begitu buruk dirinya. Bahkan jika cermin bisa hidup layaknya manusia mungkin ia akan mengusirnya menjauh dari jangkauan penglihatannya. Hei, siapa sih yang sudi melihat tubuh serta wajah tak terawatnya itu?

Mungkin hanya orang buta yang sanggup.

Namun, wanita bernama Hermione itu jelas bukan wanita yang hanya melihat dari tampilan fisik. Nyatanya tangan bersihnya tak canggung mengenggam lengan John. Manik madunya juga tak gentar menatap wajahnya.

Hermione seolah mencari kebenaran dalam matanya. Memaksa John untuk mengaku bahwa ia suaminya yang bernama Draco Malfoy. Semenjak itu samar-samar wajah Hermione mulai bermunculan dalam mimpinya.

Yang awalnya hatinya ragu kini tak lagi. Kemunculan Hermione dalam hidupnya bukanlah suatu kebetulan. Kebetulan yang menyatakan bahwa wajahnya mirip sosok bernama Draco Malfoy.

Sudah saatnya ia keluar dari semua keraguan ini dan hidup kembali bersama semua orang yang ia cintai.

Namun sebelumnya ia harus melawan semua orang yang menjerumuskannya pada lingkaran setan ini, agar semua orang yang ia cintai tak merasa terancam karena dirinya.

BRAKK!!

Suara pintu hancur membuat fokus John pada cermin beralih. Ia mengendap perlahan diantara tumpukan barang lusuh untuk melihat keadaan pintu rumahnya. Tak patut disebut rumah sebenarnya karena tempat ini begitu kecil hingga siapapun bisa dengan mudah menemukannya karena tak ada tempat untuk bersembunyi.

Ia mengintip dan menemukan bahwa pintu rumahnya hancur berkeping-keping. Jelas ini bukan perbuatan muggle, pintu itu hancur karena sihir.

Diambilnya tongkat sihir yang selama ini ia simpan. John gemetar menyentuhnya namun ia tetap menggenggamnya dengan erat. Ia tak ingin mengucapkan mantra, namun jika mendesak maka ia tak segan membunuh siapa saja yang berniat menyakitinya.

"Mencoba bersembunyi?"

Sial, John hanya punya lilin yang menerangi cermin kala ia menyemir rambut. Gelapnya malam tak mampu membantunya menemukan sosok iblis dibalik semua ini.

"Kau telah lama tak mengasah kemampuan sihirmu jadi jangan coba-coba menantangku berduel."

Suara sepatu iblis itu terdengar makin dekat namun fokusnya tetap tak mampu menemukan sosoknya.

"Kumatikan lilinmu, ya."

Lilinnya mati. Iblis itu kini jelas berada didekatnya. Dengan langkah terseok karena kaki pincangnya, John mulai menjauh berusaha menuju pintu tanpa harus mengeluarkan suara. Iblis itu pasti menginginkannya.

Menginginkan nyawanya yang seharusnya telah mati.

John sadar bahwa ia telah menganggu rencana si iblis. Maka jika malam ini ia tak berhasil kabur iblis itu akan menemui kemenangannya.

"Ekspelliarmus!"

Bagai kilat menyambar, setelah tongkat sihirnya lepas iblis itu mencekik leher John. "Jangan mencoba bermain denganku!"

Tangan John meronta, dan kakinya yang sehat berusaha menendang bagian tubuh apa saja yang dapat ia jangkau. Sial, iblis ini begitu kuat.

"Bukankah harus ada pengorbanan jika ingin hidup bersama orang yang dicintai?"

"Le--lepas!"

"Ingin kuceritakan suatu kisah Tuan Johnny Hubert?"

"Jo--johnny bukan nam--namaku!"

"Namamu atau bukan kau tetap mangsaku bedebah!" dibalik tudung jubahnya John tahu iblis itu tengah melotot kearahnya karena cengkraman pada lehernya makin kuat.

Iblis itu mulai bercerita. "Kau tahu John kenapa pohon berdaun lebat lebih disukai daripada pohon yang hanya memiliki sedikit daun?Karena mereka selalu berusaha membuat orang lain merasa nyaman di dekatnya.

Bahkan pohon berdaun lebat itu sampai lupa, bahwa ia juga membutuhkan kasih sayang dan kebahagiaan. Ia juga lupa bahwa selama ini ia selalu berkorban untuk orang lain yang bahkan hanya memanfaatkannya dan pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan atau sekedar berterimakasih.

Manusia memang kejam. Mereka selalu merasa bahwa pohon besar dan berdaun lebat tak perlu mendapat perlakuan khusus. Sekedar menyirami pun tak pernah karena mereka yakin bahwa sang pohon telah kuat.

Mereka tak pernah tahu bahwa sang pohon mungkin saja rapuh di dalam. Ia hanya bertopeng dan menunjukkan pada semuanya bahwa ia kuat.

Manusia adalah mahkluk yang diciptakan paling sempurna. Manusia juga lah yang menjadi mahkluk paling sempurna dalam menutupi semua kebusukannya.

Manusia memang memiliki otak untuk berpikir. Namun, tak semuanya memiliki belas kasih. Kadang mereka kejam, biadab, bahkan berkelakuan seperti hewan."

"Le--lepas sialan!" ronta John lagi. Oksigen ditubuhnya mulai habis dan sebentar lagi mungkin ia akan mati dibawah cengkraman sang iblis.

"Jadi menurutmu cukup adilkah dunia ini? Cukup adilkah jika hanya kau yang merasa bahagia sedangkan aku tidak?!"

Iblis itu tetap saja marah meski John tak lagi meronta meminta belas kasihnya untuk melepas cengkramannya. Bahkan sekarang iblis itu nampak begitu murka.

"Aku senang akhirnya kau tak bahagia dan merasa dikhianati. Tapi mengapa itu hanya sebentar? Mengapa hanya aku yang merasa bahwa penderitaan itu begitu lama? Dan mengapa hanya aku yang harus kehilangan semua orang yang kucintai?!"

"Jawab John, jawab!" bentak sang iblis.

Sialan! Ia mencekik John sejak beberapa menit lalu dan bagaimana mungkin John dapat menjawab pertanyaannya itu?!

"Semua ini tak adil dan aku menuntut keadilan itu darimu!"

Iblis itu melepas cengkramannya pada leher John. Sembari terbatuk, John menatap lekat sosok berjubah itu. Tangan lemahnya berusaha menggapai tudung jubah sang iblis agar dapat melihat siapa sosok yang begitu membencinya itu.

Namun sang iblis justru dengan sukarela membuka tudung jubahnya sendiri, memperlihatkan wajah yang membuat John begitu terkejut.

"K--kau, apa salahku hingga kau bisa berbuat begitu keji?"

"Aku dipenjara di Azkaban karena dirimu! Kau tak sadar bahwa kau menjerumuskan sahabatmu sendiri ke penjara?!"

"Kau dipenjara karena perbuatanmu sendiri! Bukan karenaku!"

Sahabatnya menangis. "Tidak! Bukan aku, tapi kau!"

Rasa iba yang melingkupi hati John --apalagi didukung pernyataan bahwa semua orang yang ia cintai telah pergi-- membuat hatinya melunak. "Lalu apa yang harus kulakukan untuk menebus ketidakadilan yang kau katakan itu?"

John menyeringai. "Jangan temui orang yang kau cintai."

"Bukankah balas dendammu untuk hal itu sudah tercapai?"

"Kau pikir aku bodoh, eh? Jika dalam hidupku orang yang kucintailah yang mati. Maka dalam hidupmu kaulah yang harus mati."

"Aku sudah mati dalam hidup mereka, maka--"

"Istrimu tahu bahwa kau itu Draco, bukan John Hubert!" bentak sahabatnya. Kini lelaki itu berdiri dengan tongkat sihir tertuju tepat pada wajah Draco.

"Kau harus mati Malfoy agar aku tak jadi orang jahat yang membunuh semua keluargamu. Kau tahu betapa kesalnya aku, bahwa akibat perbuatanku hari itu hanya Astoria yang mati?"

"Jadi kau yang menyebabkan kekacauan di Manor?!"

"Jika hari itu semua keluargamu mati aku tak akan jadi seperti ini. Jika aku membunuh Granger, akulah yang mati. Granger itu kuat ditambah lagi dengan adanya Potter dan Weasley. Jadi jika beberapa tahun lalu istrimu yang mati, maka hari ini suaminya-lah yang mati, bukan begitu Draco Malfoy?"

Manik Draco bergetar, ia tak menyangka benang merah semua ini berasal dari sahabatnya sendiri.

"Jadi teroris itu--"

"Ya, itu aku yang merencanakannya agar kau terlihat mati secara natural. Tapi aku salah, kau justru dikenang sebagai pahlawan yang rela mati demi menyelamatkan seorang anak yang bukan darah dagingnya sendiri. Semua rencanaku gagal, dan hari ini takkan kubiarkan aku menjadi pecundang lagi!"

"Kau harus mati Malfoy!"

Draco tertawa kencang mencoba membuat sahabatnya goyah. Setelah bersusah payah berdiri ia menatap sahabatnya dengan nyalang.

"Tak belajar dari kesalahan, huh? Kau mencoba menyakiti dan membunuhku, tapi lihat justru akulah yang kuat disini. Namun jika hari ini kau berhasil membunuhku, ingatlah bahwa hari ini aku mati dengan sukarela agar sahabatku merasa senang."

Genggaman sang sahabat menguat pada tongkat sihirnya. Ia makin gencar mengarahkan tongkatnya tepat kearah Draco yang sama sekali tak memberi perlawanan.

Ia menyeringai. "Kau akan mati tapi kau tetap angkuh seperti seorang Malfoy?"

Draco tak kalah lebar dalam menunjukkan seringainya. "Aku memang Malfoy. Orang yang mencintaiku-lah yang menunjukkan padaku, bahwa aku seorang, Malfoy."

"AVADA KEDAVRA!"

Sial.















Tbc

⊙﹏⊙

Continue Reading

You'll Also Like

TARGETED By Yeon

Fanfiction

128K 8.9K 40
Sebuah kesalahan besar saat kau dan aku pernah dipertemukan. Semua menjadi semakin rumit ketika nasib buruk membawa kita pada suatu kelamnya hubungan...
32.6K 3.7K 29
[COMPLETED] Akibat kecelakaan fatal saat ia berusia 16 tahun, Hermione Granger menderita penyakit Functional Neurological Disorder (FND). FND adalah...
63.7K 7.5K 36
[SELESAI] Sakura pernah hampir membenci takdir serta dirinya sendiri, ketika dia harus terlibat dalam tali masa lalu yang ia bentangkan sendiri. Memb...
219K 26.2K 27
Jika saja malam itu Draco langsung ke asramanya untuk pergi tidur Jika saja saat itu ia tak iseng membuntuti Hermione Granger yang bertingkah aneh la...