AMORPHOUS

Від Munlayght

1K 295 37

Sebelum membaca kisah ini lebih jauh, biar kuberi tahu sesuatu. Dia Nisti, gadis tuli yang gemar membaca liri... Більше

PROLOG
(revisi)BAB 1 : PERTEMUAN SEPIHAK YANG BERUJUNG RESMI
(revisi)BAB 2 : KENANGAN DALAM CUP
(revisi)BAB 4 : SENANDIKA UNTUK MENTARI
(revisi)BAB 5 : TIDAK PERLU ALASAN
(revisi)BAB 6 : BAGIAN USANG
BAB 7 : PINUS KERING
BAB 8 : PETRIKOR
BAB 9 : DARI AKU UNTUK AKU
BAB 10 : EUFORIA
BAB 11 : SESUATU YANG KURASA SALAH
BAB 12 : KETIKA SEMESTA BERBISIK
BAB 13 : HAL BARU YANG INGIN AKU MULAI
BAB 14 : RAJA SALAD
BAB 15 : AKSATA
BAB 16 : DARI ANONIM
BAB 17 : AJUR MUMUR
BAB 18 : TENTANG MIE REBUS (TAMAT)
Senandika - Lanjutan

(revisi)BAB 3 : KEONG DAN MONYET

74 22 2
Від Munlayght

Setelah menyelesaikan semua rutinitas, kini otakku tidak membiarkanku istirahat. Tangan ini terus saja ingin menyelesaikan gambaran yang dulu belum tuntas. Gambar sebuah pohon yang selalu ingin aku lihat lagi kejayaannya.

Andai saja dia di sini, aku akan mengatakan padanya bahwa kini tempat itu tak lagi sama. Ayunan mulai rapuh dimakan usia. Tapi pohon semakin tumbuh kian lebat. Seakan berkata dalam sunyi, kenangan bersamanya akan selalu tersimpan bersamanya. Dan aku pun menuliskan kenangan saat bersamanya hari itu.

***

Posted by Penasunyi

Waktu itu hari Selasa pukul sembilan pagi. Pekerjaan rumah sedang banyak-banyaknya. Menumpuk, tercecer, dimana-mana ada, padahal ini bukan hari Minggu. Oh iya, apa aku pernah memberitahukan kalau hari Minggu itu hari bersih-bersih satu rumah? Ah, sepertinya aku baru saja memberitahunya.

"Nisti! jemur selimut ini dulu." Yah, padahal membereskan baju saja belum selesai.

Aku bergegas menghampiri Ibu setelah sedikit menyimpan kembali baju yang sudah ku lipat sebagian. Ibu menyerahkan selimut yang siap untuk dijemur dalam ember begitu aku sampai.

Aku mengangkat ember berisi selimut itu hati-hati, takut jika aku salah langkah sedikit saja semuanya akan jatuh. Dan tentu saja jika semua terjadi, itu akan menambah daftar pekerjaanku. Atau mungkin yang lebih parahnya lagi Ibu dan aku akan terpeleset, kita berdua jatuh dan kaki kita terkilir. Lalu Ibu tidak bisa masak dan aku tidak bisa hilir mudik di dapur untuk mengambil makanan lagi.

Matahari di pagi hari memang belum terasa panas, tapi tetap saja saat membenarkan selimut sambil mendongak, sinarnya sudah bisa membuatku menyipitkan mata. Selesai dengan tugas menjemur selimut, aku pun bergegas untuk melakukan tugas yang lain. Tapi tidak jadi karena rasa malas terlanjur menyerang.

Kepalaku melihat kiri, kanan, luar dan dalam rumah. Memastikan Ibu sibuk di dapur atau dimana saja. Aku ingin curi-curi kesempatan untuk tidur lebih lama lagi atau mungkin hanya sekedar bermalas-malasan. Ayolah, ini bukan hari Minggu!

Ayunan yang sengaja Ibu buat untukku menjadi pilihanku untuk bersantai. Aku mengayunkan kaki, mendorong tubuh agar ayunan itu bergerak. Sambil mendongak menatap ke arah daun yang subur, aku jadi teringat bagaimana Ibu waktu itu berjuang untuk naik ke atas pohon demi mengikatkan tambang ayunan ke batang pohon yang paling kuat. Waktu itu aku masih kelas empat SD.

Waktu itu aku sangat suka sekali bermain ayunan. Rasanya seperti terbang dan melayang. Hampir setiap hari aku pergi ke taman dekat rumah hanya untuk bermain ayunan di sana. Saking seringnya aku ke sana Ibu sampai harus menyusulku untuk menyuruh pulang.

Kalau sudah begitu, Ibu pasti memberiku ceramah tentang pentingnya mengingat waktu. Dan mungkin karena itu juga Ibu jadi memilih untuk membuatkanku ayunan di halaman belakang rumah. Agar aku betah di rumah dan Ibu tidak usah lagi setiap hari menjemputku yang lupa waktu di taman.

Lama-lama laju ayunan melambat, aku tidak lagi mendorong ayunan dengan kaki. Dalam hati aku takut, bajuku belum selesai aku bereskan. Tapi jika aku masuk dan bertemu dengan Ibu, pasti dia tidak akan membiarkanku bersantai. Jadi aku harus bersembunyi di suatu ruangan. Ah tidak, sepertinya aku akan tetap diam di sini.

Bosan. Aku butuh sesuatu untuk dimainkan. Aku merogoh saku celana, dan menemukan fakta bahwa aku lupa membawa ponsel. Aku menimang dalam hati antara masuk untuk mengambil ponsel atau tidak. Dan pilihanku adalah masuk dan mengambil ponsel, setelah itu aku akan berjalan tanpa suara dan kembali ke halaman dengan selamat.

Aku mengangkat kaki dengan hati-hati, setiap derajat langkahnya aku perhitungkan. Baru saja menginjakkan kaki di lantai, langkah kakiku terhenti lagi. Mataku awas memperhatikan sekitar. Ternyata Ibu sedang di dapur, tepatnya di depan kulkas sambil memilih-milih bahan makanan untuk menu hari ini. Aman, tidak ada tanda-tanda Ibu akan menoleh.

Dengan ringan kaki ini berlari tanpa suara menuju kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur lalu segera kembali ke halaman.

Cepat... cepat... cepat... aku harus cepat.

Oh ya ampun hanya karena malas membersihkan kamar dan rumah, aku sampai berbuat seperti ini. Karena ini hari Selasa.

Saat aku melewati dapur Ibu tengah memulai masaknya. Dia memotong-motong daging dan sayur dengan telaten. Membuatku membayangkan betapa lezatnya masakan Ibu setelah siap.

"Hoy! Kenapa jalannya jadi mirip keong?"

Aku menoleh dengan cepat, tubuhku refleks melompat saking kagetnya, jantungku berdetak kencang dan mataku melotot pada objek di atas benteng yang menjadi pemisah halaman belakang rumahku dengan jalan di gang.

Dia menyebalkan! Untung aku tidak membanting ponselku. Dan tentu saja aku lebih takut kalau Ibu mendengar. Enak saja, setelah susah payah uji nyali aku tidak akan membiarkan semuanya gagal.

"Hehehe... kaget ya?" laki-laki itu menunjukkan giginya yang bersih dan rapi tanpa dosa.

Aku mengabaikannya, memilih jalan terus menuju ayunan. Dia mengikuti dengan berjalan di atas benteng sambil merentangkan tangan. Sesekali Kistain membenarkan letak topinya agar kembali nyaman.

Sekarang Kistain sedang menggapai batang pohon besar yang melewati benteng kemudian menjadikannya tumpuan saat akan berpindah dari atas benteng ke atas pohon. Aku geleng-geleng kepala saat melihatnya.

Waktu berputar cukup cepat. Tidak terasa aku dan Kistain saat itu sudah lebih saling mengenal satu sama lain. Jika tidak salah sudah dua minggu berlalu semenjak aku lari saat melihatnya di depan rumahnya. Dan hari itu juga Rita mengutarakan kekesalannya secara terang-terangan padaku. Dia merasa aku mempermalukan dirinya di hadapan Kistain dengan berlari begitu saja.

Aku tidak bisa menjawab dan hanya menepuk pundaknya agar marahnya reda. Tapi ternyata tidak berhasil. Dia bilang, aku harus menemaninya meminta maaf pada Kistain karena dirinya ikut berlari begitu saja karena mengejarku. Dan bagaimanapun tindakanku benar-benar tidak sopan.

Dan aku menyetujuinya.

Esoknya kami melakukan hal yang sama, berkunjung ke rumahnya. Tapi tidak dengan tangan kosong. Alih-alih disebut sebagai permintaan maaf, mungkin itu lebih cocok disebut sebagai tanda perkenalan yang diberikan penghuni komplek lama kepada tetangga barunya.

Aku membelikannya mie tektek sedangkan Rita membeli sate ayam. Hanya dua makanan itu saja yang buka di sore hari kala itu. Akan tetapi diluar dugaan, bukannya menerima pemberian kami Kistain justru menolak dengan dalih dirinya juga harus memberi sesuatu jika ingin menerima, kemudian setelah mengatakannya Kistain masuk ke rumah dengan tergesa. Dan setelah beberapa menit menunggu, dirinya datang dengan snack di tangannya.

Kami pun berakhir dengan saling bertukar makanan. Lalu pada hari yang sama aku mengenalkan namaku padanya. Sejak hari itu lah kami sering bermain bersama-sama.

"Cemberut terus. Neng?" katanya saat sudah mantap memilih posisi duduk.

Aku yang tengah mengayun ayunan mau tak mau mendongak ke atas, menoleh ke arahnya yang sekarang berada tepat di atas kepalaku. Kistain dengan setelan kaus dan celana selututnya menatapku sambil tersenyum jahil. Aku pun membalas senyumnya kemudian mengetikkan sesuatu di catatan ponsel.

'Kamu sedang apa? Habis dari mana?' tulisku kemudian memperlihatkannya pada Kistain.

"Aku sedang kabur dari Kakek, dia menyuruhku memberi makan Ayam. Lalu dilanjut ke rumah Pak RT sebentar." katanya. Lagi-lagi sambil tersenyum.

'Kamu takut ayam?'

"Mana ada! Aku cuma malas saja, kemarin aku mengajak bermain anaknya, eh tahunya si induk Ayam justru mengejarku tanpa ampun." keluh Kistain dengan raut wajah yang terlihat kesal.

'Kalau ke rumah Pak RT?'

"Biasa, mengabsen. Siapa tahu dia ada rencana mau ijin atau sakit. Agar tidak jadi alfa nantinya." Kistain kemudian tertawa. Aku juga.

"Nistiii..." suara Ibu mengejutkanku dan Kistain.

Aku segera berdiri dari duduk santaiku lalu buru-buru memegang selimut di jemuran. Pura-pura merapihkan selimut yang dari tadi anteng di tempatnya.

Sedangkan Kistain, dia tergesa-gesa untuk naik ke bagian paling atas pohon. Tangan dan kakinya begitu lihai sampai membuatku tidak bisa membedakannya dengan kera andai dirinya tidak tersenyum manis.

"Sedang apa, kenapa masih di sana? Kalau itu sudah selesai, bantu Ibu pergi ke warung beli bawang goreng. Sup nya sudah mau matang."

Aku mengangguk cepat, lalu membalik tubuh Ibu agar tidak melihat ke arah halaman, terutama pohon. Awalnya Ibu protes karena aku sedikit mendorongnya masuk, tapi akhirnya Ibu masuk juga setelah aku memberi isyarat masakannya gosong.

Sebelum benar-benar masuk, aku kembali melihat ke arah pohon. Melihat Kistain sedang garuk-garuk dan menepuk-nepuk badannya karena semut. Mata kami bertemu sebentar, dan setelah itu wajahnya kembali tegang dengan mata melotot dan bibir sedikit terbuka. Tanpa sadar sendalnya pun terjatuh.

Aku mengikuti arah pandang Kistain, dan raut wajahku tidak beda jauh dengan Kistain. Dibelakangku, Ibu tengah berdiri sambil memasang wajah menyelidik.

"Itu sendal siapa? Kenapa ada di situ?" tanya Ibu heran.

Aku bernapas lega, itu artinya Ibu tidak melihat Kistain. Aku menggendikkan bahu sambil berjalan tergesa melewati Ibu. Melaksanakan perintahnya untuk membeli bawang goreng ke warung.

Share : || IG || Twitter ||Fb ||

Enter your comment...

PUBLISH PREVIEW

Продовжити читання

Вам також сподобається

385K 15.3K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.3M 19.4K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
5.3M 285K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.2M 102K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞