Reason

gitahadianty द्वारा

6.6K 189 0

Status adalah hal yang menakutkan bagi seorang Kamela, karena satu hal yang terjadi di masa lalu. Sial, dia b... अधिक

Part 1
Part 2
Part 4
Part 5

Part 3

299 36 0
gitahadianty द्वारा

Beberapa hari setelah aku menolak lamaran Barri dan memutuskan hubungan, aku benar-benar diberi waktu sendiri oleh Barri. Lega, aku bisa bekerja dengan leluasa. Ya walaupun agak kesepian karena biasanya Barri datang ke apartemen hanya buat sekedar makan sambil nonton Netflix atau kita datang ke club, tapi aku senang juga sih menikmati waktu sendiri seperti sekarang. Kerja dengan tenang dan leluasa.

Hari ini aku harus pergi ke bank untuk mengurusi gaji para karyawan kantor.

    "Permisi, ada yang bisa kami bantu?." Seorang satpam langsung menyambutku dengan ramah dan sopan.

    "Saya dengan Kamela dari Perusahaan Kosmetik Nature."

    "Oh pasti mau bertemu dengan Manager CS. Kebetulan Pak Agam sudah menunggu. Mari saya antar ke ruangannya." Aku diam sebentar untuk berpikir hingga aku ingat kalau Ibu Meli, Manager CS bulan lalu bilang bahwa dia akan keluar dan bulan selanjutnya akan digantikan oleh Manager CS yang baru.

    "Ah iya." Aku mengikuti langkah satpam itu masuk ke ruangan Manager CS yang sudah sering aku masuki. Ketika pintu terbuka, aku melihat laki-laki yang menjadi Manager CS baru itu cukup tampan dengan badannya yang tegap, memiliki warna kulit kuning langsat, tatanan rambut yang rapi dan selera berpakaian yang bagus. Laki-laki itu untuk sepersekian detik membuat aku diam karena penamilannya yang menarik, namun dengan seperkian detik juga aku dapat mengendalikan diriku dengan berjalan tegak dan bersikap tenang juga professional.

    "Perkenalkan saya Manager Customer Service yang baru, pengganti Ibu Meli. Agam Zaenal Ilham." Laki-laki bernama Agam itu mengulurkan tangannya.

    "Kamela Putri Widodo, Manajer Akunting dari Perusahaan Kosmetik Nature."

    "Silahkan duduk." Agam mempersilahkan aku duduk dan kemudian kami berdua berdiskusi mengenai masalah keuangan, pencairan dana, rekening koran dan sebagainya. Tak banyak berdebat selama diskusi karena kami hampir memiliki pemikiran yang sama. Agam tidak banyak bicara basa-basi namun memiliki pengetahuan yang sangat luas dan luwes membuatku tidak punya alasan untuk tidak suka dengan Agam.

    "Sepertinya kita adalah orang dengan pemikiran yang sama. Semoga kita bisa bekerja sama untuk waktu yang panjang kedepannya."

"Ya, saya harap juga begitu. Baiklah, saya pamit." Aku membereskan barangku.

"Sampai ketemu lagi besok Bu Kamela."

Setelah menjabat tangan Agam, aku bergegas keluar dari bank dan ternyata diluar matahari sedang tinggi-tingginya. Hari sudah memasuki waktu istirahat dan aku lapar. Aku melihat ke sekitar dan ternyata didepan bank terdapat foodcourt. Kebetulan, aku memilih meninggalkan mobil di bank dan hanya membawa dompet.

Ketika masuk, foodcourt itu sangat. Untung saja ada satu meja yang kosong. Aku tentunya duduk sendiri dan memilih menu soto ayam juga jus alpukat untuk minumnya. Tidak disangka, ketika menunggu pesanan datang aku melihat Agam sendirian sedang melihat ke seluruh tempat, sepertinya sedang mencari tempat kosong. Tidak sadar aku sudah memandangi Agam yang sibuk mencari tempat sampai mata kami bertemu. Aku pun jadi agak salah tingkah karena malu ketauan melihat dia. Kami terdiam saling menatap buat beberapa saat sampai akhirnya Agam mendekat dan menyapa. "Ibu Kamela disini?."

"Ya, Pak Agam sedang mencari tempat?." Agam si pemilik lesung pipi itu tersenyum agak kikuk. "Ya begitulah, Ibu Kamela sendiri saja?. Boleh saya ikut duduk dengan anda?." Aku menebak Agam mempunyai pribadi yang percaya diri, kenapa aku tau?. Terlihat dari cara dia yang bertanya tanpa canggung dan aku merasa melihat diriku sendiri.

"Ya, tentu saja. Silahkan duduk." Ketika dia sudah duduk didepanku, mataku diam-diam memperhatikan. Agam ternyata milih menu yang sama persis denganku. Aku diam saja tidak berkomentar, namun ketika pesanan punyaku datang Agam terkejut dan sedikit tertawa. "Kita sepertinya selain punya pemikiran yang sama, kita juga punya selera yang sama ya?."

Aku mengangguk sambil tersenyum. Agam dan aku yang awalnya canggung kini mengobrol lebih nyaman. "Boleh kalau diluar panggil saya Agam aja?. Saya rasa terlalu tua buat dipanggil bapak."

Aku pikir laki-laki dihadapanku ini sangat kaku ternyata tidak sama sekali. "Kalau gitu panggil saya juga Kamel."

"Deal." Kami berdua tersenyum simpul, lalu tak lama Agam mengeluarkan ponselnya dengan ekspresi tenang. "Nomor handphone?. Untuk lebih mempermudah komunikasi kita, mungkin. Atau untuk ngasi spoiler mistresess."

Aku diam sebentar memandangi wajah Agam dan ponselnya bergantian. Tidak menyangka Agam begitu cepat begerak sebagai laki-laki di pertemuan pertama. Memang laki-laki penuh kepercayaan diri. Mungkin tidak ada salahnya pikirku, aku sudah putus dengan Barri.

"Oke, kalau itu kayanya sedikit menarik." Aku mengambil ponsel Agam dan memberikan nomorku. Siang itu kami memang tidak banyak bicara terlalu banyak, hanya makan berdua tapi cukup mengesankan bagiku. Cukup asyik juga.

Sesampainya di kantor ketika menunggu lift turun aku bertemu dengan Keila. "Dari mana bu manajer?. Sibuk banget deh."

"Dari bank." Aku langsung menjawab tanpa perlu menoleh untuk tau siapa yang bertanya. "Ada yang ganteng gak di bank?."

Aku menoleh pada Keila dengan malas, "Kalau ada kenapa?."

"Buat gue satu lah Kamel," Keila heboh sambil memasuki lift. "Sayang Kei udah gue bungkus duluan." Jawabku dengan sangat santai membuat bola mata Keila seperti akan keluar.

"Loe punya yang baru lagi?. Gimana Barri sama temen gue si Ares?."

"Barri gue udah putusin, Ares jauh."

Keila menarik tanganku dan membuang nafasnya dengan panjang, "wah loe parah. Inget gue kek sekali-kali. Gue juga pengen nikah kali, udah bosen gue jomblo miskin gini. Inget jangan main-main terus, nanti loe sakit kan gue juga yang repot." Aku diam tak menjawab lagi. Keila pun terlihat hanya geleng-geleng kepala. Sudah berulang kali dia memberikan nasihat untukku, mulai dari nasehat halus sampai blak-blakan sekalian, tapi tetap saja aku tidak mendengarkan. Ada satu alasan kenapa aku masih bersikukuh dengan pendirianku, yaitu pengalaman. Orang lain gak tau rasanya seperti apa, hanya aku sendiri yang merasakannya.

**

Keesokkannya ketika tanganku sedang lincah memakaikan eyeliner, ponsel yang berada diatas kasurku berdering. Dari ujung mata, terlihat nama Winarni Nurazizah, mamahku. Aku memindahkan ponselku ke atas meja rias sambil menerima panggilan mamahku di mode loudspeaker. "Halo mah," sapaku langsung sambil memakai kembali eyeliner di satu mataku lagi.

"Halo Kamela, anak mamah sayang. Lagi apa?." Suara mamah yang khas langsung terdengar. Aku langsung kangen dengan mamahku yang cerewet, namun penuh perhatian.

"Lagi dandan dong. Kenapa mah?."

"Mamah cuman ingetin, jangan lupa minggu ini ada arisan keluarga di rumah. Kamu dateng ya." Tanganku yang sedang memakai blush on terhenti di udara. Oh ini siksaan, omelku dalam hati, aku tidak punya pilihan lain untuk menolak selain datang apalagi itu permintaan mamah tercintaku. Mamah yang segalanya bagiku.

"Iya mah, hari sabtu aku datang."

"Bagus, mamah tunggu ya sayang." Panggilanpun terputus. Aku memandangi diriku sendiri di cermin. Wajahku memang cantik, kulit putih mulus, bibir juga penuh, tapi siapa sangka punya masa lalu yang menyedihkan. Saat sedang melamun ada satu pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.

From : 0812****

Selamat Pagi Kamel.

Agam

Sudah kuduga, aku hanya menyunggingkan senyum tipis. Tidak langsung membalasnya dan kembali berdandan. Mengenakan lipstick warna nude kemudian merapihkan kembali rambut panjangku yang telah ditata rapih. Berdiri dari duduk dan menelaah lagi tampilan, rok span pendek berwarna hitam, blazer hitam dan kemeja sifon biru navy. "Oke, perfect," sembari mengambil tas juga mengenakan high hells hitam kesayanganku. Terakhir mengetikkan balasan untuk Agam.

To : 0812***

Selamat pagi juga Gam

Jam sembilan, aku sudah sampai di bank. Ekspresi Agam di bank untuk pertama kalinya setelah kami bertukar pesan adalah datar seperti hari kemarin. Hanya senyum simpul yang diberikan, layaknya Manager CS kepada customernya. Aku senang, ternyata Agam professional dan bisa menempatkan diri.

Di pertemuan ini kami bertemu dengan kepala bank untuk meminta tanda tangan. Setelah penandatanganan selesai, kami kembali berdiskusi banyak hal mengenai keuangan. Diskusi kedua kami hari ini berjalan dengan baik, sama seperti pertemuan hari kemarin. Bedanya, kali ini ketika aku akan pulang Agam bertanya, "Bagaimana kalau kita makan siang bareng aja?. Daripada kita ketemu di food court kaya adegan film kemarin?."

Laki-laki yang tak banyak basa-basi dan sedikit humoris. "Em ..., Oke."

"Mau mie ayam gak?."

"Em..., boleh juga."

"Oke. Saya tau tempat yang enak" Agam menyambar kunci mobilnya kemudian mempersilahkan aku untuk berjalan terlebih dahulu. "Ladies first," katanya. Saat kami keluar ruangan, banyak pasang mata yang melihat, tapi mereka tidak berisik karena mereka mengira itu bukan urusan mereka mungkin. Apalagi Agam manager baru di bank itu.

"Ah ya wajarlah Bu Kamela nya cantik banget gitu, ya Pak Agamnya juga ganteng banget. Gak jauh beda sama gue." Mungkin begitu salah satu komentar teller laki-laki yang sedang diam-diam melirik aku dan agam. Please deh Kamel, kamu narsis banget. Peringatan dalam otakku sendiri.

Beda halnya dengan para wanita yang ribut setelahnya karena banyak yang menyukai Agam mungkin, keliatan dari mata-matanya yang seperti kucing sedang melihat ikan asin. Tapi ya siapa yang gak suka sih?, Agam itu ganteng, mapan, enak diajak ngobrol dan senyumnya itu tidak mahal. Sementara orang bank ribut, kami berdua cuek saja. Berjalan dengan tenang dan ketawa dengan puas membahas hal lain.

"Kamu bawa mobil?," tanya Agam setelah keluar dari bank.

"Iya, itu." Aku menunjuk mobil Mercedes Benzku. "Wah ternyata selera kita sama." Agam kemudian menunjuk mobilnya yang ternyata juga Mercedes Benz.

Aku sedikit tertawa teringat bagaimana mobil itu sekarang jadi milikku, mobil yang dulu hanya boleh dibawa oleh papahku saja. Sekalipun itu mamah atau supir. "Sebenarnya itu mobil kesayangan papah, diahadiahin waktu hari pertama saya kerja." Agam mengangguk-ngangguk mengerti.

"Gimana kalau saya yang bawa mobil kamu?. Kamu ijinin gak?." Aku diam berpikir, dia mau bawa si Molly kesayangan aku ini?. Kasih gak ya?. Akhirnya aku mengangguk, Molly pasti kangen dibawa sama laki-laki ganteng selain papah. Keliatannya juga Agam sangat hati-hati. Buktinya mobil dia saja mengkilat dan jauh dari cacat atau apapun. Jadi aku rasa aman Molly ada ditangan dia.

"Terus kamu nanti balik lagi kesini?."

"Saya bisa naik taksi. Aneh kan kalau kita pakai mobil masing-masing?." Aku mengangguk setuju dan memberikan kunci mobilku padanya. Tidak disangka, Agam membukakan pintu mobil untukku. "Terima kasih," ucapku.

"For your information, nama mobil ini Molly." Cetusku saat Agam akan menyalakan mesin Molly, dia terlihat sedikit terkejut dan menoleh. "Molly?."

"Yes, Molly," aku tersenyum bangga.

"Waw, hai Molly. It's good to know you." Aku dan dia spontan tertawa. Lucu sekali Agam mengajak Molly mengobrol.

Didalam mobil kami diam, aku hanya melihat handphoneku yang berisi instastory yang banyaknya sama Keila si penggila instastory yang mirip benang jait. Aku menangkap Agam sesekali melirikku. Ah, aku jadi tergoda ingin melirik Agam. Sekilas terlihat wajah Agam sangat tampan dan bersih. Baju kemeja yang dipakainya pun rapih dan tercium wanginya. Aku selama ini memang selalu dekat dengan laki-laki seperti Agam. Menurutku laki-laki yang rapi dan bersih itu seksi.

"Kamu pasti ngerawat banget mobil ini ya?." Ucapan Agam yang tiba-tiba membuatku sedikit terkejut. "Kamu lagi asyik ya?."

"Sorry ini lagi liat instastory temen. Ehm..., iya saya ngerawat Molly banget memang. Soalnya udah janji sama papah." Aku agak bingung, tidak tau bagaimana yang jelas aku bisa sedikit mengalir untuk berbagi cerita receh seperti itu. Agam hanya mengangguk mengerti sambil tersenyum. "Saya juga sama sih, mobil itu udah kaya rumah." Dan mengalirlah pembicaraan kami.

Tak lama mobilku sudah terparkir di tempat mie ayam dengan ruko kecil, namun tempatnya cukup penuh. "Kamu gak apa-apa makan di tempat ruko kecil?"

"Gak masalah, yang penting makanannya enak."

"Oke." Agam turun dari mobil dan agak berlari memutari mobil untuk membukakan pintuku. "Terima kasih, kamu gak perlu repot-repot kaya gini. Saya jadi gak enak kan." Aku kira Agam akan menjawab dengan jawaban yang gombal, tapi yang dilakukan dia hanya tersenyum simpul dan menjawab "Gak masalah ko, gak repot." Dia memang gak terduga.

Kami berdua masuk ke dalam ruko kecil itu dan tak butuh waktu lama untuk menunggu mie ayamnya matang. "Kamu udah lama jadi Manajer Akunting?," tanya Agam sambil memasukan suapan mie ayamnya.

"Baru empat tahunan."

"Kamu senang gak bekerja jadi Manajer Akunting?," tanya Agam membuatku sedikit terkejut dengan pertanyaannya. Baru pertama kali selama empat tahun ini ada yang bertanya aku senang atau tidak menjadi manajer akunting. Biasanya orang akan bilang, "wah enak ya bekerja jadi manajer akunting," atau "pasti senang sekali ya bekerja disana."

"Ya cukup menyenangkan lah, karena pekerjaan ini seenggaknya buat saya sibuk." Agam menaikkan satu alisnya. "Ehm ..., jawaban kamu kayak orang yang lagi mau kabur dari satu hal." Agam dengan cuek memberi jawaban seperti itu dan aku hanya diam tersenyum. Laki-laki ini memang bukan laki-laki biasa.

"Kamu sendiri seneng kerja jadi Manager CS?." Aku mengalihkan.

Setelah menyelesaikan kunyahannya Agam menjawab. "Cukup menyenangkan juga lah. Bisa ketemu banyak orang, ya kaya kamu misalnya." Agam tersenyum simpul, terlihat biasa saja namun dimataku seperti menebarkan pesonanya. Setelah tadi dia dengan agak serius memberikan pernyataan untukku.

"Diluar kerjaan ya, kamu suka baca gak?, dan apa yang kamu lakuin kalau gak ngantor?."

"Ya kalau gak ngantor kerjaan saya baca sama leyeh-leyeh aja." Maaf aku berbohong.

"Wah bosen banget cuman baca doang."

"Terus menurut kamu apa yang harus saya lakuin sebagai seorang single selain baca?." Aku sepertinya mengerti arah pembicaraan Agam. Aku tau permainan kata ini.

"Keluar, hang out misalnya. Kalau kamu mau, saya mau jadi temen hang out kamu. Sesama single." Agam berkata itu dengan sangat lancar. Aku tertawa, laki-laki ini sepertinya sedikit menyenangkan dan tidak terlalu membosankan. Baru saja tadi memberi pancingan berupa kata single dan dia membalasnya dengan cepat.

"Kalau kamu tau tempat yang bagus dan bisa bawa Molly degan baik."

"Serahin itu. Hang out malam gak masalah?."

Aku meminum es teh manisku dan mengendikkan bahu, "gak masalah." Aku selalu keluar bareng Keila, dia si nenek lampir yang menyukai pesta. Dan untuk beberapa tahun ini keluar malamku meningkat dari frekuensi sebelumnya.

Setelah kami saling setuju, kami menlanjutkan cerita mengenai banyak tempat yang asyik. Pilihan tempat favorit apa ketika suasana hati sedang senang atau sedih dan ternyata selera kami sama. "Aku jemput besok malam. Kita ke tempat yang happy." Agam dengan langkah cepatnya. Sepertinya tidak ada salahnya bersenang-senang dengan dia. "Oke."

**

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1.4M 35.4K 47
When young Diovanna is framed for something she didn't do and is sent off to a "boarding school" she feels abandoned and betrayed. But one thing was...
870K 72.5K 34
"Excuse me!! How dare you to talk to me like this?? Do you know who I am?" He roared at Vanika in loud voice pointing his index finger towards her. "...
4.1M 170K 63
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...
3.1M 70.5K 81
Diana is an 18 year old girl about to start her senior year until she bumps into a woman at the bookstore who has quite the personality. The woman ta...