[DS#2] Between Me, You and Wo...

By Fionna_yona

905K 54.7K 1.9K

Cerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai... More

Wajib Baca
Prolog
Mr. Gio Armano Kenneth Dimitra
Little Girl
Bingung 😮
What I've Done?
Kemarahan Arman
Would You Forgive Me?
Asha
bukan update
Arman's Anger
Atasan Aneh!
Bisa-bisa Jatuh Cinta
Gadis Kesayangan
I'm Right Here
Pretty Boy
Yes, I Would
I'm The Only One
Mempertahankan!
Serigala Betina🐺🐺
He's Back
Dimitra's Future Daughter-In Law
Give You All Of Me
Like A Child
Malu 🙈
Arman's Promise
He Did It
Have A Nice Dream
Girl's Quarrel
Pencarian Dimulai
Lega
Kemungkinan Terburuk
Aku Janji ✌
Tolong Jaga Dia
Keras Kepala
Pengusiran
Meminta Penjelasan
Pamit
Heran
Saving Her
Penjelasan
Janji
Meminta Restu?
Sempurna
Calon Menantu Dimitra
Selamat Malam 😴
Apa Aku Pantas?
Like an Alpha 🐺
Pantas Saja!
Bad Party
Bad Party, or Not?
Fitting
🎊The Day🎊
The Happy Ending? or Not?
Sucker
Sweetness in Ibiza
🛫 Flight Home 🛬
Sehat-Sehat
Kemurkaan Arman
Tunggu Sebentar
Princess Ella
Ketenangan
A Day With Ella
Welcome To The World
Prahara
Maaf
Jangan Pergi!
Maafkan Aku
Awas Saja!
Baiklah
Remarried
Takut
Selamat Malam😴
Scary Couple
Alvian Sakit
Anak Serigala🐺
Kembar Berdebat
Janji Arman
Ketika Si Kembar Berkelahi
Cepat Bangun!
Cepat Sembuh
Pelajaran Kecil 😈
Good Daddy
Dimitra's Next Daughter In Law
Insecurity
Like Father Like Son
Like An Angel
The Wise Albern
Terima Kasih (End)
Special Part 1 #1

Start Falling

12.3K 666 11
By Fionna_yona

Arman duduk manis di kursi kebesarannya. Hari ini kakeknya akan kembali. Pasti keluarga besar itu akan menghubunginya melalui sambungan video call. Arman sedang menunggu sambungan itu.

Suara ketukan pintu membuat Arman mengangkat kepalanya.

"Masuk,"

Saat pintu terbuka, Arman melihat sosok yang kemarin dia bantu tengah berdiri di ujung pintunya, menutup pintu ruangan Arman. Natasha, gadis itu berjalan ke arah Arman dengan sebuah map. Dia meletakan map itu di atas meja Arman.

"Pak Tedi menitipkan dokumen itu untuk bapak periksa," ujarnya.

"Pak Tedi? Kenapa dia menitipkan pada anda?"

Natasha tidak menjawab. Gadis itu malah tersenyum simpul pada Arman.

"Pak, maaf kalau saya lancang. Bolehkah saya kembali ke divisi keuangan?"

"Kenapa?"

Belum sempat Natasha menjawab, gadis itu sudah diboyong dengan banyak pertanyaan dari Arman.

"Tidak suka bekerja di dekat saya?"

"Atau ada yang anda benci?"

"Apa karena kejadian kemarin?"

"Bukan, pak!" Ujar Natasha dengan cepat untuk memotong rentetan pertanyaan Arman.

"Lalu?"

"Jadi begini, pak. Saya sewaktu melamar disini, kan sebagai karyawan bagian keuangan. Kalau saya bekerja sebagai sekretaris bapak, nanti lembar penilaian milik saya dan milik teman satu kampus saya berbeda, pak,"

Arman mengangguk. Penjelasan Natasha memang masuk akal.

"Keluarlah dulu. Nanti kalau dokumen ini sudah selesai saya periksa, saya akan memanggil anda,"

Natasha mengangguk. Arman memeriksa dokumen keuangan di depannya. Dia juga mengetik sebuah surat. Surat otu dia selipkan dalam map dokumen yang akan diberikan kepada Tedi. Selesai dengan memeriksa dokumen, Arman memanggil Natasha.

"Ya, pak,"

"Ini, bawa ke tempat Tedi. Sekaligus, besok kamu kembali ke divisi keuangan,"

"Baik pak. Terima kasih,"

"Masa magang anda sampai kapan?"

"Sampai bulan Juni, pak,"

"Setelah itu kembali lagi kesini dan bekerjalah sebagai sekretaris saya,"

Natasha terkejut. Dia mengerjapkan matanya dan membuat Arman gemas.

'Dia menggemaskan kalau seperti itu. Aku jadi ingin mencubit pipinya,' pikir Arman sebelum dia menyadari pikiran konyolnya.

"Saya permisi dulu, pak,"

Arman mengangguk. Natasha segera beranjak.

"Nat,"

"Ya, pak?"

"Kalau nanti setelah selesai magang anda tidak kembali untuk melamar disini...."

Natasha menatap Arman heran. Menunggu kelanjutan ucapan atasannya itu.

"Saya akan menghampiri anda di kampus anda setiap hari,"

Natasha tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Sungguh, Arman ingin tertawa melihat ekspresi Natasha yang menggemaskan itu. Arman berdeham beberapa kali untuk menyadarkan Natasha juga untuk msnahan tawanya.

"Natasha!" Arman sedikit menaikan nada suaranya.

Natasha tersadar dan dia langsung pamit untuk kembali ke mejanya. Begitu Natasha menuntup pintu, tawa Arman langsung keluar meski tidak sampai terbahak.

"Benar-benar gadis unik,"

Arman teringat sesuatu. Dia langsung merutuk dan menutup mulutnya sendiri dengan tangannya.

"Ngapain gue ketawa?"

Tapi, semua itu tidak berlangsung lama karena setelahnya, Arman terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya. Sungguh, hari itu seorang Gio Armano penuh dengan senyuman.

.........

"Eh, opa. Kapan opa sampai?" Tanya Arman saat dia melangkah masuk ke rumahnya.

Arman duduk di sebelah kakeknya dan melonggarkan dasinya.

"Jadi bagaimana opa?" Tanya Arman.

"Nanti saja. Tunggu ayah dan adikmu pulang,"

Arman mengangguk kecil. Dia duduk memilih mandi lebih dulu. Selesai mandi, keluarganya sudah berkumpul di bawah. Arman kembali duduk di sebelah kakeknya. Dia menatap adiknya yang agak murung hari ini. Ingatkan Arman untuk bertanya pada adik kecilnya itu nanti.

"Jadi?" Tanya Arman.

"Dia tidak mau kembali. Dia berjanji akan kembali tahun depan,"

"Kenapa tahun depan?" Tanya Arsen.

Arman melihat kakeknya menghela kecil.

"Dia bilang mau mencoba mendirikan bisnisnya sendiri. Jadi, dia ingin mengumpulkan uang lebih banyak disana dan kembali kesini saat dia hendak membangun bisnisnya nanti,"

"Bisnis? Bisnis apa, yah?" Tanya Alvaro.

"Dia tidak bilang,"

Arman bisa melihat raut kecewa di wajah ayahnya. Setelah memberitahu hal itu, kakek mereka pergi bersama dengan Alexander paman mereka. Arman melihat adik bungsunya naik ke atas dan Arman menyusulnya.

"Alesha," panggil Arman.

"Ya?"

"Apa ada yang mengganggumu?"

"Tidak kak. Kenapa kakak bertanya begitu,"

"Sejak pulang tadi, wajahmu murung terus. Ada apa? Kalau ada masalah bicarakan pada kakak. Mungkin kakak bisa membantumu,"

"Alesha nggak apa-apa kok, kak. Serius,"

Arman tahu adiknya berbohong. Dia tidak bisa memaksa adiknya untuk bercerita. Jadi, Arman hanya mengangguk dan membiarkan adiknya masuk ke kamarnya.

"Huft! Setelah kak Ardan sekarang Alesha. Astaga!" Gerutu Arman.

Arman memilih mengambil jaketnya dan keluar dengan motor sportnya. Dia memutuskan untuk makan di restoran fast food terdekat. Lima belas menit membelah jalanan di daerah rumahnya yang cukup ramai, dia sampai di tempat yang dia tuju. Arman duduk setelah mendapatkan makan yang dia mau.

"Hm?" Arman tersenyum kecil saat melihat sosok yang baru saja masuk ke restorant tempatnya makan.

Mata Arman terus mengikuti arah dan gerakan sosok itu. Kening Arman sedikit berkerut saat dia melihat gadis itu membeli dua paket nasi untuk dia bawa pulang. Arman masih terus memperhatikan gerakan sosok itu.

Bibir Arman tersenyum tipis. Dia tertegun sekaligus kagum pada sosok yang berada beberapa meter di depannya. Sosok itu memberikan makanan yang baru dia beli pada seorang ibu dan anak yang nampaknya adalah orang yang kekurangan.

Arman berdiri dan mendekati sosok itu. Dia bisa mendengar percakapan sosok itu dengan ibu yang dia berikan makanan.

"Benar tidak apa, non?"

"Aduh, bu. Jangan panggil saya non! Dan iya bu, itu buat ibu sama anak ibu,"

"Terima kasih, neng. Terima kasih,"

"Iya bu. Sama-sama,"

"Neng-nya kenapa nggak makan?"

Arman bisa melihay tubuh sosok itu berjingkat kaget.

"Ummm... itu bu... saya..."

"Dia bareng saya, bu," ujar Arman memotong ucapan sosok itu.

Sosok itu juga si ibu menoleh ke arah Arman. Arman ikut duduk di kursi depan restoran itu.

"Dia makan bareng saya, bu. Kita janjian tadi," ujar Arman.

"Oh... ya sudah kalau begitu. Terima kasih sekali lagi, neng,"

"I-iya bu,"

Ibu itu hendak beranjak dan saat itu, Arman berdiri. Arman menghampiri ibu itu, menyalaminya dan menyelipkan beberapa lembar uang seratus ribu.

"Untuk anak ibu,"

"Terima kasih, den,"

"Sama-sama, bu,"

Arman kembali dan segera menangkap pergelangan tangan sosok yang hampir kabur itu.

"Kamu belum makan, kan?"

"Ummm... itu pak..."

Arman tahu sosok di depan sedang mencoba berbohong padanya.

"Jangan berbohong!"

Sosok itu akhirnya mengangguk. Arman menarik sosok itu dan mengajaknya mengantri.

"Pesan saja apa yang mau kamu makan,"

"Tapi, pak,"

Arman menatapnya dengan agak tajam. Sosok itu mengangguk. Dia memesan makanan yang biasa dia makan.

"Ada tambahan lagi?" Tanya petugas kasir.

"Tolong tambahkan mocca float satu, puding cokelat satu, dan sup krim satu,"

Petugas kasir mengulang pesanan dan menyebutkan jumlah yang harus dibayar. Arman mengeluarkan atm-nya dan memberikan kartu itu pada kasir. Arman bahkan menjadi orang yang membawa nampan makanan itu ke meja di sudut restoran.

"Makanlah,"

"Bapak tidak makan?"

"Saya sudah makan duluan tadi disana," ujar Arman sambil menunjuk meja di yang tadi dia duduki.

Sosok di depan Arman memakan makanannya. Arman senang melihat bagaimana cara sosok itu makan. Sosok itu tidaklah mencoba menjadi orang lain. Sosok itu hanya menjadi dirinya sendiri sekalipun dia berada di depan Arman.

"Makan perlahan, Natasha," ujar Arman membuat sosok itu tertegun.

Jangan salahkan jika dia tertegun. Bagaimana tidak? Arman benar-benar mengucapkan hal seperti itu dengan nada yang tidak arogan. Arman menyadari apa yang dia katakan saat dia melihat Natasha terkejut dan menatapnya tanpa berkedip.

Arman berdeham dan membiarkan Natasha kembali memakan makanannya. Seusai makan, Arman menawarkan diri mengantar Natasha pulang. Meski lebih terlihat memaksa daripada menawarkan, akan tetapi, dia benar-benar mengantar Natasha sampai di depan rumahnya. Melihat bagaimana rumah Natasha di perumahan itu membuat kening Arman sedikit mengerut.

'Dia berasal dari keluarga yang lumayan. Kenapa dia sempat berhenti kuliah? Dan dia kenapa bisa tidak memiliki uang sepeserpun di dompetnya?'

"Terima kasih, pak,"

"Besok saya jemput disini jam 7 pagi,"

"Eh? Pak tidak usah,"

"Sampai besok pagi," Arman berujar dan langsung melajukan motor sportnya menjauhi rumah Natasha.

Arman tersenyum kecil. Arman masih terbayang bagaimana gadis itu dengan baiknya dan tanpa ragu memberi makanan pada ibu dan anak tadi. Mengingat bagaimana senyum tulus Natasha tadi.

"Oh, shit!" Umpat Arman tatkala jantungnya mulai berdetak lebih cepat.

Detakan jantungnya sangat cepat. Seperti ada sebuah konser di dalamnya. Lalu, perutnya terasa tergelitik seperti ada jutaan kupu-kupu disana. Otot wajahnya berkedut untuk selalu tersenyum saat bayangan senyum Natasha melintas di kepalanya.

"Jangan bilang-" Umpat Arman pada dirinya sendiri.

Continue Reading

You'll Also Like

132K 7.5K 28
"Kamu harus nikah sama saya" ucap Denis. Mata Renita membulat kaget "Idih, apa-apaan? Enak aja" katanya dengan nada jijik. "Tidak ada penolakan! Kamu...
4.7K 506 29
"akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" Teriak ga...
1.5M 72.6K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
2M 69.8K 44
Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus galak itu adalah musuh bebuy...