Game Over: Falling in Love

By sirhayani

6.8M 511K 54.7K

[1] TERBIT 📖 - Aku jadi target Geng Rahasia selanjutnya? Tidak mungkin aku dijadikan target, tapi aku juga... More

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Hanya Pertanyaan Tentang 5 Cowok
27
28
29
30
31
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
53
Info, Beberapa Hal Penting
TERSEDIA DI TOKO BUKU
Part Spesial [2]
Wallflower (kisah Masha dan Gama)

32

90.4K 9.2K 706
By sirhayani

bentar, bentar, coba lihat apa yang berubah di kover Game Over?

Itu adalah sebuah kode kalau Vera bukan satu-sat.... *sensor*

Silakan disimpulkan sendiri.

Selamat membaca!

___

"H—hai...." Aku memandang Kak Gama dengan cengiran lebar. Jemariku sibuk memilin-milin ujung piyama.

"Oh, ternyata bener ya rumah lo deket rumahnya Sean?" tanya Kak Gama dengan tatapan tajamnya. Aku meneguk ludah sekali lagi. Kak Gama itu seperti anak punk, mungkin? Di telinga kirinya terdapat tindikan, sepertinya jika di sekolah dia melepasnya. Lihat juga pakaiannya yang serba hitam. Celana yang sobek-sobek. Jaket penuh motif tindik. Kumpulan gelang di tangan kiri dan kanan. Kecuali rambut karena rambutnya normal seperti rambut cowok-cowok kebanyakan.

Kak Erlang dan Kak Sean berpakaian normal seperti gaya pakaian cowok-cowok SMA kebanyakan. Tetap saja, rasanya aneh berada di dekat cowok-cowok itu. Aku hanya memakai sweter putih dan piyama merah muda. Celanaku bahkan dipenuhi gambar kepala Hello Kitty. Bagian depan baju piyamaku bergambar Hello Kitty. Rambutku di kepang satu dari hasil karya Mama sore tadi dan aku memakai sandal jepit di antara mereka yang memakai sepatu.

Oke, mungkin penampilanku tak ada yang salah. Aku hanya berpikir betapa anehnya berada di antara mereka.

"Duduk di sana, yuk?" Aku menatap Kak Erlang yang baru saja menginterupsi. Untunglah, sepertinya aku tak perlu membalas perkataan Kak Gama tadi. Kak Gama menyipitkan mata kepada Kak Erlang sebelum berbalik menuju meja di mana Kak Sean masih di sana. Kak Erlang menggerakkan dagunya ke teras minimarket, membuatku mau tak mau melangkahkan kaki ke arah mereka.

Setibanya di sana, Kak Erlang menggeser kursi dan aku terpaksa harus duduk di sana.

Pada akhirnya, aku duduk di satu kursi kosong yang ada di antara mereka. Tepat di hadapan Kak Sean. Sementara Kak Gama di sisi kiriku, berhadapan dengan Kak Erlang yang sedang memandangiku sembari tertawa. Entah menertawakan apa.

Aku meneguk ludah. Tatapanku tak fokus pada salah satu di antara mereka karena aku paham bagaimana salah tingkahnya aku jika sampai bertatap mata dalam jarak dekat. Apalagi ada Kak Sean di sini.

"Lo mau belanja, Ver?" tanya Kak Erlang.

Aku mengangguk kecil sambil berusaha menatapnya. "Iya, tadi rencananya mau beli camilan. Hehe."

Kak Erlang mengangguk. "Sori, ya. Si Gama tiba-tiba manggil lo."

"Heh, tujuan gue manggil nih cewek karena dia mau kabur ngelihat setan-setan kayak kalian," kata Kak Gama membuatku meringis sambil menautkan jemari.

"Sialan lo. Bilang aja lo ada sesuatu."

"Sesuatu apaan anjing?"

Aku mengerjap sambil meneguk ludah. Kasar banget.

Aku memperhatikan bagaimana Kak Gama bicara. Hiiih. Pantas saja Kak Masha selalu menghindar. Bagaimana dia akan tahan jika berhadapan dengan Kak Gama yang seperti ini? Ah tapi, bukankah waktu itu Ninik atau Widya bilang kalau sikap Kak Gama di depan Kak Masha berbeda jika berhadapan dengan cewek-cewek lain?

"Maksud lo, soal itu? Udah gue bilang berkali-kali gue nggak niat." Kak Gama memutar bola mata kemudian dia menoleh ke arahku. "Ngapain lo lihatin gue?"

Aku cepat-cepat memalingkan muka sambil geleng-geleng kepala.

"Bisa pelangin suara lo?" Kak Erlang bicara. Sudah pasti perkataannya itu untuk Kak Gama. "Lo nggak apa-apa, kan, Ver?"

"Eh?" Aku mengerjap dan menatap Kak Erlang sedikit bingung. "Eng—nggak. Hehe."

Aku menunduk setelah itu. Saat menyadari Kak Erlang masuk ke minimarket, saat itu juga kepanikan menyerbuku. Kak Erlang satu-satunya yang bisa membuatku merasa tak canggung di sini.

Aku harus masuk dan segera membeli camilan. Rasanya sia-sia jika aku langsung pulang. Aku baru saja berdiri, tetapi perkataan Kak Gama membuatku refleks duduk kembali.

Takut.

"Duduk aja yang anteng. Nggak usah ke mana-mana dulu," kata Kak Gama.

Rasanya aku ingin bangkit dan lari. Untuk apa juga aku di sini? Tuhan tolong. Aku mengetuk-ngetuk telunjukku di atas meja dengan gelisah.

"Bisa diam nggak sih lo? Berisik."

Oh Tuhan! Aku menatap Kak Gama dan rasanya ingin menangis. Kenapa sih dia? Aku menyangga sikutku di meja dan menahan pipiku dengan kedua tangan. Aku menatap ke dalam minimarket dan melihat Kak Erlang sedang mengantri untuk membayar di kasir.

Aku sebenarnya dari tadi menahan diri untuk tidak melihat Kak Sean. Sejak tadi pun aku sudah salah tingkah. Sejak tadi juga aku tak mendengar Kak Sean bicara. Apa yang Kak Sean lakukan sekarang?

Perlahan, mataku melirik ke depan. Aku kembali menatap ke dalam minimarket secepat mungkin.

Aku tidak salah lihat, kan?

Kak Sean sedang menatapku....

Aku mencoba meredam degupan jantungku yang tak beraturan saat ingin memastikan sekali lagi. Aku menatap ke cowok di hadapanku itu dan Kak Sean masih memandangiku sambil bersedekap.

Aku memalingkan wajah dan mengipas leherku. Kenapa cuaca tiba-tiba panas?

Oke, sekali lagi. Aku ingin memastikan sekali lagi. Aku mengangkat pandanganku dan saat itulah, pandangan kami terkunci. Aku memandangnya dalam diam. Kak Sean juga hanya diam saat menatapku.

Aku menunduk sambil menutup wajahku dengan tangan. Rasanya ingin lari saja dan berteriak, "Gue nggak kuat!"

"Sori lama. Banyak yang antri soalnya." Kak Erlang tiba-tiba datang dan membuatku selamat dari hampir pingsan. Dia mendorong minuman ke hadapanku dan beberapa camilan di atas meja. Ah, andaikan tidak ada mereka, aku langsung meraup semuanya ke dalam pelukan.

"Minum, Ver." Kak Erlang menawarkan membuatku dengan malu-malu mengambil air mineral botol di atas meja. Serius. Aku haus karena salah tingkah. Aku meneguknya hingga habis setengah.

"Kasian anak orang kehausan," kata Kak Gama. Aku hampir tersedak karena kata-katanya. Bisa tidak cowok itu bicara tanpa membuat orang lain terintimidasi? Aku jadi malu karena kata-katanya terdengar mengejek.

Jadi, apa yang aku lakukan di sini?

"Berarti lo udah kenal Sean dari kecil dong, Ver?" tanya Kak Erlang.

"Enggak." Aku melirik Kak Sean sekilas. Dia sedang sibuk dengan ponselnya. Untunglah aku tidak sampai tertangkap basah telah meliriknya. "Gue jadi tetangga Kak ... Sean dari eum... dua tahun yang lalu." Aku menjaga bicaraku jangan sampai salah ucap.

"Dua tahun yang lalu, ya? Sekitar kelas delapan?"

Aku mengangguk. "Iya, Kak. Waktu itu gue memang udah kelas delapan."

"Oh, gitu." Kak Erlang manggut-manggut. "Sean, kenapa lo dari dulu nggak pernah cerita soal Vera, sih?"

Oke, aku harus menajamkan telinga dan menatap Kak Sean dengan penuh harap. Apa kira-kira jawabannya?

Kak Sean mengangkat pandangannya dan langsung menatapku. Aku segera menunduk. Dari ekor mataku, aku bisa melihat Kak Sean kembali sibuk dengan ponselnya.

"Buat apa juga gue ceritain ke lo?" balas Kak Sean.

Kak Gama tertawa mengejek. "Woi. Kasihan nih si Vera dari tadi kelihatan nggak nyaman. Sampai keringetan gitu. Suruh pulang sana. Dia duduk di sini cuma dengerin kalian basa-basi."

"Bilang aja lo yang nggak betah," balas Kak Erlang. Aku yang paling tidak betah di sini. "Tapi, siapa ya yang manggil Vera tadi?"

Kak Gama memutar bola matanya. Terlihat kesal. "Udah gue bilang dia mau kabur. Cuma gara-gara ngelihat kumpulan cogan di minimarket dia langsung kabur? Gue bantu dia sampai di sini, sekalian bisa menikmati pahatan Tuhan dari dekat."

"Najis lo alay." Balasan Kak Erlang membuatku hampir tertawa. Aku malu mendengar kata-kata Kak Gama yang terdengar narsis, tapi mengucapkannya dengan penuh kejengkelan. Jadi, itu murni bukan karena dia benar-benar narsis. Dia marah lewat kata-kata seperti itu. Mungkin.

"Ya udah. Lo katanya mau belanja camilan?" tanya Kak Erlang. Aku mengangguk dan kembali memilin baju saat berdiri.

"Makasih minumannya, Kak. Gue mau ke dalam dulu. Hehe," kataku hanya memandangi Kak Erlang. Aku keluar dari meja dengan kelegaan.

"Kita pulang bareng."

"Gue anter lo pulang."

Aku berhenti mendadak dan berbalik dengan ragu-ragu. Saat-saat seperti ini aku ingin tenggelam di bumi menyadari dua cowok baru saja menawarkan hal yang sama kepadaku.

Mereka saling memandang sambil mengerutkan kening dan aku semakin bingung dengan suasana yang seperti ini.

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

6.8M 212K 38
"Aku pernah hampir diperkosa saat SMP." -Naresha Luveeana Agatha- Luvee menderita Haphephobia, sebuah penyakit psikis, di mana dia akan merasa sangat...
14.1M 321K 29
PART LENGKAP. "Gentala, gue sayang sama lo. Gue nggak tau sejak kapan perasaan ini muncul, tapi gue serius dengan ucapan gue. Harapan gue cuma satu...
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
501K 2.4K 2
[Warning!] Pernikahan yang tidak pernah diharapkan, bagi Salsabilla Shireena, wanita berumur 22 tahun. Wanita itu terpaksa menikah dengan seorang bro...